YIELD GRADE DOMBA LOKAL JANTAN YANG DIGEMUKKAN SECARA FEEDLOT DENGAN KADAR PROTEIN DAN ENERGI PAKAN KOMPLIT SERTA BOBOT POTONG YANG BERBEDA E. PURBOWATI, R. ADIWINARTI, dan M. NIKMAH Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui yield grade domba lokal jantan yang digemukkan secara feedlot dengan kadar protein dan energi pakan komplit serta bobot potong yang berbeda. Domba lokal jantan sebanyak 24 ekor, umur 3 5 bulan dan bobot badan (BB) awal 8,7 15,5 kg (CV = 15,01%) dirancang dengan Rancangan Acak Kelompok Umum ke dalam 4 (empat) perlakuan ransum komplit, yaitu R1 = 14,48% protein kasar (PK) dan 50,46% total digestible nutrients (TDN), R2 = 17,35% PK dan 52,61% TDN, R3 = 15,09% PK dan 58,60% TDN dan R4 = 17,42% PK dan 57,46% TDN. Pengelompokan domba berdasarkan BB awal (ringan/b1 = 10,73 + 1,37 kg, sedang/b2 = 12,76 + 0,54 kg dan berat/b3 = 14,91 + 0,36 kg). Kelompok B1 dipotong pada bobot potong (BP) 15 kg, B2 pada BP 20 kg, dan B3 pada BP 25 kg. Variabel yang diamati adalah yield grade, tebal lemak punggung, bobot daging dari leg, loin, rack, dan shoulder, bobot potong, bobot karkas. Data hasil penelitian dianalisis dengan analisis variansi dan apabila ada perbedaan dilanjutkan dengan uji Wilayah-Berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa variabel yang diamati tidak berbeda antar perlakuan pakan (P>0,05). Rerata nilai yield grade, tebal lemak punggung, bobot daging dari leg, loin, rack, dan shoulder, serta bobot potong, dan bobot karkas adalah 0,66; 0,66 mm, 2.506,90 g, serta 8.909,58 g, dan 20,00 kg. Nilai yield grade, tebal lemak punggung, bobot daging dan bobot karkas semakin meningkat (P<0,05) dengan meningkatnya bobot potong. Yield grade B1 = 0,59, B2 = 0,65, dan B3 = 0,74. Tebal lemak punggung B1 = 0,48 mm, B2 = 0,64 mm, dan B3 = 0,87 mm. Bobot daging pada potongan utama karkas B1 = 1.706,48 g, B2 = 2.599,28 g, dan B3 = 3.214,95 g. Bobot karkas B1 = 6.266,80 g, B2 = 8.918,75 g, dan B3 = 11.543,25 g. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah domba yang diberi pakan komplit dengan kadar protein dan energi yang berbeda menghasilkan yield grade yang relatif sama. Domba pada bobot potong 25 kg menghasilkan yield grade tertinggi. Kata kunci: Yield grade, domba lokal jantan, bobot potong, pakan komplit, energi-protein PENDAHULUAN Hasil utama yang diharapkan dari domba adalah daging yang merupakan bagian dari karkas. Nilai karkas ditentukan oleh bobot karkas, jumlah daging yang dihasilkan, dan kualitas daging dari karkas yang bersangkutan (SOEPARNO, 2005). Disamping itu juga dikenal grade atau tingkatan hasil (yield grade), yaitu nilai yang menunjukkan jumlah daging yang dihasilkan dari potongan utama (leg, loin, rack dan shoulder) suatu karkas (BOGGS dan MERKEL, 1993; SOEPARNO, 2005). Faktor utama yang diperhatikan untuk menilai karkas yang dipasarkan adalah bobot karkas, persentase karkas, tebal lemak punggung, dan potongan karkas yang dijual (SWATLAND, 1984). Jumlah daging yang dihasilkan ternak adalah proporsional secara langsung terhadap bobot karkas dan berbalikan secara proporsional terhadap jumlah lemak, sehingga penilaian karkas dapat didasarkan atas bobot karkas dan tingkat perlemakan (SOEPARNO, 2005). Menurut MCDONALD et al. (1988), kualitas daging dipengaruhi oleh nilai nutrisi pakan ternak dan waktu atau bobot pemotongan ternak. Nilai nutrisi utama yang perlu diperhatikan dalam penyusunan pakan adalah protein dan energi. Menurut RANJHAN (1981), kebutuhan protein kasar (PK) dan total digestible nutrients (TDN) pakan penggemukan domba dengan bobot badan 15 kg adalah 12,50 dan 55%, sedangkan menurut HARYANTO dan DJAJANEGARA (1993) adalah 14,29 dan 63%. Pemotongan ternak sebaiknya 167
