1.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wira Suwasti, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia mulai mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Terbukti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. bertujuan menghasilkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang terdidik

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. atau penghargaan ). Belajar yang dapat mencapai tahapan ini disebut dengan belajar

materi yang ada dalam suatu pengajaran.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap bangsa merupakan kebutuhan mutlak yang harus

BAB I PENDAHULUAN. saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. 1

2.2 Aktivitas Belajar dengan Menggunakan Media Gambar. Aktivitas belajar menggunakan media gambar merupakan kegiatan, kesibukan,

BAB I PENDAHULUAN. penemuan. Trianto (2011:136) mengatakan bahwa Ilmu Pengetahuan. Alam merupakan suatu kumpulan teori yang sistematis.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tujuan pembelajaran IPA di atas yakni menumbuh kembangkan pengetahuan dan keterampilan, maka hal ini sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Eka Atika Sari

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dinyatakan bahwa, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI

3.1 Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Ruang Lingkup IPA SD/MI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang berkaitan dengan cara

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT)

BAB I PENDAHULUAN. tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 19 ayat (1) tentang Standar Proses, pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebaiknya

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Mella Pratiwi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. aspek kurikulum, dan aspek belajar mengajar (Majid, 2014: 86). Dari pernyataan

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) agar siswa memahami konsep-konsep IPA secara sederhana dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

commit to user BAB I PENDAHULUAN

UPAYA PENINGKATAN KEAKTIFAN BERDISKUSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DENGAN PENERAPAN METODE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DISERTAI MODUL

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR DAN HASIL BELAJAR PPKn MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru. 1. Menurut kurikulum 2006 salah satu tujuan dari pembelajaran matematika di SD/

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semua mata pelajaran yang ada di SD tentunya memegang peranan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iva Sucianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kualifikasi guru, penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku dan alat

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gresi Gardini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. teknologi komunikasi dewasa ini, menuntut individu untuk memiliki berbagai

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dalam menunjang

BAB I PENDAHULUAN. mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antara individu

BAB I PENDAHULUAN. masalah itu sendiri sehingga pembelajaran akan lebih terpusat pada siswa untuk

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOLABORATIF DISERTAI METODE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pokok yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia adalah masalah yang berhubungan dengan mutu atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan PP 19 Tahun 2005 Pasal 20 dinyatakan bahwa: Perencanaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Proses pembelajaran fisika seringkali dianggap susah oleh siswa karena cara

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. siswa mampu menyelesaikan semua persoalan-persoalan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia (SDM), karena sumber daya yang berkualitas

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia sedang mendapat perhatian dari pemerintah. Berbagai

Seminar Nasional Pendidikan Sains II UKSW

BAB I PENDAHULUAN. wawasan, ketrampilan dan keahlian tertentu kepada individu guna. diyakini mampu menanamkan kapasitas baru bagi semua orang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah sebagai fasilitator. Untuk menjadi fasilitator yang baik guru

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. interaksi aktif dilakukan pembelajaran dengan lingkungan, yang menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. alam semesta dan interaksi yang terjadi didalamnya. Ilmu Pengetahuan Alam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intan Setiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Atamik B, 2013

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengembangkan pengetahuan dan kepribadiannya. Pendidikan ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan investasi yang paling utama bagi setiap bangsa,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan, pengendalian diri dan keterampilan untuk membuat dirinya berguna di

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan sangat penting dan berpengaruh bagi kehidupan manusia karena dengan pendidikan manusia dapat berdaya guna dan mandiri. Namun masalah pendidikan menjadi hal yang paling utama bahkan menjadi perhatian dan penanganan khususnya pemerintah. Pemerintah berupaya meningkatkan mutu pendidikan dan mengadakan inovasi-inovasi baru untuk mengatasi berbagai masalah pendidikan agar pendidikan di Indonesia dapat berkembang dan mampu menghadapi persaingan global di dunia. Berdasarkan Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 19 ayat (1) menyebutkan bahwa : proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, memberikan ruang gerak yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian, sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologi siswa. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional no 22 Tahun 2006, tujuan pembelajaran IPA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan memahami konsep secara luwes, akurat, efisiensi dan tepat dalam memecahkan masalah. Ruang lingkup dalam pembelajaran IPA di Sekolah Dasar mencakup dua aspek yaitu praktikum dan pemahaman konsep. Lingkup dari praktikum atau kerja ilmiah yaitu kegiatan penyelidikan, berkomunikasi ilmiah, pengembangan kreativitas, pemecahan masalah, sikap dan nilai ilmiah. Sedangkan ruang lingkup untuk pemahaman konsep yang terdapat dalam KTSP mencakup antara lain: (1) Makhluk hidup dan proses kehidupannya, dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan;(2) Benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya;(3)energy dan perubahannya melipuri gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana;(4) Bumi dan alam semesta meliputi tanah, bumi, tata surya dan bendabenda langit lainnya. IPA atau sains merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala- 1

