STUDI TINGKAT PEMANFAATAN FASILITAS KOTA DI KOTA BARU BUMI SERPONG DAMAI TUGAS AKHIR

dokumen-dokumen yang mirip
POLA PERGERAKAN KOMUTER BERDASARKAN PELAYANAN SARANA ANGKUTAN UMUM DI KOTA BARU BUMI SERPONG DAMAI TUGAS AKHIR

KAJIAN PERUBAHAN HARGA LAHAN DI KORIDOR JALAN KASIPAH BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT BERKAITAN DENGAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN GRAHA CANDI GOLF SEMARANG

FENOMENA PENGELOLAAN PRASARANA DI KAWASAN PERBATASAN

KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA PUBLIK DENGAN AKTIVITAS REKREASI MASYARAKAT PENGHUNI PERUMNAS BANYUMANIK TUGAS AKHIR. Oleh : FAJAR MULATO L2D

PERAN DEVELOPER DALAM PENYEDIAAN RUMAH SEDERHANA DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: IKE ISNAWATI L2D

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan adalah upaya memajukan, memperbaiki tatanan, meningkatkan

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR

STUDI KARAKTERISTIK HOUSING CAREER GOLONGAN MASYARAKAT BERPENDAPATAN MENENGAH-RENDAH DI KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

MODEL DINAMIS BANGKITAN DAN TARIKAN PERGERAKAN BERDASARKAN PERKEMBANGAN GUNA LAHAN (STUDI KASUS KOTA SEMARANG) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB VI PENUTUP VI.1. Temuan Studi

EVALUASI RUTE TRAYEK ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) BERDASARKAN PERSEBARAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. 1 Dalam rangka mengatasi masalah tersebut, Pemerintah melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.

PENGARUH KEBERADAAN PERUMAHAN TERHADAP PERUBAHAN HARGA LAHAN DI KECAMATAN CILEDUG TUGAS AKHIR. Oleh : Lisa Masitoh L2D

PELAYANAN SARANA PENDIDIKAN DI KAWASAN PERBATASAN SEMARANG-DEMAK TUGAS AKHIR

SEMARANG. Ngaliyan) Oleh : L2D FAKULTAS

DAMPAK KEBERADAAN PERMUKIMAN SOLO BARU TERHADAP KONDISI EKONOMI, SOSIAL DAN FISIK PERMUKIMAN SEKITARNYA

IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

STUDI MANAJEMEN ESTAT PADA KAWASAN SUPERBLOK MEGA KUNINGAN, JAKARTA (Studi Kasus: Menara Anugrah dan Bellagio Residences) TUGAS AKHIR

KAJIAN KECENDERUNGAN RUANG PUBLIK SIMPANG LIMA KOTA SEMARANG BERKEMBANG SEBAGAI KAWASAN REKREASI BELANJA TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK URBAN SPRAWL DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN I.1.

PENYEDIAAN HUNIAN BURUH INDUSTRI COMMUTER DI KAWASAN INDUSTRI TERBOYO SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDYANA PUSPARINI L2D

STUDI TINGKAT KEEFEKTIFAN PEMANFAATAN OPEN SPACE BERDASARKAN PERSEPSI PENGHUNI DI LINGKUNGAN PERUMAHAN PERUMNAS TLOGOSARI TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. besar, dimana kondisi pusat kota yang demikian padat menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KECAMATAN UMBULHARJO, KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH PEMBANGUNAN KAMPUNG PERKOTAAN TERHADAP KONDISI FISIK LINGKUNGAN PERMUKIMAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT

PEREMAJAAN PEMUKIMAN RW 05 KELURAHAN KARET TENGSIN JAKARTA PUSAT MENJADI RUMAH SUSUN

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan perpindahan penduduk (mobilitas) terhadap perubahan-perubahan. penduduk melakukan mobilitas ke daerah yang lebih baik.

