PENGARUH POLA ASUH GIZI TERHADAP KEJADIAN GIZI KURANG PADA ANAK USIA 6-24 BULAN DI KECAMATAN PEUKAN BADA ACEH BESAR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

Kata Kunci : Pola Asuh Ibu, Status Gizi Anak Balita

PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK GIZI KURANG DAN GIZI BURUK PADA BALITA DESA BAN KECAMATAN KUBU KABUPATEN KARANGASEM OKTOBER 2013

Secara umum seluruh keluarga contoh termasuk keluarga miskin dengan pengeluaran dibawah Garis Kemiskinan Kota Bogor yaitu Rp. 256.


PENDIDIKAN IBU, KETERATURAN PENIMBANGAN, ASUPAN GIZI DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0-24 BULAN

Yelli Yani Rusyani 1 INTISARI

Kata Kunci: Status Gizi Anak, Berat Badan Lahir, ASI Ekslusif.

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2025 adalah

HUBUNGAN POLA ASUH DAN ASUPAN ZAT GIZI PADA BADUTA STUNTING DAN ATAU WASTING DI KELURAHAN ALLEPOLEA KECAMATAN LAU KABUPATEN MAROS

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

Idea Nursing Journal Vol. IV No ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

HUBUNGAN TINGKAT KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK KELAS V SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU AL AZHAR KEDIRI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus

INFOKES, VOL. 4 NO. 1 Februari 2014 ISSN :

Endah Retnani Wismaningsih Oktovina Rizky Indrasari Rully Andriani Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

JUMAKiA Vol 3. No 1 Agustus 2106 ISSN

GAMBARAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI DESA TANGKUP KECAMATAN SIDEMEN KABUPATEN KARANGASEM BALI 2014

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Hubungan Frekuensi Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) dengan Berat Badan Anak Usia di Bawah Dua Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

Jurnal Darul Azhar Vol 5, No.1 Februari 2018 Juli 2018 : 17-22

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN STATUS GIZI PADA BAYI USIA 4-6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGORESAN KARYA TULIS ILMIAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan nasional merupakan pembangunan berkelanjutan yang

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

HUBUNGAN PENDAPATAN, PENYAKIT INFEKSI DAN PENGETAHUAN IBU DENGAN KEJADIAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH PUSKESMAS GLUGUR DARAT TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak balita merupakan kelompok usia yang rawan masalah gizi dan penyakit.

PERBANDINGAN STATUS GIZI BALITA BERDASARKAN INDEXS ANTROPOMETRI BB/ U DAN BB/TB PADA POSYANDU DI WILAYAH BINAAN POLTEKKES SURAKARTA

ARTIKEL ILMIAH. Disusun Oleh : TERANG AYUDANI J

Kata Kunci : Riwayat Pemberian ASI Eksklusif, Stunting, Anak Usia Bulan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian negara berkembang di dunia termasuk Indonesia menjadi salah satu

Adequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM) ke arah peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja.

BAB II LANDASAN TEORI

THE FACTORS ASSOCIATED WITH POOR NUTRITION STATUS ON TODDLERS IN THE PUSKESMAS PLERET BANTUL REGENCY YEARS Rini Rupida 2, Indriani 3 ABSTRACK

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas

PENDIDIKAN ORANG TUA, PENGETAHUAN IBU, PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA 6-24 BULAN DI KELURAHAN TAROADA KABUPATEN MAROS

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN KEJADIAN STUNTING

BAB I PENDAHULUAN. besar. Masalah perbaikan gizi masuk dalam salah satu tujuan MDGs tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

Immawati, Ns., Sp.Kep.,A : Pengaruh Lama Pemberian ASI Eklusif

Jurnal Care Vol 3 No 3 Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN PERILAKU IBU DALAM PEMBERIAN ASI DAN MP-ASI DENGAN PERTUMBUHAN BADUTA USIA 6-24 BULAN (Studi di Kelurahan Kestalan Kota Surakarta)

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN, PENDAPATAN KELUARGA IBU NIFAS DAN STATUS GIZI BAYI DI WILAYAH SUDIANG RAYA KECAMATAN BIRINGKANAYA KOTA MAKASSAR

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI BAYI DI KELURAHAN BIRA KOTA MAKASSAR TAHUN 2010

Henrika Hetti Gulo 1, Evawany 2, Jumirah 3. Jl. Universitas No.21 Kampus USU Medan, ABSTRACT

Catur Saptaning Wilujeng*, Yuseva Sariati**, Ranthy Pratiwi** Abstrak

PRAKTEK PEMBERIAN MAKAN, KONSUMSI PANGAN, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN BALITA STUNTING DAN NORMAL LELIYANA NURSANTI

BAB I PENDAHULUAN. finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan dalam pembangunan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Esa Unggul

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. beban permasalahan kesehatan masyarakat. Hingga saat ini polemik penanganan

GAMBARAN KEJADIAN GIZI BURUK PADA BALITA DI PUSKESMAS CARINGIN BANDUNG PERIODE SEPTEMBER 2012 SEPTEMBER 2013

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

CHMK NURSING SCIENTIFIC JOURNAL Volume 1. No 1 APRIL 2017

Jumlah dan Teknik Pemilihan Sampel

BAB 1 : PENDAHULUAN. diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. (1) anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya serta dapat menyebabkan

EFEKTIVITAS PROGRAM PMT PEMULIHAN TERHADAP KENAIKAN BERAT BADAN PADA BALITA STATUS GIZI BURUK DI KABUPATEN BANYUMAS

HUBUNGAN RIWAYAT PEMBERIAN ASI DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 7 BULAN (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Kahuripan Kota Tasikmalaya 2015)