2 gejala alam. Perkembangan IPA selanjutnya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta saja, tetapi juga ditandai oleh munculnya metode ilmiah (scientific methods) yang terwujud melalui suatu rangkaian kerja ilmiah (working scientifically), nilai dan sikap ilmiah (scientific attitudes). Sejalan dengan pengertian IPA tersebut, James B. Conant yang dikutip oleh Amien (dalam Jatmiko, 2004) mendefinisikan IPA sebagai suatu rangkaian konsep yang saling berkaitan dengan bagan-bagan konsep yang telahberkembang sebagai suatu hasil eksperimen dan observasi, yang bermanfaat untuk eksperimentasi dan observasi lebih lanjut. Merujuk pada pengertian IPA di atas, maka hakikat IPA meliputi empat unsur, yaitu: (1) produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum; (2) proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi pengamatan, penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen, percobaan atau penyelidikan, pengujian hipotesis melalui eksperimentasi; evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan; (3)aplikasi: penerapan metode atau kerja ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari; (4) sikap: rasa ingin tahu tentang obyek, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar; sains bersifat open ended. Pembelajaran IPA dibutuhkan keaktifan sebagai dasar untuk dapat memahami konsep-konsep IPA terutama banyak hafalan, hal tersebut dipengaruhi oleh metode pembelajaran yang digunakan agar dapat meningkatkan hasil belajar IPA. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran siswa dituntut untuk aktif sehingga daya ingat siswa memahami konsep terhadap apa yang dipelajari akan lebih baik. Maka kreatifitas seorang guru dituntut dalam mengajar IPA agar pembelajaran menjadi mudah dan menyenangkan. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran merupakan hal yang sangat penting dan perlu diperhatikan sehingga proses belajar yang ditempuh benar-benar memperoleh hasil yang optimal, khususnya dalam proses belajar mengajar yang berlangsung di sekolah yang banyak dipengaruhi oleh komponen belajar mengajar, misalnya siswa, guru, sarana dan prasarana belajar. Fenomena umum pada pembelajaran IPA seperti yang dipaparkan diatas juga ditemui di SD Negeri03 Ngumbul, Kecamatan Todanan, Kabupaten Blora.

3 Masalah yang muncul di kelas V SD Negeri Ngumbul 03 yaitu siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi IPA. Hal ini disebabkan guru mengajar monoton dan kurang variatif, penggunaan metode ceramah sehingga siswa masih menerapkan cara belajar menghafal, penggunaan media pembelajaran yang kurang optimal. Faktor-faktor tersebut menyebabkan aktivitas siswa saat pembelajaran kurang optimal. Siswa kurang antusias, cepat merasa bosan saat pembelajaran berlangsung, dan keaktifan siswa kurang. Selain itu tingkat pemahaman siswa terhadap materi pun rendah. Walaupun dengan penggunaan metode ceramah materi dapat disampaikan secara detail, tetapi pembelajaran dianggap bermakna saat siswa memahami materi dari pengalaman belajar dan mengaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari. Siswa belum mampu mengaitkan kosep dengan kehidupan sehari-hari. Pemahaman siswa mengenai materi IPA yang kurang menyebabkan hasil belajar siswa rendah. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu diadakan perbaikan terhadap strategi pembelajaran yang berkaitan dengan model pembelajaran yang digunakan guru, yaitu dengan menerapkan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu dari banyak model pembelajaran yang dapat dipilih untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif lebih melibatkan siswa secara langsung untuk aktif dalam pembelajaran. Jadi dengan diterapkannya model pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran IPA khususnya materi proses pembentukan tanah. Berdasarkan informasi dari guru, siswa menganggap bahwa materi proses pembentukan tanah merupakan materi yang sulit untuk dipelajari dan dipahami. Guru juga merasa kesulitan dalam menyampaikan materi karena keterbatasan waktu dan banyaknya materi yang tercakup dalam KD tersebut. Luasnya cakupan materi tersebut dengan hanya diterapkan metode ceramah saja menjadikan siswa sangat sulit memahami materi tersebut. Hal ini ditunjukan dengan data nampak bahwa 58,3% dari 24 siswa tidak bertanya jawab ketika diberi kesempatan bertanya, 12,5% dari 24 siswa ijin keluar kelas selama proses pembelajaran berlangsung, 12,5% dari 24 bercanda tanpa arah saat proses pembelajaran dan 16,7% dari 24 siswa nampak lesu saat mengikuti pembelajaran. Selain keaktifan siswa dalam kelas nampak bahwa hasil

