BAB I PENDAHULUAN.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

Proses Penularan Penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

STUDl KOMUNITAS NYAMUK TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS DI DAERAH ENDEMIS DESA GONDANGLEGI KULON MALANG JAWA TIMUR. Oleh : Akhmad Hasan Huda

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Filariasis limfatik atau Elephantiasis adalah. penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit di mana

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah

Prevalensi pre_treatment

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sebagai vektor penyakit seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008).

FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN

SITUASI FILARIASIS DI KABUPATEN SUMBA TENGAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2009

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment

Kata kunci: filariasis; IgG4, antifilaria; status kependudukan; status ekonomi; status pendidikan; pekerjaan

Kondisi Filariasis Pasca Pengobatan Massal di Kelurahan Pabean Kecamatan Pekalongan Utara Kota Pekalongan

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir, penyakit yang ditularkan oleh nyamuk cenderung

BAB I PENDAHULUAN. distribusinya kosmopolit, jumlahnya lebih dari spesies, stadium larva

Analisis Nyamuk Vektor Filariasis Di Tiga Kecamatan Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam

SELAYANG PANDANG PENYAKIT-PENYAKIT YANG DITULARKAN OLEH NYAMUK DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2004 Oleh : Akhmad Hasan Huda, SKM. MSi.

Filariasis Limfatik di Kelurahan Pabean Kota Pekalongan

DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOR OF THE PEOPLE AT NANJUNG VILLAGE RW 1 MARGAASIH DISTRICT BANDUNG REGENCY WEST JAVA ABOUT FILARIASIS

Identification of vector and filariasis potential vector in Tanta Subdistrict, Tabalong District

ABSTRAK STUDI KASUS PENENTUAN DAERAH ENDEMIS FILARIASIS DI DESA RANCAKALONG KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT TAHUN 2008

BAB 1 RANGKUMAN Judul Penelitian yang Diusulkan Penelitian yang akan diusulkan ini berjudul Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus,

BAB I PENDAHULUAN. klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae yang terbagi

Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan

KEPADATAN NYAMUK TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS DI DESA PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS, DESA JALAKSANA KABUPATEN KUNINGAN DAN BATUKUWUNG KABUPATEN SERANG

IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA

FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PADANG TAHUN

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT KELURAHAN PABEAN, KECAMATAN PEKALONGAN UTARA, KOTA PEKALONGAN TENTANG FILARIASIS LIMFATIK * *

BAB 1 PENDAHULUAN. agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Filariasis limfatik atau lebih dikenal dengan. penyakit kaki gajah adalah salah satu masalah kesehatan

RISIKO KEJADIAN FILARIASIS PADA MASYARAKAT DENGAN AKSES PELAYANAN KESEHATAN YANG SULIT

Gambaran Pengobatan Massal Filariasis ( Studi Di Desa Sababilah Kabupaten Barito Selatan Kalimantan Tengah )

Study of Society's Knowledge, Attitude andpractic (KAP) about Lymphatic Filariasis in Pabean Village, Pekalongan Utara Sub District, Pekalongan City

Kasus elefantiasis di desa Gondanglegi Kulon yang pernah dilaporkan. dilakukan survei pendahuluan dan pelacakan kasus, ditemukan lagi dua penderita

UPAYA KELUARGA DALAM PENCEGAHAN PRIMER FILARIASIS DI DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN FILARIASIS DI PUSKESMAS SE-KOTA PEKALONGAN TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Filariasis limfatik atau yang biasa disebut dengan kaki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KOMPOSISI JENIS NYAMUK DI BEBERAPA WILAYAH ENDEMIS PENYAKIT KAKI GAJAH DI KABUPATEN BANYUASIN PROVINSI SUMATRA SELATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PRAKTIK PENCEGAHAN FILARIASIS DAN MF-RATE DI KOTA PEKALONGAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan,

ANALISIS SITUASI FILARIASIS LIMFATIK DI KELURAHAN SIMBANG KULON, KECAMATAN BUARAN, KABUPATEN PEKALONGAN Tri Wijayanti* ABSTRACT

Aktivitas Menggigit Nyamuk Culex quinquefasciatus Di Daerah Endemis Filariasis Limfatik Kelurahan Pabean Kota Pekalongan Provinsi Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Epidemiology of filariasis in Nunukan. Epidemiologi filariasis di Kabupaten Nunukan. Penelitian. Vol. 4, No. 4, Desember 2013

Unnes Journal of Public Health

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGOBATAN FILARIASIS DI DESA BURU KAGHU KECAMATAN WEWEWA SELATAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA

GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA FILARIASIS DI DESA SANGGU KABUPATEN BARITO SELATAN KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit kaki gajah atau dalam bahasa medis. disebut filariasis limfatik atau elephantiasis adalah

CULEX QUINQUIFASCL4TUS SEBAGAI VEKTOR UTAMA FILARIASIS LIMFATIK YANG DISEBABKAN WUCHERERIA BANCROFTI DI KELURAHAN PABEAN KOTA PEKALONGAN

Faktor Risiko Kejadian Filarisis Limfatik di Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi

Rencana Nasional Program Akselerasi Eliminasi Filariasis di Indonesia. No ISBN :

Kajian Epidemiologi Limfatikfilariasis Di Kabupaten Sumba Barat (Desa Gaura) dan Sumba Tengah (Desa Ole Ate) Tahun Hanani M.

BIOEDUKASI Jurnal Pendidikan Biologi e ISSN Universitas Muhammadiyah Metro p ISSN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK PREVALENSI FILARIASIS DI KOTA BEKASI PERIODE

CAKUPAN PENGOBATAN MASSAL FILARIASIS DI KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2011 FILARIASIS MASS TREATMENT COVERAGE IN DISTRICT SOUTHWEST SUMBA 2011

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT FILARIASIS DI KABUPATEN BEKASI, PROVINSI JAWA BARAT PERIODE

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dan dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit jenis ini masih

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi Millenium

Evaluasi Status Endemisitas Filariasis Pada Beberapa Kabupaten Di Provinsi Aceh Dengan Pemeriksaan Mikroskopis, Brugia Test dan ICT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ABSTRAK. Pembimbing I : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc Pembimbing II : Hartini Tiono, dr.,m. Kes

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ANALISIS SPASIAL ASPEK KESEHATAN LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit menular merupakan penyakit yang dapat. ditularkan melalui hewan perantara (vektor).

EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI DESA SUNGAI RENGIT KECAMATAN TALANG KELAPA KABUPATEN BANYUASIN TAHUN 2006

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Unnes Journal of Public Health

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Angka Prevalensi Mikrofilaria di Kabupaten Banyuasin Pasca Pengobatan Massal Tahap III

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

SITUASI FILARIASIS DI KABUPATEN SUMBA TENGAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2009

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria (Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori). Penyakit ini ditularkan melalui nyamuk dari orang yang terinfeksi larva cacing (mikrofilaria) kepada orang yang sehat. 1 Penyakit filariasis pada umumnya menyerang orang dewasa yang aktif bekerja terutama yang mempunyai aktifitas di luar rumahpada malam hari. Hal ini terkait dengan aktivitas menghisap darah nyamuk vektor tertinggi pada malam hari. Penyakit filariasis ini dapat menurun produktifitas kerjanya. 2 Filariasis limfatik dengan morbiditas akut dan kronis tersebar di daerah tropis dan sub tropis di Asia, Afrika, Pasifik Barat dan beberapa bagian dari Amerika. 3 Data tahun 2009 menunjukkan bahwa mikrofilaria telah menginfeksi lebih dari 700 juta orang di seluruh dunia. Sebanyak 60 juta orang di antaranya (64%) terdapat di regional Asia Tenggara. Ada 11 negara di Asia Tenggara yang endemis filariasis, termasuk Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara dengan jumlah penduduk terbanyak dan wilayah yang luas namun memiliki masalah filariasis yang kompleks. 1 Filariasis tidak menyebabkan kematian tetapi merupakan salah satu penyebab utama kecacatan jika tidak segera diobati. Ketidakmampuan dan kecacatan yang disebabkan oleh filariasis berakibat pada masalah ekonomi dan sosial. Selain itu, menimbulkan dampak psikologis bagi penderitanya, misalnya bagi mereka yang hidup dengan gejala kronis akan menderita karena diasingkan keluarganya dan masyarakat, juga mengalami kesulitan mendapatkan pasangan dan menghambat keturunan. 4 Mikrofilaria (MF) rate 1% atau lebih merupakan indikator suatu Kabupaten/ Kota menjadi daerah endemis filariasis. MF rate dihitung dengan cara membagi jumlah sediaan darah jari (SDJ) yang positif mikrofilaria dengan