ABSTRAK GAMBARAN PENCAPAIAN PROGRAM KEGIATAN PEMBINAAN GIZI PADA BALITA DI KOTA KUPANG PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013

Hubungan Antara Jenis Dan Frekuensi Makan Dengan Status Gizi (Bb) Pada Anak Usia Bulan (Studi 5 Posyandu Di Desa Remen Kecamatan Jenu - Tuban)

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKANORANG TUA DAN STATUS GIZI BALITA DI DESANGARGOSARI KECAMATAN SAMIGALUH KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

GAMBARAN KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI) DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI KABUPATEN BULUKUMBA; STUDI ANALISIS DATA SURVEI KADARZI DAN PSG SULSEL 2009

ABSTRAK GAMBARAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA 6-12 TAHUN DI SD SUKASARI I BANDUNG PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian, karena merupakan kelompok yang rawan terhadap

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKAN PADA BALITA DENGAN STATUS GIZI BALITA DI DESA GAYAMAN KECAMATAN MOJOANYAR KABUPATEN MOJOKERTO SUHUFIL ULA NIM:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Jangka Menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi 20%, maupun target

BAB I PENDAHULUAN. lebih dramatis dikatakan bahwa anak merupakan penanaman modal sosial

JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PEMANTAUAN PERTUMBUHAN BALITA DI POSYANDU

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

METODE. PAUD Cikal Mandiri. PAUD Dukuh. Gambar 2 Kerangka pemilihan contoh. Kls B 1 :25. Kls A:20. Kls B 2 :30. Kls B:25. Kls A:11

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

FREKUENSI KONSELING GIZI, PENGETAHUAN GIZI IBU DAN PERUBAHAN BERAT ENERGI PROTEIN (KEP) DI KLINIK GIZI PUSKESMAS KUNCIRAN, KOTA TANGERANG

NASKAH PENJELASAN SEBELUM PERSETUJUAN

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan gizi masih menjadi masalah yang serius. Kekurangan gizi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehari-hari. Makanan atau zat gizi merupakan salah satu penentu kualitas kinerja

HUBUNGAN ASUPAN ENERGY DAN PROTEIN DENGAN STATUS GIZI BALITA DI KELURAHAN TAMAMAUNG

HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK MURID USIA 9-12 TAHUN DI SEKOLAH DASAR ADVENT 2 DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

Serambi Saintia, Vol. IV, No. 2, Oktober 2016 ISSN :

BAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.

PERBEDAAN. NASKAH an. Diajukan oleh : J FAKULTAS

Maria Kareri Hara. Abstract

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental

Transkripsi:

Aripin Ahmad, Pengaruh Pola Asuh Gizi Terhadap Kejadian Gizi Kurang 85 PENGARUH POLA ASUH GIZI TERHADAP KEJADIAN GIZI KURANG PADA ANAK USIA 6-24 BULAN DI KECAMATAN PEUKAN BADA ACEH BESAR THE EFFECT OF NUTRITION CARE ON THE INCIDENCE OF UNDERNUTRITION IN CHILDREN 6-24 MONTH AT PEUKAN BADA SUB DISTRICT ACEH BESAR Aripin Ahmad* dan Sri Widyastari** dan Chairani *** Politeknik Kesehatan Kemenkes Aceh Jln. Soekarno-Hatta Kampus Terpadu Poltekkes Aceh aripin_aceh@yahoo.com ABSTRAK Prevalensi gizi buruk dan kurang di Provinsi Aceh selalu lebih tinggi dari angka nasional. Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan prevalensi gizi buruk dan kurang mencapai 23.7 % (7,1 persen gizi buruk dan 16,6 persen gizi kurang). Pola asuh bagi anak usia bawah dua tahun merupakan salah satu penentu asupan gizi yang cukup, yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan status gizi anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Pola Asuh Gizi Terhadap Kejadian Gizi Kurang Di Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar. Penelitian ini menggunakan desain Nested Case Control Study, subjek penelitian adalah anak-anak baduta dengan gizi kurang (z-score <-2 SD) sebagai kasus dan anak dengan anak dengan gizi baik (z-score -2 SD) sebagai kontrol. Status gizi ditentukan dengan menggunakan indeks BB/U standart WHO 2007 dan data pola asuh gizi dikumpulkan dengan metode wawancara menggunakan kuesioner terstruktur. Analisis data menggunakan uji statistik Chi Square Test pada tingkat kepercayaan 95%. Pola asuh gizi kategori baik lebih banyak ditemukan pada kontrol, yaitu 61,3% dibandingkan kasus (51,6%), sebaliknya proporsi pola asuh gizi dengan kategori kurang lebih tinggi pada kasus (48,4%) dibandingkan kontrol (38,7%). Secara proporsi, ada kecenderungan bahwa semakin baik pola asuh gizi maka status gizi anak baduta semakin baik, tetapi tidak ada pengaruh yang signifikan pola asuh gizi terhadap kejadian gizi buruk kurang p=0,44 (p>0,05). Tidak ada pengaruh yang signifikan pola asuh gizi terhadap kejadian gizi buruk kurang di Kecamatan Peukan Badan Aceh Besar. Perlu dilakukan upaya peningkatan pola asuh gizi melalui konseling serta perlu dikaji kaitan penyakit dan faktor sekunder lainnya yang mempengaruhi status gizi. Kata kunci : Pola Asuh Gizi, Gizi Kurang, Anak Baduta ABSTRACT The prevalence of malnutrition in Aceh Province is always higher than the national level. The data from Riskesdas 2010 showed that 23.7 % under five childreen were malnourished (7.1 severe malnutrition and 16.6 underweight). Nutrition parenting for children 6-24 month is one of determinant factors for child's intake that will affect the growth and nutritional status of children. This study aimed to analyse the effect of nutrition care on the incidence of under nutrition in children 6-24 month in Peukan Bada sub district, Aceh Besar. This study used Nested Case Control Study. The case were malnutrition children aged 6-24 month (zscore <-2 SD) and the control were children in good nutrition (z -score -2 SD). Nutritional status was determined with weight for age (WAZ) index, using WHO 2007 standards and nutrition care collected through interviews using a structured questionnaire. The Chi Square 85

