Fenny, 1 Nadjwa Zamalek Dalimoenthe, 1 Noormartany, 1 Emmy Pranggono, 2 Nina Susana Dewi 1 1

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Aktivasi koagulasi dan fibrinolitik merupakan bagian dari sistem

BAB V HEMOSTASIS Definisi Mekanisme hemostasis Sistem koagulasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sepsis dan syok sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di

PERBEDAAN MORTALITAS ANTARA PASIEN SEPSIS DAN SEPSIS KOMPLIKASI DISSEMINTED INTRAVASCULAR COAGULATION DI ICU RSUP Dr. KARIADI

BAB I PENDAHULUAN. dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE,

ABSTRAK. PERBANDINGAN KADAR PROTHROMBIN TIME (PT) DAN ACTIVATED PARTIAL THROMBOPLASTIN TIME (aptt) ANTARA PASIEN HIPERTENSI DAN NOMOTENSI

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

HUBUNGAN ANTARA LEUKOSIT DENGAN PROCALCITONIN SEBAGAI BIOMARKER SEPSIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK BULAN AGUSTUS - OKTOBER 2015 MEDAN

GAMBARAN RISIKO TROMBOSIS BERDASARKAN CAPRINI SCORE PADA PASIEN KANKER DI RSUP. HAJI ADAM MALIK. Oleh: RAJA ARIF KURNIA MANIK

BAB I PENDAHULUAN. memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pada pasienpasien

BAB I PENDAHULUAN. perekrutan dan aktivasi trombosit serta pembentukan trombin dan fibrin 1. Proses

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) sudah merupakan salah satu ancaman. utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21.

PERBEDAAN MORTALITAS ANTARA PASIEN SEPSIS DAN SEPSIS DENGAN KOMPLIKASI ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons

BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. toksin ke dalam aliran darah dan menimbulkan berbagai respon sistemik seperti

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian Hasil Karya Tulis Ilmiah mahasiswa program strata-1 kedokteran umum

D DIMER PADA KEGANASAN HEMATOLOGI DI RSUP SANGLAH ABSTRAK

RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN

BAB I PENDAHULUAN. dunia (Musher, 2014). Penumonia komunitas merupakan penyakit infeksi saluran

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR FIBRINOGEN PLASMA PADA PEROKOK AKTIF RINGAN DAN BERAT DENGAN NON PEROKOK

BAB I PENDAHULUAN. systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh kompensasi anti-inflamasi atau fenotip imunosupresif yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

PERBANDINGAN KADAR MIKROALBUMINURIA PADA STROKE INFARK ATEROTROMBOTIK DENGAN FAKTOR RISIKO HIPERTENSI DAN PASIEN HIPERTENSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke secara nyata menjadi penyebab kematian dan kecacatan di seluruh

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada sepsis terjadi proses inflamasi sistemik atau systemic inflammatory

ABSTRAK KORELASI ANTARA TOTAL LYMPHOCYTE COUNT DAN JUMLAH CD4 PADA PASIEN HIV/AIDS

ABSTRAK. GAMBARAN IgM, IgG, DAN NS-1 SEBAGAI PENANDA SEROLOGIS DIAGNOSIS INFEKSI VIRUS DENGUE DI RS IMMANUEL BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012, sepsis didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang tertinggi seluruh dunia. Sepsis merupakan. penyebab kematian yang ke-10 terbesar di Amerika Serikat,

Oleh: Esti Widiasari S

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kesakitan dan angka kematian yang tinggi. 1. mematikan namun dapat dihindari. Berdasarkan laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. kemudian memicu respon imun tubuh yang berlebih. Pada sepsis, respon imun

PREVALENSI TERJADINYA TUBERKULOSIS PADA PASIEN DIABETES MELLITUS (DI RSUP DR.KARIADI SEMARANG) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR RISIKO PENDERITA PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

SENSITIVITAS ANTIBIOTIK PADA PASIEN SEPSIS DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam

KARYA TULIS ILMIAH PROFIL PASIEN HIV DENGAN TUBERKULOSIS YANG BEROBAT KE BALAI PENGOBATAN PARU PROVINSI (BP4), MEDAN DARI JULI 2011 HINGGA JUNI 2013

BAB I PENDAHULUAN. tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah. 1

Urutan mekanisme hemostasis dan koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut:

KADAR SERUM KREATININ PADA PASIEN SEPSIS YANG DIRAWAT DI RUANG ICU RSUP DR. KARIADI LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

ABSTRAK ANALISIS KADAR INTERFERON GAMMA PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DAN BUKAN PENDERITA TUBERKULOSIS

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan penanganan khusus di ruang rawat intensif (ICU). Pasien yang dirawat

BAB I PENDAHULUAN. multiorgan, ini disebut septic shock. Sepsis merupakan SIRS (Systemic. tempat infeksi, maka ini disebut dengan sepsis berat.

