MODULUS KEKAKUAN LENTUR DAN SUDUT FASE CAMPURAN MATERIAL PERKERASAN DAUR ULANG DAN POLIMER ELASTOMER

dokumen-dokumen yang mirip
INFRASTRUKTUR PENGARUH PENAMBAHAN POLIMER ELASTOMER TERHADAP INDEKS PENETRASI ASPAL YANG MENGANDUNG ASPAL DAUR ULANG

KINERJA KELELAHAN CAMPURAN BETON ASPAL LAPIS AUS MENGGUNAKAN MATERIAL HASIL DAUR ULANG DAN POLIMER STYRENE-BUTADIENE-STYRENE

PENGARUH PENGGUNAAN POLIMER ELVALOY TERHADAP NILAI INDEX KEKUATAN SISA PADA CAMPURAN MATERIAL PERKERASAN DAUR ULANG

PENGARUH PENGGUNAAN ELVALOY TERHADAP KINERJA CAMPURAN ASPAL BETON LAPIS PENGIKAT (AC-BC)

PENGARUH PENGGUNAAN ABU TERBANG BATUBARA SEBAGAI BAHAN PENGISI TERHADAP MODULUS RESILIEN BETON ASPAL LAPIS AUS

KINERJA LABORATORIUM DARI CAMPURAN BETON ASPAL LAPIS AUS (AC- WC) MENGGUNAKAN ASPAL MODIFIKASI POLIMER NEOPRENE (253M)

PENGARUH POLIMER EVA (ETHYLENE VINYL ACETATE) TERHADAP KINERJA CAMPURAN LAPIS ANTARA (AC-BC)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Studi Pengaruh Temperatur terhadap Modulus Kekakuan Campuran Menggunakan Aspal Berpolimer BituBale

ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC

PENGGUNAAN ALAT MARSHALL UNTUK MENGUJI MODULUS ELASTISITAS BETON ASPAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab IV Penyajian Data dan Analisis

STUDI PENENTUAN JOB MIX DESAIN PERKERASAN LENTUR DENGAN MEMANFAATKAN ASPAL DAUR ULANG / RAP (RECLAIMED ASPHALT PAVEMENT) ABSTRAK

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 November 2013

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP MODULUS ELASTISITAS DAN ANGKA POISSON BETON ASPAL LAPIS AUS DENGAN BAHAN PENGISI KAPUR

INFRASTRUKTUR ANALISIS SIFAT FISIK MATERIAL PERKERASAN JALAN HASIL DAUR ULANG. Analysis of Recycling Road Pavement Material Physical Properties

BAB I PENDAHULUAN. penduduk di Yogyakarta. Pembangunan hotel, apartemen, perumahan dan mall

HASIL DAN PEMBAHASAN

Metodologi Penelitian

B 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI PENGARUH WAKTU CURING TERHADAP PARAMETER MARSHALL CAMPURAN AC - WC FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP KUAT TARIK TIDAK LANGSUNG BETON ASPAL PADA CAMPURAN YANG MEMPERGUNAKAN HIGH STIFFNESS MODULUS ASPHALT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

PENGGUNAAN LIMBAH HANCURAN GENTENG SEBAGAI ALTERNATIF AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN HOT ROLLED ASPHALT

PEMANFAATAN HASIL PENGUPASAN ASPAL UNTUK DAUR ULANG CAMPURAN BETON ASPAL

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

PENGARUH GETAH PINUS PADA STABILITAS, PELELEHAN, DAN DURABILITAS LAPIS PENGIKAT BETON ASPAL (ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE/AC-BC) ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

KAJIAN PERBAIKAN SIFAT REOLOGI VISCO-ELASTIC ASPAL DENGAN PENAMBAHAN ASBUTON MURNI MENGGUNAKAN PARAMETER COMPLEX SHEAR MODULUS

EVALUASI VOLUMETRIK MARSHALL CAMPURAN ASPAL PANAS DENGAN ROADCELL-50 SEBAGAI BAHAN ADITIF

BAB I PENDAHULUAN. terjadi berlebihan (overload) atau disebabkan oleh Physical Damage Factor (P.D.F.)

Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

ANALISA PERBANDINGAN PENGGUNAAN SEMEN PORTLAND DAN FLY ASH SEBAGAI FILLER PADA ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE (AC-WC)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Metodologi Penelitian

Studi Pemanfaatan RAP Dan Aspal Elvaloy Pada Campuran Laston AC-BC

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK BAN KARETMESH #80 PADA CAMPURAN LASTON UNTUK PERKERASAN JALAN RAYA

S. Harahab 1 *, R. A. A. Soemitro 2, H. Budianto 3

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PERBANDINGAN FILLER PASIR LAUT DENGAN ABU BATU PADA CAMPURAN PANAS ASPHALT TRADE BINDER UNTUK PERKERASAN LENTUR DENGAN LALU LINTAS TINGGI

PENGARUH BATU KAPUR SEBAGAI FILLER PADA CAMPURAN LASTON LAPIS AUS (AC-WC) ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERBEDAAN GRADASI TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN BETON ASPAL LAPIS PENGIKAT (AC-BC)

ANALISIS PENGARUH GRADASI PADA CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT (SMA) YANG MENGGUNAKAN ADITIF ASBUTON MURNI UNTUK PERKERASAN BANDARA

(Studi Kasus Jalan Nasional Pandaan - Malang dan Jalan Nasional Pilang - Probolinggo) Dipresentasikan Oleh: : Syarifuddin Harahab NRP :

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS

BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS. Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji

KAJIAN SUHU OPTIMUM PADA PROSES PEMADATAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL DENGAN MENGGUNAKAN MODIFIKASI BITUMEN LIMBAH PLASTIK

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat

Studi Alternatif Campuran Aspal Beton AC WC dengan Menggunaan Pasir Seruyan Kabupaten Seruyan Kalimantan Tengah

BATU BARA SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI BAHAN BAKAR MINYAK PADA CAMPURAN ASPAL PANAS

Outline Bahan Ajar. Prasyarat : MK Perancangan Geometri Jalan (TKS 7311/2 sks/smt V) Dosen Pengampu : Dr. Gito Sugiyanto, S.T., M.T.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC

ANALISIS KARAKTERISTIK LAPISAN TIPIS ASPAL PASIR (LATASIR) KELAS A YANG SELURUHNYA MEMPERGUNAKAN AGREGAT BEKAS

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

BAB 1. PENDAHULUAN. Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara

INVESTIGASI KARAKTERISTIK AC (ASPHALT CONCRETE) CAMPURAN ASPAL PANAS DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN RAP ARTIFISIAL

BAB IV METODE PENELITIAN

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI MENERUS JENIS ASPHALT CONCRETE (AC)

ANALISIS KEKUATAN TARIK MATERIAL CAMPURAN SMA (SPLIT MASTIC ASPHALT) GRADING 0/11 MENGGUNAKAN SISTEM PENGUJIAN INDIRECT TENSILE STRENGTH

I Made Agus Ariawan 1 ABSTRAK 1. PENDAHULUAN. 2. METODE Asphalt Concrete - Binder Course (AC BC)

PERENCANAAN DAN PENGUJIAN ASPAL PENETRASI 60/70 YANG DIMODIFIKASI DENGAN ETYHLENE VINYL ACETATE (EVA)

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk

Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Studi Penggunaan Aspal Modifikasi Dengan Getah Pinus Pada Campuran Beton Aspal

PEMANFAATAN MINYAK PELUMAS BEKAS PADA WARM MIX ASPHALT (WMA) UNTUK LAPIS PERKERASAN JALAN (AC-WC) DI KOTA PALANGKA RAYA (LANJUTAN STUDI SEBELUMNYA)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

PEMANFAATAN LIMBAH ABU SERBUK KAYU SEBAGAI MATERIAL PENGISI CAMPURAN LATASTON TIPE B

DAFTAR ISI UNIVERSITAS MEDAN AREA

PENGARUH PENGGUNAAN LIMBAH PLASTIK POLIPROPILENA SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT PADA CAMPURAN LASTON TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL (105M)

KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE BINDER COURSE

KINERJA MODULUS RESILIEN DAN DEFORMASI PERMANEN DARI CAMPURAN LAPIS ANTARA (AC-BC) YANG MENGGUNAKAN MATERIAL HASIL DAUR ULANG (RAP)

ABSTRAK PENGARUH PEMADATAN DENGAN GYRATORY TESTING MACHINE (GTM) TERHADAP KINERJA LABORATORIUM DARI CAMPURAN ASBUTON BERGRADASI SUPERPAVE

BAB IV Metode Penelitian METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian

TUGAS AKHIR KARAKTERISTIK CAMPURAN HOT MIX ASPAL UNTUK LAPISAN PERMUKAAN AC-WC DENGAN STANDAR KEPADATAN MUTLAK

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH ASBUTON TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL PERKERASAN DAUR ULANG DENGAN PEREMAJA OLI BEKAS DAN SOLAR

KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE MENGGUNAKAN PENGIKAT SEMARBUT TIPE II

STUDI KARAKTERISTIK CAMPURAN BETON ASPAL MENGGUNAKAN BAHAN TAMBAH RETONA

PENGARUH SUHU DAN DURASI TERENDAMNYA PERKERASAN BERASPAL PANAS TERHADAP STABILITAS DAN KELELEHAN (FLOW)

BAB I PENDAHULUAN. agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam

BAB III LANDASAN TEORI

KARAKTERISTIK MARSHALL DALAM ASPAL CAMPURAN PANAS AC-WC TERHADAP VARIASI TEMPERATUR PERENDAMAN

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat sehari-hari. Kegiatan

TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT.

