PROSPEK DAN STRATEGI PENGEMBANGAN JAGUNG VARIETAS SUKMARAGA DI PROVINSI JAMBI Adri dan Endrizal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi Abstrak. Sukmaraga salah satu varietas jagung bersari bebas yang mempunyai keunggulan adaptif tanah-tanah masam, tahan penyakit bulai dan potensi hasil 8,5 t/ha. Sasaran produksi jagung meningkat dari tahun ke tahun. Sasaran produksi jagung nasional tahun 2010 mencapai 19,80 juta ton pipilan kering atau meningkat 16,20% dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2008 luas panen jagung di Provinsi Jambi 9.520 ha. Pada tahun 2009 rata-rata produktivitas nasional dan Provinsi Jambi masih jauh dibawah potensi genetik Varietas Unggul Baru (VUB), yaitu masing-masing 4,2 dan 3,6 t/ha. Pada umumnya jagung ditanam pada lahan kering dan rawa pasang surut dan nonpasang surut yang memiliki tingkat kemasaman tanah tinggi (ph rendah). Kedua tipologi lahan tersebut potensial untuk pengembangan jagung bersari bebas varietas Sukmaraga. Saat ini pertanaman jagung Sukmaraga di tingkat petani masih rendah, hal ini disebabkan keterbatasan ketersediaan benih, kurangnya sosialisasi dan kebijakan Pemerintah Daerah dalam pengembangan varietas hibrida. Strategi untuk pengembangan jagung bersari bebas varietas Sukmaraga di Provinsi Jambi diupayakan melalui perbanyakan benih sumber dan turunannya, uji adaptasi dan diseminasi hasil-hasil penelitian dan pengkajian. Kata kunci : Prospek, strategi, pengembangan, jagung, sukmaraga, jambi PENDAHULUAN Kebutuhan jagung terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan bahan baku pakan. Produksi jagung tahun 2009 sebesar 17,63 juta ton pipilan kering, meningkat sebanyak 1,31 juta ton (8,04%) dibandingkan tahun 2008. Produksi jagung tahun 2010 (ARAM II) diperkirakan sebesar 18,02 juta ton pipilan kering, meningkat sebanyak 386,79 ribu ton (2,19%) dibandingkan tahun 2009. Kenaikan produksi diperkirakan terjadi karena peningkatan produktivitas sebesar 0,69 kuintal/hektar (1,63%) dan luas panen seluas 23,43 ribu hektar (0,56%). (BPS 2010). Walaupun terjadi kenaikan produksi jagung, namun karena tingginya permintaan maka produksi dalam negeri belum mencukupi kebutuhan. Pada tahun ini diperkirakan impor komoditas jagung melonjak menjadi 1,2 juta ton atau jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu yang hanya sebesar 300.000 ton. Impor komoditas jagung banyak diakibatkan oleh kebutuhan jagung perusahaan pakan mencapai 4,5 juta per tahun. Tulisan ini bertujuan untuk melihat potensi dan strategi pengembangan jagung Sukmaraga di Provinsi Jambi. Ketersediaan Sumber daya Lahan Data BPS (2009) menunjukkan bahwa luas lahan di Provinsi Jambi pada tahun 2008 seluas 5.356.279 hektar, terdiri dari laha sawah 179.828 hektar (3,36%), luas pertanian bukan sawah 3.151.868 hektar (58,84%) dan lahan bukan pertanian 2.024.583 240
hektar (37,80%). Hal ini menunjukan bahwa Provinsi Jambi merupakan wilayah potensi untuk tanaman pangan, termasuk jagung. Tabel 1. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Jagung di Provinsi Jambi Tahun 2004-2008 Tahun Luas panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas (t/ha) 2004 8.724 27.540 3,1 2005 8.874 29.679 3,3 2006 8.637 29.289 3,4 2007 8.655 30.028 3,5 2008 9.520 34.616 3,6 Sumber BPS Provinsi Jambi (2009) Hasil penelitian menunjukan bahwa jagung bersari bebas mempunyai produktivitas yang cukup tinggi. Varietas Lamuru menghasilkan 8,1 t/ha (Wahid 2004), Srikandi Kunig 7,9 t/ha, Sukamaraga 8,5 t/ha, dan Kresna 7 t/ha (Subandi dan Syafruddin 2004, Taufik et al. 2009). Uji adaptasi di Kabupaten Sarolangun, varietas Sukmaraga memberikan hasil 4,99 ton/ha dengan berat 1000 biji 408 gram dan hanya 2,5% rebah akar. (Endrizal et al. 2005) Lahan Pasang Surut Daerah Rawa Provinsi Jambi meliputi luas 1.306.500 ha, terdiri dari rawa pasang surut seluas 1.137.125 ha(87,03%) dan rawa non-pasang surut seluas 169.375 ha (12,97%). Dari luasan tersebut, sebagian telah dimanfaatkan oleh penduduk untuk usaha pertanian, 474.300 ha di lahan rawa pasang dan 37.950 ha di rawa non pasang surut (Ditjen Pengairan, DPU 1996 dalam Susanto et al. 2004) Jagung Sebagai Tanaman Sela Gambar 1. Keragaan Jagung di Lahan Pasang Surut Jumlah tanaman karet yang sudah tua dan rusak di Provinsi Jambi mencapai 135.000 ha. Gawangan di antara tanaman karet yang belum menghasilkan, dapat dimanfaatkan untuk usaha tani jagung. Pertanaman karet seluas 135 ha dapat 241
dimanfaatkan untuk pertanaman jagung ± 65%. Atau seluas 65/100x135.000 ha = 87.750 ha. Gambar 2. Keragaan Jagung pada Gawangan Karet Muda, Singkut V, Kab.Sarolangun, Prov.Jambi Tabel 2. Luas panen, produksi, dan produktivitas jagung per kabupaten di Provinsi Jambi, 2008 Kabupaten Luas panen (ha) Produksi (t) Produktivitas (t/ha) Kerinci 3.306 11.220 3,4 Merangin 700 2801 4,0 Sarolangun 66 236 3,6 Batang Hari 176 501 2,4 Muaro Jambi 3.067 12.341 4,0 Tanjab.Timur 862 2.589 3,0 Tanjab.Barat 356 753 2,1 Tebo 122 507 4,2 Bungo 619 3.018 4,9 Kota Jambi 246 651 2,7 Jumlah 9.520 34.616 3,6 Sumber BPS Provinsi Jambi (2009) 242
Gambar 3. Panen perdana jagung oleh Gubernur Jambi pada pengkajian SUP di Lambur Luar, Kab.Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi Ketersediaan Teknologi Budi daya dan Teknologi Benih Jagung Sukmaraga Benih Daya kecambah minimal 90%, Kebutuhan benih 20 kg/ha. Penyiapan Lahan Tanah dibajak 15-20 cm,gemburkan dan ratakan, atau tanpa olah tanah bagi tanah gembur /ringan, Bersih dari sisa sisa tanaman dan tumbuhan pengganggu. Penanaman Buat lubang tanam dengan tugal sedalam 5 cm. Jarak tanam 75 cm x 40 cm (2 tanaman /rumpun), Masukkan benih dalam lubang tanam dan tutup dengan tanah atau pupuk kandang. Pemupukan Takaran pupuk ; 300 350 kg urea/ha + 50-100 kg KCI/ha, Pupuk diberikan 2 kali,pertama; 7 10 hari setelah tanam (100 kg urea/ha +100-150 kg SP36/ha + 50 100kg KCI/ha) dan kedua ; 30 35 hari setelah tanam (200 250 kg urea/ha), Pupuk diberikan dalam lubang /larikan +10 cm disamping tanaman dan ditutup dengan tanah. Penyiangan Penyiangan pertama pada umur 15 hari setelah tanam. Penyiangan kedua pada umur 28-30 hari setelah tanam, dilakukan sebelum pemupukan kedua. Pengendaliaan Hama dan Penyakit Pengendalian penyakit bulai dengan perlakuan benih, 1 kg benih dicampur dengan 2 g Ridomil atau Saromil yang dilarutkan dalam 7,5 10 ml air, Hama penggerekan dikendalikan dengan pemberian insektisida Furadan 3G melalui pucuk tanaman (+3-4 butir/tanaman). Pemberian Air Pada saat sebelum tanam,15 hari setelah tanam (hst), 30 hst, 45 hst,60 hst, dan 75 hst (6 kali pemberian). 243
