BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Bandung yang dengan luas wilayah Kecamatan Dayeuhkolot adalah Ha.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini berlangsung di sekitar Kawasan Industri Kecamatan

BAB II TINJAUAN UMUM

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

BAB III TINJAUAN LOKASI

KONDISI W I L A Y A H

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super "Solusi Quipper" F. JENIS TANAH DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian. Sungai Oyo. Dalam satuan koordinat Universal Transverse Mercator

BAB II TINJAUAN UMUM

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:

Batuan beku Batuan sediment Batuan metamorf

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ibukota Jawa Barat berada disekitar gunung Tangkuban Perahu (Gambar 1).

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV DESKRIPSI UMUM WILAYAH

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... ix. A Latar Belakang...1

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

IDENTIFIKASI JENIS-JENIS TANAH DI INDONESIA A. BAGAIMANA PROSES TERBENTUKNYA TANAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Kondisi Geografis Daerah Penelitian

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9

GAMBARAN UMUM WILAYAH

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali.

BATUAN PEMBENTUK PERMUKAAN TANAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Daerah penelitian terletak di daerah Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat

BAB III TINJAUAN WILAYAH

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C

DAERAH ALIRAN CIMANDIRI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terletak di Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009).

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

KONDISI UMUM BANJARMASIN

Gambar 3 Hidrostratigrafi cekungan airbumi Jakarta (Fachri M, Lambok MH dan Agus MR 2002)

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

HASIL DAN PEMBAHASAN. Curah Hujan (mm) Debit (m³/detik)

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM PERUSAHAAN

Bulan Basah (BB) : Bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm (jumlah curah hujan bulanan melebihi angka evaporasi).

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

Seisme/ Gempa Bumi. Gempa bumi adalah getaran kulit bumi yang disebabkan kekuatan dari dalam bumi

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Deskripsi Lokasi Penelitian. 1. Letak. timur adalah 51 Km dan dari utara ke selatan adalah 34 Km (dalam Peta Rupa

KONDISI GEOGRAFI DAERAH PENELITLAN

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

Transkripsi:

59 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kecamatan Dayeuhkolot 4.1.1 Kondisi Fisik 4.1.1.1 Letak dan Luas Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung yang dengan luas wilayah Kecamatan Dayeuhkolot adalah 1.125 Ha. Berdasarkan Peta Rupa Bumi lembar Bandung dan Ujungberung letak astronomis 107 o 35 30 BT -107 o 38 30 BT dan 06 o 57 30 LS 06 o 59 24 LS. Secara geografis Kecamatan Dayeuhkolot berbatasan dengan : Sebelah Utara : Kotamadya Bandung Sebelah Selatan : Kecamatan Baleendah Sebelah Timur : Kecamatan Bojongsoang Sebelah Barat : Kecamatan Margahayu Kecamatan Dayeuhkolot terdiri atas 5 desa dan 1 kelurahan yang meliputi Desa Cangkuang Wetan, Desa Cangkuang Kulon, Desa Sukapura, Desa Citeureup, Desa Dayeuhkolot dan Kelurahan Pasawahan Secara geografis letak Kecamatan Dayeuhkolot sangat strategis karena merupakan salah satu daerah penyangga antara pusat kota dengan daerah di sekitarnya. Jarak pusat pemerintahan wilayah kecamatan dengan ibu Kota Kabupaten adalah 15 km (45 menit); dan jarak dengan ibu Kota Propinsi adalah 23 km (1 jam). Peta wilayah administrasi Kecamatan Dayeuhkolot disajikan pada Gambar 4.3. Adapun luas dan ketinggian desa/kelurahan di Kecamatan Dayeuhkolot ditunjukkan pada Tabel 4.1