GAMBARAN GEJALA KLINIK, HEMOGLOBIN, LEUKOSIT, TROMBOSIT DAN WIDAL PADA PENDERITA DEMAM TIFOID DENGAN

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran napas bawah masih tetap menjadi masalah utama dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KORELASI KADAR SERUM PROCALSITONIN DENGAN JUMLAH LEUKOSIT PADA PENDERITA DENGAN KECURIGAAN SEPSIS DI RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE FEBRUARI JUNI 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal

ABSTRAK ASPEK KLINIK PEMERIKSAAN ANTIGEN NS-1 DENGUE DIBANDINGKAN DENGAN HITUNG TROMBOSIT SEBAGAI DETEKSI DINI INFEKSI DENGUE

BAB I PENDAHULUAN. Polisitemia Vera (PV) adalah salah satu jenis keganasan mieloproliferatif.

KEHAMILAN NORMAL DENGAN PREEKLAMSI BERAT SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TEKANAN DARAH DAN DERAJAT PROTEINURIA

EARLY DETECTION AND TREATMENT OF SEPSIS. dr. Eko Setijanto, Sp.An,KIC Intensive Care Unit, DR Moewardi Hospital

ABSTRAK. Gambaran Ankle-Brachial Index (ABI) Penderita Diabetes mellitus (DM) Tipe 2 Di Komunitas Senam Rumah Sakit Immanuel Bandung

BAB I PENDAHULUAN. paru. Bila fungsi paru untuk melakukan pembebasan CO 2 atau pengambilan O 2 dari atmosfir

Hubungan Kadar Gula Darah dengan Glukosuria pada Pasien Diabetes Mellitus di RSUD Al-Ihsan Periode Januari Desember 2014

Hubungan Karakteristik Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Kejadian Dengue Syok Sindrom (DSS) pada Anak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS MN / PMN LPS. NLRP3 ASC Adaptor protein OLIGOMERASI INFLAMMASOME. IL-1β SEPSIS SURVIVAL

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN RAWAT INAP DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012

Gangguan Koagulasi pada Sepsis

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf.

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

Jon Hadi 1, Syaiful Saanin 2, Erkadius 3 Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Andalas / RS M.Djamil Padang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. populasi dunia berumur dibawah 45 tahun (Werner & Engelhard, 2007). Penyebab

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK BALITA PENDERITA PNEUMONIA DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2013

Kadar D-Dimer Plasma sebagai Prediktor Kematian Penderita Pneumonia Usia 2 59 Bulan

BAB I PENDAHULUAN. (DHF) merupakan penyakit infeksi tropik yang disebabkan oleh virus dengue dan

ABSTRAK. Pembimbing II : Penny S M., dr., Sp.PK., M.Kes

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. KHS terjadi di negara berkembang. Karsinoma hepatoseluler merupakan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. baru atau berulang. Kira-kira merupakan serangan pertama dan

ABSTRAK. Fenny Mariady, Pembimbing I : dr. Christine Sugiarto, SpPK Pembimbing II : dr. Lisawati Sadeli, M.Kes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah sepsis sendiri sering disama artikan dengan septikemia dan bakterimia.

