BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

dokumen-dokumen yang mirip
PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

KERENTANAN (VULNERABILITY)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

Powered by TCPDF (

MITIGASI BENCANA BENCANA :

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

MANAJEMEN BENCANA PENGERTIAN - PENGERTIAN. Definisi Bencana (disaster) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TEGAL

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

KEPALA PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BECANA DAERAH KABUPATEN LAMONGAN. SUPRAPTO, SH Pembina Tingkat I NIP

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

BUPATI BANDUNG BARAT

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO

BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

Empowerment in disaster risk reduction

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

11. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana;

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN KENDAL

Penger&an dan Ruang Lingkup Penanggulangan Bencana

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH

BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA. bencana terdapat beberapa unit-unit organisasi atau stakeholders yang saling

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASKA BENCANA

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERINGATAN DINI DAN PENANGANAN DARURAT BENCANA TSUNAMI ACEH

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2013

TAR== BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

QANUN ACEH NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHAKUASA GUBERNUR ACEH,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAMBI

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 5 SERI E

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

BAB III LANDASAN TEORI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB III LANDASAN TEORI

BUPATI JAYAPURA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 4 TAHUN 2011

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 62 TAHUN 2015

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 72 Tahun : 2015

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

GULANG BENCANA BENCAN DAERAH KABUPATEN KABUPATE MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS,

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BALIKPAPAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI REMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

Profil dan Data Base BPBD Sleman

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KONTINJENSI BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG SANTUNAN DAN BANTUAN SOSIAL BERUPA UANG UNTUK KORBAN BENCANA

Transkripsi:

BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia yang berada di salah satu belahan Asia ini ternyata merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy for Disaster Reduction/UNISDR). Untuk beberapa jenis bencana alam, Indonesia menduduki peringkat pertama dalam paparan terhadap penduduk atau jumlah manusia yang menjadi korban meninggal akibat bencana alam.indonesia disebut negara dengan resiko dan dampak bencana alam tertinggi di dunia. Sementara itu Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi salah satu penyumbang karena memiliki wilayah yang rawan berbagai jenis ancaman bencana seperti yang dapat dilihat dari tabel 1.1 sebagai berikut: Tabel 1.1 Tingkat Ancaman Multi Bencana di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Sumber : BPBD Kota Yogyakarta Tahun 2011 Catatan kejadian bencana yang pernah terjadi di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam rentang waktu antara tahun 1885 2011 dapat dilihat pada Data dan Informasi Bencana Indonesia seperti yang terlihat pada tabel berikut: 1

KEJADIAN Tabel 1.2 Catatan Data Bencana di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta JUMLAH KEJADIAN MENINGGAL LUKA- LUKA HILANG MENDERITA MENGUNGSI RUMAH RUSAK BERAT BANJIR 34 2 5-3.090 869 139 - EPIDEMI & WABAH PENYAKIT GELOMBANG PASANG / ABRASI RUMAH RUSAK RINGAN 1 16 - - - - - - 1 - - - - - - 29 GEMPA BUMI 10 4.923 22.406 - - 1.403.617 95.903 107.048 TSUNAMI 1 3 3 - - - - - KEGAGALAN TEKNOLOGI 2 75 119 - - - - - KEKERINGAN 34 - - - - - - - LETUSAN GUNUNG API 7 4.249 186 - - 10.759 2 - CUACA EKSTRIM 24 16 83 - - 790 226 1.417 TANAH LONGSOR 12 32 5 - - 589 47 500 TOTAL 127 9.316 22.807-3.090 1.416.624 96.317 108.994 Sumber : Data dan Informasi Bencana Indonesia Tahun 2011 Dua bencana besar terjadi dalam kurun tidak terlalu lama di Provinsi DIY yaitu gempa bumi yang terjadi pada tanggal 27 Mei 2006 dan letusan gunung Merapi Pada Bulan Oktober 2010 seolah menasbihkan sebutan itu. Pagi hari di tanggal 27 Mei 2006, terjadi musibah gempa bumi yang melanda sebagian besar Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebagian Provinsi Jawa Tengah. Gempa dengan kekuatan 5,9 Skala Richter yang terjadi hampir satu menit tersebut, memberikan dampak kerusakan dan kerugian yang cukup parah. Menurut data Bakornas PB tanggal 21 Juni 2006, tercatat jumlah korban tewas sebanyak 5.760 orang dan rumah rusak sebesar 583 ribu unit, diantaranya 302.868 unit roboh dan rusak berat. Berdasarkan analisis kerusakan dan kerugian (damage and loss assessment) yang dilakukan oleh Bank Dunia pada Juni 2006, nilai kerusakan dan kerugian untuk sektor perumahan, infrastruktur, sosial, 2

