I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian di era global ini masih memainkan peran penting. Sektor pertanian dianggap mampu menghadapi berbagai kondisi instabilitas ekonomi karena sejatinya manusia memang butuh pangan setiap harinya. Sebagai sektor unggulan, pertanian dituntut untuk memainkan perannya secara optimal. Sektor ini diharapkan tidak hanya mampu menjadi tumpuan harapan seluruh petani selaku pelaku usaha tetapi juga dapat dijadikan basis pertumbuhan ekonomi negara Indonesia. Pertanian memiliki peranan yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian secara keseluruhan. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDB nasional sebesar 13-14% dan menyerap tenaga kerja sebesar 42,61-43,03 juta orang pada tahun 2008-2009 (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan bahwa pertanian juga dapat dipandang sebagai suatu sektor yang memiliki kemampuan khusus dalam memadukan pertumbuhan dan pemerataan atau pertumbuhan yang berkualitas. Sehingga, kontribusi besar yang dimiliki sektor pertanian tersebut memberikan sinyal bahwa pentingnya membangun pertanian yang berkelanjutan secara konsisten untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus kesejahteraan rakyat. Indonesia merupakan negara agraris yang kaya dengan sumberdaya pendukung pertanian, seperti lahan yang subur, air yang melimpah, dan lain-lain. Namun, petani di Indonesia masih terjebak dalam persoalan rendahnya pendapatan yang berimbas pada rendahnya penciptaan modal, skala usaha yang tidak efisien, dan produktivitas yang rendah. Dampak domino ini akan sangat 1
mempengaruhi tingkat kesejahteraan petani. Data BPS menunjukkan bahwa pada tahun 2010 jumlah penduduk miskin di desa di Jawa Tengah adalah 3.110.200 jiwa sedangkan di kota hanya 2.258.900 jiwa 1. Padahal, pusat pembangunan pertanian sebagian besar terdapat di desa. Hal ini juga kontras dengan kenyataan bahwa lapangan usaha pertanian merupakan penyumbang terbesar Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Tengah pada tahun 2005-2009 dengan jumlah Rp 44.806.485.330.000 (BPS Jawa Tengah 2009). Pertanian yang dalam paradigma pembangunan daerah merupakan prime over untuk meningkatkan pendapatan petani dan masyarakat, perlu mendapatkan perhatian khusus pada mekanisme terutama pada hal distribusi dan pemasaran. Besarnya peran agribisnis tersebut tidak hanya menuntut adanya intervensi teknologi maju dan permodalan yang lebih besar, tetapi juga diperlukan peran kelembagaan yang semakin memberikan peluang bagi tumbuh dan berkembangnya pengembangan agribisnis (Maarif 1998). Oleh karena itu, kelembagaan yang kuat dan mandiri diharapkan dapat membantu petani dalam meningkatkan produktivitas panenan untuk mendukung ketersediaan pangan dalam negeri dan kesejahteraan rumah tangga petani. Kabupaten Magelang telah menetapkan sektor pertanian sebagai salah satu sektor andalan dan mendapat prioritas tinggi dalam memacu pembangunan bidang lain demi tercapainya kesejahteraan masyarakat. Pemilihan sektor pertanian sebagai sektor andalan cukup relevan mengingat sektor pertanian juga memberikan kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Magelang paling besar dibandingkan dengan sektor yang lain. Selain itu, pertanian juga telah 1 http://bps.go.id/kemiskinan/. diakses pada tanggal 26 November 2011. 2
berkontribusi secara nyata pada PDRB Kecamatan Sawangan. Sektor pertanian menyumbang sebanyak Rp 114.190.570.000 pada tahun 2010 dan tahun sebelumnya juga selalu terjadi peningkatan (BPS Kabupaten Magelang 2010). Menurut Rencana Strategis (Renstra) Kabupaten Magelang tahun 2005-2009, tujuan pembangunan di bidang pertanian ditetapkan sebagai berikut, yaitu: (1) meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dengan membuka kesempatan kerja melalui pengembangan agribisnis dari hulu sampai hilir, (2) meningkatkan ketersediaan pangan, dan (3) terwujudnya kelembagaan pangan dan usaha dalam satu kesatuan ketahanan pangan. Untuk mewujudkan tujuan pembangunan pertanian