Panen Jagung sudah siap dipanen jika klobot sudah mengering dan berwarna coklat muda, biji mengkilap dan bila ditekan dengan kuku tidak membekas. Strategi Pengembangan Produksi Benih Benih merupakan salah satu komponen teknologi penentu keberhasilan usahatani dalam meningkatkan produktivitas. Provinsi Jambi berupaya untuk mandiri benih tanaman pangan. Upaya penyebarluasan varietas Sukmaraga di Provinsi Jambi dapat dilakukan melalui penangkaran benih sesuai teknologi produksi benih (Dahlan 1998) Benih Dasar Benih penjenis ditananm dalam petak terisolasi, tidak ada tanaman jagung lain yang berbunga dalam bersamaan (selang bulan) pada jarak 200 meter. Tanaman yang menyimpang dibuang agar tidak menghasilkan tepung sari. Perludiperhatikan serangan penyakit, warna batang dan daun, tinggi tongkol Dan batang, umur, warna rambut tongkol, serta warna anther dan glume. Namun perlu diingat bahwa varietas yang di lepas sekarang masih berupa komposit misalnya varietas arjuna yang warna daun dan batang serta warna rambut tongkol dan malainya masih campuran. Benih Pokok Benih dasar ditanam untuk menghasilkan benih pokok dalam petak terisolasi. Isolasi seperti benih dasar. Dianjurkan agar kerapatan tanaman sedikit rendah daripada anjuran sehingga dapat diperoleh tanaman yang lebih tegap dan tongkol lebih besar dengan hasil mutu benih yang lebih baik. Tanaman-tanaman yang menyimpang dibuang, sebelum menghasilkan tepungsari. Benih Sebar Benih pokok ditanam untuk menghasilkan benih sebar dalam petak terisolasi seperti pada benih dasar. Tanaman-tanaman yang menyimpang dibuang sebelum menghasilkan tepungsari. Dalam produksi benih yang harus diperhatikan adalah asal benih, isolasi dan pembuangan tanaman yang menyimpang. Gambar 4. Uji multilokasi jagung pada lahan kering masam oleh Balitsereal Maros di BBI Palawija, Sebapo kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. 244
KESIMPULAN Jagung komposit Sukmaraga merupakan varietas bersari bebas yang mempunyai potensi hasil tinggi, tahan penyakit bulai dan adaptif pada lahan masam. Provinsi Jambi memiliki potensi yang besar untuk pengembangan jagung Sukmaraga baik pada lahan kering masam maupun lahan pasang surut. Pada lahan kering masam pengembangan penanaman jagung Sukmaraga dapat dilakukan secara monokultur maupun sebagai tanaman sela pada perkebunan karet yang belum menghasilkan. Upaya pengembangan Jagung Sukmaraga dapat dilakukan melalui perbanyakan benih sumber dan keturunannya, pengujian dan diseminasi. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi. 2009. Statistik Provinsi Jambi Tahun 2008. Dahlan Marsum. 1988. Pembentukan dan Produksi Benih Varietas Bersari Bebas. Buku Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor. Hal : 101-118 Subandi dan Syafruddin. 2004. Pengelolaan tanaman Jagung di Sulawesi Selatan menunjang Sulawesi Corn Belt dalam. Taufik, M dan Muhammad Thamrin. 2009. Analisis Input- Output Pemupukan Beberapa Varietas Jagung di lahan Kering. Jurnal Penelitian Pertanian Volume 28 Nomor 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor, Indonesia. Taufik, M dan Muhammad Thamrin. 2009. Analisis Input-Output Pemupukan Beberapa Varietas Jagung di lahan Kering. Jurnal Penelitian Pertanian Volume 28 Nomor 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor, Indonesia. Wahid, S. 2004. Uji adaptasi/multilokasi jagung berpotensi hasil tinggi di Sulawesi Selatan. dalam. Taufik, M dan Muhammad Thamrin. 2009. Analisis Input-Output Pemupukan Beberapa Varietas Jagung di lahan Kering. Jurnal Penelitian Pertanian Volume 28 Nomor 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor, Indonesia. 245