4 belajar siswa rendah, dari hasil belajar IPA materi proses pembentukan tanah yaitu dari 24 siswa hanya 33,3% dari 8 siswa yang mendapat nilai di atas KKM yang ditentukan, sedangkan 66,7% dari 16 siswa lainnya mendapat nilai di bawah KKM yang telah ditetapkan yaitu 63. Hasil belajar siswa yang rendah dapat digunakan sebagai indikator bahwa pembelajaran IPA kurang berhasil. Berdasarkan hasil belajar siswa kelas V yang kurang berhasil seperti yang telah diuraikan diatas, maka diperoleh solusi yang tepat untuk menangani masalah yang muncul di kelas V SD Negeri03 Ngumbul. Solusi yang diambil yaitu mengganti metode pembelajaran ceramah dengan model pembelajaran yang lebih menyenangkan dan meningkatkan keaktifan siswa. Peneliti memutuskan untuk menggunakan Model Pembelajaran NHT (Numbered Heads Together). Di dalam pembelajaran kooperatif dikenal berbagai metode pembelajaran salah satunya adalah metode Numbered Heads Together (NHT). Numbered Heads Together (NHT) merupakan pendekatan struktur informal dalam cooperative learning. NHT merupakan struktur sederhana dan terdiri atas 4 tahap yaitu Penomoran (Numbering), Mengajukan Pertanyaan (Questioning), Berpikir Bersama (Heads Together), dan Menjawab (Answering) yang digunakan untuk mereview fakta-fakta dan informasi dasar yang berfungsi untuk mengatur interaksi para siswa. Prinsipnya metode ini membagi siswa menjadi beberapa kelompok kecil, dan setiap siswa dalam kelompok akan mendapatkan nomor, nomor inilah yang digunakan sebagai patokan guru dalam menunjuk siswa untuk mengerjakan tugasnya. Selain itu pembagian kelompok juga dimaksudkan agar setiap siswa dapat bertukar pikiran dalam menyelesaikan semua permasalahan yang ditugaskan oleh guru secara bersama-sama sehingga diharapkan setiap siswa akan aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Metode ini berupaya meningkatkan aktivitas siswa untuk aktif dalam belajar secara kelompok, sehingga akan menimbulkan minat dan motivasi yang tinggi dalam belajar baik secara individu maupun kelompok. Penerapan metode Numbered Heads Together ini sesuai dengan karakteristik pada materi proses pembentukan tanah karena dengan melakukan diskusi siswa dapat bertukar pikiran mengenai materi yang dipelajari, sehingga siswa tidak diibaratkan sebagai botol kosong yang kemudian diisi oleh guru.

5 Dengan metode ini semua siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk melaporkan hasil diskusi, sehingga semua anggota kelompok dituntut untuk memahami materi yang dipelajari. Metode NHT menuntut siswa untuk berdiskusi dengan sungguh-sungguh, tidak hanya mengandalkan pada siswa yang pandai, sehingga memungkinkan siswa untuk memahami materi dan hasil belajar siswa meningkat. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, pembelajaran IPA dibutuhkan keaktifan sebagai dasar untuk dapat memahami konsep-konsep IPA, maka peningkatan pemahaman konsep belajar siswa memerlukan perencanaan dan pendekatan yang sistematis. Dengan mempertimbangkan hal tersebut diatas maka peneliti ingin mengadakan penelitian tindakan kelas pada siswa kelas V SDN 03 Ngumbul Todanan Blora, dengan judul Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif Dan Afektif Pada Mata Pelajaran IPA Melalui Penerapan Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) Pada Siswa Kelas V SD Negeri Ngumbul 03 Kecamatan Todanan Kabupaten Blora Tahun Pelajaran 2011/2012. 1.2 Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah dapat diidentifikasi beberapa masalah tentang proses pembelajaran pada Mata Pelajaran IPA Kelas V dengan Pokok Bahasan Proses Pembentukan Tanah Semester II di SD Negeri 03 Ngumbul Kecamatan Todanan Kabupaten Blora Tahun Pelajaran 2011/2012. Diantaranya adalah sebagai berikut: Dari sisi siswa antara lain: a. Siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi proses pembentukan tanah. b. Siswa belum mampu mengaitkan kosep dengan kehidupan sehari-hari. c. Siswa kurang antusias, cepat merasa bosan saat pembelajaran berlangsung, dan keaktifan siswa kurang. Dari sisi guru antara lain: a. Guru mengajar monoton dan kurang variatif, penggunaan metode ceramah. b. Guru kurang melibatkan siswa dalam memberikan berbagai contoh.