Bab I Pendahuluan Latar Belakang

IDENTIFIKASI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN JALAN DAN SALURAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JENIS PENGGUNAAN LAHAN PESISIR SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: ARI KRISTIANTI L2D

STUDI KINERJA PELAYANAN SISTEM ANGKUTAN KERETA REL LISTRIK JABODETABEK TUGAS AKHIR

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

MODEL BANGKITAN PERJALANAN YANG DITIMBULKAN PERUMAHAN PURI DINAR MAS DI KELURAHAN METESEH KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

MODEL RUTE ANGKUTAN UMUM PENUMPANG DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Permukiman adalah kawasan lingkungan hidup baik di perkotaan maupun di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perumahan dan pemukiman adalah salah satu masalah yang dihadapi oleh

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

KONDISI PELAYANAN FASILITAS SOSIAL KECAMATAN BANYUMANIK-SEMARANG BERDASARKAN PERSEPSI PENDUDUK TUGAS AKHIR

KAJIAN PENERAPAN SISTEM DINAMIS DALAM INTERAKSI TRANSPORTASI DAN GUNA LAHAN KOMERSIAL DI WILAYAH PUSAT KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun

BAB I PENDAHULUAN. persoalan kecenderungan meningkatnya permintaan dan kurangnya penyediaan di

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

ANALISIS KONDISI DAN PENYEBAB DISPARITAS PEMANFAATAN RUANG KOTA PEKANBARU YANG TERPISAH OLEH SUNGAI SIAK TUGAS AKHIR

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

TINGKAT PEMENUHAN DAN AKSESIBILITAS FASILITAS SOSIAL DI KECAMATAN SEMARANG SELATAN DAN KECAMATAN GENUK TUGAS AKHIR

TUGAS AKHIR. Oleh: MELANIA DAMAR IRIYANTI L2D

BAB 5 KESIMPULAN dan SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan(PLP2K-BK) 1 Buku Panduan Penanganan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis

ANALISIS TUNDAAN PADA RUAS JALAN MAJAPAHIT KOTA SEMARANG DAN PENGARUHNYA TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) TUGAS AKHIR

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D

BAB V KESIMPULAN. wilayahnya yang sebelumnya berbasis agraris menjadi Industri. Masuknya Industri

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat dan sangat pesat. Masyarakat berbondong-bondong datang ke kota

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan merupakan bagian

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN

PENDAHULUAN Latar belakang

UNIVERSITAS DIPONEGORO PENGARUH KONVERSI LAHAN TERHADAP HARGA JUAL RUMAH UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. urbanisasi ini tidak terlepas dari adanya faktor pendorong dan penarik untuk mengadu nasib

APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH. Budiman Arif 1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Desa Laut Dendang merupakan salah satu daerah pinggiran Kota Medan. Hal

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kota Surabaya sebagai ibu kota Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu

EVALUASI KESESUAIAN FAKTOR FAKTOR PENDUKUNG LOKASI DAN FUNGSI PUSAT KOTA PADA KOTA PINGGIRAN METROPOLITAN ( STUDI KASUS : KOTA MRANGGEN) TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI AKTIVITAS SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT AKIBAT KEBERADAAN INDUSTRI DI KECAMATAN KALIWUNGU TUGAS AKHIR. Oleh: YOWALDI L2D

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebutuhan dasar yang sampai saat ini belum dapat dipenuhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia kegiatan pertanian masih bertumpu pada lahan (Land Based

BAB I PENDAHULUAN FRANSISCA RENI W / L2B

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBANG MEMILIH LOKASI PERUMAHAN DI KECAMATAN SUNGAI TABUK KABUPATEN BANJAR INTISARI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Respon risiko..., Juanto Sitorus, FT UI., Sumber data : BPS DKI Jakarta, September 2000

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

IDENTIFIKASI KINERJA JARINGAN JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA SRAGEN TUGAS AKHIR. Oleh : S u y a d i L2D