86 Jurnal Kesehatan Ilmiah Nasuwakes Vol.6 No.2, November 2013, 85-98 Test was used to analyse the data, with 95% confidence level. Good category for nutrition care is more common in controls (61.3%) compared to the cases (51.6 %), whereas the proportion of nutrition care with less categories were higher in cases (48.4 %) compared to controls (38.7 %). There is a trend in the proportion that the better nutrition care, the better nutritional status at children 6-24 month will be, however there is no significant effect on the incidence of nutrition parenting with malnutrition, approximately p=0.44 (p>0.05). There is no significant effect of nutrition care on the incidence of undernutrition in children 6-24 month in the Peukan Bada sub district of Aceh Besar. It is important to improve nutrition care through complementary counseling and it is important to do the other study to analyse the correlation between the incidence of disease and other secondary factors that might influence nutritional status. Key word : Nutrition care, Undernutrition, childreen 6-24 month PENDAHULUAN Angka Gizi Kurang dan Buruk pada balita merupakan salah satu indikator rendahnya status gizi masyarakat. Ada 4 indikator gizi yang masuk sebagai indikator mutlak penentu Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM), yaitu Prevalensi Gizi Kurang dan buruk, prevalensi anak kurus, prevalensi anak pendek/stunting dan prevalensi obesitas 1 Prevalensi underwight adalah 17,9 persen yang terdiri dari 4,9 persen gizi buruk dan 13,0 gizi kurang 2. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4 persen) sudah terlihat ada penurunan. Penurunan terutama terjadi pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4 persen tahun 2007 menjadi 4,9 persen pada tahun 2010 atau turun sebesar 0,5 persen, sedangkan prevalensi gizi kurang masih tetap sebesar 13,0 persen 3. Bila dibandingkan dengan pencapaian sasaran Millenium Depelopment Goals (MDGs) tahun 2015 yaitu 15,5 persen maka prevalensi berat kurang secara nasional harus diturunkan minimal sebesar 2,4 persen 4. Provinsi Aceh merupakan salah satu dari 18 provinsi dengan angka gizi kurang berada di atas rata-rata nasional. Prevalensi gizi kurang secara nasional 13% dan Gizi buruk 5,4%, sementara Provinsi Aceh prevalensi gizi kurang dan buruk lebih tinggi dari angka nasional, yaitu 26,5% (15,8% gizi kurang dan 10,7% gizi buruk) 3. Pada tahun 2010 gizi kurang sudah menurun yaitu 23,7% (16,6 gizi kurang dan 7,1 gizi buruk) 2. Pada dasarnya timbulnya masalah gizi secara langsung dipengaruhi oleh adanya penyakit infeksi dan konsumsi makanan yang

Aripin Ahmad, Pengaruh Pola Asuh Gizi Terhadap Kejadian Gizi Kurang 87 tidak mencukupi kebutuhan 5. Maka jika melihat penyebab langsung tersebut program penanganan kekurangan gizi banyak diarahkan pada pemenuhan pangan melalui distribusi makanan tambahan atau bantuan makanan. Padahal munculnya faktor langsung tidak terlepas dari peran faktor tidak langsung yang sebenarnya merupakan pencetus. Faktor tidak langsung seperti pola asuh gizi, ketahanan pangan keluarga dan persepsi gizi orang tua merupakan penyebab mendasar yang jarang dipermasalahkan, padahal faktor tersebut telah terjadi dalam keluarga jauh sebelum terjadinya kekurangan konsumsi makanan 5. Pola pengasuhan anak merupakan sikap dan perilaku ibu dalam hal kedekatannya dengan anak. Memberi makan, merawat, memberi kasih sayang, dan sebagainya. Pengasuhan yang baik pada anak balita dapat dilihat pada praktek pemberian makanan. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan zat gizi yang cukup bagi pertumbuhan fisik dan mental, di samping itu zat gizi berperan dalam memelihara dan memulihkan kesehatan anak untuk dapat melakukan aktifitas sehari-hari 6. Pola asuh gizi dapat dilihat dari pola pemberian ASI, Makanan dan pelayanan gizi yang diberikan oleh ibu pada anak. Pola asuh Gizi akan berpengaruh pada asupan gizi anak dan pelayanan kesehatan. Salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatan dan gizi pada usia bayi adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan Makanan Pendamping ASI (MP- ASI) serta pelayanan gizi yang diberikan pada anak. WHO dan Unicef merekomendasikan 4 (empat) pola makan terbaik bagi anak sampai usia 2 tahun, yaitu; Inisiasi menyusui dini dalam 30 sampai 60 menit pertama setelah lahir, memberikan ASI ekslusif sampai bayi usia 6 bulan, mulai memberikan makanan pendamping mulai usia 6 bulan dan meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun 7. Hasil penelitian Amelia didapatkan defisit energi pada bayi 6-11 bulan 210 kkal sedangkan anak baduta 12-23 bulan 300 kkal, sementara defisit protein pada bayi 6-11 bulan 5 gr dan pada anak 12-23 bulan 7,5 gr 8. Pemberian ASI secara ekslusif pada bayi masih rendah persentase bayi yang menyusui eksklusif sampai dengan 6 bulan adalah 15,3 persen. Inisiasi