60

61 Tabel 4.1 Luas dan Ketinggian Desa/Kelurahan di Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung No Desa/Kelurahan Rata-rata Ketinggian (m dpl) Luas Wialayah (Ha) 1 Cangkuang Kulon 685 234,05 2 Cangkuang Wetan 682 216,64 3 Sukapura 684 171,15 4 Citeureup 683 188,71 5 Dayeuhkolot 681 91,22 6 Pasawahan 678 201,15 Total 1.102,91 Sumber: Kabupaten Bandung dalam Angka, 2010. Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa daerah penelitian ini termasuk daerah dengan topografi datar, artinya rata-rata ketinggian antara satu desa/kelurahan dengan desa/kelurahan lainnya hampir memiliki ketinggian yang sama (lihat Gambar 4.2). Adapun luas wilayah antara satu desa/kelurahan dengan desa/kelurahan lainnya pun berbeda-beda (lihat Gambar 4.3). 686 684 682 680 685 682 684 683 681 678 678 676 674 Cangkuang Kulon Cangkuang Wetan Sukapura Citeureup Dayeuhkolot Pasawahan Ketinggian Sumber: Kabupaten Bandung dalam Angka, 2010. Gambar 4.2 Grafik Rata-rata Ketinggian Desa/Kelurahan di Kecamatan Dayeuhkolot

62 Dayeuhkolot; 91,22 Pasawahan; 201,15 Cangkuang Kulon; 234,05 Citeureup; 188,71 Sukapura; 171,15 Cangkuang Wetan; 216,64 Sumber: Kabupaten Bandung dalam Angka, 2010. Gambar 4.3 Perbandingan Luas Wilayah Desa/Kelurahan di Kecamatan Dayeuhkolot Pada Tabel 4.1 menunjukan rata-rata ketinggian desa/kelurahan di Kecamatan Dayeuhkolot relatif datar yaitu berkisar 600-700 m dpl. Adapun berdasarkan luasnya, Kecamatan Dayeuhkolot adalah 1.102,91 Ha (lihat Gambar 4.3). Wilayah terluas adalah Desa Cangkuang Kulon dengan luas 234,05 Ha, sedangkan wilayah yang meiliki luas tersempit adalah Desa Dayeuhkolot dengan luas 91,22 Ha. 4.1.1.2 Kondisi Iklim Iklim merupakan rata-rata cuaca disuatu wilayah yang meliputi daerah luas untuk jangka waktu yang relatif lama. Suatu daerah yang memiliki karakteristik yang sama dan berada pada satu zone atau kawasan yang sama, kemungkinan besar akan memiliki iklim yang sama pula. Unsur-unsur iklim terdiri atas penyinaran matahari, suhu (temperature), curah hujan, tekanan

63 udara, kelembapan udara, angin dan keawanan. Adapun faktor yang mempengaruhi keadaan iklim suatu daerah adalah rotasi dan revolusi bumi, letak lintang geografis serta letak relief dan kondisi geografik lokal. Terdapat beberapa cara pengklasifikasian untuk menentukan tipe iklim suatu daerah, diantaranya adalah: sistem klasifikasi Junghun, Koppen, Schmidt-ferguson (SF), Thornwite dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan sistem klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson dan Koppen. Sistem klasifikasi ini dipilih karena perhitunganya sederhana dan cocok dengan daerah penelitian terutama untuk daerah tropis. 4.1.1.2.1. Sistem Klasifikasi Iklim Schmidt-Ferguson Sistem klasifikasi Schmidt-Ferguson membagi iklim menjadi delapan tipe dengan lambang huruf A sampai dengan H. Dasar-dasarnya dibuat atas analisis kuantitatif-statistika yakni hanya memperhitungkan kriteria bulan kering dan bulan basah dalam kurun waktu tertentu, yakni 10 tahun atau lebih. Rasio ratarata bulan kering dan bulan basah menghasilkan nilai Q. Ketentuan dalam klasifikasi ini, suatu bulan dikatakan bulan kering (d) apabila endapan hujannya kurang dari 60 mm, dikatakan bulan lembab (h) bila endapan hujannya 60-100 mm, sedangkan dapat dikatan bulan basah (w) apabila endapan hujannya lebih dari 100 mm. Rumus yang digunakan untuk menentukan tipe iklim menurut Schmidt- Ferguson adalah sebagai berikut: Q = Md Mw X 100%