jumlah SDJ yang diperiksa dikali seratus persen. Daerah yang mempunyai MF rate tinggi berarti di daerah tersebut banyak ditemukan penduduk yang mengandung mikrofilaria di dalam darahnya. Semakin tinggi MF rate semakin tinggi pula risiko terjadi penularan filariasis. 1 Tahun 2002 pemerintah telah mulai mencanangkan program eliminasi penyakit kaki gajah di Indonesia dan telah menetapkan sebagai salah satu program prioritas. Program ini dicanangkan sebagai respons dari WHO yang menetapkan komitmen global untuk mengeliminasi filariasis ( The Global Goal of Elimination of Lymfatic Filariasis as a Public Health Problem by the Year 2020 ). 5 Faktor-faktor yang diduga sebagai faktor risiko kejadian filariasis, antara lain lingkungan yang mendukung penularan filariasis, adanya kebiasaan keluar rumah pada malam hari, kebiasaan tidur tidak menggunakan kelambu. Kelambu dapat berfungsi sebagai alat pelindung diri dari gigitan nyamuk. Peningkatan kepadatan dan resistensi vektor terhadap insektisida juga diduga sebagai faktor risiko kejadian filariasis. 6 Beberapa penelitian sebelumnya telah diteliti mengenai komunitas nyamuk tersangka vektor filariasis di daerah endemis, epidemiologi filariasis klinis, kajian nyamuk vektor di daerah endemik filariasis. Guna mendukung kepentingan pemberantasan vektor penyakit filariasis, perlu diteliti deteksi mikrofilaria pada nyamuk Culex berdasarkan tingkat Microfilaria Rate (Mf Rate). Faktor yang diduga sebagai risiko tinggi penularan filariasis adalah densitas nyamuk Culex yang merupakan vektor filariasis di perkotaan. Keberadaan Culex tersebar hampir di seluruh dunia, khususnya di daerah tropis dan sub tropis. Dibandingkan dengan yang lain dari genus Culex, spesies yang tersebar paling luas adalah Culex quinquefasciatus atau Culex fatigans. Jumlah kasus klinis filariasis di Indonesia sampai tahun 2010 yang dilaporkan sebanyak 11.969 kasus. 7 Hal ini memposisikan penyakit filariasis sebagai masalah kesehatan masyarakat, terutama di daerah-daerah endemis. Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang mempunyai kasus filariasis adalah di Indonesia. Jumlah kasus filariasis mencapai 451 penderita

pada tahun 2010, dan meningkat menjadi 537 penderita pada tahun 2011. Ditemukan 141 kasus baru pada tahun 2011 di 9 kabupaten/kota yaitu Kota Pekalongan (125 kasus), Kabupaten Banjarnegara (5 kasus), Kota Semarang (2 kasus), Kabupaten Boyolali (1 kasus), Kabupaten Demak (1 kasus), Kabupaten Batang (1 kasus), dan Kabupaten Pemalang (1 kasus). 8 Kota Pekalongan merupakan daerah endemis filariasis di Provinsi Jawa Tengah. Pada tahun 2004-2010 data kasus klinis dan kronis filariasis di Pekalongan telah dilaporkan sebanyak 202, terdiri dari 11,39% untuk kasus kronis dan 88,61% untuk kasus klinis filariasis. Ada 3 kecamatan yang angka Mf Rate >1% yaitu Kecamatan Pekalongan Barat terdiri dari Kelurahan Tegalrejo (2,40%), Kelurahan Pasirsari (2,34%), dan Kelurahan Pabean (3,40%), Kecamatan Pekalongan Selatan terdiri dari Kelurahan Bumirejo (5,48%) dan Kelurahan Kertoharjo (4,18%), Kecamatan Pekalongan Utara terdapat pada Kelurahan Bandengan (3,57%). Wilayah Kecamatan Pekalongan Selatan terdapat Kelurahan Jenggot yang meskipun angka mikrofilaria <1%, namun masih bertambahnya kasus filariasis dikarenakan Kelurahan Jenggot berbatasan langsung dengan Kelurahan Kertoharjo (4,18%). Data hasil pemeriksaan survey darah jari (SDJ) filariasis pada tahun 2012 menunjukan Kelurahan Jenggot Kota Pekalongan merupakan daerah yang mempunyai jumlah kasus terbanyak (21 kasus) dan Kelurahan Banyurip Ageng merupakan daerah dengan kasus terendah (9 kasus). Kelurahan Jenggot kasusnya 2,3 kali lebih besar dibandingkan dengan Kelurahan Banyurip Ageng. 9 Pendeteksi keberadaan mikrofilaria pada nyamuk Cx. quinquefasciatus dapat mendukung program pengendalian vektor filariasis. Angka infeksi mikrofilaria pada nyamuk vektor dapat mendukung program yang tepat sasaran. Densitas nyamuk Culex merupakan faktor penularan filariasis di perkotaan. Keberadaan mikrofilaria pada nyamuk Culex perlu dideteksi untuk mengetahui proporsi nyamuk vektor yang infeksius. Hal ini dapat mendukung program pengendalian vektor yang tepat sasaran.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dirumuskan masalah sebagai berikut Adakah perbedaan proporsi infeksi mikrofilaria pada nyamuk Culex sp berdasarkan tingkat Mf Rate. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui perbedaan proporsi infeksi mikrofilaria pada nyamuk Culex sp di daerah Mf Rate tinggi dengan di daerah Mf Rate rendah. 2. Tujuan Khusus a. Menghitung densitas nyamuk yang tertangkap di dalam rumah dan di luar rumah menurut status Mf Rate kelurahan b. Mengidentifikasi spesies-spesies nyamuk yang diduga vektor filariasis di lingkungan rumah menurut status Mf Rate kelurahan c. Mengidentifikasi umur nyamuk yang telah tertangkap d. Menghitung persentase nyamuk yang kenyang darah e. Mendeteksi keberadaan mikrofilaria pada nyamuk yang tertangkap f. Menganalisis perbedaan proporsi infeksi mikrofilaria pada nyamuk Culex sp di daerah Mf Rate tinggi dengan di daerah Mf Rate rendah D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah meningkatkan kewaspadaan masyarakat untuk menghindari penularan penyakit filariasis di daerah yang tingkat Mf Rate tinggi maupun di daerah yang tingkat Mf Rate rendah dan sebagai sumber informasi kepada peneliti lain untuk melaksanakan penelitian selanjutnya.