88 Jurnal Kesehatan Ilmiah Nasuwakes Vol.6 No.2, November 2013, 85-98 menyusui dini kurang dari satu jam setelah bayi lahir adalah 29,3 persen, Sebagian besar proses mulai menyusui dilakukan pada kisaran waktu 1-6 jam setelah bayi lahir tetapi masih ada 11,1% proses mulai disusui dilakukan setelah 48 jam. Pemberian kolostrum cukup baik, dilakukan oleh 74,7 persen ibu kepada bayinya 3. Pemantauan pertumbuhan yang seharusnya dilakukan setiap bulan pada tahun 2010 hanya 49,4 persen yang melakukan pemantauan pertumbuhan 4 kali atau lebih dalam 6 bulan terakhir. Masih ada 23,8 persen balita yang tidak pernah ditimbang pada kurun waktu 6 bulan terakhir. Kepemilikan KMS dijumpai hanya pada 30,5 persen anak balita, dan kepemilikan buku KIA pada 25,5 persen 3. Untuk itu peneliti ingin mengkaji apakah pola asuh gizi merupakan faktor risiko terjadinya gizi buruk kurang di Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pola asuh gizi terhadap kejadian gizi buruk dan kurang (Burkur) pada anak baduta di Kecamatan Peukan Bada Aceh Besar. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain Nested Case control study. Pada desain ini dilakukan 2 (dua) tahapan, yaitu tahapan pertama dilakukan screening pengukuran antropometri terhadap anak baduta untuk mengetahui status gizi, tahapan kedua sampel dikelompokkan berdasarkan status gizi, yaitu balita yang mengalami gizi buruk dan kurang dijadikan kasus sedangkan balita gizi baik/normal dijadikan Kontrol. Selanjutnya dilakukan pengkajian terhadap faktor risiko (pola asuh Gizi) secara retrosfektive pada kedua kelompok tersebut. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Peukan Bada Aceh Besar pada bulan Juli 2011. Populasi seluruh anak baduta usia 6-24 bulan di Kecamatan Peukan Bada dengan jumlah sampel 62 anak (31 kasus dan 31 kontol). Data yang dikumpulkan meliputi karaketristik sampel (umur, jenis kelamin, dan anak ke dalam keluarga), data status gizi dan pola asuh gizi. Status gizi ditentukan dengan pengukuran antropometri berdasarkan indeks Berat badan menurut umur (BB/U) standart WHO, 2007. Data

Aripin Ahmad, Pengaruh Pola Asuh Gizi Terhadap Kejadian Gizi Kurang 89 Pola Asuh Gizi (meliputi pemberian ASI dan MP-ASI) dan karakteristik sampel dikumpulkan dengan metode wawancara menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan uji statistik non parametrik uji beda proporsi Chi-square Test mengunakan tingkat kepercayaan 95% ( = 0,05). HASIL Karakteristik sampel Penelitian telah dilakukan terhadap 62 anak baduta (6-24 bulan) yang terdiri 31 kasus (anak gizi buruk dan kurang) dan 31 kontrol (anak gizi baik). Hasil penelitian (tabel 1) didapatkan sebagian besar sampel berumur 12-24 bulan (83,9% kasus dan 61,3% kontrol) dan sebagian besar berjenis kelamin perempuan (58,1% kasus dan 61,3% kontorl). Selanjutnya sebagian besar merupakan anak ke 3 (77,4% kasus dan 61,3% kontrol), sedangkan berdasarkan riwayat kejadian sakit, pada kelompok kasus kejadian sakit lebih sering (45,2%) dibandingkan kontrol (19,4%). Dari beberapa variabel karakteristik tersebut tidak ada perbedaan yang signifikan karakteristik sampel antara kasus dan kontrol, artinya antara kelompok kasus dan kontrol mempunyai karakteristik yang hampir sama, kecuali kejadian sakit. Tabel 1. Karakteristik sampel Karakteristik Kasus Kontrol P Umur 6-11 bulan 5 (16,1) 12 (38,7) 0,16 12-24 bulan 26 (83,9) 19 (61,3) (p>0,05) Jenis Kelamin Laki-laki 13 (41,9) 12 (38,7) 0,26 Perempuan 18 (58,1) 19 (61,3) (p>0,05) Anak ke 1-2 7 (22,6) 12 (38,7) 0,07 >2 24 (77,4) 19 (61,3) (p>0,05) Frekuensi sakit Sering 14 (45,2) 6 (19,4) 0,016 Jarang 8 (25,8) 19 (61,3) (p<0,05) Tidak pernah 9 (29,0) 6 (19,4) Pola Asuh Gizi Pola Asuh Gizi dalam penelitian ini dilihat dari 3 (tiga) aspek, yaitu pemberian Air Susu Ibu (ASI), pemberian makanan dan pelayanan gizi. Masing-masing aspek dilihat dari beberapa indikator yang dapat menggambarkan aspek tersebut.