64 Dimana: Q = Tipe iklim Schmidt-Ferguson Md = Rata-rata bulan kering Mw = Rata-rata bulan basah (Rafi i, 1995:295) Nilai Q untuk penentuan tipe iklim suatu daerah menurut Schmidt- Ferguson ditunjukkan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Nilai Q untuk Tipe Iklim Schmidt-Ferguson No Nilai Q (%) Tipe Iklim Sifat 1 0,0 14,0 A Sangat basah 2 14,0 33,3 B Basah 3 33,3 60,0 C Agak basah 4 60,0 100,0 D Sedang 5 100,0 167,0 E Agak kering 6 167,0 300,0 F Kering 7 300,0 700,0 G Sangat kering 8 >700 H Ekstrim kering Sumber: Rafi i, 1995. Berdasarkan tabel di atas, tipe iklim ini terbagi menjadi delapan tipe yang sifatnya terdiri atas sangat basah, basah, agak basah, sedang, agak kering, kering, sangat kering dan ekstrim kering. Untuk daerah penelitian dapat dihitung berdasarkan tipe iklim Schmidt-Ferguson terlebih dahulu harus memperhatikan curah hujan bulanan selama 10 tahun. Setelah diketahui curah hujannya selama 10 tahun, selanjutnya dihitung jumlah bulan basah, bulan lembab dan bulan kering pada tahun-tahun tersebut. Berikut ini disajikan data curah hujan Kecamatan Dayeuhkolot yang diperoleh dari Kantor BMG Stasiun Geofisika kelas 1 Bandung Tahun 2001 2010. Data tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.3. Adapun jumlah bulan basah, bulan lembab dan bulan kering daerah penelitian ditunjukkan pada Tabel 4.4.

65 Tabel 4.3 Data Curah Hujan Kecamatan Dayeuhkolot Tahun 2001 2010 Tahun Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des 2001 297 156 228 430 227 88 146 32 42 336 582 198 2002 389 93 338 207 28 21 34 0 0 0 23 79 2003 87 213 124 202 51 29 0 27 41 282 255 212 2004 413 116 308,5 161 298 33 61 0 72 24 0 0 2005 222 389 395 175 39 93 0 86 79 0 68 243 2006 230 268 177 238 86 24 22 5 45 21 108 194 2007 255 306 315 495 112 126 59 34 52 260 331 413 2008 165 103 448 146 25 5 0 18 22 104 557 352 2009 194 221 314 43 157 6 8 71 33 168 210 122 2010 284 485 538 142 245,5 127,5 169 62,5 308 176 364 310 Jumlah 2.536 2.350 3.185.5 2.239 1.023 552.5 499 335.5 694 1.371 2.498 2.123 Rerata 253.6 235 318.55 223.9 102.3 55.25 49.9 33.55 69.4 137.1 249.8 212.3 Sumber: BMG Stasiun Geofisika kelas 1 Bandung Tahun 2001 2010. Tabel 4.4 Frekuensi Bulan Basah, Bulan Lembab dan Bulan Kering Kecamatan Dayeuhkolot Tahun 2001 2010 Jumlah Bulan Tahun Bulan Basah Bulan Lembab Bulan Kering 2001 9 1 2 2002 3 2 7 2003 6 1 5 2004 5 2 5 2005 5 4 3 2006 6 1 5 2007 9 0 3 2008 7 0 5 2009 7 1 4 2010 11 1 0 Jumlah 68 12 39 Rerata 6.8 1.2 3.9 Sumber: Hasil perhitungan, 2011.