KARAKTERISTIK CAMPURAN HOT ROLLED SHEET WEARING COARSE (HRS WC) PADA PEMADATAN DI BAWAH SUHU STANDAR

STUDI PARAMETER MARSHALL CAMPURAN LASTON BERGRADASI AC-WC MENGGUNAKAN PASIR SUNGAI CIKAPUNDUNG Disusun oleh: Th. Jimmy Christian NRP:

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1

BAB III LANDASAN TEORI

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.12 Desember 2015 ( ) ISSN:

PENGARUH VARIASI FILLER TERHADAP NILAI KEPADATAN UNTUK AGREGAT PASIR KASAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengaruh Penggunaan Abu Sekam Padi sebagai Bahan Pengisi pada Campuran Hot Rolled Asphalt terhadap Sifat Uji Marshall

BAB III METODELOGI PENELITIAN. (AASHTO,1998) dan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan tahun 2010.

Transkripsi:

MODULUS KEKAKUAN LENTUR DAN SUDUT FASE CAMPURAN MATERIAL PERKERASAN DAUR ULANG DAN POLIMER ELASTOMER Novita Pradani Fakultas Teknik Universitas Tadulako Palu `pradaninovita@gmail.com Ismadarni Fakultas Teknik Universitas Tadulako Palu isma.fatek@gmail.com Abstract Pavement Flexural Stiffness Modulus and Phase Angle tend to bend due to over load of vehicle. Using Reclaimed Asphalt Pavement (RAP), in this case asphalt recycling will decrease deformation endurance of asphaltic mixture. The lower deformation endurance of asphaltic mixture, the worse asphaltic mixture quality is. Therefore modified of asphalt recycling, must be done to improve deformation endurance of asphalt. This research using Styrene-Butadiene-Styrene (SBS) which is elastomer polimer as asphalt modifier. Variation of SBS polimer are 2.5% and 5% of asphalt weight and variation of RAP are 20% and 30% of mixture weight. The value of Flexural Stiffness Modulus and Phase Angle was determined by Fatique testing using Four Point Loading Apparatus. According to the result, the highest Flexural Stiffness Modulus is 5,763.67 MPa which found in variation RAP 30% and SBS 5%. This mixture composition also have the lowest Phase Angle that is 23.33. The result showing that the stiffness will be increase by adding Reclaimed Asphalt Pavement (RAP) and SBS Polimer. Keywords: Flexural Stiffness Modulus, Phase Angle, Reclaimed Asphalt Pevement (RAP), SBS polimer Abstrak Nilai Modulus Kekakuan Lentur dan Sudut Fase campuran beraspal memperlihatkan kecenderungan material untuk mengalami deformasi akibat beban yang diterimanya. Penggunaan perkerasan daur ulang, dalam hal ini aspal daur ulang, akan menurunkan tingkat ketahanan campuran beraspal terhadap deformasi akibat beban yang diterimanya. Makin rendah tingkat ketahanan campuran terhadap deformasi yang terjadi, makin buruk mutu campuran tersebut. Untuk itu diperlukan modifikasi terhadap aspal daur ulang sehingga dapat memperbaiki tingkat ketahanannya terhadap deformasi yang terjadi. Pada penelitian ini digunakan modifikasi aspal dengan tambahan polimer elastomer, yaitu polimer Styrene-Butadiene-Styrene dengan persentase 2,5% dan 5% terhadap berat aspal. Kandungan material daur ulang yang digunakan adalah sebesar 20% dan 30% terhadap berat campuran. Nilai-nilai Kekakuan Lentur dan Sudut Fase diperoleh dari pengujian kelelahan campuran menggunakan Four Point Loading Apparatus. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai Modulus Kekakuan Lentur tertinggi diberikan oleh campuran dengan kandungan material daur ulang 30% dan Styrene-Butadiene-Styrene 5%, yaitu sebesar 5.763,67 MPa. Komposisi campuran ini juga memberikan nilai Sudut Fase yang terkecil, yaitu 23,33. Hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan polimer SBS pada material daur ulang meningkatkan kekakuan. Kata-kata kunci: Modulus Kekakuan Lentur, Sudut Fase, material daur ulang, polimer SBS PENDAHULUAN Penggunaan material daur ulang memiliki keuntungan, yaitu dapat membantu dalam usaha konservasi energi. Namun, di sisi lain dapat menurunkan mutu campuran yang menggunakan material daur ulang tersebut. Material daur ulang merupakan Jurnal Transportasi Vol. 16 No. 2 Agustus 2016: 133-142 133