90 Jurnal Kesehatan Ilmiah Nasuwakes Vol.6 No.2, November 2013, 85-98 Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Aspek pola asuh gizi yang pertama adalah perilaku pemberian Air Susu Ibu (ASI) yang terdiri dari perilaku pemberian kolustrum, inisiasi menyusui dini dan status pemberian ASI, pemberian ASI ekslusif dan pemberian makanan prelakteal. Hasil penelitian (Tabel 2) didapatkan sebagian besar sampel memberikan kolustrum baik pada kelompok kasus maupun kontrol namun proporsinya lebih tinggi pada kelompok kasus (64,5%). Pada kelompok kasus sebagian besar tidak melakukan IMD (61,3%), sebaliknya pada kelompok kontrol sebagian besar (51,6%) melakukan IMD. Selanjutnya pemberian makanan prelakteal atau makanan padat dini pada kedua kelompok sebagian besar memberikan, sementara yang tidak memberikan ASI secara ekslusif sampai usia 6 bulan proporsinya lebih tinggi pada kelompok kasus (71%) dibandingkan kontrol (67,7%). Selanjutnya dilihat dari status pemberian ASI, maka pada kedua kelompok masih diberi ASI, yaitu 74,2% pada kelompok kasus dan 71% pada kelompok kontrol. Tabel 2. Distribusi perilaku Pemberian ASI Pemberian ASI Kasus n (%) Kontrol n (%) Kolustrum - Diberikan 20 (64,5) 15 (48,4) - Diberi Sedikit 8 (25,8) 14 (45,2) - Tidak Diberikan 3 (9,7) 2 (6,5) Inisiasi Menyusui Dini - Ya 12 (38,7) 16 (51,6) - Tidak 19 (61,3) 15 (48,4) Makanan Prelakteal - Diberikan 16 (51,6) 17 (53,2) - Tidak diberikan 15 (48,4) 14 (45,2) ASI eklusif - Ekslusif 9 (29,0) 10 (32,3) - Tidak Ekslusif 22 (71,0) 21 (67,7) Status Pemberian ASI - Masih diberi ASI 23 (74,2) 22 (71,0) - Tidak lagi di beri ASI 8 (25,8) 9 (29,0) Pemberian Makanan Hasil penelitian (tabel 3) bentuk makanan utama yang diberikan menurut umurnya yaitu 87,1% pada kasus dan 87,1% pada kelompok kontrol, dilihat dari frekuensi pemberian makanan utama dan makanan selingan yang diberikan pada

Aripin Ahmad, Pengaruh Pola Asuh Gizi Terhadap Kejadian Gizi Kurang 91 kasus lebih rendah (58,1% makanan utama dan 54,8% dibandingkan kontrol. Untuk kean pemberian porsi makanan utama sebagian besar kasus porsi tidak sessuai standart (45,2%) sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar 964,5%), selanjutnya jika dilihat dari pemberian lauk hewani sebagian besar memberikannya masing-masing pada kasus dan kontol 48,4%. Untuk pemberian lauk nabati sebagian besar pada kedua kelompok tidak memberikannya (58,1% pada kasus dan 45,2% pada kontrol), jika dilihat dari porsi lauk nabati yang standart lebih rendah pada kasus (12,9%) dibandingkan kontrol (32,3%). Selanjutnya pemberian sayuran dalam makanan anak sebagian besar memberikan baik kasus (51,6%) maupun kontrol (41,9%) tetapi proporsinya lebih tinggi pada kasus sementara dilihat dari kean porsi sayuran yang diberikan lebih rendah pada kasus (38,7%) dibandingkan kontrol (51,6%). Pemberian buah-buahan sebagian besar sampel jarang diberikan buahbuahan baik pada kelompok kasus (41,9%) maupun pada kelompok kontrol (48,4%), selanjutnya jika dilihat dari porsi buah yang diberikan pada kasus sebagian besar tidak (35,5%) sebaliknya pada kelompok kontrol sebagian besar standart porsi (48,4%). Pola asuh makan juga dilihat upaya yang dilakukan ibu jika anak tidak mau makan, berdasarkan tabel 3 diatas sebagian besar membujuk anak untuk mau makan baik pada kelompok kasus maupun kontrol, tetapi proporsinya lebih tinggi pada kasus (74,2%) dibandingkan pada kelompok kontrol (67,7%). Tabel 3. Pola Pemberian Makanan Pemberian Makanan Kasus n (%) Kontrol n(%) Bentuk Makanan - Tidak 3 (9,7) 4 (12,9) - Kadang-kadang 1 (3,2) 0 (0,0) - Sesuai 27 (87,1) 27 (87,1) Frekuensi makan sehari - Tidak 8 (25,8) 5 (16,1) - Kadang-kadang 5 (16,1) 2 (6,5) - Sesuai 18 (58,1) 24 (77,4) Frekuensi makanan selingan - Tidak 7 (22,6) 3 (9,7) - Kadang-kadang 7 (22,6) 4 (12,9) - Sesuai 17 (54,8) 24 (77,4) Kean Porsi makanan utama/nasi - Tidak 14 (45,2) 5 (16,1) - Kadang-kadang 7 (22,6) 6 (19,4) - Sesuai 10 (32,3) 20 (64,5) Lauk hewani - Tidak pernah 9 (29,0) 11 (35,5) - Jarang 7 (22,6) 8 (25,8) - Selalu 15 (48,4) 12 (48,4) Kean Porsi Lauk Hewani - Tidak 14 (45,2) 5 (16,1) - Kadang-kadang 7 (22,6) 6 (19,4)