6 c. Guru dalam penyampaian materi kurang menghubungkan materi dengan kehidupan sehari-hari. Dengan temuan masalah diatas, di dalam belajar mata pelajaran IPA pemahaman konsep anak terhadap pembelajaran IPA masih kurang. Hal yang perlu dilakukan guru dalam menyampaikan materi dalam pembelajaran IPA agar siswa lebih memahami materi yang disampaikan yaitu: a. Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif yang tepat. b. Guru dapat menyampaikan materi dengan model pembelajaran Numbered Heads Together. 1.3 Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, permasalahan yang berkaitan dengan judul sangat luas. Oleh karena itu perlu adanya suatu pembatasan masalah, sehingga yang diteliti akan lebih jelas dan tidak menimbulkan persepsi yang berbeda. Maka peneliti membatasi obyek-obyek penelitian sebagai berikut: 1. Model pembelajaran IPA yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT). 2. Peneliti hanya meneliti siswa kelas V SDN Ngumbul 03 Kecamatan TodananKabupaten Blora. 3. Indikator dalam belajar siswa adalah seberapa besar peningkatan hasil belajar dan aktivitas siswa (keaktifan) yang dicapai siswa terhadap pembelajaran IPA 4. Aktivitas siswa dalam pembelajaran IPA hanya dibatasi pada keaktifan mengerjakan soal latihan, keaktifan mengajukan pertanyaan/bertanya dan menjawab pertanyaan. 5. Materi pembelajaran yang lebih ditekankan adalah materi proses pembentukan tanah.

7 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Apakah penerapan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar kognitif dan afektif pada mapel IPA materi proses pembentukan tanah pada siswa kelas V SD Negeri 03 Ngumbul Kecamatan Todanan Kabupaten Blora Tahun Pelajaran 2011/2012? 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar kognitif dan afektif pada mata pelajaran IPA materi proses pembentukan tanah dengan menggunakan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) pada siswa kelas V SD Negeri 03 Ngumbul Kecamatan Todanan Kabupaten Blora Tahun Pelajaran 2011/2012. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara langsung dan tidak langsung dalam dunia praktisi pendidikan dan menambah khasanah dalam dunia ilmu pengetahuan. Untuk itu, manfaat-manfaat tersebut dapat diuraikan dalam manfaat teoritis dan manfaat praktis. 1.1.1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian iniuntuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) b. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai dasar untuk mengembangkan penelitian-penelitian selanjutnya yang sejenis. 1.1.2. Manfaat Secara Praktis a. Bagi guru 1. Akan menambah pengalaman dan menggunakan strategi pembelajaran yang lebih bervariasi sehingga permasalahan guru tentang materi pelajaran yang sulit dapat diatasi. 2. Dapat meningkatkan kreativitas dan kualitas guru. 3. Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan

8 4. Membuat materi yang diajarkan menjadi bermakna 5. Memberikan alternatif media pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa b. Bagi siswa 1. Meningkatkan hasil belajar siswa 2. Meningkatkan kompetensi setiap siswa 3. Siswa dapat menerima konsep-konsep mapel IPA dengan baik melalui model pembelajaran Numbered Heads Together. 4. Dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran IPA terutama materi proses pembentukan tanah. c. Bagi sekolah Dapat meningkatkan kualiatas hasil belajar siswa, sehingga mampu bersaing dengan siswa sekolah lain d. Manfaat bagi peneliti Penelitian ini dapat digunakan sebagai pengalaman melakukan penelitian tindakan kelas sehingga dapat menambah cakrawala pengetahuan, khususnya untuk mengetahui sejauh mana peningkatan keaktifan siswa dan hasil belajar siswa setelah dilakukan proses pembelajaran melalui model pembelajaran Numbered Heads Together(NHT).