66 Sumber: Hasil perhitungan, 2011. Gambar 4.4 Grafik Frekuensi Bulan Basah, Bulan Lembab dan Bulan Kering Kecamatan Dayeuhkolot Tahun 2001 2010 Tabel 4.3 menunjukkan besarnya curah hujan Kecamatan Dayeuhkolot selama 10 tahun dari tahun 2001 2010. Data tersebut menunjukkan bahwa Kecamatan Dayeuhkolot memiliki curah hujan rata-rata selama 10 tahun adalah 212,3. Adapun untuk mengetahui tipe iklim menurut Schmidt-Ferguson terlebih dahulu harus diketahui jumlah rata-rata bulan basah dan bulan kering. Data tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.4. Pada Gambar 4.4 menunjukan grafik frekuensi bulan basah, bulan lembab dan bulan kering di daerah penelitian selama 10 tahun, yaitu tahun 2001 2010. Untuk mengetahui tipe iklim berdasarkan Schmidt-Ferguson dapat dihitung dengan memasukan rata-rata bulan basah dan bulan kering ke dalam rumus sebagai berikut:

67 Q = Md Mw X 100% Q = 3,9 6,8 X 100% Q = 57,352 % Hasil perhitungan di atas menunjukan bahwa Q adalah 57,352 %. Angka ini menunjukan bahwa Kecamatan Dayeuhkolot termasuk iklim C yang bersifat agak basah. 4.1.1.2.2. Sistem klasifikasi iklim menurut Koppen Adapun klasifikasi iklim menurut Koppen dikelompokan ke dalam lima iklim utama di muka bumi berdasarkan lima prinsip kelompok nabati. Kelima kelompok iklim tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Klasifikasi Iklim Koppen No Lambang Jenis Karakteristik 1 A Iklim hujan tropik (Tropical rainy climates) Iklim hujan tropik dengan suhu pada bulan-bulan terdinginnya >18 C. Terdapat dua subregion yang khas yaitu Af (tipe iklim tropik basah) dan Aw (tipe iklim basah dan kering tropik) yang ekstrem, sedangkan di antaranya terletak subregion Am (peralihan Af dan Aw). 2 B Iklim kering (Dry climates) Kemampuan penguapan lebih besar daripada endapan hujan. Tidak terdapat surplus air yang tersisa, baik di dalam maupun permukaan tanah. 3 C Iklim lintang sedang yang dipengaruhi lautan (Middle latitude rainy climates) 4 D Iklim lintang sedang yang dipengaruhi daratan Iklim hujan sedang hangat. Rata-rata suhu bulan-bulan terdingin -3 C sampai 18 C, sedangkan rata-rata suhu bulan-bulan panasnya >10 C. Iklim hutan bersalju dingin. Rata-rata suhu bulan-bulan terdingin <-3 C dan rata-rata suhu bulan-bulan terpanas >10 C. 5 E Iklim kutub (Polar climates) Rata-rata suhu pada bulan-bulan terpanas <10 C. di daerah yang tinggi sekali suhu udaranya jauh di bawah nol dan seringkali tanahnya membeku. Sumber: Rafi i, 1995.

68 Tabel 4.5 menunjukan karakteristik dari setiap tipe iklim. Untuk mengetahui tipe iklim Koppen yang terdapat di daerah penelitian, terlebih dahulu harus memperhitungkan suhu udaranya. Adapun suhu udara di daerah penelitian selama 10 tahun ditunjukkan pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Suhu Udara Tahun 2001-2010 di Dayeuhkolot Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah Ratarata 22.7 22.7 22.7 23.9 23.8 23.3 23.1 23.1 23.3 23.3 231.9 23.2 22.8 22.7 22.9 23.3 23.1 23.1 23.5 22.9 22.5 22.5 229.3 22.9 23.1 23.1 23.5 23.4 23.8 23.6 23.9 23.0 22.8 22.8 233 23.3 22.3 23.3 23.7 24.1 23.9 23.7 23.5 23.4 22.9 22.9 233.7 23.4 23.6 23.5 23.9 24.2 24.6 23.8 23.3 23.4 23 23 236.3 23.6 22.8 23.1 23.4 23.5 22.3 23.4 22.7 23.4 22.7 22.7 230 23.0 22.9 22.4 23.2 22.9 22.9 22.8 23 23.0 22.7 22.7 228.5 22.9 23 23.2 22.9 23.4 23.1 23.4 22.6 23.6 23.1 23.1 231.4 23.1 23.2 23.8 23.7 23.6 23.5 23.6 23.6 24.4 24.2 24.2 237.8 23.8 23.7 22.7 24.9 23.7 24.5 23.5 24.4 23.4 24 24 238.8 23.9 23.3 24 24.3 23.7 23.9 23.4 24.8 23.3 23.1 23.1 236.9 23.7 23.9 23.1 23.6 23.7 23 23.2 23.2 23.5 23.4 23.4 234 23.4 Jumlah 277.3 277.6 282.7 283.4 282.4 280.8 281.6 280.4 277.7 277.7 2801.6 280.2 Rata-rata 23.1 23.1 23.6 23.6 23.5 23.4 23.5 23.4 23.1 23.1 233.5 23.3 Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun Bandung Tahun 2001-2010. Berdasarkan Tabel 4.6, suhu udara rata-rata daerah penelitian di Kecamatan Dayeuhkolot selama 10 tahun adalah 23,3 C. Angka ini menunjukan bahwa 23,3 C lebih besar dari 18 C sehingga masuk pada tipe iklim A. Adapun ciri tipe iklim ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Y = 100 0,04X Keterangan: Y = Endapan hujan dalam bulan atau periode terkering. X = Endapan hujan tahunan di daerah yang bersangkutan.