pemanfaatan kembali material perkerasan jalan lama, yang berupa kupasan material permukaan jalan beraspal. Material daur ulang tersebut dikenal dengan istilah Reclaimed Asphalt Pavement (RAP). Material RAP ini tentulah telah mengalami penurunan kualitas selama masa layannya, misalnya penurunan nilai penetrasi, perubahan gradasi, penuaan aspal, maupun kelelahan campuran. Untuk itu diperlukan modifikasi sehingga material tersebut dapat digunakan kembali sebagai material penyusun perkerasan jalan baru. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan membatasi penggunaan material daur ulang dalam campuran perkerasan jalan. Asphalt Institute (1981) membatasi penggunaan material daur ulang antara 10% sampai 60%. Bila jumlah penggunaan material daur ulang lebih besar dari 20%, perlu ditambahkan bahan peremaja. Selain membatasi penggunaan material daur ulang, salah satu usaha yang dilakukan untuk memperbaiki kinerja campuran daur ulang adalah dengan penambahan additive, seperti polimer, yang diharapkan dapat memperbaiki kinerja kelengketan, titik lembek, dan kelenturan material daur ulang. Studi ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan campuran Laston Lapis Aus (AC- WC) yang menggunakan material daur ulang (RAP) dengan aspal modifikasi polimer Styrene-Butadiene-Styrene (SBS), terhadap perubahan bentuk yang ditunjukkan oleh nilai Modulus Kekakuan Lentur dan Sudut Fase. Campuran yang digunakan adalah campuran Beton Aspal Lapis Aus (AC-WC) yang menggunakan 20% dan 30% material RAP terhadap berat total campuran, sesuai dengan rentang yang disyaratkan oleh Asphalt Institute, serta aspal Pen 60/70 yang dimodifikasi dengan polimer SBS 2,5% dan 5% terhadap berat aspal berdasarkan penelitian sebelumnya (Pradani, 2011). Polimer Styrene-Butadiene-Styrene Polimer elastomer merupakan salah satu solusi untuk memodifikasi aspal. Penambahan polimer elastomer berfungsi sebagai bahan peremaja yang diharapkan dapat mengembalikan sifat thermoplastis aspal, sehingga aspal daur ulang dapat memiliki kepekaan yang rendah terhadap perubahan temperatur. Styrene-Butadiene-Styrene (SBS) merupakan salah satu jenis polimer sintesis tipe elastomer. Jenis polimer ini mulai mendapat perhatian lebih dalam modifikasi aspal karena mengkombinasikan sifat elastis dan termoplastis dalam sifat materialnya sehingga sering disebut sebagai thermoplastic rubbers (TR). Sifat ini dimungkinkan dari jenis monomer pembentuknya, yaitu styrene dan butadiene. SBS merupakan blok copolymer, yang terdiri atas bagian polystyrene yang terikat pada pusat bagian polybutadiene. SBS memiliki dua fase morfologi, yaitu soft segments, yang berada pada pusat rantai ikatan, dan hard segments, yang membentuk physical crosslinks pada temperatur ruang. Soft segments ini terbentuk dari monomer butadiene, sedangkan hard segments terbentuk dari monomer styrene. Setelah physical crosslinks pada hard segments terjadi, yaitu pada temperatur ruang, polimer tersebut akan membentuk jaringan elastomerik (Francken, 1998). Pada temperatur di atas glass transition point dari polystyrene (100 C), bagian polystyrene akan melunak bahkan akan cenderung memisah bila diberi stress 134 Jurnal Transportasi Vol. 16 No. 2 Agustus 2016: 133-142