produksi, dan sektor-sektor lainnya mencapai Rp 29,1 Trilyun. Diantara itu, sektor perumahan merupakan sektor yang mengalami kerusakan dan kerugian tersebesar yang mencapai Rp 15,3 Trilyun. Kota Yogyakarta merupakan wilayah yang mempunyai kerentanan bencana cukup tinggi.hal tersebut disebabkan karena kondisi alam seperti kondisi geografis, kondisi geologi dan iklim Kota Yogyakarta yang bisa menjadi ancaman bencana. Beberapa ancaman bencana tersebut antara lain adalah gempa bumi, tsunami, banjir, letusan gunung berapi, tanah longsor, angin ribut, dan kebakaran. Disamping itu, bencana non alam dan sosial seperti wabah penyakit dan konflik masyarakat, juga tetap menjadi ancaman bagi kehidupan masyarakat. Hal ini mendapatkan perhatian serius dengan disahkannya Undang - Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (UU PB). Berdasarkan urutan waktu kejadian, kegiatan penanganan bencana dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok.pertama, sebelum terjadi bencana diperlukan penanganan tentang kewaspadaan dan sistem peringatan dini. Kedua, pada saat kejadian bencana, penanganan berupa penanggulangan segera atau tanggap darurat, dan pasca bencana penanganan berupa rehabilitasi dan rekonstruksi. Ketiga, kelompok kegiatan itu memiliki peran penting masing- masing dalam menekan jumlah kerugian dan korban sebagai dampak bencana. Bencana telah menimbulkan banyak kerugian karena menghancurkan hasil - hasil pembangunan yang diperoleh dengan susah payah. Dana yang digunakan untuk tanggap darurat dan pemulihan pasca bencana juga telah mengurangi anggaran yang 3

seharusnya dapat dimanfaatkan untuk pembangunan dan program- program pemberantasan kemiskinan. Bencana memberikan dampak nyata pada turunnya keberhasilan pembangunan serta pertumbuhan ekonomi dan perubahan pada masyarakat di semua aspek kehidupan serta mengalami perubahan terhadap penurunan kualitas lingkungan. Jika terjadi bencana, masyarakat miskin dan kaum marjinal yang tinggal di kawasan rawan akan menjadi pihak yang paling dirugikan, karena jumlah korban terbesar biasanya berasal dari kelompok ini. Kota Yogyakarta memiliki kondisi geografis yang menjadikannya rawan bencana.potensi bencana yang ada di Kota Yogyakarta diantaranya gempa bumi, banjir lahar dingin, angin puting beliung dan sebagainya.dan menjadi ancaman bencana primer di Kota Yogyakarta ini dengan sejumlah bencana sekunder yang menjadi dampak lanjutan, seperti kerusakan jalan dan sistem saluran air. Pedoman yang digunakan tersebut adalah Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana nomor 1 tahun 2012. Untuk mengetahui kemampuan kampung tangguh bencana dapat digunakan dengan mengikuti intruksi peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana nomor 1 tahun 2012, karena dalam pedoman tersebut telah tercantum dengan jelas indikator - indikator penilaiannya. Masyarakat khususnya di wilayah DIY dan sekitarnya yang masih rukun, komunikatif dan peduli antar sesama akan memberikan kontribusi tersendiri yang mendukung kemampuan di tepi sungai code menghadapi bencana. Oleh karena itu, perlu kiranya kampung yang berada di tepi sungai Code, diakomodir dan diberikan bekal strategi masyarakat tangguh bencana khususnya kampung mereka dalam 4

mengatasi berbagai permasalahan bencana di sekitar kampung di tepi sungai code. Oleh karena itu dari penjelasan diatas kampung yang akan diteliti oleh peneliti yaitu berada di tepi Sungai Code adalah masyarakat Kampung Jetisharjo Kelurahan Cokrodiningratan dan Kampung Terban Kelurahan Terban. Kampung Tangguh ini sengaja di bentuk, pertimbangan dalam pembuatan Kampung Tangguh Bencana ini dikarena di Tepi Sungai Code tersebut dinilai lebih sering terjadi bencana khususnya bencana banjir lahar dingin, dan gempa bumi. Untuk mengurangi resiko karena bencana maka di bentuk Kampung Tangguh Bencana. Dengan harapan penanganan bencana di Desa tersebut akan bisa berjalan dengan cepat tepat dan melibatkan masyarakat secara keseluruhan. Lokasi ini nantinya akan menjadi contoh lokasi lain dalam membentuk Kampung Tangguh Bencana Dan akan menjadi solusi untuk menciptakan kondisi kampung di tepi sungai yang tangguh jika menghadapi bencana, serta memperkecil kerugian yang timbul akibat bencana sewaktu waktu yang akan terjadi. 1.2 Rumusan Masalah Sesuai dengan uraian latar belakang di atas, dalam rangka Kampung Tangguh Bencana. Maka diperlukan kajian untuk mengetahui seberapa jauh Ketangguhan Masyarakat Kampung Jetisharjo dan Kampung Terban di tepi sungai code dalam menghadapi ancaman bencana, agar penelitian dapat lebih mengarah, maka perlu diadakan pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalahnya adalah Mengenai seberapa jauh Ketangguhan masyarakat Kampung di Kampung Jetisharjo dan Kampung Terban. 5