ANGKA KEJADIAN PNEUMONIA PADA PASIEN SEPSIS DI ICU RSUP DR.KARIADI SEMARANG LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

Mekanisme Pembekuan Darah

ABSTRAK ANALISIS KASUS PENDERITA PNEUMONIA DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2007

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran CAKRADENTA YUDHA POETERA G

ABSTRAK. Penny Setyawati Martioso, dr., Sp.PK., M.Kes.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. klinis cedera kepala akibat trauma adalah Glasgow Coma Scale (GCS), skala klinis yang

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 75 ibu hamil dengan usia kehamilan antara 21

ABSTRAK. PEMERIKSAAN IgM DAN IgG DENGUE RAPID TEST DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG

BAB IV METODE PENELITIAN

Transkripsi:

Prothrombin Time, Activated Partial Thromboplastin Time, Fibrinogen, dan D-dimer Sebagai Prediktor Decompensated Disseminated Intravascular Coagulation Sisseminated pada Sepsis Fenny, 1 Nadjwa Zamalek Dalimoenthe, 1 Noormartany, 1 Emmy Pranggono, 2 Nina Susana Dewi 1 1 Bagian Patologi Klinik, 2 Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran-Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung Abstrak Sepsis adalah respons sistemik terhadap infeksi dan terutama terjadi pada pneumonia. Sepsis dapat menyebabkan komplikasi disseminated intravascular coagulation (DIC) yang dibedakan menjadi compensated dan decompensated DIC. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan apakah nilai prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aptt), kadar fibrinogen, dan D-dimer dapat digunakan sebagai prediktor decompensated DIC pada penderita sepsis. Penelitian dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung mulai September 2008 sampai Juni 2010. Subjek penelitian adalah penderita sepsis yang disebabkan pneumonia. Nilai PT, aptt, kadar fibrinogen, dan D-dimer semua subjek sepsis dicatat kemudian dilakukan pengamatan sampai subjek dinyatakan mengalami decompensated atau non-decompensated DIC; selanjutnya dilakukan analisis nilai PT, aptt, kadar fibrinogen, dan D-dimer pada kelompok decompensated dan non-decompensated DIC. Penelitian menggunakan rancangan cohort. Subjek berjumlah 39 orang (58%) penderita sepsis dengan luaran decompensated DIC dan 28 orang (42%) penderita sepsis dengan luaran non-decompensated DIC. Dari parameter hemostasis yang diperiksa, didapatkan bahwa nilai PT, aptt, dan fibrinogen merupakan prediktor decompensated DIC pada penderita sepsis dengan risiko relatif (RR) masing-masing 240,500; 7,157; dan 6,421. Simpulan, prothrombin time, aptt, dan fibrinogen merupakan pemeriksaan untuk mengetahui aktivasi koagulasi. Parameter hemostasis yang merupakan prediktor decompensated DIC pada penderita sepsis adalah nilai PT dan aptt yang memendek serta kadar fibrinogen yang meningkat. [MKB. 2011;43(1):49 54]. Kata kunci: Activated partial thromboplastin time, D-dimer, disseminated intravascular coagulation, fibrinogen, prothrombin time, sepsis Prothrombin Time, Activated Partial Thromboplastin Time, Fibrinogen, and D-dimer as a Predictor of Decompensated Disseminated Intravascular Coagulation in Sepsis Abstract Sepsis is a systemic response to infection especially in pneumonia case. Sepsis can cause complications such as disseminated intravascular coagulation (DIC) which can be divided into compensated and decompensated DIC. The purpose of this study was to assess whether the value of prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aptt), fibrinogen, and D-dimer levels can be used as predictors of decompensated DIC in sepsis patients. This study was conducted at the Laboratory of Clinical Pathology Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung since September 2008 to June 2010. Subjects were patients with sepsis caused by pneumonia. PT and aptt values, fibrinogen, and D-dimer levels was recorded from all sepsis patients then patients were observed until diagnosed decompensated or non-decompensated DIC, then the value of PT, aptt, fibrinogen and D-dimer levels in the group of decompensated DIC and non-decompensated DIC were analysed. This study used cohort design. Subjects were 39 sepsis patients (58%) with outcome decompensated DIC and 28 sepsis patients (42%) with outcome non-decompensated DIC. From the hemostasis parameter test out, it was found that PT, aptt, and fibrinogen were the predictor of decompensated DIC in patients with sepsis with relative risk 240.500, 7.157, and 6.421; respectively. Conclusions, prothrombin time, aptt, fibrinogen are the test to know coagulation activation. Hemostasis parameter to predict decompensated DIC in sepsis patients are the shorten PT, aptt, and the increased fibrinogen. [MKB. 2011;43(1):49 54]. Key words: Activated partial thromboplastin time, D-dimer, disseminated intravascular coagulation, fibrinogen, prothrombin time, sepsis Korespondensi: Fenny, dr, Bagian Patololgi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran-Rumah Sakit Hasan Sadikin, jalan Jenderal Sudirman 419 Bandung, mobile 08122375945, e-mail: fennytanuwijaya_08@yahoo.com MKB, Volume 43 No. 1, Tahun 2011 49