dilakukan menjelang ternak dewasa pada saat perlemakan mencapai tingkat optimum (BLAKELY dan BADE, 1994). Menurut MULYONO (1998), bobot dewasa (umur 12 bulan) domba Lokal adalah 18 25 kg. Penggemukan secara feedlot menggunakan pakan konsentrat yang lebih tinggi, yaitu sekitar 70 100% dari pakan (CLARKE, 1991). Agar imbangan hijauan (pakan kasar) dan konsentrat pada pakan penggemukan secara feedlot tepat sesuai dengan yang diharapkan, maka pakan tersebut harus berupa pakan komplit bentuk pelet. Pakan komplit merupakan pakan yang cukup mengandung nutrien untuk ternak dalam tingkat fisiologis tertentu yang dibentuk dan diberikan sebagai satu-satunya pakan yang mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi tanpa tambahan substansi lain kecuali air (HARTADI et al., 2005). Data tentang yield grade domba lokal jantan dengan kadar protein-energi dalam pakan komplit, serta bobot potong yang berbeda masih terbatas, sehingga perlu dilakukan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui yield grade domba lokal jantan dengan kandar protein-energi pakan komplit dan bobot potong yang berbeda. Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai bahan informasi dalam menentukan kadar protein-energi pakan komplit dan bobot potong yang tepat ditinjau dari nilai yield grade domba lokal. Materi MATERI DAN METODE Materi penelitian berupa domba Lokal jantan dengan umur 3 5 bulan dan bobot badan (BB) 8,7 15,5 kg (CV = 15,01%) sebanyak 24 ekor. Bahan pakan yang digunakan untuk menyusun pakan komplit adalah jerami padi dan konsentrat yang terdiri dari dedak padi, gaplek, bungkil kedelai, tepung ikan, tepung daun lamtoro, molases serta ultra mineral produksi Eka Farma Semarang. Metode Domba dirancang dengan Rancangan Acak Kelompok Umum ke dalam 4 (empat) perlakuan ransum komplit, yaitu R1 = 14,48% protein kasar (PK) dan 50,46% total digestible nutrients (TDN), R2 = 17,35% PK dan 52,61% TDN, R3 = 15,09% PK dan 58,60% TDN dan R4 = 17,42% PK dan 57,46% TDN. Pengelompokan domba berdasarkan bobot badan awal (ringan/b1 = 10,73+1,37 kg, sedang/b2 = 12,76 + 0,54 kg dan berat/b3 = 14,91 + 0,36 kg). Kelompok B1 dipelihara hingga bobot potong (BP) 15 kg, B2 hingga BP 20 kg, dan B3 hingga BP 25 kg. Pakan komplit dibentuk pelet dengan cara pembuatan hasil modifikasi sendiri, yaitu semua bahan pakan digiling, masing-masing bahan pakan ditimbang sesuai dengan proporsinya, dicampur, ditambah air hingga campuran dapat dicetak dengan mesin pelet dan setelah itu dijemur. Komposisi dan kandungan nutrien pakan komplit setelah koefisien cerna diketahui pada Tabel 1. Ransum diberikan sebanyak 6% dari bobot badan ternak dan pemberiannya dilakukan dua kali sehari yaitu setiap pagi (pukul 7:00) dan sore (pukul 16:00) hari, sedangkan air minum diberikan secara ad libitum. Sebelum pemberian pakan dan air minum di pagi hari dilakukan penimbangan sisanya. Domba ditimbang seminggu sekali untuk menyesuaikan jumlah ransum yang diberikan. Pemotongan domba pada masing-masing perlakuan pakan dilakukan pada bobot potong yang telah ditentukan, setelah dipuasakan terhadap pakan selama 24 jam. Pemotongan ternak dilakukan secara halal dengan metode seperti dalam SOEPARNO (2005). Karkas segar diperoleh setelah semua organ tubuh bagian dalam dikeluarkan. Karkas segar ini kemudian dilayukan selama 2 jam, kemudian dipotong ekornya dan dibelah secara simetris sepanjang tulang belakangnya dari leher (Ossa vertebrae cervicalis) sampai sakral (Ossa vertebrae sacralis) dan ditimbang bobotnya (bobot karkas segar kiri dan kanan). 168