92 Jurnal Kesehatan Ilmiah Nasuwakes Vol.6 No.2, November 2013, 85-98 - Sesuai 10 (32,3) 20 (64,5) Lauk Nabati - Tidak pernah 18 (58,1) 14 (45,2) - Jarang 11 (35,5) 9 (29,0) - Selalu 10 (6,5) 8 (25,8) Kean Porsi Lauk Nabati - Tidak 19 (61,3) 13 (41,9) - Kadang-kadang 8 (25,8) 8 (25,8) - Sesuai 4 (12,9) 10 (32,3) Memberikan Sayuran - Tidak pernah 6 (19,4) 8 (25,8) - Jarang 9 (29,0) 10 (32,3) - Selalu 16 (51,6) 13 (41,9) Kean Porsi Sayuran - Tidak 11 (35,5) 10 (32,3) - Kadang-kadang 8 (25,8) 5 (16,1) - Sesuai 12 (38,7) 16 (51,6) Memberikan Buah - Tidak pernah 8 (25,8) 10 (32,3) - Jarang 13 (41,9) 15 (48,4) - Selalu 10 (32,3) 6 (19,4) Porsi pemberian buah-buahan - Tidak 11 (35,5) 9 (29,0) - Kadang-kadang 10 (32,3) 7 (22,6) - Sesuai 10 (32,3) 15 (48,4) Membujuk anak jika tidak mau makan - Tidak pernah 8 (25,8) 5 (16,1) - Jarang 0 (0,0) 5 (16,1) - Selalu 23 (74,2) 21 (67,7) Mengutamakan makanan anak - Tidak pernah 12 (38,7) 9 (29,0) - Jarang 8 (25,8) 7 (22,6) - Selalu 11 (35,5) 15 (48,4) Makanan disiapkan selera anak - Tidak pernah 15 (48,4) 9 (29,0) - Jarang 7 (22,6) 10 (32,3) - Selalu 9 (29,0) 12 (38,7) Makanan bervariasi - Tidak pernah 17 (54,8) 14 (45,2) - Jarang 9 (29,0) 12 (38,7) - Selalu 5 (16,1) 5 (16,1) Namun dilihat dari prioritas ibu dalam makanan pada kelompok kasus sebagian besar makanan anak tidak diutamakan (38,7%) sebaliknya pada kelompok kontrol sebagian besar mengutamakan (48,4%). Kemudian pada kelompok kasus sebagian besar menyiapkan makanan tidak dengan selera yang disukai anak (48,4%) sebaliknya pada kelompok kontrol menyesuaikan dengan selera anak (38,7%). Kemudian dari segi variasi makanan pada kedua kelompok sebagian besar memberikan makanan tidak bervariasi dengan proporsi lebih tinggi pada kelompok kasus (54,8%). Pelayanan Gizi Hasil analisis terhadap terhadap item pertanyaan dari asfek pelayanan gizi (Tabel 4) dapat diketahui baik pada kasus maupun kontrol sebagian besar ditimbang setiap bulannya (71% pada kasus dan 83,9% pada kontrol). Sementara dilihat dari pemberian Vitamin A setiap 6 bulan sebagian besar juga mendapatkan Vitamin A baik pada kasus (77,4%) maupun kontrol (67,7%). Selanjutnya berdasarkan perilaku pemberian suplementasi vitamin dan mineral sebagian besar sampel baik pada kasus maupun kontrol tidak pernah memberikan suplementasi vitamin dan mineral, yaitu 61,3% pada kasus dan 77,4% pada kontrol.

Aripin Ahmad, Pengaruh Pola Asuh Gizi Terhadap Kejadian Gizi Kurang 93 Tabel 4. Distribusi Pelayanan Gizi menurut kasus dan kontrol Pelayanan Gizi Kasus n (%) Kontrol n (%) Penimbangan Tidak pernah 3 (9,7) 1 (3,2) Jarang 6 (19,4) 4 (12,9) Setiap bulan 22 (71,0) 26 (83,9) Pemberian Vitamin A Tidak pernah 7 (22,6) 9 (29,0) Kadang-kadang 0 (0,0) 1 (3,2) Selalu 24 (77,4) 21 (67,7) Suplementasi Vitamin dan mineral Tidak pernah 19 (61,3) 24 (77,4) Kadang-kadang 10 (32,30 7 (22,6) Selalu 2 (6,5) 0 (0,0) Dari 3 (tiga) aspek pola asuh gizi, yaitu pola pemberian ASI, pemberian makanan dan pelayanan gizi yang diberikan dilakukan skoring terhadap semua jawaban yang diberikan. Hasil skoring terhadap 3 (tiga) aspek tersebut didapatkan skor pola asuh gizi secara keseluruhan. Pola asuh Gizi dikatakan baik bila skor yang didapat 75% dari skor total dan kurang bila skor <75%. Hasil analisis didapatkan pola asuh gizi yang kurang pada kelompok kasus 48,4% lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol (38,7%). Tabel 5. Pengaruh Pola Asuh Gizi dengan Gizi buruk dan Kurang di Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar. Pola Asuh Kasus Kontrol Gizi n (%) n (%) Kurang 15 (48,4) 12 (38,7) 0,44 Baik 16 (51,6) 19 (61,3) (p>0,05) Jumlah 31 (100,0) (100,0) P 1. Pengaru Pola Asuh Gizi terhadap Status Gizi anak usia 6-24 bulan di Kecamatan Peukan Bada Aceh Besar. Hasil penelitian ini (tabel 5) dapat diketahui secara proporsi baik pada kasus maupun kontrol sebagian besar pola asuh gizi dalam kategori baik (51,6% kasus dan 61,3% kontrol) tetapi proporsi pola asuh baik lebih tinggi pada kontrol (baduta dengan status gizi baik), sebaliknya proporsi pola asuh gizi kurang lebih tinggi pada kasus (48,4%) dibandingkan kontrol (38,7%). Dari data ini terlihat ada kecenderungan secara proporsi anak yang status gizi kurang dan buruk juga lebih banyak pola asuh gizi kurang atau semakin baik pola asuh status gizi anak baduta lebih baik. Namun hasil uji statistik dengan chi square test secara statistik tidak bermakna dimana p=0,44 (p>0,05), artinya tidak ada pengaruh yang signifikan pola asuh gizi dengan kejadian gizi buruk dan kurang di Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian ini (tabel 5) menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan pola asuh gizi terhadap status gizi anak baduta (p>0,05), namun demikian ada