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

BAB 2 LATAR BELAKANG dan PERUMUSAN PERMASALAHAN

ARAHAN PENGATURAN LALU LINTAS PADA PERSIMPANGAN SETYABUDI RAYA POTROSARI SEBAGAI DAMPAK MUNCULNYA PUSAT PERBELANJAAN ADA, BANYUMANIK SEMARANG

IDENTIFIKASI PERAN DAN MOTIVASI STAKE HOLDER DALAM PENYEDIAAN PRASARANA PERMUKIMAN DI WILAYAH PERBATASAN

STUDI POLA APRESIASI MASYARAKAT TERHADAP PASAR MODERN DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BSD INTERMODAL TRANSPORT FACILITY M. BARRY BUDI PRIMA BAB I PENDAHULUAN

KAJIAN FENOMENA URBANISME PADA MASYARAKAT KOTA UNGARAN KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership)

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja yang cukup tinggi, di Kabupaten Sleman terdapat banyak

KAJIAN PELUANG PELIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SRENGSENG JAKARTA BARAT TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

STUDI TINGKAT PEMANFAATAN FASILITAS KOTA DI KOTA BARU BUMI SERPONG DAMAI TUGAS AKHIR Oleh: EKA FEBRIANI SAVITRI L2D 097 439 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2002

A B S T R A K Fenomena pembangunan kota baru merupakan manifestasi dari upaya penyediaan permukiman karena semakin terbatasnya lahan di kota induk. Dengan dorongan kebutuhan akan permukiman itulah, lahir permukiman skala besar yang sering disebut sebagai kota baru. Namun tampaknya ketergantungan kota terhdadap kota induk masih cukup besar, terutama dalam hal penyediaan fasilitas sosial-ekonomi yang dibutuhkan oleh penghuni kota baru. Hal ini ditandai oleh masih besarnya arus penglaju (commuter) ke kota induk untuk beraktivitas dan memanfaatkan fasilitas yang ada di kota induk. Kondisi tersebut pada akhirnya akan membawa implikasi ketidakoptimalan pemanfaatan fasilitas yang ada di kota baru. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka tujuan studi ini adalah untuk melihat tingkat pemanfaatan fasilitas kota yang ada di BSD sebagai sebuah kota baru dengan melakukan analisis terhadap lokasi pemanfaatan fasilitas serta karakteristik penghuni yang mempengaruhi pemanfaatan fasilitas tersebut. Proses analisis dilakukan dengan menggunakan metode analisis, baik kualitatif maupun kuantitatif untuk mencapai tujuan studi. Analisis pertama yang dilakukan adalah analisis terhadap pemanfaatan fasilitas kota. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis diskriminan berganda dimana tingkat pemanfaatan dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu pemanfaatan tinggi, pemanfaatan sedang, dan pemanfaatan rendah. Analisis selanjutnya adalah analisis terhadap kesesuaian antara ketersediaan fasilitas kota di BSD terhadap standar perencanaan lingkungan permukiman kota. Analisis ini dilakukan melalui pendekatan deskriptif komparatif sehingga dihasilkan fasilitas-fasilitas yang memenuhi, cukup, atau kurang dari standar. Setelah diketahui pemanfaatan fasilitas serta kesesuaiannya terhadap standar, maka selanjutnya dilakukan penggabungan kedua analisis untuk kemudian dikomparasikan. Proses analisis terakhir tersebut dilakukan dengan menggunakan metode analisis kualitatif komparatif. Tingkat pemanfaatan tinggi yang paling banyak adalah fasilitas keagamaan (92% responden), disusul fasilitas pendidikan (78% responden), dan fasilitas perdagangan dan jasa (62% responden). Sedangkan pemanfaatan fasilitas pada tingkatan sedang adalah fasilitas pelayanan lain (86% responden) dan fasilitas kesehatan (49% responden). Fasilitas olahraga dan rekreasi merupakan satu-satunya fasilitas di BSD yang tingkat pemanfaatannya rendah (53% responden). Dari analisis yang dilakukan ditemukan bahwa dari 6 jenis fasilitas kota yang ada di BSD, 3 diantaranya masih kurang dari standar, yaitu fasilitas perdagangan dan jasa, fasilitas kesehatan, dan fasilitas keagamaan. Sedangkan fasilitas pendidikan, fasilitas olahraga dan rekreasi, serta fasilitas pelayanan lain telah sesuai dengan standar. Berdasarkan kedua analisis tersebut maka dapat disusun urutan prioritas penanganan fasilitas berdasarkan tingkat pemanfaatan dan standar. Prioritas penanganan tersebut pada akhirnya digunakan untuk merumuskan rekomendasi mengenai upaya-upaya untuk mengoptimalkan pemanfatan fasilitas di BSD, diantaranya adalah dengan menambah jumlah fasilitas yang kurang, seperti fasilitas kesehatan; serta meningkatkan kualitas pelayanan fasilitas, seperti fasilitas olahraga dan rekreasi agar tidak hanya dapat dimanfaatkan oleh penghuni dari golongan tertentu saja, melainkan dapat dimanfaatkan oleh seluruh penghuni BSD. Kata kunci: Tingkat Pemanfaatan, Fasilitas Kota, Kota Baru, BSD