Tabel 1. Komposisi dan kandungan nutrien pakan komplit Uraian R1 R2 R3 R4 Komposisi bahan pakan (% BK): (%) Jerami padi 25,00 25,00 25,00 25,00 Tepung ikan 1,00 1,90 3,60 5,30 Bungkil kedelai 11,70 16,20 15,15 19,20 T. daun lamtoro 1,00 2,10 3,50 5,00 Dedak padi 50,50 46,50 10,75 5,50 Gaplek 5,00 2,30 34,00 34,00 Molases 3,80 4,00 6,00 4,00 Mineral 2,00 2,00 2,00 2,00 Kandungan Nutrien: Bahan kering 90,73 90,82 89,01 90,11 Abu 16,71 16,42 13,48 14,35 Protein kasar 14,48 17,35 15,09 17,42 Lemak kasar 5,02 4,62 1,84 1,30 Serat kasar 13,98 10,58 9,58 10,89 Bahan ekstrak tanpa nitrogen 49,81 51,03 60,02 56,04 Total digestible nutrients a 50,46 52,61 58,60 57,46 Keterangan: a Dihitung dari koefisien cerna nutrien ransum dalam % dengan rumus = protein tercerna + serat kasar tercerna + bahan ekstrak tanpa nitrogen tercerna + 2,25 x lemak kasar tercerna (HARTADI et al., 2005) Karkas segar kiri setelah disimpan di dalam alat pendingin selama 18 jam, kemudian dipotong-potong menjadi 8 potongan komersial dan potongan utama karkas (leg, loin, rack dan shoulder) ditimbang bobotnya. Setelah itu tebal lemak punggung diukur pada potongan komersial loin. Pengukuran tebal lemak punggung dengan jangka sorong dapat dilihat pada Ilustrasi 1. Potongan utama karkas kemudian diurai menjadi lemak, daging, tulang dan masing-masing ditimbang bobotnya. Gambar 1. Pengukuran tebal lemak pungung (SOEPARNO, 2005) Ketebalan lemak punggung diukur pada tulang rusuk ke 12 atau tepatnya pada permukaan area otot LD, pada posisi pemisahan seperempat depan dan seperempat belakang dari karkas. Pengukuran ketebalan lemak subkutan dilakukan tegak lurus permukaan lemak, di posisi perempat bagian sumbu panjang otot LD. Variabel dan analisis data penelitian Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah bobot potong, bobot karkas, tebal lemak punggung pada bagian loin dan bobot daging pada potongan utama karkas (leg, loin, rack dan shoulder), yield grade yang dihitung dengan rumus (ROMANS et al., 1985): = 0,4 + (10 x tebal lemak punggung dalam inchi), serta konsumsi bahan kering (BK), protein kasar (PK) dan total digestible nutrients (TDN) pakan. Data hasil penelitian dianalisis dengan analisis variansi dan apabila ada perbedaan dilanjutkan dengan uji Wilayah-Berganda Duncan (STEEL dan TORRIE, 1991). 169
HASIL DAN PEMBAHASAN Yield grade domba dengan perlakuan pakan yang berbeda Yield grade antar perlakuan pakan dalam penelitian ini (Tabel 2) tidak berbeda nyata (P>0,05), tetapi dipengaruhi oleh ketebalan lemak punggung. Ketebalan lemak punggung dipengaruhi oleh jenis pakan dan lama penggemukan (KHASRAD et al., 2005). Konsumsi BK dan PK hasil penelitian ini berbeda nyata (P<0,05), tetapi konsumsi TDN tidak berbeda nyata (P>0,05), sehingga tebal lemak punggung yang ditunjukkan dengan nilai yield grade tidak berbeda nyata pula. Hasil penelitian SOEPARNO (2005) membuktikan, bahwa variasi konsentrasi protein pakan domba yang mengandung energi termetabolis tinggi (13,2 13,3 MJ/kg BK) tidak berpengaruh terhadap proporsi otot, lemak dan tulang, atau rasio otot terhadap tulang dari rusuk ke 9 11, paha maupun belahan karkas dan komposisi kimia karkas pada bobot tubuh kosong yang sama, baik pada domba yang diberi pakan dengan konsumsi terbatas maupun konsumsi bebas. Menurut ISROLI (2005), kadar protein yang tinggi dalam pakan bukan merupakan sumber utama lemak tubuh. ARTHAUD et al. (1977) menyatakan, bahwa peningkatan energi pakan akan meningkatkan lemak subkutan dan proporsi lemak karkas serta menurunkan proporsi daging. Yield grade adalah suatu nilai yang menunjukkan jumlah daging yang dihasilkan dari potongan utama (leg, loin, rack dan shoulder) suatu karkas (BOGGS dan MERKEL, 1993; SOEPARNO, 2005). Jumlah daging dari potongan utama karkas dalam penelitian ini tidak berbeda nyata, karena nilai yield grade dan bobot karkas yang tidak berbeda nyata. Tabel 2. Yield grade, tebal lemak punggung, bobot daging pada potongan utama