69 Jika Y < 100 0,04X maka tipe iklimnya adalah Aw. Jika Y > 100 0,04 X maka tipe iklimnya Am. Adapun jika Y = 100 0,04X maka tipe iklimnya antara Af..Kondisi yang terdapat di daerah penelitian, endapan hujan tahunannya mencapai 1.523 mm/tahun. Sedangkan jumlah endapan pada bulan terkering adalah 29,6 mm. Maka dapat dihitung dengan cara sebagai berikut. Y = 100 0,04 X 29,6 = 100 0,04 x 1.523 29,6 = 100 60,92 29,6 < 39,08 Berdasarkan perhitungan di atas, dapat diketahui bahwa Y < 100 0,04X. Hal ini menunjukan bahwa daerah ini termasuk tipe iklim Aw. Tipe iklim Aw menurut Rafi i (1995:200) ialah tipe iklim basah dan kering tropik (tropical wet and dry climate). Huruf w menandakan adanya musim kering dalam periode musim dingin yaitu periode pada kedudukan matahari rendah. Ciri khasnya ialah curahan hujan sekurang-kurangnya satu bulan mempunyai endapan hujan lebih kecil dari 60 mm. 4.1.1.3 Kondisi Geologi Proses geologi merupakan proses perubahan pada bumi, baik perubahan struktur batuan pembentuk kulit bumi, maupun perubahan yang terjadi pada bentuk lahan di permukaan bumi. Proses geologi pada suatu wilayah pada hakikatnya menentukan formasi batuan yang tersusun pada wilayah tersebut.

70 Batuan merupakan bagian lahan yang berperan dalam menentukan ketersediaan air dalam tanah. Batuan yang kompak sangat sulit di tembus air sedangkan batuan yang tidak kompak mudah menyerap air. Menurut Van Bemmelen (1949), berdasarkan kondisi geologisnya, jawa Barat dikelompokkan menjadi empat zone, yaitu: a. Zone dataran rendah Jakarta, meliputi Serang dan Rangkasbitung di banten sampai dengan Cirebon. b. Zone bogor, meliputi Jasinga hingga Kali Pemali dan bumiayu Jawa Tengah. c. Zone Bandung, yaitu depresi antar Montana mulai dari Pelabuhan Ratu, melalui lembah Ci Mandiri, dataran tinggi Cianjur, dataran tinggi Bandung, dataran tinggi Garut, lembah Ci Tanduy dan berakhir di Sagara Anakan. d. Zone pegunungan Selatan, terbentang dari Teluk Pelabuhan ratu sampai dengan Nusa Kambangan di sebelah selatan Sagara Anakan dan Cilacap. Pembagian stratigafi daerah Bandung telah dilakukan oleh beberapa ahli geologi, diantaranya Van Bemmelen (1934) dan Sitonga (1973) yang membagi wilayah Geologi Bandung dan sekitarnya dalam Tabel 4.7 (Tabel Stratigrafi Daerah Bandung). Tabel 4.7 Stratigrafi Daerah Bandung Umur Van Bemmelen (1934) Sitonga (1973) Aluvium sungai dan endapan danau Aluvium endapan danau dan koluvium Resen Hasil gunungapi muda tak teruraikan Hasil gunungapi muda tak teruraikan

