BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, media juga mengambil peran dalam publikasi kegiatan kegiatan

Universitas Sumatera Utara

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. masa silam. Tidak heran bahwa setiap daerah yang ada di Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang Masalah. Kehidupan kelompok masyarakat tidak terlepas dari kebudayaannya sebab kebudayaan ada

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. sistem religi/kepercayaan terhadap sesuatu menjadi suatu Kebudayaan. Sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejarah pada mulanya disampaikan dengan cara lisan (dari mulut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Karo memiliki berbagai upacara, tradisi, maupun beragam

BAB I PENDAHULUAN. buddayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal.

BAB I PENDAHULUAN. kenal dengan istilah agama primitif, agama asli, agama sederhana. 1 Agama suku adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman budaya di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat istiadat. beragam keyakinan dan kepercayaan yang dianutnya.

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan dan dilestarikan dengan cara cara yang tradisional. Masyarakat. lingkungan dimana mereka bertempat tinggal.

BAB I PENDAHULUAN. cukup kaya akan nilai sejarah kebudayaannya.

PERSEPSI MASYARAKAT DESA MERDEKA KECAMATAN MERDEKA KABUPATEN KARO TERHADAP CERITA RAKYAT KARO BEGU GANJANG KAJIAN RESEPSI SASTRA.

BAB II TELAAH TEORITIS ANIMISME DALAM MASYARAKAT. Nusak Dengka, dan makna perayaan Limbe dalam masyarakat tersebut.

I. PENDAHULUAN. Secara umum, kebudayaan memiliki tiga wujud, yakni kebudayaan secara ideal

BAB I PENDAHULUAN. dapat ditunjukkan oleh manusia lain sebagai pelaku komunikasi. berupa ekspresi, gerak tubuh, maupun simbol simbol tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN. Tujuh unsur kebudayaan universal juga dilestarikan di dalam kegiatan suatu suku

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia memiliki banyak sekali kebudayaan yang berbeda-beda,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam periodesasinya disebut seni prasejarah indonesia. Seni prasejarah disebut

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir,

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan aktivitas yang diturunkan secara terus-menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam

BAB I PENDAHULUAN. khusus, karena terjadinya hubungan erat di antara keduanya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan tingkat keberagaman yang tinggi. Baik keberagaman hayati

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar 389

BAB I PENDAHULUAN. Dari segi sosialnya, Jepang merupakan negara yang maju dan. moderen. Walaupun demikian, negara tersebut memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode kehidupan penuh dengan dinamika, dimana

BAB I PENDAHULUAN. dan budaya. Indonesia memiliki beragam budaya dan tradisi yang masih

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang

BAB I PENDAHULUAN. universal artinya dapat di temukan pada setiap kebudayaan. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo)

449 IX. PENUTUP 9.1. Kesi mpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia kaya akan budaya, adat istiadat, dan tradisi yang dapat dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan salah satu alat untuk mempersatukan antar masyarakat, dan

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, dijumpai berbagai tradisi atau budaya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kenyataannya pada saat ini, perkembangan praktik-praktik pengobatan

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kegiatan sehari-hari. Kesehatan telah menjadi suatu kajian ilmu

TINJAUAN PUSTAKA. manusia senantiasa mengalami suatu perubahan-perubahan pada kehidupan. tak terbatas (Muhammad Basrowi dan Soenyono, 2004: 193).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dan yang menjadi sumber mata pencaharian sehari-hari yaitu dengan bercocok

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman budaya, suku, ras, agama dan lain-lain. Keberagaman yang dimiliki

BAB I PENDAHULUAN. majemuk. Sebagai masyarakat majemuk (plural society) yang terdiri dari aneka

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. ada disekitarnya. Demikian halnya dengan nenek moyang kita yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan masa prasejarah pada masyarakat sekarang di antaranya hanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang unik pula. Selain itu, di setiap daerah tersebut memiliki suatu cerita atau

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Jawa pada umumnya masih melestarikan kepercayaan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. berlaku dalam masyarakat suku bangsanya sendiri-sendiri. Kondisi ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia memiliki beribu-ribu pulau di dalamnya.