tersebut, kebijakan yang ditempuh adalah (1) pengembangan agribisnis dari hulu sampai hilir dengan pendekatan kawasan, (2) membangun sistem ketahanan pangan, (3) pengembangan kelembagaan petani (Bappeda 2004). Penguatan kelembagaan usahatani di seluruh kawasan di Indonesia perlu untuk mendukung penjaminan ketersediaan pangan bagi rakyat Indonesia. Penguatan kelembagaan ini juga diperlukan agar harga komoditas di pasar domestik semakin terbuka terhadap gejolak pasar akibat adanya perubahan rezim pasar ke arah pasar persaingan bebas dan produk pertanian Indonesia memiliki daya saing di pasar internasional. Bahkan, akibat adanya persaingan bebas ini, Indonesia mengalami kenaikan impor pangan yang pesat menjadi dua kali lipat (Pearson et al. 2003). Upaya peningkatan kemandirian dan kesejahteraan petani, serta pertanian yang berkelanjutan membutuhkan adanya sebuah kelembagaan. Melalui kelembagaan itulah setiap pihak terkait dapat bersama-sama mengkaji dan 3
mencari jalan keluar dari setiap masalah yang dihadapi. Sudah sejak lama masyarakat perdesaan memiliki kelembagaan lokal yang berfungsi sebagai wadah dalam menyelesaikan beragam permasalahan secara mandiri. Namun, kelembagaan lokal tersebut melemah dan terdistorsi karena tergerus oleh pembangunan yang terpusat dan masif. Ketika kelembagaan lokal melemah atau bahkan mati maka hal itu akan berdampak terhadap masalah hidup yang dialaminya. Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Pertanian telah menerapkan Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani) sebagai salah satu program utamanya yang sudah mulai dilaksanakan sejak perencanaannya pada tahun 2005. Sasaran Prima Tani adalah terbangunnya sistem dan usaha agribisnis berbasis pengetahuan dan teknologi inovatif (Simatupang 2004). Prima Tani terdiri atas dua bagian besar, yaitu inovasi teknologi dan inovasi kelembagaan. Artinya, perhatian terhadap permasalahan kelembagaan mengambil separuh, atau mungkin lebih dari seluruh rangkaian aktivitas di Prima Tani (Sudaryanto 2006). Penerapan Prima Tani ini dilaksanakan di beberapa propinsi terpilih, salah satunya adalah Propinsi Jawa Tengah dengan salah satu kecamatan sasarannya adalah Kecamatan Sawangan. Prima Tani dapat dipandang sebagai sebuah bentuk rekayasa sosial melalui pendekatan kelembagaan. Berbagai bukti selama ini menunjukkan bahwa kendala kelembagaan sering menjadi penghalang serius dalam pelaksanaan programprogram pemerintah. Dalam konteks ini, penyempurnaan sebuah bangun kelembagaan akan jauh lebih berhasil apabila pembelajaran dilakukan semenjak tahap awal. Prima Tani merupakan suatu model atau konsep baru diseminasi 4
teknologi dan kelembagaan yang bertujuan untuk mempercepat dan mengefektifkan informasi dan teknologi yang dihasilkan lembaga penelitian khususnya Balitbang Pertanian kepada petani (Syahyuti 2005) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah telah melakukan introduksi teknologi dan kelembagaan di Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang. Desa Banyuroto memiliki agroekosistem lahan kering dataran tinggi beriklim basah, menjadi tempat pelaksanaan Prima Tani sejak tahun 2005. Pelaksanaan Prima Tani tersebut juga dikaitkan dengan program pengembangan kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu dengan fokus kegiatan pengembangan agrowisata di lingkungan Ketep Pass dan pengembangan sistem agribisnis di Desa Banyuroto. Kajian mengenai kualitas suatu kelembagaan pertanian seperti gapoktan perlu dilakukan. Hal ini untuk mengetahui sejauh mana gapoktan berperan dan memberikan kontribusi dalam kegiatan usahatani petani anggotanya maupun terhadap petani selaku aktor dalam kelembagaan. Peran gapoktan yang dianalisis berdasarkan persepsi petani anggotanya adalah kemandirian, kesejahteraan petani, dan keberlanjutan pertanian. 1.2. Perumusan Masalah Program Prima Tani berupaya mengembangkan kemandirian bagi petani untuk dapat melanjutkan sendiri aktivitas yang telah dimulai yang sebelumnya didukung oleh berbagai pihak luar. Untuk menunjang kemandirian, Prima Tani menghindari pemberian bantuan yang tidak mendidik dan menimbulkan ketergantungan. Pemberian bantuan berupa perangkat keras teknologi berupa bibit, pupuk, obat-obatan, dan alsintan, sejauh mungkin dihindarkan. Pemberian 5