71 Erupsi C Erupsi B Erupsi A Hasil gunungapi tua tak teruraikan Plistosen Hasil gunung api lebih tua Breksi dan tuf Pliosen - Formasi Citalang - Formasi Kaliwangu Hasil gunungapi tua pasir Hasil gunungapi muda lava Hasil gunungapi muda tufa berbatuapung Hasil gunungapi tua Hasil gunungapi lebih tua Breksi tufaan, lava, konglomerat Miosen Tjilanang Lagen Formasi Cilanang dan Formasi Subang Sumber: Bemmelen (1934) dan Sitonga (1973) Selain Van Bemmelen (1934) dan Sitonga (1973), Hartono (1980) membagi daerah Bandung menjadi beberapa formasi yang dilengkapi dengan jenis batuan dan ketebalan dari masing-masing formasi tersebut, pembagian tersebut dapat di lihat pada tabel 4.7 (Tabel stratigrafi daerah Bandung, Hartono). Berdasarkan penejelasan diatas dapat disimpulkan bahwa lokasi penelitian termasuk dalam zone Bandung. Zone Bandung ini merupakan depresi struktural dari Geantiklinal Jawa yang telah hancur pada zaman akhir zaman tersier. Secara Geologis, Kecamatan Dayeuhkolot berasal dari hasil gunungapi yang teruraikan dan endapan Danau Bandung. Unit geologi di Kecamatan Dayeuhkolot merupakan endapan danau dengan luas 1.102,91 ha (setara dengan luas wilayah). Lebih jelasnya lihat pada Gambar 4.5. Daerah penelitian merupakan titik terendah di Kawasan Bandung sehingga air mengalir ke daerah ini, yang akhirnya daerah tersebut sangat rawan terkena banjir dari luapan sungai yang pada akhirnya akan mengkontaminasi-

72

73 kualitas airtanah akibat larutan atau zat yang terangkut oleh aliran sungai yang meluap. Tabel 4.8 Stratigrafi daerah Bandung Umur Holosen Plistosen Atas Plistosen Bawah Satuan Stratigrafi Endapan sungai Formasi Cikidang Formasi Kosambi Formasi Cibeureum Formasi Cikapundung Sumber: Hartono, 2009 Tebal (m) ± 5 0 6 0 80 0 180 ± 0 350 Keterangan Bahan Lepas tidak terkonsolidasi, berukuran lempung sampai bongkah Bidang Erosi Lava basalt berstruktur kekar kolam, konglomerat vulkanik, tufa kasar berlapis sejajar dan breksi vulkanik yang kadang-kadang berwarna coklat tua Batu lempung, vulkanik, batu lanau vulkanik dan batu pasir vulkanik, mengandung sisa tumbuhan, setempat-setempat dijumpai struktur pelapisan sejajar dan silang siur. Perubahan urut-urutan breksi tufa, fragmen skoria andesit basalt dan batu apung. Bidang Erosi Konglomerat vulkanik, breksi vulkanik, tufa dan sisipan lava andesit, umumnya berwarna lebih terang dari formasi lainnya, fragmen piroksen andesit. Secara keseluruhan, kondisi geologi di lokasi penelitian terdiri dari endapan danau yang membentuk lapisan mendatar dengan sisipan breksi, mengandung sisa-sisa tumbuhan, moluska air tawar dan vertebrata. Endapan ini membentuk dataran Bandung dan tebalnya mencapai lebih dari 100 m. terdiri dari lempung, lanau, pasir halus hingga kasar, krikil dan bongkahan batuan beku dan sedimen. Unit geologi yang menyusun Kecamatan Dayeuhkolot adalah Ql (endapan danau); membentuk lapisan mendatar dengan sisipan breksi. Mengandung sisasisa tumbuhan, moluska air tawar dan vertebrata. Endapan ini membentuk dataran bandung dan tebalnya mencapai lebih dari 100 m. terdiri dari lempung, lanau, pasir halus hingga kasar, kerikil dan bongkahan batuan beku dan sedimen.