karkas, bobot karkas layu, bobot potong, serta konsumsi BK, PK, dan TDN pakan dengan perlakuan pakan yang berbeda Parameter R1 R2 R3 R4 Yield grade 0,66 a 0,67 a 0,67 a 0,65 a Tebal lemak punggung (mm) 0,66 a 0,67 a 0,68 a 0,63 a Bobot daging pada potongan utama karkas (g) 2.507,20 a 2.325,89 a 2.650,90 a 2.543,56 a Bobot karkas layu (g) 8.966,33 a 8.631,33 a 8.898,33 a 9.142,33 a Bobot potong (kg) 20,42 a 19,58 a 20,05 a 19,97 a Konsumsi BK (g/ekor/hari) 937,08 b 942,72 b 796,54 a 827,08 a Konsumsi PK (g/ekor/hari) 135,72 b 163,55 b 120,17 a 144,05 b Konsumsi TDN (g/ekor/hari) 472,86 a 495,98 a 466,99 a 475,21 a Keterangan: a,b,c Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Yield grade domba pada kelompok bobot potong yang berbeda Bobot potong 25 kg (Tabel 3) menghasilkan "yield grade" tertinggi (P<0,05), karena konsumsi pakan juga semakin tinggi (P<0,05) sehingga bobot potong semakin tinggi, dan lemak punggung semakin tebal. Hal ini karena kebutuhan nutrisi ternak terpenuhi, sehingga energi dan protein yang berlebih akan dideposisi. FORTIN et al. (1981) dan YUDIANTO et al. (2004), menyatakan bahwa konsumsi energi yang berlebih akan diubah menjadi lemak tubuh. Deposisi lemak merupakan fungsi linier dengan waktu dan umur ternak (SOEPARNO, 2005). Waktu yang dibutuhkan oleh domba untuk mencapai bobot potong 25 kg lebih lama daripada bobot potong 15 dan 20 kg. Semakin lama waktu penggemukan, tebal lemak punggung yang dihasilkan juga semakin tinggi (KHASRAD et al., 2005). Menurut SURYADI (2006), variasi rataan yield grade dari setiap bobot potong disebabkan oleh ketebalan lemak punggung dari setiap kelompok bobot potong berbeda. Semakin tinggi bobot potong, maka bobot daging pada potongan utama karkas semakin besar (P<0,05). Hal ini karena nilai yield grade 170
pada bobot potong tertinggi juga besar. Selain itu juga dikarenakan semakin tinggi bobot potong, maka bobot karkas juga semakin besar. BLAKELY dan BADE (1994), menyatakan, bahwa yield grade dapat digunakan untuk menyatakan persentase hasil. Jadi semakin tinggi nilai yield grade, maka hasil (karkas) akan semakin tinggi pula. Menurut HERMAN (1993), semakin tinggi bobot potong menyebabkan bobot karkas segar, persentase karkas, da lemak akan semakin meningkat. Tabel 3. Yield grade, tebal lemak punggung, bobot daging pada potongan utama karkas, bobot karkas layu, konsumsi BK, PK, dan TDN pakan pada bobot potong yang berbeda Parameter Bobot potong (kg) 15,09 (B1) 19,86 (B2) 25,06 (B3) Yield grade 0,59 a 0,65 ab 0,74 b Tebal lemak punggung (mm) 0,48 a 0,64 ab 0,87 b Bobot daging pada potongan utama karkas (g) 1.706,48 a 2.599,28 b 3.214,95 c Bobot karkas layu (g) 6.266,75 a 8.918,75 b 11.543,11 c Konsumsi BK (g/hari) 698,37 a 898,63 b 1.030,56 c Konsumsi PK (g/hari) 112,33 a 144,48 b 165,80 c Konsumsi TDN (g/hari) 380,77 a 489,88 b 562,63 c Keterangan: a, b, c Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Bobot daging pada potongan utama karkas (g) 4000 y = 4621,1x - 543,04 3500 R 2 = 0,4291 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 Yield grade Gambar 2. Hubungan antara yield grade dan bobot daging pada potongan utama karkas Menurut BOGGS dan MERKEL (1993), dan SOEPARNO (2005), yield grade menunjukkan jumlah daging yang dihasilkan dari leg, loin, rack dan shoulder suatu karkas. Hubungan antara yield grade dan bobot daging pada potongan utama karkas tersebut dapat dilihat pada Ilustrasi 2. Hasil analisis regresi-korelasi antara yield grade dan bobot daging diperoleh persamaan Y = 4621,1X 543,04. Koefisien korelasi (r) hasil analisis regresi-korelasi tersebut, yaitu 0,66 artinya keeratan hubungan antara yield grade dan bobot daging cukup tinggi. Koefisien determinasi (R 2 ) hasil analisis tersebut adalah 42,91%, artinya 42,91% variasi 171