sehingga memudahkan proses pencampuran. Bila temperatur menurun, bagian polystyrene ini akan menyatu kembali dan memberikan kekuatan serta elastisitas dalam menerima beban. Ketika polimer SBS ini ditambahkan pada aspal panas, polimer ini akan menyerap bagian maltenes dari aspal dan akan mengembang sebesar sembilan kali lebih besar daripada volume awalnya. Sifat polimer SBS yang unik ini memungkinkan perubahan secara signifikan pada sifat fisik aspal modifikasi polimer SBS, seperti viskositas dan ketahanan terhadap temperatur (Francken, 1998). Modulus Kekakuan Lentur Modulus Kekakuan Lentur merupakan perbandingan antara tegangan dan regangan pada flexural deformation. Regangan pada modulus kekakuan lentur merupakan fungsi temperatur (T) dan time of loading (t). Nilai ini memperlihatkan kecenderungan material untuk mengalami deformasi (bending) akibat beban yang diterimanya (AASHTO, 1998). Nilai Modulus Kekakuan Lentur dapat diperoleh dari bending test, yang salah satunya dengan menggunakan Four Point Loading Apparatus. Sudut Fase Sudut fase merupakan sudut yang mencerminkan kecenderungan perubahan fase suatu material, yang dalam hal ini fase elastic dan fase viscous. Bila sudut fase bitumen sama dengan 0, material bitumen tersebut murni elastic. Sebaliknya material tersebut murni viscous bila sudut fasenya sama dengan 90 (Shell, 2003). Sedangkan sudut fase campuran beraspal merupakan sudut yang terbentuk antara stress amplitude (ζ o ) dan recoverable strain amplitude (ε o ) pada pembebanan sinusoidal selama satu cycle dalam t detik (Yoder dan Witczak, 1975). Bila sudut fase yang terjadi pada suatu material makin besar, campuran tersebut akan memperlihatkan kecenderungan viscous, begitu pula sebaliknya. Gambaran mengenai sudut fase (δ) pada campuran beraspal dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Ilustrasi Sudut Fase Campuran Beraspal Ketahanan campuran terhadap deformasi, atau perubahan bentuk akibat beban yang diterimanya, dapat digambarkan melalui nilai Modulus Kekakuan Lentur maupun dari nilai Modulus Kekakuan Lentur dan Sudut Fase Campuran Material (Novita Pradani dan Ismadarni) 135

sudut fase campuran. Nilai Modulus Kekakuan Lentur yang semakin besar dan nilai sudut fase campuran yang semakin kecil dapat berindikasi menaikkan tingkat ketahanan campuran terhadap perubahan bentuk akibat pembebanan. Penelitian ini menitikberatkan pada pengujian laboratorium terhadap kinerja kelelahan, menggunakan material lama (RAP), material baru, dan polimer SBS. Dengan ketiga material tersebut dilakukan pengujian mengikuti standar Standar Nasional Indonesia (SNI). Dalam pengujian campuran terdapat dua variasi kadar material RAP terhadap berat total campuran, yaitu 20% dan 30%. Kemudian pada masing-masing variasi RAP tersebut dibedakan persentase kandungan polimer SBS, yaitu 0%, 2,5%, dan 5% terhadap berat aspal total. Pengujian campuran ini dilakukan sesuai dengan standar pengujian campuran beraspal panas. Untuk mendapatkan nilai Kadar Aspal Optimum (KAO) digunakan Metode Marshall dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak. Kadar Aspal Optimum (KAO) diperoleh untuk keenam variasi campuran. Selanjutnya, masing-masing KAO tersebut digunakan dalam pembuatan benda uji untuk pengujian ketahanan campuran terhadap perubahan bentuk atau deformasi. Persiapan benda uji untuk pengujian ketahanan campuran terhadap perubahan bentuk terdiri atas agregat kasar, agregat halus, dan filler pada KAO yang didapat dari analisis Marshall dengan pendekatan kepadatan mutlak. Kemudian dilakukan pencampuran, pemadatan, dan pemotongan. Benda uji berbentuk balok berukuran lebar nominal 63,5 mm, tinggi 50 mm, dan panjang 380 mm. Pengujian ketahanan campuran terhadap perubahan bentuk dilakukan dengan Four Point Bending Apparatus pada temperatur (20±1) C, serta pembebanan dengan kontrol regangan (controlled-strain). Semua pengujian dilakukan pada frekuensi 8 Hz (8 siklus per detik) dengan pola pembebanan sinusoidal. Nilai Modulus Kekakuan Lentur dan Nilai Sudut Fase diperoleh sesuai prosedur pengujian kelelahan menggunakan konsep empat titik pembebanan. Gambar 2 Four Point Bending Apparatus 136 Jurnal Transportasi Vol. 16 No. 2 Agustus 2016: 133-142