74 4.1.1.4 Kondisi Geomorfologi Geomorfologi merupakan ilmu yang menafsirkan berbagai bentukan dengan perubahannya dalam suatu hubungan sistem keruangan di permukaan bumi, serta manfaatnya bagi kehidupan manusia. Menurut Tisnasomantri (1995:5) Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari dan menafsirkan berbagai bentukan dengan perubahannya dalam suatu hubungan sistem keruangan dipermukaan bumi, serta manfaatnya bagi kehidupan manusia. Keadaan Geomorfologi di Kecamatan Dayeuhkolot umumnya relatif datar dengan kemiringan lereng antara 0 2 % (Kelas I). Dapat dilihat pada peta kemiringan lereng Gambar 4.6. Dalam menentukan kondisi geomorfologi daerah penelitian, perlu diketahui terlebih dahulu variasi tingkat kemiringan lerengnya. Kemiringan lereng dapat diketahui dengan cara melihat kerapatan antar konturnya. Ketinggian lokasi penelitian rata-rata adalah 682 m dpl dengan titik terendah di daerah penelitian adalah 678 m dpl berada di Kelurahan Pasawahan dan titik tertinggi adalah 688 m dpl berada di Desa Cangkuang Kulon. Berdasarkan hasil intepretasi peta rupabumi dan penelitian dilapangan maka diketahui bahawa kondisi morfologi di Kecamatan Dayeuhkolot secara keseluruhan relatif datar dan berada pada kelas kemiringan lereng I atau antara 0 2 %. Berdasarkan bentuk geomorfologinya, Kecamatan Dayeuhkolot secara

75

76 keseluruhan tergolong ke dalam bentuk asal fluvial (form of flufial origin). Bentukan ini merupakan hasil proses fluvial dengan batuan induk berupa alluvium sampai kolovium serta berumur relatif muda. 4.1.1.5. Kondisi Tanah Tanah merupakan bahan mineral yang tidak padat, terletak di permukaan bumi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor genetik dan lingkungan yang meliputi bahan induk, iklim, organisme dan topografi pada suatu periode waktu tertentu. Tanah dipandang sebagai lapisan permukaan bumi yang berasal dari bebatuan yang telah mengalami serangkaian pelapukan oleh gaya-gaya alam, sehingga membentuk lapisan partikel halus. Selain daripada itu tanah juga merupakan salah satu unsur untuk mengetahui kondisi air, baik tingkat kemudahan maupun kesukaran air masuk kedalam tanah sehingga menjadi airtanah. Tingkat kelolosan air akan lebih tinggi jika tanah memiliki pori yang cukup besar, sedangkan jika tanah berpori kecil dan berstruktur gumpal maka akan meiliki tingkat kelolosan air yang rendah. Tanah adalah benda yang berwujud padat (solid), cair (liquid), dan gas yang tersusun oleh bahan inorganik dan bahan organik yang terdapat dalam lahan atau land (Rafi i, 1982 : 9). Jenis tanah yang tersebar di daerah penelitian terdiri dari dua jenis tanah, yaitu alluvial dan latosol. Komposisi jenis tanah di daerah penelitian disajikan pada Tabel 4.9.