BAB I PENDAHULUAN. di tunda-tunda. Kesehatan memiliki peran penting dalam mempengaruhi derajat

kebudayaan Cina Peranakan bagi peneliti maupun pemba BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013

BAB l PENDAHULUAN. pencapaian inovasi tersebut manusia kerap menggunakan kreativitas untuk menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. dengan usaha menghindari diri dengan cara menyembuhkan suatu jenis penyakit.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat. Mitchell (dalam Nurgiyantoro, 2005 : 163) yakni,

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan budaya nasional yang tetap harus dijaga kelestariannya.guna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Provinsi Sumatera Utara adalah salah Provinsi yang terletak di Negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki akal dan pikiran yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bagi kelangsungan warga-warga masyarakat yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan yang biasanya dilakukan setiap tanggal 6 April (Hari Nelayan)

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I (Times New Roman 16, Bold) PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

PARTISIPAN : (Yang menjual anak) Nama : Alamat : Umur : Pekerjaan : Pendidikan : Jabatan dalam gereja/masyarakat :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suku Batak merupakan salah satu suku yang tersebar luas dibeberapa

25. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra adalah salah satu saluran kreativitas yang penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. provinsi Sumatera dan Suku Mandailing adalah salah satu sub suku Batak

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan satu ekspresi mengenai apa yang sekelompok manusia pahami, hayati, dan yakini baik secara tersurat maupun tersirat sebagai sesuatu kenyataan yang paling benar beserta berbagai perilaku berkenaan dengannya, meskipun hal-hal yang dianggap paling benar itu tidak dapat dibuktikan secara empiris (Rudyansjah (2015: 5). Pada studi ilmu antropologi, religi tidak melihat dari benar atau salahnya perilaku atau tindakan manusia dalam memahami, menghayati, bahkan meyakini sesuatu hal. Sebagaimana fokus utama antropologi adalah mempersoalkan bagaimana kebenaran ilahiah yang diyakini dan dipraktikkan seseorang atau sekelompok orang bisa mempunyai dampak terhadap pemikiran dan tindakan mereka yang diselami dari kesadaran atas nama religi. Religi mengandung makna keberagaman dalam segala aktivitas dan tindakantindakannya. Masalah religi bukanlah sekadar masalah bagaimana manusia mengonsepsikan Tuhan dan jagad raya ini serta hidup sesudah mati, atau aktivitas manusia menghayati adanya Tuhan dan kehidupan di dunia lain, tetapi juga masalah mengapa mereka mengonsepsikan semua hal itu dan untuk apa semuanya itu bagi kehidupan seseorang atau orang seorang dan masyarakatnya (Radam, 2001:17). Sedangkan menurut Agus (2007), manusia bukan hanya makhluk jasmaniah, tetapi juga makhluk ruhaniah. Jika ruhaniah yang gaib ini tidak 1

mendapatkan sesuatu yang gaib yang akan dipercayanya dari ajaran agama, mereka akan menciptakan sendiri hal-hal gaib atau supernatural tersebut. Pada ajaran agama agama dan aliran keagamaan di Indonesia, praktik agama adalah jalan bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan ruhaniahnya. Tetapi dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut, ada jalan lain yang ditempuh manusia. Praktik magis adalah cara agar manusia dapat memeroleh jawaban dari permasalahan-permasalahan hidupnya yang kerap bersinggungan dengan ruhaniahnya. Praktik magis adalah sarana yang diyakini manusia yang melaksanakannya sebagai arena yang mampu menghubungkan antara alam dunia dengan alam lain (gaib), agar yang manusia inginkan dapat terwujud. Salah satu bentuk praktik magis yang telah terimplementasi dalam kehidupan masyarakat adalah sebagaimana terjadi pada fenomena ritual atau praktik magis di Situs Pancur Gading yang terletak di Desa Deli Tua Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang. Pancur Gading adalah sebuah tempat pemandian yang memiliki dua letak pancuran yang berbeda, yakni yang disebut sebagai pancuran Putri Hijau dan pancuran Panglima. Tempat tersebut dipercaya oleh masyarakat, baik masyarakat sekitar, maupun masyarakat luar sebagai tempat pemandian Putri Hijau dan para pengawalnya. Sehingga bila menyebut nama Pancur Gading, masyarakat kerap menyebutnya sebagai pemandian Putri Hijau. Adapun dasar penyebutan tersebut, karena proses sosialisasi dan enkulturasi setiap keluarga yang tinggal di sekitar mata air terkait kisah legenda Putri Hijau. Temuan arkeologis Benteng Putri Hijau belakangan ini oleh tim arkeolog pun semakin menguatkan kepercayaan masyarakat terkait pemandian tersebut. 2