Pendahuluan Sepsis adalah respons sistemik terhadap infeksi yang terutama disebabkan oleh bakteri. 1 Diagnosis sepsis ditegakkan apabila didapatkan adanya infeksi disertai dua atau lebih gejala systemic inflammatory response syndrome (SIRS), yaitu demam, leukositosis, takikardia, dan takipnea. 2 Insidensi sepsis di dunia terus meningkat. Insidensi sepsis di Inggris meningkat dari 17,7 per 1.000 penderita pada tahun 1985 menjadi 80,3 per 1.000 penderita pada tahun 1996, sedangkan insidensi sepsis di Amerika Serikat sebanyak 22.992 kasus pada tahun 2000 2002 dengan angka kematian 21,92%. Insidensi sepsis di Jerman sebanyak 75.000 kasus per tahun dengan perkiraan angka kematian sekitar 40.000 penderita sehingga sepsis menduduki urutan ketiga tertinggi penyebab kematian di Jerman. Insidensi sepsis di Australia sebanyak 23,8% dari tiga juta penderita yang dirawat, dengan angka kematian akibat sepsis sekitar 18,4%. Sejumlah faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan insidensi sepsis tersebut adalah bertambahnya kemampuan dalam mendiagnosis sepsis, penggunaan alatalat yang invasif seperti kateter vena sentral, dan peningkatan kejadian HIV/AIDS. 3,4 Insidensi sepsis di Indonesia khususnya di Jawa Barat belum diketahui dengan jelas. Penelitian Friedland dkk. 5 mendapatkan bahwa kejadian sepsis paling banyak ditemukan pada pneumonia. Pada sepsis terjadi respons inflamasi yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Respons inflamasi diawali dengan munculnya reseptor pengenal seperti toll-like receptors (TLR) yang terdapat pada permukaan makrofag, neutrofil, epitel, endotel, sel B, dan sel T. Toll-like receptors mengenali peptidoglikan atau lipopolisakarida pada bakteri dan akan merangsang sinyal intraselular yang menyebabkan aktivasi protein pengatur nuclear factor kb (NFkB) sehingga sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis factor (TNF-a), interleukin (IL)-1, IL-6, IL-12, dan interferon-g (IFN-g) akan meningkat. 6,7 Sitokin proinflamasi akan mengaktifkan proses koagulasi yang dimediasi oleh faktor jaringan, sedangkan respons fibrinolisis belum adekuat, sehingga pada awal sepsis biasanya didapatkan suatu fase hiperkoagulasi. Sitokin proinflamasi selain menyebabkan aktivasi koagulasi yang berlebihan juga meyebabkan penurunan kadar antikoagulan fisiologis dan defek pada proses fibrinolisis, sehingga timbul koagulopati yang terjadi secara meluas disebut sebagai disseminated intravascular coagulation (DIC). 8-10 Secara garis besar DIC dapat dibedakan atas compensated atau non-overt DIC dan decompensated atau overt DIC. Pada compensated DIC terjadi fase hiperkoagulasi atau sering pula disebut DIC tahap I. Pada fase ini akan didapatkan hasil laboratorium berupa PT dan aptt memendek atau normal; kadar fibrinogen, FDP, D-Dimer, dan jumlah trombosit meningkat atau normal. Aktivasi koagulasi melalui jalur ekstrinsik maupun jalur intrinsik akan menyebabkan pembentukan trombin. Penumpukan trombin akan mengaktivasi endotel untuk melepaskan tissue plasminogen activator (tpa) yang akan mengubah plasminogen menjadi plasmin. Plasmin akan memecah cross-linked fibrin dan menghasilkan D-dimer. Aktivasi endotel untuk melepaskan tpa akan mengawali fase fibrinolisis sekunder atau DIC tahap II. Pada keadaan ini biasanya didapatkan hasil laboratorium berupa peningkatan kadar D-Dimer, sedangkan nilai PT, aptt, kadar fibrinogen, dan jumlah trombosit akan memberikan hasil normal. Apabila keadaan ini terus berlanjut akan terjadi decompensated DIC. Pada decompensated DIC terjadi aktivasi koagulasi yang berlebihan disertai dengan peningkatan aktivitas fibrinolisis sehingga didapatkan fase hipokoagulasi atau disebut DIC tahap III, yaitu keadaan yang ditandai dengan trombositopenia, penurunan kadar fibrinogen, serta nilai PT dan aptt yang memanjang. 9,11,12 Decompensated DIC dapat ditemukan pada sebagian besar penderita sepsis, oleh karena itu diperlukan pemeriksaan laboratorium yang dapat memprediksi kejadian decompensated DIC, sehingga dapat dilakukan penanganan yang lebih intensif terhadap penderita sepsis dan kejadian decompensated DIC dapat dicegah. 8,9 Pemeriksaan hemostasis konvensional yang rutin dilakukan untuk mengetahui aktivasi koagulasi adalah pemeriksaan PT, aptt, dan kadar fibrinogen, sedangkan pemeriksaan hemostasis yang rutin dilakukan untuk mengetahui aktivasi fibrinolisis adalah pemeriksaan D-dimer. 13 Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan apakah nilai prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aptt), kadar fibrinogen, dan D-dimer dapat digunakan sebagai prediktor decompensated DIC pada penderita sepsis. Metode Penelitian dilakukan di Bagian Patologi Klinik dan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin Bandung sejak bulan September 2008 sampai dengan Juni 2010. Subjek penelitian adalah penderita sepsis yang dirawat inap di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin Bandung. Kriteria inklusi adalah penderita yang telah didiagnosis oleh klinisi sebagai sepsis berdasarkan kriteria American College of Chest Physicians/Society 50 MKB, Volume 43 No. 1, Tahun 2011