E. Keaslian Penelitian Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No. Peneliti (tahun) 1. Akhmat Hasan Huda (2002) 2. Hasmiwati dan Nurhayati (2008) 3. Lasbudi P. Ambarita, dan Hotnida Sitorus (2004) Judul Studi Komunitas Nyamuk Tersangka Vektor Filariasis di Daerah Endemis Desa Gondanglegi Kulon Malang Jawa Timur Tahun 2002 Kajian Nyamuk Vektor di Daerah Endemik Filariasis di Kenagarian Mungo, Kabupaten Lima Puluh Kota Studi Komunitas Nyamuk Di Desa Sebubus (Daerah Endemis Filariasis), Sumatera Selatan Tahun 2004 Desain Studi Cross Sectional Cross Sectional Cross Sectional Variabel Bebas dan Terikat - Epidemiologi Filariasis Klinis - Komunitas nyamuk dan vektor filariasis yang diduga - Kepadatan nyamuk - Filariasis - Komunitas nyamuk - Nyamuk infeksius - Microfilaria Rate (Mf Rate) Hasil - Desa Gondanglegi Kulon merupakan daerah endemis filariasis klinis yang dibuktikan adanya penderita filariasis klinis akut dan kronis - Vektor filariasis utama yang diduga menjadi penular penyakit adalah Cx. quinquefasciatus, sedangkan vektor potensialnya adalah Cx. bitaeniorhynchus, An. vagus dan An. subpictus. - Dari hasil penangkapan nyamuk didapatkan 5 jenis, yaitu: An. Negrrimus, Armigeres spp, Cu. bitaeniorhyncus, Cu. tritaeniorhynchus dan Mansonia uniformis. - Dari 5 jenis nyamuk yang tertinggi kepadatannya adalah Cu. tritaeniorhynchus, yaitu 78,8%. - Tidak ditemukan nyamuk yang mengandung larva. - 5 spesies nyamuk tertangkap(mansonia bonneae/dives, Mansonia uniformis, Culex spp, Aedes aegypti, dan Anopheles separatus ). - Aktivitas menggigit Mansonia bonneae/divis di luar rumah tertinggi pada pukul 18.00 sampai 19.00, sedangkan di dalam rumah tertinggi didapatkan pada pukul 20.00 sampai 21.00 - Aktivitas mengisap darah Mansonia uniformis di luar rumah tertinggi pada pukul 20.00 sampai 21.00 dan pukul 21.00 sampai 22.00. Aktivitas mengisap darah di dalam rumah tertinggi pada pukul 20.00 sampai 21.00 - Tidak ditemukannya satupun nyamuk yang mengandung larva cacing filaria - Angka Microfilaria Rate (Mf Rate) di desa ini sebesar 1,12%.

Dilihat dari beberapa keaslian penelitian di atas ada persamaan dan perbedaan penilitian. Adapun persamaan penelitian yaitu mendeteksi mikrofilaria pada vektor yang diduga menularkan penyakit filariasis. Semua nyamuk yang tertangkap diidentifikasi jenis nyamuknya dan kemudian dilakukan pembedahan. Perbedaan penelitian ini dibanding dengan penelitian-penelitian di atas adalah dilakukannya deteksi mikrofilaria pada nyamuk Culex berdasarkan tingkat Mf Rate dan tempat pelaksanaan penelitian.