Berbagai fenomena ritual dapat terlihat di Pemandian Putri Hijau. Masyarakat datang dan mengeramatkan berbagai benda yang dikonstruksi dalam kepercayaannya, baik secara individu, maupun dalam proses transformasi melalui para perantara (dukun). Masyarakat yang datang pun tidak hanya terdiri dari masyarakat sekitar Desa Deli Tua, tetapi juga dari dalam dan luar kota Medan, bahkan hingga melintasi batas negara, seperti Malaysia. Keyakinan masyarakat terhadap keampuhan pancur gading ini telah sanggup menghadirkan berbagai kategori pengunjung yang tidak hanya terdiri dari perbedaan suku bangsa, tetapi juga agama dan budaya. Pengunjung dan para perantara (guru sibaso) mempercayai adalah roh-roh yang patut dihormati di tempat tersebut, seperti sosok Putri Hijau (Nenek Putri), Naga (Kakek Naga), dan Meriam (Kakek Meriam), para pengawalnya, dan rohroh atau begu lainnya baik dalam wujud manusia (seperti para syek, begu, datuk), maupun dalam wujud berbagai hewan (seperti ular, harimau, dan monyet). Budaya dan kepercayaan pada Suku Karo berkembang di situs ini, yang mana dominasi masyarakat sekitar adalah masyarakat bersuku Karo. Budaya Karo sebagaimana diutarakan Milala (2014) bahwa menurut kepercayaan tradisional, disamping percaya adanya Tuhan pencipta langit dan bumi, termasuk segala isinya, orang Karo percaya di luar itu masih ada pencipta-pencipta lain yang membantu mereka yang disebut dengan roh-roh halus dari nenek moyang yang memberikan rahmat, menghindarkan dari bahaya-bahaya penyakit, murah rezeki, dan lain-lain, sehingga dalam waktu tertentu orang harus menyajikan persembahan khusus untuk roh-roh itu. Ketika kekristenan datang ke tanah Karo, 3

maka Injil berjumpa dengan unsur-unsur budaya lokal. Artinya Injil bertemu dengan adat, bicara, dan kiniteken yang merupakan unsur pelaksana budaya Karo. Adat adalah sikap hidup yang telah menjadi kebiasaan dalam perikehidupan yang menjadi aturan dan norma hidup orang Karo yang sudah ada sejak dahulu kala dan diturunkan secara turun temurun kepada generasi berikutnya. Bicara adalah sesuatu yang dianggap baik diturunkan (jile-jile) sebagai tambahan dalam adat, dimana setiap daerah memiliki bicara yang berbeda-beda. Dan kiniteken adalah kepercayaan terhadap adanya kekuasaan di luar manusia yang dianggap mampu melindungi manusia dan melepaskannya dari bahaya serta memberikan berkat kepada manusia yang menyembahnya. Unsur yang paling dekat dan bersangkutan dengan dunia adikodrati orang Karo adalah begu yaitu arwah (tendi) yang telah meninggal (Milala, 2014). Unsur tersebut ternyata dalam pemahaman kehidupan masyarakat Karo, para roh masih bisa dihubungi melalui seorang perantara/ dukun atau dalam istilah orang Karo ialah guru sibaso. Begu pula bagi orang Karo dibagi menjadi dua, yakni roh yang baik dan roh yang jahat (begu ganjang). Sebagaimana diurai Saputra (2013) dalam Endrawarsa (2013:14) bahwa fenomena ritual memiliki fungsi untuk menjaga keharmonisan relasi sosial, baik pada tatanan mikrokosmos maupun makrokosmos. Fungsi semacam itu dilatarbelakangi oleh kondisi-kondisi sosial dan kultural yang bersifat fungsional yang menjadi penopangnya. Di tempat ini pula tidak hanya dikembangkan keyakinan sinkretisme bagi penganut Karo Kristen, tetapi pula sinkretisme Jawa Islam (kejawen). Dasar religi dan budaya seorang penutur memberi pengaruh dalam pola pelayanannya 4