of Critical Care Medicine ACCP/SCCM 1991 yang disebabkan community-acquired pneumonia atau nosocomial/hospital-acquired pneumonia berdasarkan gejala klinis dan gambaran radiologis. Kriteria eksklusi adalah penderita yang menggunakan antikoagulan dalam dua minggu terakhir karena akan mempengaruhi hasil pemeriksaan PT dan aptt (memanjang palsu). Bentuk penelitian adalah observasional dengan rancangan penelitian cohort study. Relative risk (RR) dan 95% confidence interval (CI) dihitung untuk mengetahui besarnya risiko terjadi decompensated DIC pada kelompok dengan faktor risiko dibandingkan dengan kelompok tanpa faktor risiko, selanjutnya dilakukan analisis regresi logistik berganda yang bertujuan untuk menentukan parameter hemostasis manakah yang merupakan prediktor decompensated DIC. Data diolah dengan program SPSS for Windows versi 15.0 dengan kemaknaan hasil uji statistik ditentukan pada nilai p 0,05. Hasil Subjek penelitian berjumlah 67 orang, terdiri atas 39 orang (58%) penderita sepsis dengan luaran decompensated DIC dan 28 orang (42%) penderita sepsis dengan luaran non-decompensated DIC. Berdasarkan jenis kelamin, didapatkan bahwa subjek sepsis lebih banyak pada perempuan, baik pada kelompok sepsis dengan luaran decompensated maupun non-decompensated DIC. Tidak didapatkan perbedaan bermakna jenis kelamin dengan kejadian decompensated dan non-decompensated DIC pada penderita sepsis (p=0,988). Usia rata-rata subjek sepsis dengan luaran decompnesated DIC adalah 37 tahun, sedangkan luaran non-decompensated DIC adalah 42 tahun, tetapi tidak didapatkan perbedaan bermakna usia dengan kejadian decompensated dan non-decompensated DIC pada penderita sepsis (p=0,053). Tabel 1 Pemeriksaan PT, aptt, Kadar Fibrinogen, dan D-Dimer pada Penderita Sepsis dengan Luaran Decompensated DIC dan Non-decompensated DIC Variabel Nilai PT (detik) aptt (detik) Fibrinogen (mg/dl) D-dimer (mg/ml) Keterangan: *) Uji Mann-Whitney-U Decomp. DIC 9,5 8,7 26,2 26,4 19,4 45,5 368,1 187,0 501,2 0,5 0,3 3,3 Non-decomp. DIC 11,6 9,5 26,4 31,9 27,9 50,7 287,9 183,4 458,8 0,3 0,2 5,3 Z m-w *) Nilai p 5,231 3,941 3,909 3,354 0,001 Tabel 2 Perbandingan Variabel PT pada Penderita Sepsis dengan Luaran Decompensated DIC dan Non-decompensated DIC Prothrombine Time (PT) Memendek Normal/memanjang Decomp. DIC Non-decomp. DIC 34 (100%) 0 (0%) 5 (15%) 28 (85%) Total 34 (100%) 33 (100%) Keterangan: *) Chi-square test; **) Relative risk Nilai p*) RR**) (95% CI) 6,60 (2,94 14,80) Tabel 3 Perbandingan Variabel aptt pada Penderita Sepsis dengan Luaran Decompensated DIC dan Non-decompensated DIC aptt Total Nilai p*) RR**) Decomp. DIC Non-decomp. (95% CI) DIC Memendek Normal/memanjang 15 (100%) 24 (46%) 0 (0%) 28 (54%) 15 (100%) 52 (100%) 2,17 (1,62 2,91) MKB, Volume 43 No. 1, Tahun 2011 51