1.3 Tujuan Penelitian Mengetahui ketangguhan masyarakat Kampung Jetisharjo Kelurahan Cokrodiningratan dan Kampung Terban Kelurahan Terban di Tepi Sungai Code dalam Menghadapi Bencana. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini bisa memberikan manfaat berupa bertambahnya pengetahuan mengenai kampung tangguh bencana mengingat frekuensi dan intensitas terjadinya bencana di Kota Yogyakarta terus meningkat. 2. Sedangkan bagi kepentingan Pemerintah, dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam upaya mengkoordinasikan, mendorong dan meningkatkan upaya Ketangguhan Kampung dalam menghadapi bencana. 1.5 Batasan Penelitian Adapun batasan penelitian ini yaitu mengetahui ketangguhan masyarakat kampung sebagai kampung tangguh bencana dengan studi kasus di Kampung Jetisharjo dan Kampung Terban di Tepi Sungai Code Kota Yogyakarta. Waktu Penelitian ini dimulai dari bulan Januari sampai dengan bulan Mei. 1.6 Keaslian Penelitian Tabel 1.3 Keaslian Penelitian PENELITI/TAHUN JUDUL/TEMA LOKASI Alvianson (1998) Islami (2003) Peran serta anggota masyarakat dalam pengelolaan prasarana lingkungan permukiman di sekitar sungai code. Persepsi masyarakat terhadap sungai dan lingkungan permukimannya. Kasus sungai code yogyakarta Penelitian Kampung Ratmakan dan Ledok sari. Kampung Ratmakan dan Kampung Cokrokusuman 6

Rahayu (2003) Budiharto (2014) Evaluasi program penataan dan rehabilitasi permukiman kumuh Evaluasi manajemen tanggap darurat bencana lahar dingin kawasan bantaran sungai code Sepanjang Sungai Code Sumber : Analisis Peneliti, 2015 1.7 Sistimatika Penulisan Secara umum sistimatika penulisan laporan tesis ini terdiri atas beberapa bab yang dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Bab Pendahuluan Bab pendahuluan membahas mengenai latar belakang penelitian, pertanyaan penelitian sebagai panduan dalam menjawab permasalahan penelitian, tujuan penelitian yang merumuskan uraian yang secara eksplisit merumuskan substansi penelitian yang akan dilaksanakan, penjelasan mengenai keaslian yang membedakan penelitian yang dilakukan terhadap beberapa penelitian yang telah ada, manfaat penelitian, batasan penelitian serta penjelasan sistimatika penulisan. 2. Bab Tinjauan Pustaka Bab Tinjauan pustaka membahas mengenai pendekatan pendekatan teoritik mengenai materi pembahasan terkait kemampuan kampong di tepi sungai terhadap ketangguhan menghadapi bencana. 3. Bab Metode Penelitian Bab Metode penelitian membahas mengenai metode yang digunakan dalam penelitian ini dimulai dari proses input hingga mencapai output. Dalam tahapan ini dijelaskan mengenai pendekatan penelitian, fokus, lokasi penelitian, alat dan bahan penelitian, sampel dan sumber data, teknik pengumpulan data dan analisis data, 7

variabel dan indikator penelitian, teknik pengumpulan serta kerangka pikir penelitian. 4. Bab Deskripsi Lokasi Penelitian Bab Deskripsi Lokasi Penelitian membahas mengenai lokasi penelitian secara detail, yang terkait judul, topik dan tema penelitian. 5. Bab Hasil dan Pembahasan Bab hasil dan pembahasan membahas mengenai temuan yang didapatkan di lapangan setelah itu dianalisis dan di rangkum dalam tabel. 6. Bab Kesimpulan dan Saran Bab kesimpulan dan saran membahas mengenai kesimpulan apa saja yang peneliti dapatkan setelah membahas hasil penelitian tersebut. 1.8 Pengertian Operasional Untuk memahami istilah-istilah dalam penanggulangan bencana, maka disajikan pengertian-pengertian kata dan kelompok kata menurut BPBD Kota Yogyakarta, 2015 sebagai berikut : 1. Badan Penanggulangan Bencana Daerah adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah Pemerintah Daerah yang melakukan yang melakukan penyelenggaraan penanggulangan bencana di Daerah. 2. Bahaya (hazard) adalah situasi, kondisi atau karakteristik biologis, klimatologis, geografis, geologis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi suatu 8

masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang berpotensi menimbulkan korban dan kerusakan. 3. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. 4. Kapasitas (capacity) adalah penguasaan sumber -daya, cara dan ketahanan yang dimiliki pemerintah dan masyarakat yang memungkinkan mereka untuk mempersiapkan diri, mencegah, menjinakkan, menanggulangi, mempertahankan diri serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana. 5. Kerentanan (vulnerability) adalah tingkat kekurangan kemampuan suatu masyarakat untuk mencegah, menjinakkan, mencapai kesiapan, dan menanggapi dampak bahaya tertentu. Kerentanan berupa kerentanan sosial budaya, fisik, ekonomi dan lingkungan, yang dapat ditimbulkan oleh beragam penyebab. 6. Kesiapsiagaan (preparedness) adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. 7. Mitigasi (mitigation) adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko bencana dengan menurunkan kerentanan dan/atau meningkatkan kemampuan menghadapi ancaman bencana. 9

8. Mitigasi fisik (structure mitigat ion) adalah upaya dilakukan untuk mengurangi risiko bencana dengan menurunkan kerentanan dan/atau meningkatkan kemampuan menghadapi ancaman bencana dengan membangun infrastruktur. 9. Mitigasi non-fisik (non structure mitigation) adalah upaya yang dilakukan un tuk mengurangi risiko bencana dengan menurunkan kerentanan dan/ atau meningkatkan kemampuan menghadapi ancaman bencana dengan meningkatkan kapasitas pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi bencana. 10. Pemulihan (recovery) adalah upaya mengembalikan kondisi masyarakat, lingkungan hidup dan pelayanan publik yang terkena bencana melalui rehabilitasi. 11. Penanggulangan bencana (disaster management) adalah upaya yang meliputi: penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana; pencegahan bencana, mitigasi bencana, kesiap-siagaan, tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi. 12. Pencegahan (prevention) adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya sebagian atau seluruh bencana. 13. Pengungsi adalah orang atau sekelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk bencana. 14. Pengurangan risiko bencana (disaster risk reduction) adalah segala tindakan yang dilakukan untuk mengurangi kerentanan dan meningkatkan kapasitas terhadap jenis bahaya tertentu atau mengurangi potensi jenis bahaya tertentu. 10

15. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya pelaksanaan penanggulangan bencana mulai dari tahapan sebelum bencana, saat bencana hingga tahapan sesudah bencana yang dilakukan secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh. 16. Peringatan dini (early warning) adalah upaya pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. 17. Prosedur Operasi Standar adalah serangkaian upaya terstruktur yang disepakati secara bersama tentang siapa berbuat apa, kapan, dimana, dan bagaimana cara penanganan bencana. 18. Pusdalops Penanggulangan Bencana adalah Unsur Pelaksana Operasional pada Pemerintah Pusat dan Daerah, yang bertugas memfasilitasi pengendalian operasi serta menyelenggarakan sistem informasi dan komunikasi PB 19. Rehabilitasi (rehabilitation) adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. 20. Rekonstruksi (reconstruction) adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya 11

peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana. 21. Rencana Kontinjensi adalah Suatu proses identifikasi dan penyusunan rencana yang didasarkan pada keadaan kontinjensi atau yang belum tentu tersebut. Suatu rencana kontinjensi mungkin tidak selalu pernah diaktifkan, jika keadaan yang diperkirakan tidak terjadi. 22. Risiko (risk) bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. 23. Sistem penanganan darurat bencana adalah serangkaian jaringan kerja berdasarkan prosedur-prosedur yang saling berkaitan untuk melakukan kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk mengurangi dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. 24. Status keadaan darurat bencana adalah suatu keadaan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk jangka waktu tertentu atas dasar rekomendasi badan yang diberi tugas untuk menanggulangi bencana. 25. Tanggap darurat (emergency response) bencana adalah upaya yang di lakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan, evakuasi korban dan harta 12

benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan pra-sarana dan sarana. 13