ANALISIS DATA Pengujian Material Aspal yang digunakan dalam campuran ini adalah aspal dengan penetrasi 60/70, aspal RAP, dan aspal modifikasi polimer SBS. Penentuan kandungan aspal pada material RAP dilakukan terlebih dahulu, kemudian dilakukan pengujian yang dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1 Kadar Aspal Hasil Ekstraksi dari Reclaimed Asphalt Pavement (RAP) Sampel Berat (gr) Sampel Agregat Aspal Kadar Aspal (%) (1) (2) (3) (4) = (2) - (3) (5) = ((4) / (2)) x100 1 500 475,6 24,4 4,88 2 500 474,6 25,4 5,08 Kadar Aspal Rata-rata 4,98 Tabel 2 Pengujian Sifat-sifat Aspal Hasil Ekstraksi dari RAP Jenis Pemeriksaan Hasil Uji Metode Uji Penetrasi, 25 C,100 gr, 5 detik; 0,1 mm 21,6 SNI 06-2456-1991 Titik Lembek; C 57 SNI 06-2434-1991 Berat Jenis 1,043 SNI 06-2441-1991 Untuk pengujian selanjutnya dilakukan penambahan aspal lama ke dalam aspal baru (Pen 60/70) dan diuji untuk enam campuran dengan perbandingan RAP 20% dan material baru 80%; RAP 30%, dan material 70% di mana yang dibedakan adalah persentase polimer SBS. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 3. Jenis Pemeriksaan Tabel 3 Pengujian Pencampuran Aspal Lama dengan Aspal Baru Modifikasi Polimer 0% SBS (A1) 20% RAP (Komposisi A) 2,5% SBS (A2) 5% SBS (A3) Hasil Uji 0% SBS (B1) 30% RAP (Komposisi B) 2,5% 5% SBS SBS (B2) (B3) Metode Pengujian Penetrasi, 25 C (dmm) 57,2 46,20 41,40 56,6 43,83 40,30 SNI06-2456-1991 Titik Lembek, C 51 54,3 55,2 52 54,8 56,0 SNI06-2434-1991 Berat Jenis 1,0383 1,042 1,044 1,0396 1,042 1,045 SNI06-2441-1991 Agregat yang digunakan meliputi agregat baru dan agregat dari material lama (RAP). Pengujian dilakukan untuk menentukan kelayakan agregat tersebut untuk digunakan campuran. Hasil pengujian menunjukkan bahwa agregat RAP masih layak digunakan, namun gradasi material RAP tidak memenuhi spesifikasi sehingga perlu dilakukan perbaikan gradasi dengan menambahkan agregat baru, seperti pada Gambar 3. Modulus Kekakuan Lentur dan Sudut Fase Campuran Material (Novita Pradani dan Ismadarni) 137

% Lolos 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0,01 0,10 1,00 10,00 100,00 Gradasi Rencana hasil perbaikan Gradasi RAP Ukuran Butir (mm) batas atas spesifikasi AC-WC batas bawah spesifikasi AC-WC Gambar 3 Gradasi Rencana dan Gradasi RAP Campuran AC-WC Pengujian Kadar Aspal Optimum Berdasarkan spesifikasi baru campuran beraspal dengan Kepadatan Mutlak, dilakukan perancangan sesuai dengan gradasi agregat yang dipilih. Kemudian untuk masing-masing campuran tersebut dilakukan pengujian Marshall dengan variasi kadar aspal yang digunakan. Selanjutnya, dilakukan pengujian Kepadatan Mutlak dengan penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO) dilakukan dengan metode barchart. KAO ini merupakan rentang kadar aspal yang memenuhi semua syarat kriteria campuran beraspal, yaitu VIM Marshall, VIM Refusal, VMA, VFB, stabilitas, kelelehan, dan MQ. Nilai KAO yang didapat dari masing-masing campuran digunakan sebagai kadar aspal dalam Pengujian Ketahanan Campuran terhadap deformasi. Berdasarkan analisis Marshall dengan metode Kepadatan Mutlak dihasilkan KAO yang semakin berkurang dengan bertambahnya kadar polimer SBS. Untuk kandungan 20% RAP, diperoleh KAO sebesar 5,28% (0% SBS), 5,14% (2,5% SBS), dan 5,11% (5% SBS). Sedangkan untuk campuran dengan kandungan 30% RAP didapat KAO masing-masing sebesar 5,34% (0% SBS), 5,20%, (2,5% SBS), dan 5,18% (5% SBS). Hal ini menunjukkan bahwa polimer dapat menggantikan fungsi aspal sebagai unsur pengikat dalam campuran. Pengujian Ketahanan Campuran terhadap Perubahan Bentuk Pengujian ketahanan campuran terhadap perubahan bentuk ditentukan berdasarkan Pengujian Kelelahan menggunakan Four Point Loading Apparatus. Pengujian dilakukan pada Temperatur (20±1) C, pada balok-balok dengan enam variasi campuran yang berbeda pada KAO. Tiap variasi campuran diuji pada tiga tingkat regangan yang berbeda, yaitu 500 με, 600 με, dan 700 με. Sebagai informasi AASHTO (1998) mensyaratkan regangan antara (250-750) με. Ketiga tingkatan regangan ini berusaha dipertahankan dengan menyesuaikan nilai tegangan. Makin besar regangan yang berusaha dipertahankan, makin besar pula tegangan yang terjadi. Campuran yang mengandung 20% RAP (A1, A2, dan A3) menghasilkan tegangan tarik yang lebih kecil dibandingkan campuran dengan 30% RAP (B1, B2, dan B3) sehingga beban yang bekerja pada benda uji dengan 20% RAP lebih kecil 138 Jurnal Transportasi Vol. 16 No. 2 Agustus 2016: 133-142