Tabel 4 Perbandingan Variabel Kadar Fibrinogen pada Penderita Sepsis dengan Luaran Decompensated DIC dan Non-decompensated DIC Kadar Fibrinogen Total Nilai p*) RR**) Decomp. DIC Non-decomp. DIC (95% CI) Meningkat Normal 20 (95%) 19 (41%) 1 (5%) 27 (59%) 21 (100%) 46 (100%) 2,31 (1,61 3,30) Pada pemeriksaan PT, aptt, kadar fibrinogen, dan D-Dimer didapatkan bahwa nilai median PT dan aptt lebih pendek secara bermakna pada penderita sepsis dengan luaran decompensated DIC, serta nilai median kadar fibrinogen dan D-dimer lebih tinggi secara bermakna pada penderita sepsis dengan luaran decompensated DIC seperti dapat dilihat pada Tabel 1. Pada perbandingan variabel PT didapatkan bahwa adanya perbedaan nilai PT yang bermakna antara penderita sepsis dengan luaran decompensated DIC dan non-decompensated DIC seperti dapat dilihat pada Tabel 2. Pada perbandingan variabel aptt didapatkan perbedaan nilai aptt yang bermakna antara penderita sepsis dengan luaran decompensated DIC dan non-decompensated DIC seperti dapat dilihat pada Tabel 3. Pada perbandingan variabel kadar fibrinogen didapatkan perbedaan kadar fibrinogen yang bermakna antara penderita sepsis dengan luaran decompensated DIC dan non-decompensated DIC seperti dapat dilihat pada Tabel 4. Pada perbandingan variabel kadar D-dimer didapatkan bahwa adanya perbedaan kadar D-dimer yang bermakna antara penderita sepsis dengan luaran decompensated DIC dan nondecompensated DIC seperti dapat dilihat pada Tabel 5. Pada analisis regresi logistik berganda didapatkan bahwa variabel PT, aptt, dan kadar fibrinogen dapat dijadikan sebagai prediktor decompensated DIC pada penderita sepsis (RR>3) seperti dapat dilihat pada Tabel 6. Pembahasan Pada penelitian ini tidak didapatkan perbedaan bermakna jenis kelamin dan usia dengan kejadian decompensated DIC pada penderita sepsis, hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Martin dkk. 14 Hasil penelitian berbeda dikemukakan oleh Berkowitz dan Martin. 15 yang mendapatkan bahwa jenis kelamin mempunyai hubungan dengan aktivasi koagulasi karena subjek perempuan dipengaruhi oleh hormon estrogen yang akan merangsang respons imun, sedangkan laki-laki dipengaruhi oleh hormon testosteron yang bersifat menekan respons imun, Tabel 5 Perbandingan Variabel Kadar D-dimer pada Penderita Sepsis dengan Luaran Decompensated DIC dan Non-decompensated DIC Kadar D-dimer Total Nilai p*) RR**) Decomp. DIC Non-decomp. DIC (95% CI) Meningkat 24 (80%) 6 (20%) 30 (100%) Normal 15 (41%) 22 (60%) 37 (100%) 0,001 1,97 (1,28 3,03) Tabel 6 Hasil Analisis Regresi Logistik Berganda Hubungan antara Berbagai Variabel dan Kejadian Decompensated DIC Variabel Koefisien b SE Nilai p RR (95%CI) Konstanta PT Fibrinogen aptt D-dimer -2,565 5,483 1,860 1,968-0,317 0,734 1,032 1,516 1,551 1,301 0,193 0,218 0,929 240,500 (31,804 1818,640) 6,421 (0,329 125,425) 7,157 (0,343 149,525) 0,729 (0,057 9,333) 52 MKB, Volume 43 No. 1, Tahun 2011