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Fenomena Perkembangan Kota Baru Kebutuhan akan perumahan dan permukiman di kota-kota besar di Indonesia, khususnya di Jakarta, telah memicu tumbuhnya permukiman skala besar di pinggir kota (urban fringe). Permukiman skala besar yang biasa disebut kota baru tersebut selain sebagai upaya mencari lokasi permukiman baru dengan harga lahan yang relatif lebih murah, juga merupakan langkah untuk menghidupkan daerah pinggir kota. Dengan pengembangan permukiman-permukiman baru tersebut diharapkan laju urbanisasi dapat dikurangi. Selain dapat mengurangi beban pelayanan kota induk, permukiman skala besar sekaligus dapat menjadi pusat kegiatan baru dengan adanya dukungan kegiatan-kegiatan ekonomi. Menjamurnya permukiman di sekitar kota induk tersebut menjadi cikal bakal tumbuhnya kota-kota baru yang pada dasarnya merupakan suatu kawasan permukiman skala besar. Akan tetapi, kota-kota baru tersebut bukan merupakan kota yang mandiri (self contained city) yang dapat melayani kebutuhan fasilitas perkotaan bagi penduduk di wilayahnya, dan tidak bergantung pada fasilitas perkotaan di kota induknya. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa sebagian besar penduduk yang tinggal di kota-kota baru bekerja di kota induk dan turut serta menikmati fasilitas pelayanan umum yang tersedia di kota induk. (Kusbiantoro, 1996:4) Konsepsi kota baru yang ingin dikembangkan adalah kota baru yang tidak tergantung sepenuhnya pada kota utamanya. Salah satu upaya untuk mencapai kondisi tersebut adalah perlunya keseimbangan dalam aktivitas sosial-ekonomi perkotaan. Istilah keseimbangan diperlukan untuk menentukan komposisi, pengaturan fasilitas fisik dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat kota baru. Dengan demikian kota baru seharusnya bukan hanya sebagai fasilitas hunian di