94 Jurnal Kesehatan Ilmiah Nasuwakes Vol.6 No.2, November 2013, 85-98 kecenderungan secara proporsional proporsi pola asuh gizi yang baik lebih tinggi pada kelompok kontrol di bandingkan kasus, sebaliknya juga pola asuh gizi yang kurang lebih tinggi proporsinya pada kelompok kasus (48,4%) dibandingkan kontrol (38,7%). Tidak adanya pengaruh pola asuh gizi terhadap gizi kurang dan buruk pada penelitian ini dapat disebabkan oleh hampir samanya pola asuh gizi antara anak yang status gizinya baik (kontrol) dengan anak yang status gizinya buruk kurang (kasus), hal ini dapat dilihat dari hasil analisis dari tiap aspek pola asuh pada tabel 2, tabel 3 dan tabel 4 pada penelitian ini. Dari aspek pemberian ASI (tabel 2) ada kecenderungan antara anak baduta yang gizinya buruk dan kurang (kasus) dengan anak yang gizinya baik pola asuhnya hampir sama. Dari 4 indikator yang dikumpulkan datanya, yaitu pemberian kolustrum, IMD, ASI ekslusif dan status pemberian ASI secara proporsi hampir sama namun beberapa variabel seperti IMD dimana sebagian besar kasus tidak dilakukan IMD (61,3%) sementara pada kelompok kontrol sebagian besar dilakukan IMD (51,6%) pada saat baru lahir. Selain itu dari hasil penelitian juga terlihat kecenderungan proporsi anak yang tidak diberi ASI secara Ekslusif lebih tinggi pada kasus (71%) dibandingkan kontrol (67,7%). Kondisi ini menggambarkan pola asuh pemberian ASI hampir sama antara anak yang gizinya buruk kurang dengan anak yang gizinya baik. Kemudian jika dilihat dari pemberian makanan (tabel 3) permasalahan yang ditemukan yaitu bentuk makanan utama /nasi sebagian besar dengan umurnya tetapi porsi makanan utama/ nasi tidak, lauk hewani diberikan dengan porsi yang tidak pada kelompok kasus (45,2%) sedang pada kelompok kontrol (64,5%). Pemberian sayuran sebagian besar jarang dan tidak pernah diberikan dengan porsi yang tidak pada kelompok kasus (35,5%) sebaliknya pada kelompok kontrol (51,6%), demikian juga dengan buah jarang diberikan dengan porsi pemberian tidak pada kelompok kasus (35,5%) dan porsi yang pada kelompok kontrol (48,4%), kurang memprioritaskan makanan anak dari anggota keluarga lainnya (38,7%) serta kurangnya variasi makanan

Aripin Ahmad, Pengaruh Pola Asuh Gizi Terhadap Kejadian Gizi Kurang 95 (54,8%) terdapat pada kelompok kasus, tidak menyesuaikan selera makan anak sebagian besar terjadi pada kelompok kasus (48,4%). Beberapa aspek yang proporsinya relative sama pada kedua kelompok, yaitu bentuk makanan utama / nasi dengan umur masing-masing 87,1%, frekwensi pemberian makan utama/nasi yang baik pada kelompok kasus maupun pada kelompok kontrol dengan proporsi 54,8% dan 77,4%. Kean pemberian makanan selingan terdapat pada kelompok kasus maupun pada kelompok kontrol dengan proporsi lebih tinggi pada kelompok kontrol (77,4%) dan pada kelompok kasus (58,1%). Demikian juga pola asuh dari aspek pelayanan gizi pada tabel 4 hasil penelitian ini menunjukkan keadaan yang sama dimana sebagian besar anak baduta ditimbang setiap bulannya (71% pada kasus dan 83,9%) pada kontrol, sebagian besar juga diberikan Vitamin A baik pada kasus (77,4%) maupun kontrol (67,7%). Hanya perilaku pemberian suplementasi vitamin dan mineral tidak diberikan pada sebagian besar sampel baik pada kasus maupun kontrol, yaitu 61,3% pada kasus dan 77,4% pada kontrol. Hasil analisis pola asuh gizi yang didapatkan pada penelitian ini juga sama dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Chairani di Wilayah kerja Puskesmas Lampisang dimana komposisi bahan MP-ASI sebagian besar sampel (75%) pada penelitian diberi MP-ASI dengan komposisi zat gizi yang tidak lengkap, artinya tidak semua bahan makanan sumber zat gizi terdapat dalam MP-ASI yang diberikan. Hasil penelitian Waziah menunjukkan 50% bayi tidak bentuk MP-ASI yang diberikan dengan umur anak 9. Perilaku lain yang sering ditemukan dimasyarakat adalah pemberian MP-ASI yang terlalu encer, hal ini akan berpengaruh pada kepadatan energi MP-ASI. Anak mempunyai ukuran lambung yang kecil, makanan yang terlalu encer/cair akan cepat membuat anak kenyang, kekentalan makanan akan menentukan kebutuhan gizi anak terpenuhi atau tidak 7. Gizi kurang pada dasarnya dipengaruhi oleh multifaktor selain pola asuh gizi yaitu faktor tidak langsung lainnya seperti pendidikan dan