bantuan kepada petani dilakukan jika hal itu pemberian insentif, namun demikian hal ini tidak dalam skala besar dan bersifat gratis. Jika harus memberikan bantuan modal, maka hal itu harus berupa pinjaman yang harus dikembalikan secara tepat waktu (Syahyuti 2005). Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, merupakan salah satu desa tempat pelaksanaan program Prima Tani dengan penumbuhan kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto sebagai bentuk wadah komunikasi antar kelompok tani yang ada di desa Banyuroto dengan lingkungan eksternal. Selain itu, Gapoktan Desa Banyuro dibentuk agar kegiatan penyuluhan pertanian terpusat, cepat, dan efektif penyampaiannya kepada seluruh petani di Desa Banyuroto. Gapoktan Desa Banyuroto juga memainkan peran utamanya sebagai tempat berhimpunnya para petani bertukar informasi mengenai usahatani mereka dan menghidupkan semangat pertanian selaras dengan perkembangan teknologi. Sebuah rancang bangun kelembagaan seperti gapoktan tentunya memiliki struktur dan infrastruktur kelembagaan didalamnya, serta pembagian peran, tanggung jawab, dan interaksi antar aktor. Kualitas kelembagaan juga perlu dilihat untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan dan keefektivan sebuah kelembagaan bekerja. Penelitian tentang kualitas kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto ini perlu untuk mengetahui bagaimana peran kelembagaan gapoktan tersebut dalam mencapai keberhasilannya terhadap kemandirian, kesejahteraan petani, dan keberlanjutan pertanian, yang dianggap merupakan indikator keberhasilan gapoktan tersebut. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan kunci dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 6
1. Bagaimana tata kelola dan kualitas kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto? 2. Bagaimana peran kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto terhadap kemandirian dan kesejahteraan ekonomi petani serta sistem pertanian yang berkelanjutan? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis tata kelola dan kualitas kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto. 2. Mengidentifikasi peran kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto dalam mencapai keberhasilan usahatani strawberry. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi pemerintah pusat dan daerah dapat menjadi rujukan dan masukan serta bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan yang terkait dengan penguatan kelembagaan dalam rangka meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan petani terutama yang berkaitan dengan pertanian strawberry. 2. Bagi petani dan kelompok tani dapat memperoleh informasi dan masukan mengenai upaya peningkatan kemandirian, kesejahteraan petani, dan keberlanjutan pertanian. 3. Bagi kalangan akademisi merupakan bahan referensi maupun informasi bagi penelitian lanjut secara lebih mendalam pada pengembangan metodologi maupun pengembangan komoditas strawberry yang efisien, produktif, 7
berdaya saing, dan berkelanjutan di Indonesia serta pengembangan kemandirian dan kesejahteraan petani. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menganalisis kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto pada program Prima Tani, yaitu meliputi menganalisis tata kelola dan kualitas kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto dan mengidentifikasi peran kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto dalam mencapai keberhasilan usahatani strawberry. Strawberry dipilih sebagai produk pertanian yang dibahas dalam penelitian ini karena inovasi tanaman strawberry dianggap aplikatif dan paling baik memberikan hasil dan berpengaruh terhadap kegiatan usahatani para petani anggota. 8