77 Tabel 4.9 Komposisi Luas Jenis Tanah No Jenis Tanah Luas Persentase (Ha) (%) 1. Alluvial 1.044,5 92,8 2. Latosol 80,5 7,8 Jumlah 1.125,0 100,0 Sumber : Peta Jenis Tanah Basemap Indonesia dan hasil perhitungan peneliti 2011 Luas (Ha) Alluvial Latosol 7% 93% Sumber: Hasil perhitungan peneliti,2011. Gambar 4.7 Grafik Luas Jenis Tanah di Kecamatan Dayehukolot Berdasarkan Tabel 4.9 dapat diketahui komposisi jenis tanah di daerah penelitian. Penjelasan mengenai jenis tanah di daerah penelitian dijelaskan sebagai berikut : 1. Tanah Latosol Tanah latosol yaitu tanah yang memiliki lapisan solum tanah yang tebal sampai sangat tebal antara 130 cm 5 m bahkan lebih, sedangkan batas antara horizon tidak begitu jelas. Warnanya merah, cokelat sampai kekuning-kuningan. Kandungan bahan organiknya berkisar antara 3-9% atau rata-rata sekitar 5%.

78 Reaksi tanah berkisar antara ph 4,5 6,5 yaitu dari asam sampai agak asam. Struktur remah, tekstur liat-liat berpasir dan konsistensi adalah gembur. Dari warna bisa dilihat kandungan unsur haranya dari rendah sampai sedang. Mudah sampai agak sukar merembeskan air. Umunya tanah latosol memiliki sifat mudah meloloskan air. 2. Tanah Aluvial Tanah ini merupakan perkembangan dari bahan alluvium (endapan muda) mempunyai susunan berlapis atau kadar c-organik tidak teratur dan tidak mempunyai horizon diagnostik, kadar fraksi pasir berkurang 60% pada kedalaman antara 25-100 cm dari permukaan tanah, terdapat di daerah yang mempunyai bentuk wilayah datar, tekstur bervariasi, struktur lempung liat berpasir, lempung berdebu, dan remah, konsistensi tidak teguh, tidak melekat sampai agak melekat dan ph agak masam. Secara umum, sifat jenis tanah ini mudah digarap, dapat menyerap air dan permeabel. Jenis tanah ini memiliki kemampuan lebih rendah untuk meloloskan air apabila dibandingkan dengan tanah latosol. Berdasarkan Gambar 4.7, jenis tanah alluvial merupakan jenis tanah yang paling banyak terdapat di daerah penelitian. Jenis tanah ini tersebar di sebagian besar di daerah utara, barat dan timur Kecamatan Baleendah, sedangkan latosol terdapat di sebagian kecil bagian selatan. Untuk lebih jelasnya lihat Peta jenis tanah pada Gambar 4.8.

79

80 4.1.1.6. Kondisi Hidrologi Hidrologi menurut Manan (1976:6) merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang air dalam segala bentuknya, baik di atas, di dalam, maupun di permukaan tanah. Masalah yang dibahas meliputi distribusi, sirkulasi, sifatsifat kimiawi dan sifat-sifat fisik serta reaksi dari lingkungan yang mati maupun yang hidup terhadap air. Kecamatan dayeuhkolot berada di Cekungan Bandung yang merupakan daerah potensial tempat akumulasi air tanah. Dilihat dari posisinya, air mengalir dari arah selatan ke utara yaitu ke Ci Tarum, maka sungai ini diperkirakan sebagai aliran dasar (base flow) atau mengikuti kemiringan, baik itu berupa air permukaan maupun air tanah. Sebagian besar air tanah di daerah perbukitan di pasok oleh air sungai (efflient stream). 4.1.1.7. Hidrogeologi Hidrogeologi mempelajari tentang batuan yang mempengaruhi kelolosan air kedalam tanah. suatu Suatu daerahdengan daerah lain memiliki tingkat produktivitas akuifer yang berbeda pula, hal ini ditentukan atas dasar topografi, penggunaan lahan dan jenis batuan. Kondisi hidrogeologi di Cekungan Bandung memungkinkan terjadinya airtanah yang sangat besar di bagian kaki gunung muda, dan bagian tepi dari suatu depresi seperti Dataran Bandung. Dalam pemanfaatan sumberdaya airtanah di Cekungan Bandung terdapat dua aspek penting yang harus diperhatikan yaitu keterdapatan sumberdaya airtanah untuk pemenuhan kebutu-

81