tetapi hasil penelitian ini masih menimbulkan kontroversi. Pada penelitian ini didapatkan bahwa nilai PT dan aptt memendek pada semua penderita sepsis dengan luaran decompensated DIC, hasil ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pada awal sepsis terjadi aktivasi koagulasi jalur ekstrinsik dan intrinsik sehingga pada fase hiperkoagulasi ini akan didapatkan nilai PT dan aptt memendek. Aktivasi koagulasi akan menyebabkan pembentukan fibrin secara menyeluruh di dalam pembuluh darah atau DIC. Apabila konsumsi faktor-faktor koagulasi dan trombosit melebihi kemampuan tubuh untuk memproduksinya, maka akan terjadi keadaan yang disebut decompensated DIC. Nilai PT dan aptt normal/memanjang pada penderita sepsis dengan luaran decompensated DIC, hal ini dapat disebabkan karena aktivasi koagulasi yang sudah berlangsung cukup lama, sehingga faktor-faktor koagulasi jalur ekstrinsik dan intrinsik sudah menurun yang menyebabkan nilai PT dan aptt menjadi normal/memanjang. Nilai PT dan aptt normal/memanjang pada penderita sepsis dengan luaran non-decompensated DIC dapat disebabkan karena aktivasi koagulasi terjadi secara lambat. Hal tersebut masih dapat dikompensasi tubuh melalui peningkatan produksi faktor-faktor koagulasi oleh hati. 9-10,16 Pada penelitian ini didapatkan bahwa kadar fibrinogen meningkat pada hampir semua penderita sepsis dengan luaran decompensated DIC, hasil ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa kadar fibrinogen pada awal sepsis dapat meningkat karena sifat fibrinogen sebagai reaktan fase akut. Kadar fibrinogen dapat meningkat pada penderita sepsis dengan luaran non-decompensated DIC disebabkan karena fibrinogen sebagai reaktan fase akut dilepaskan pada saat terjadi infeksi dan kadarnya masih tetap meningkat dalam waktu yang cukup lama. Kadar fibrinogen dapat normal pada penderita sepsis dengan luaran decompensated DIC disebabkan karena walaupun terjadi peningkatan pemakaian fibrinogen, akan tetapi hal tersebut masih dapat dikompensasi dengan peningkatan pembentukannya. 9,10,16 Pada penelitian ini didapatkan bahwa kadar D-dimer meningkat pada sebagian besar penderita sepsis dengan luaran decompensated DIC, hal ini disebabkan karena pada awal sepsis terjadi aktivasi koagulasi yang akan segera diikuti dengan aktivasi fibrinolisis. Pada proses fibrinolisis, cross-linked fibrin akan dipecah oleh plasmin menghasilkan D-dimer sehingga kadar D-dimer dalam sirkulasi meningkat. Kadar D-dimer dapat meningkat pada penderita sepsis dengan luaran non-decompensated DIC, hal ini disebabkan karena aktivasi fibrinolisis telah terjadi sehingga kadar D-dimer dalam sirkulasi meningkat, tetapi perkembangan penyakit penderita tidak sampai berlanjut menjadi decompensated DIC. Kadar D-dimer dapat normal pada penderita sepsis dengan luaran decompensated DIC, hal ini disebabkan karena aktivasi fibrinolisis masih dapat mengimbangi aktivasi koagulasi. 9,10,16 Pada analisis regresi logistik berganda didapatkan bahwa parameter hemostasis yang merupakan prediktor decompensated DIC (RR>3) adalah nilai PT (RR=240,500), aptt (RR=7,157), dan kadar fibrinogen (RR=6,421). Hasil ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pada awal sepsis terjadi aktivasi koagulasi yang dapat diketahui dengan pemeriksaan PT, aptt, dan fibrinogen. Nilai RR untuk PT lebih tinggi dibandingkan dengan aptt dan fibrinogen, artinya insidensi decompensated DIC pada penderita sepsis yang mempunyai nilai PT memendek lebih tinggi dibandingkan dengan penderita sepsis yang mempunyai nilai aptt memendek dan kadar fibrinogen meningkat. Hasil ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa faktor jaringan merupakan aktivator koagulasi awal melalui jalur ekstrinsik, aktivator utama dan terpenting dalam patogenesis sepsis. Aktivasi koagulasi jalur ekstrinsik dapat diketahui dengan pemeriksaan PT. 8-10,16 Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suliarni 17 yang mendapatkan bahwa mekanisme yang terpenting dalam patogenesis DIC pada penderita sepsis adalah aktivasi koagulasi jalur ekstrinsik. Simpulan, prothrombin time, aptt, dan fibrinogen merupakan pemeriksaan untuk mengetahui aktivasi koagulasi. Parameter hemostasis yang merupakan prediktor decompensated DIC pada penderita sepsis adalah nilai PT dan aptt yang memendek serta kadar fibrinogen yang meningkat. Daftar Pustaka 1. Levi M, Marder VJ. Coagulation abnormalities in sepsis. Dalam: Colman RW, Marder VJ, Clowes AW, George JN, Goldhaber SZ, penyunting. Hemostasis and thrombosis. Basic principles and clinical practise. Edisi ke-5. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. hlm. 1601 11. 2. Maruk PE. Definition of sepsis: not quite time to dump SIRS? Crit Care Med. 2002;30:706 8. 3. Prevalence and Incidence of Sepsis. 2008 (diunduh 24 Januari 2011). Tersedia dari: http://www.wrongdiagnosis.com. 4. Lakhey S, Karbi B, Shrestha B, Shakya S, Pandey SB. Sepsis: a private hospital MKB, Volume 43 No. 1, Tahun 2011 53