2 kawasan pinggiran kota utama, tetapi juga menyediakan fasilitas sosial-ekonomi lainnya. (Wikantiyoso, 1997:17) Secara konsepsual, pembangunan kota baru dilandasi oleh tujuan-tujuan sosial (social objectives), yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak secara menyeluruh dan merata untuk semua lapisan. Namun pada kenyataannya, pembangunan kota baru kontemporer cenderung merupakan suatu pembangunan kota yang eksklusif untuk masyarakat dari golongan ekonomi tertentu saja, misalnya golongan menengah ke atas dengan berbagai keistimewaan fasilitas seperti pusat perbelanjaan (mal/plaza), padang golf, sekolah unggulan, dan lain-lain. Sedangkan pada bagian lain terdapat permukiman berskala besar untuk masyarakat golongan berpendapatan rendah dengan fasilitas yang marginal. Dengan demikian maka pengembangan kota baru tidak lagi terarah kepada obyektif sosial tetapi lebih kepada obyektif ekonomis. (Sujarto,1996:454) Sebuah kota baru selayaknya menyediakan pelayanan sosial yang mudah didapat dan terjangkau untuk semua golongan penghuninya. Fasilitas kesehatan, pendidikan, dan rekreasi dapat dimanfaatkan untuk mengumpulkan penghuni dari berbagai latar belakang sehingga tercipta interaksi diantara mereka. Untuk golongan bawah, khususnya, penyediaan hunian dengan harga yang terjangkau bukanlah satu-satunya hal utama karena mereka pada umumnya memiliki tingkat kesulitan sendiri untuk dapat memenuhi kebutuhan dengan biaya hidup yang tinggi. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk mengintegrasikan pelayanan dan fasilitas sosial yang lebih terjangkau, terutama pada tahap awal pembangunan kota baru. (Golany, 1976:111) Pelayanan fasilitas yang memadai untuk semua golongan dapat menghindari terjadinya konflik dan justru meningkatkan interaksi bagi penghuni kota baru. Penghuni kota baru yang mencari dan memanfaatkan fasilitas di luar kota baru dapat diakibatkan oleh ketidakpuasan atas pelayanan di kota baru serta tidak memiliki keinginan untuk berinteraksi dengan sesama penghuni kota baru lainnya. (Golany, 1976:111)

3 Meskipun self containment menjadi dasar bagi pembangunan kota baru dalam hal penyediaan fasilitas dan pelayanan lain bagi penghuninya, hal ini tidak dimaksudkan agar kota baru menjadi independen terhadap kota/wilayah lain di sekitarnya. Sebaliknya, kota baru harus dirancang sebagai bagian integal dari keseluruhan segmen yang saling berkaitan di dalam kota baru dan kota lainnya, diantaranya adalah dalam hal pelayanan sarana dan prasarana umum. (Golany, 1976:193) Pada kota baru dalam kota, misalnya, penghuni kota baru mungkin saja memanfaatkan fasilitas di kota lain yang lebih besar (kota induk) untuk mencari keberagaman, walaupun fasilitas tersebut tersedia di kota baru. Begitu pula sebaliknya, penduduk kota induk tidak menutup kemungkinan juga dapat memanfaatkan fasilitas yang ada di kota baru. (Golany, 1976:273) 1.1.2 Perkembangan Kota Baru di Jabotabek Upaya penyediaan perumahan dan permukiman di kota-kota besar, misalnya Jakarta, menjadi suatu permasalahan akibat tingginya harga tanah serta laju kenaikannya yang sangat cepat. Hal ini menyebabkan penduduk kota besar tersebut mencari daerah lain yang memiliki harga lahan yang relatif lebih murah, biasanya daerah pinggir kota, sebagai tempat tinggal. Perpindahan yang terjadi tersebut tidak diimbangi oleh pindahnya tempat kerja dan tersedianya sarana prasarana, yang pada akhirnya menyebabkan permasalahan baru, yaitu meningkatnya laju komuter dari daerah pinggir kota ke pusat kota untuk bekerja dan memanfaatkan fasilitas di kota induk. Pengadaan perumahan bagi warga Jakarta yang berperan sebagai komuter tersebut merupakan peluang bagi para investor swasta untuk mengembangkan berbagai proyek perumahan di Wilayah Botabek. Pada awalnya, proyek-proyek pengadaan perumahan ini dibangun dengan skala kecil dan umumnya dilakukan oleh PERUMNAS. Namun sejak pertengahan dekade 80-an, sejumlah investor swasta membangun permukiman berskala kota dengan luas pengembangan lahan lebih dari 500 Ha. (Nurulhuda dkk, 1997: 39)