daripada beban untuk campuran dengan 30% RAP. Hasil pengujian Modulus Kekakuan Lentur dan Sudut Fase disajikan pada Tabel 4. Dengan mengambil nilai rata-rata Modulus Kekakuan Lentur dan Sudut Fase campuran diperoleh data seperti yang diperlihatkan pada Tabel 5. Jenis Campuran Tabel 4 Hasil Pengujian Four Point Loading Regangan Tarik (με) Tegangan Tarik (kpa) Sudut Fase ( ) Modulus Kekakuan Lentur (MPa) Beban (kn) 20% RAP + 0% SBS 505 1518 34,6 3009 0,6593 599 1760 43,0 2939 0,8506 700 1775 33,2 2535 0,7615 20% RAP + 2,5% SBS 499 2728 27,6 5463 1,1989 598 2587 27,8 4324 1,1413 702 3690 27,0 5254 1,5914 20% RAP + 5% SBS 501 2786 25,5 5563 1,1905 605 3287 26,2 5429 1,4122 700 3138 26,4 4484 1,3719 30% RAP + 0% SBS 499 2142 36,1 4288 0,8822 602 3017 31,3 5015 1,3580 700 3127 32,0 4465 1,4170 30% RAP + 2,5% SBS 498 2849 25,8 5715 1,2806 602 3522 27,8 5854 1,5208 700 3445 28,2 4924 1,4819 30% RAP + 5% SBS 499 3144 24,2 6296 1,3876 608 3462 22,4 5698 1,5072 702 3720 23,4 5297 1,6236 Tabel 5 Rekapitulasi Hasil Pengujian Flexural Stiffness Modulus dan Phase Angle Jenis Campuran Modulus Kekakuan Lentur Sudut Fase (MPa) ( ) 20% RAP + 0% SBS 2.827,67 36,93 20% RAP + 2,5% SBS 5.013,67 27,47 20% RAP + 5% SBS 5.158,67 26,03 30% RAP + 0% SBS 4.589,33 33,13 30% RAP + 2,5% SBS 5.497,67 27,27 30% RAP + 5% SBS 5.763,67 23,33 Modulus Kekakuan Lentur Berdasarkan hasil pengujian kelelahan dengan Beam Fatigue Apparatus, yang menggunakan konsep empat titik pembebanan, diperoleh nilai modulus kekakuan lentur untuk setiap variasi campuran dengan persentase material RAP dan polimer SBS yang berbeda. Hasil ini ditunjukkan pada Gambar 4. Terlihat bahwa nilai Modulus Kekakuan Lentur semakin meningkat seiring dengan pertambahan persentase material RAP dan polimer SBS. Nilai modulus kekakuan lentur campuran dengan 30% RAP cenderung lebih besar daripada nilai modulus kekakuan lentur campuran dengan 20% RAP, dengan Modulus Kekakuan Lentur dan Sudut Fase Campuran Material (Novita Pradani dan Ismadarni) 139