terhadap para pasien. Perilaku pemujaan yang dilakukan oleh masyarakat yang datang ke Pancur Gading didasari oleh berbagai latar belakang masalah yang dimilikinya. Kehadiran mereka umumnya diperoleh melalui berbagai informasi, baik lisan, maupun hal-hal gaib seperti peristiwa mimpi. Para pengunjung umumnya membawa berbagai benda ritual untuk melaksanakan praktik ritual, meskipun selalu ada pengunjung yang baru pertama kali datang. Pada kesempatan ini pula, terkadang pengunjung memilih perantara yang akan memandunya, atau sebaliknya, para perantara yang menawarkan diri untuk dipilih menjadi pemandunya. Sehingga tidak dapat dihindarkan, terjadinya kompetisi diantara para perantara. Perasaan senang dan tidak senang pun kerap menjadi perbincangan tersendiri antar keluarga perantara. Kesadaran mengeramatkan merupakan pengalaman yang menyatu dengan obyek yang ditampilkan, sehingga masyarakat membangun konsepsi makna sebuah praktik berdasarkan kepercayaannya. Kepercayaan itu tidak hanya dapat diperolehnya secara pribadi melalui proses pemahaman, tetapi proses transformasi pengetahuan melalui sang penutur (dukun). Air pancuran, sanggapura putri dan panglima, berbagai sesajian, dan benda-benda ritual, semuanya memiliki fungsi, manfaat, dan makna yang berbeda antara sesama perantara dan pengunjung. Sehingga boleh jadi objek yang sama tidak tampil sebagai alasan ia mengeramatkan suatu benda sehingga tidak mungkin menimbulkan kesadaran meyakini dan mengeramatkannya. Bagi Husserl, sang pengemuka fenomenologi, mengurai bahwa kesadaran manusia adalah kesadaran yang terjalin dengan kesadarannya tentang berbagai hal (dated) dan keberadaannya dalam berbagai 5

situasi (situated). Dunia manusia bukanlah sekedar kenyataan objektif melainkan merupakan lebenswelt, yaitu dunia sebagaimana dialami dan dihayatinya secara subjektif. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut agar mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai Kepercayaan Masyarakat pada Praktik Magis di Situs Pancur Gading (Pemandian Putri Hijau), Desa Deli Tua Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang. 1.2.Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka diuraikan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apa latar belakang masyarakat melakukan praktik magis di Situs Pancur Gading (Pemandian Putri Hijau) di Desa Deli Tua Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang? 2. Bagaimana pola sinkretisme dari praktik magis yang dilakukan masyarakat Situs Pancur Gading (Pemandian Putri Hijau) di Desa Deli Tua Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang? 3. Apa makna praktik magis yang dilakukan masyarakat di Situs Pancur Gading (Pemandian Putri Hijau), Desa Deli Tua Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang? 6

1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan, adapun tujuan penelitian adalah untuk: 1. Mengetahui latar belakang praktik magis yang dilakukan masyarakat di Situs Pancur Gading (Pemandian Putri Hijau) di Desa Deli Tua Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang 2. Menganalisis pola sinkretisme dari praktik magis yang dilakukan masyarakat di Situs Pancur Gading (Pemandian Putri Hijau) di Desa Deli Tua Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdan 3. Menganalisis makna praktik magis yang dilakukan masyarakat di Situs Pancur Gading (Pemandian Putri Hijau), Desa Deli Tua Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini ialah: 1. Memberikan informasi lebih dalam dan ilmiah terkait praktik magi di Situs Pancur Gading (Pemandian Putri Hijau) di Desa Deli Tua Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang 2. Sebagai salah satu referensi ilmiah mengenai keberagaman bentuk praktik magi berbalut religi yang terdapat di Sumatera Utara. 3. Memberikan masukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam memahami ilmu gaib dan religi yang berkembang pada masa modernisasi saat ini. 7

4. Memberikan sumbangan pemikiran kepada pemerintah untuk memfasilitasi pengembangan dan pelestarian Situs Pancur Gading (Pemandian Putri Hijau) sebagai wisata religi di Kota Medan. 5. Memperluas pengetahuan dan wawasan peneliti dalam mengaplikasikan ilmu yang diperoleh semasa menempuh studi di Program Studi Antropologi Sosial Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan 8