bobot daging dapat diterangkan oleh nilai yield grade menurut persamaan regresi yang diperoleh dari analisis tersebut. Meningkatnya nilai yield grade akan menunjukkan peningkatan bobot daging. Hal ini karena bobot potong yang semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat PRESTON dan WILLIS (1974), bahwa ada hubungan positif antara bobot potong dan yield grade. KESIMPULAN Kesimpulan hasil penelitian ini adalah domba yang diberi pakan komplit dengan kadar protein dan energi yang berbeda menghasilkan yield grade yang relatif sama. Domba pada bobot potong 25 kg menghasilkan yield grade tertinggi. DAFTAR PUSTAKA ARTHAUD, V.H., R.W. MANDIGO, R.M. KOCH, and A.W. KETULA. 1977. Carcass composition, quality and palatability atribute of bull and steers fed different energy levels and killed four ages. Journal of Animal Science. 44(1): 53 64. BLAKELY, J. dan D.H. BADE. 1994. Ilmu Peternakan. Edisi ke 4. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta (Diterjemahkan oleh: BAMBANG SRIGANDONO). BOGGS, D.L. and R.A. MERKEL. 1993. Live Animal Carcass Evaluation and Selection Manual. Kendall/Hunt Publishing Company, Iowa. CLARKE, M.R., 1991. Beef Cattle Feedlots Ration Formulation. Dalam: Feedloting Notes A Collection of Farm Notes. Departement of Primary Industries, Queensland. Hlm: 8 11. FORTIN, A., J.T. REID, A.M. MAIGA, D.W. SLIN, and G.H. WELLINGTON. 1981. Effect of energy intake level and influence of breed and set on the physical composition of the carcass cattle. Journal of Animal Science 5:331 338. HARTADI, H., S. REKSOHADIPRODJO dan A.D. TILLMAN. 2005. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. HARYANTO, B. dan A. DJAJANEGARA. 1993. Pemenuhan Kebutuhan Zat-zat Makanan Ternak Ruminansia Kecil. Dalam: Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. M. WODZICKA-TOMASZEWSKA, M., I.M. MASTIKA, A. DJAJANEGARA, S. GRADIER dan T.R. WIRADAYA, eds. Sebelas Maret University Press, Surakarta. Hlm. 159 208. HERMAN, R. 1993. Perbandingan Pertumbuhan, Komposisi Tubuh, dan Karkas antara Domba Priangan, dan Ekor Gemuk. Institut Pertanian Bogor, Bogor (Disertasi Program Pasca Sarjana). ISROLI. 2005. Proporsi lemaka karkas domba Priangan Jantan yang disuntik testosteron propionat pada pakan yang berbeda. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. 25 (4): 134 139. KHASRAD, R. SALADIN, ARNIM dan N. JAMARUN. 2005. Pengaruh tingkat pemberian ransum dan lama penggemukan terhadap karakteristik karkas sapi pesisir. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. 30 (4): 193 200. MCDONALD, P., R.A. EDWARDS and J.F.D. GREENHALGH. 1988. Animal Nutrition. Fourth Edition. John Wiley & Sons, New York. MULYONO, S., 1998. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Penebar Swadaya, Jakarta. RANJHAN, S.K. 1981. Animal Nutrition in Tropics. Second Revised Edition. Vikas Publishing House PVT LTD, New Delhi. ROMANS, R., W.J. COSTELLO, C.W. CARLSON, M.L. GREASER, and K.W. JONES. 1985. The Meat We Eat. Edisi ke 3. Interstate Publisher Inc. Denville, Illinois. SOEPARNO. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. STEEL, R.G.D. dan J.H. TORRIE. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Edisi Kedua. Diterjemahkan oleh: B. SUMANTRI. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. SURYADI, U. 2006. Pengaruh bobot potong terhadapkualitas dan hasil karkas sapi Brahman Cross. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. 30(1): 22 27. YUDIANTO, S.S., A. PURNOMOADI dan R. ADIWINARTI. 2004. Perubahan protein dan lemak tubuh antara sapi peranakan ongole dan sapi peranakan limosin akibat pemberian ampas bir. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. Edisi Khusus: 84 89 172