96 Jurnal Kesehatan Ilmiah Nasuwakes Vol.6 No.2, November 2013, 85-98 pengetahuan ibu, kesehatan lingkungan dan faktor langsung yaitu asupan gizi dan penyakit infeksi 10. Dari hasil penelitian ini pada tabel 1 juga terlihat bahwa proporsi anak baduta yang frekuensi sakit dengan kategori sering lebih banyak ditemukan pada kelompok kasus (anak gizi burkur), yaitu 45,2% sementara pada kelompok kontrol (anak gizi baik) hanya 19,4%). Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Arnisam di Kecamatan Ulee Kareng dimana tidak ada hubungan yang signifikan antara pola asuh makan dengan kejadian gizi kurang pada anak baduta 11, tetapi berbeda dengan hasil penelitian Radali di Desa Setui Banda Aceh dimana ada pengaruh pola asuh gizi dengan status gizi anak balita, dan secara proporsi pada penelitian tersebut juga ada kecenderungan pola asuh gizi baik lebih banyak ditemukan pada anak yang status gizinya baik dibanding anak yang status gizinya kurang 12. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Amin dimana ada hubungan pola asuh gizi dengan status gizi pada bayi 6-24 bulan di daerah pesisir pantai Kelurahan Mangempang, semakin baik pola asuh yang didapatkan oleh anak semakin baik status gizinya 13. Hasil penelitian Waziah di kecamatan Kuta Baro menunjukkan pola pemberian MP-ASI berhubungan dengan status gizi bayi 14 Asumsi peneliti tidak signifikannya pengaruh pola asuh gizi terhadap kejadian gizi kurang dapat disebabkan secara umum pola asuh gizi pada anak baduta di wilayah penelitian relatif sama artinya hampir semua item pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan pola asuh sebagian besar belum baik, sehingga dengan kondisi pola asuh yang sama maka peran variabel lain sangat menentukan seperti penyakit infeksi. Hasil penelitian ini pada tabel 1 karakteristik anak baduta menunjukkan pada kasus lebih banyak sampel dengan frekuensi sakit dalam 6 bulan terakhir dengan kategori sering sebaliknya pada kelompok kontrol sebagian besar jarang sakit. Selain Pola asuh gizi status gizi juga dipengaruhi oleh faktor lainnya, yaitu pola asuh perawatan, pelayanan kesehatan dan adanya penyakit infeksi 10. Selain itu pada penelitian ini hanya melihat pola asuh sedangkan jumlah asupan gizi tidak diketahui. Hasil penelitian Ahmad menunjukkan asupan energi dan protein pada bayi mulai 6-12

Aripin Ahmad, Pengaruh Pola Asuh Gizi Terhadap Kejadian Gizi Kurang 97 bulan berhubungan dengan status gizi bayi 15. UCAPAN TERIMA KASIH Terima Kasih kami ucapkan kepada Kepala Puskesmas Peukan Bada yang telah memberikan izin pelaksanaan penelitian dan kepada seluruh tenaga gizi puskesmas serta seluluh responden yang telah bersedia menjadi sampel. KESIMPULAN DAN SARAN Pola asuh gizi baik pada kasus maupun kontrol secara proporsional sebagian besar kurang baik pada kasus maupun kontrol, tetapi ada kecenderungan prevalensi pola asuh baik lebih tinggi pada anak dengan gizi baik sebaliknya prevalensi pola asuh gizi yang kurang lebih tinggi pada kasus (anak gizi buruk dan kurang). Tidak ada pengaruh yang signifikan pola asuh gizi terhadap kejadian gizi buruk pada anak baduta di Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar. Kepada Instansi terkait melihat pola asuh gizi sebagian besar kurang maka perlu dilakukan upaya peningkatan pengetahuan masyarakat terutama ibu anak baduta terkait dengan pola asuh gizi yang baik dan benar. Perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji penyebab masih kurangnya pola asuh gizi pada anak baduta seperti pengetahuan ibu, ketersediaan pangan dalam keluarga dan faktor sosial budaya masyarakat terhadap pola asuh gizi serta faktor lain yang mempengaruhi gizi kurang dan buruk pada anak baduta DAFTAR PUSTAKA 1) 2) 3) 4) 5) 6) Kemenkes RI, 2011. Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM), Kemkes RI; Jakarta Litbangkes Depkes RI (2007) Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Litbangkes, Bogor 2008. Litbangkes Depkes RI (2010) Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Litbangkes, Bogor. Bappeda Aceh, 2011. Rencana Aksi Pangan dan Gizi (RAD-PG) Aceh 2011-2015. Bappeda Aceh: Banda Aceh Kepmenkes RI 2007. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 224/Menkes/SK/II/2007 Tentang Spesifikasi Teknis Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP- ASI), Jakarta Hurlock. 2000. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan

98 Jurnal Kesehatan Ilmiah Nasuwakes Vol.6 No.2, November 2013, 85-98 7) 8) 9) Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 2010. Modul Pelatihan Konseling MP-ASI (Panduan Peserta). Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Jakarta. Arnelia, Lamid.A, Rosmalina. Y, Raswanti.I, 2008, Besaran Defisit zat gizi makro dan mikro pada anak baduta dengan masalah kurus di pedesaan dan perkotaan di Indonesia. Puslitbang Gizi dan Makanan, Bogor Chairani (2010). Perilaku Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP- ASI) pada Bayi 6-12 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Lampisang Aceh Besar. KTI. Banda Aceh: AKBID Mona 10) Supariasa, dkk. (2012) Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC 11) Arnisam, 2007. Hubungan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dengan Status Gizi Anak Usia 6-24 bulan. Tesis. Yogyakarta: PPS UGM 12) Radali (2009). Hubungan pola asuh dengan status gizi balita di Desa Setui Kota Banda Aceh. KTI. Banda Aceh: Prodi D4 Gizi Poltekkes Aceh 13) Amin, AM (2003). Hubungan pola asuh dan asupan gizi terhadap status gizi anak usia 6-24 bulan pada Daerah Pesisir Pantai Kelurahan Mangempang Kecamatan Barru Kabupaten Barru. Tesis. Yogyakarta : PPS UGM. 14) Waziah, U. 2010. Hubungan pola Pemberian MP-ASI dengan Status Gizi pada Bayi 6-12 bulan di Kecamatan Kuta Baro Aceh Besar. KTI. Banda Aceh: Poltekkes Depkes NAD 15) Ahmad, A. 2006. Pola Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dan status Gizi Bayi 0-12 bulan Di Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Gizi Klinik Indonesia Vol. 3 No. 1. FK UGM, Yogyakarta