Modulus (MPa) kenaikan nilai modulus adalah 62,30% (pada 0% polimer SBS), 17,12% (pada 2,5% polimer SBS), dan 11,73% (pada 5% polimer SBS). Kecenderungan ini disebabkan karena makin besarnya tegangan yang menyebabkan failure seiring dengan penambahan kadar RAP dan polimer SBS. Tegangan ini semakin besar disebabkan oleh semakin besarnya nilai stabilitas campuran. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin besar kandungan material RAP dan polimer SBS, semakin meningkat ketahanan campuran terhadap perubahan bentuk. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Modulus Kekakuan Lentur yang semakin besar seiring dengan penambahan RAP dan polimer SBS. 7000 6000 5000 4000 3000 2000 flexural stiffness 20% RAP 1000 flexural stiffness 30% RAP 0 0% 1% 2% 3% 4% 5% 6% Persentase Polimer SBS Gambar 4 Perbandingan Nilai Modulus Kekakuan Lentur terhadap Persentase Polimer SBS Sudut Fase Berdasarkan hasil pengujian kelelahan dengan metode Four Point Loading, diperoleh besar sudut fase untuk setiap variasi campuran (Tabel 5). Dari hubungan antara modulus kekakuan lentur terhadap sudut fase (pada Gambar 5) terlihat bahwa nilai sudut fase berbanding terbalik dengan nilai modulus kekakuan lentur. Semakin besar nilai sudut fase, semakin kecil modulus kekakuan lentur. Hal ini sesuai dengan konsep yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa bila nilai sudut fase semakin besar, material tersebut mendekati fase viscous, sehingga nilai modulus kekakuan lenturnya akan cenderung menurun. Campuran dengan kandungan 20% RAP memiliki nilai sudut fase yang lebih besar daripada campuran dengan 30% RAP. Hal ini disebabkan karena campuran dengan 30% RAP memiliki nilai penetrasi aspal yang rendah dan menghasilkan campuran yang lebih kaku, sehingga nilai modulusnya menjadi lebih besar. Penambahan RAP meningkatkan nilai modulus sehingga ketahanan campuran terhadap deformasi juga akan meningkat. Hubungan antara sudut fase dengan persentase polimer SBS ditunjukkan pada Gambar 6. Terlihat bahwa terdapat perbandingan terbalik antara persentase polimer SBS terhadap sudut fase. Semakin tinggi persentase polimer SBS, semakin kecil sudut fase yang terbentuk. Hal ini terjadi karena sudut fase yang semakin kecil menunjukkan kecenderungan campuran tersebut berada pada fase elastic. Fenomena ini disebabkan karena semakin 140 Jurnal Transportasi Vol. 16 No. 2 Agustus 2016: 133-142

Phase Angle (deg) tinggi kandungan polimer SBS, semakin rendah nilai penetrasi aspalnya atau aspal menjadi lebih keras. Peningkatan persentase material RAP berkontribusi kepada makin brittle atau makin kakunya campuran. Hal ini ditunjukkan dengan nilai modulus yang semakin meningkat seiring dengan penambahan kadar RAP. Namun dengan penambahan modifier berupa aspal baru (Pen 60/70) dan polimer yang bersifat elastomerik, dalam hal ini polimer SBS, proporsi elastis dalam campuran akan meningkat. Kondisi ini terlihat pada nilai sudut fase yang semakin kecil seiring dengan peningkatan kadar polimer SBS. 40 35 30 20%RAP-Modulus Kekakuan Lentur 30%RAP-Modulus Kekakuan Lentur 25 20 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 5500 6000 6500 7000 7500 Modulus (Mpa) Gambar 5 Perbandingan Nilai Modulus terhadap Sudut Fase Gambar 6 Perbandingan Sudut Fase terhadap Persentase Polimer SBS KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada penelitian ini didapat kesimpulan sebagai berikut: 1) Nilai Modulus Kekakuan Lentur tertinggi diberikan pada campuran dengan variasi RAP 30% dan Polimer SBS 5%. Modulus Kekakuan Lentur dan Sudut Fase Campuran Material (Novita Pradani dan Ismadarni) 141

2) Sudut fase campuran terkecil sebesar 23,33 o, yaitu pada campuran dengan variasi RAP 30% dan Polimer SBS 5%. 3) Penambahan material RAP dan Polimer SBS berpotensi meningkatkan nilai modulus kekakuan lentur dan menurunkan nilai sudut fase campuran sehingga material menjadi lebih kaku dan lebih tahan terhadap perubahan bentuk. DAFTAR PUSTAKA American Association of State Highway and Transportation Officials. 1998. Standard Spesifications for Transportation Materials and Methods of Sampling and Testing. Washington, D.C. Asphalt Institute. 1981. Asphalt Hot Mix Recycling Construction of Hot Mix Asphalt Pavements. Manual Series No. 20 (Ms-22). College Park, Md. Francken, L. (Editor). 1998. Bituminous Binders and Mixes: State of the Art and Interlaboratory Tests on Mechanical Behaviour and Mix Design. E & FN Spon. Swansea. Pradani, N. 2011. Kinerja Modulus Resilien dan Fatigue dari Campuran Lapis Aus (AC- WC) yang Menggunakan Material Hasil Daur Ulang dan Polimer Styrene-Butadiene- Styrene (SBS). Tesis tidak diterbitkan. Bandung: Program Magister Sistem dan Teknik Jalan Raya (STJR), Institut Teknologi Bandung. Shell Bitumen. 2003. The Shell Bitumen Handbook. London: Thomas Telford. Yoder, E.J. dan Witczak, M.W. 1975. Principles of Pavement Design. 2 nd Edition. New York, NY: John Wiley & Sons, Inc. 142 Jurnal Transportasi Vol. 16 No. 2 Agustus 2016: 133-142