experience in Nepal. J Institute Med. 2006; 28(1):12 5. 5. Friedland JS, Porter JC, Daryanani S, Bland JM, Screaton NJ, Vesely MJ, dkk. Plasma proinflammatory cytokine concentrations, acute physiology and chronic health evalutation (APACHE) III scores and survival in patients in an ICU. Crit Care Med. 1996;24:1775 81. 6. Frevert CW. The inflammatory response of gram negative pneumonia and its relation to clinical disease. 1999 (diunduh 30 Juni 2009). Tersedia dari: http://www.sciencemedicine. com. 7. Choi G, Schultz MJ, Leve M, Poll T. The relationship between inflammation and the coagulation system. Swiss Med Wkly. 2006;136:139 44. 8. Levi M, Cate HT. Current concept: disseminated intravascular coagulation. N Engl J Med. 1999;341:586 92. 9. Mammen EF. The haematological manifestations of sepsis. JAC. 1998;41 Suppl:A17 24. 10. Yu M, Jonge ED, Poll TV. Screening tests of disseminated intravascular coagulation: guidelines for rapid and specific laboratory diagnosis. Crit Care Med. 2000;28:1777 80. 11. Liaw PC, Esmon CT, Kahnamoui K. Patients with severe sepsis vary markedly in their ability to generate activated protein C. Blood. 2004;104:3958 64. 12. Wada H, Gabazza EC, Asakura H, Koike K, Okamoto K, Maruyama I, dkk. Comparison of diagnostic criteria for disseminated intravascular coagulation: diagnostic criteria of the International Society of Thrombosis and Hemostasis (ISTH) and of the Japanese Ministry of Health and Welfare for overt DIC. Am J Hematol. 2003;74:17 22. 13. Setiabudy RD. Hemostasis dan trombosis. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. 14. Martin GS, Mannino DM, Eaton S, Moss M. The epidemiology of sepsis in the United States from 1979 2000. N Engl J Med. 2003;348(16):1546 54. 15. Berkowitz DM, Martin GS. Sepsis and sex. Chest. 2007;132:1725-7. 16. Toh CH, Dennis M. Disseminated intravascular coagulation: old disease, new hope. BMJ. 2003;327:974 7. 17. Suliarni. Aktivitas FVII pada sepsis. Medan: USU Digital Library; 2003. 54 MKB, Volume 43 No. 1, Tahun 2011