BAB I PENDAHULUAN. serius. Hal ini dibuktikan dengan jumlah kasus narkoba yang meningkat setiap tahun.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pasar narkoba terbesar di level Asean. Menurut United Nation Office on Drugs and

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Adiktif lainnya. Kata lain yang sering dipakai adalah Narkoba (Narkotika,

BAB I PENDAHULUAN. yang luar biasa (Extra Ordinary Crime). Permasalahan ini tidak hanya menjadi

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika,

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Perancangan Interior Panti Rehabilitasi Penyalahgunaan Narkoba

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan narkoba merupakan permasalahan serius.

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

BAB I PENDAHULUAN. Disisi lain, apabila disalahgunakan narkoba dapat menimbulkan ketergantungan dan

BAB I PENDAHULUAN. saja fenomena - fenomena yang kita hadapi dalam kehidupan sehari - hari dalam

BAB I PENDAHULUAN. (NAPZA) kian mengerikan sekaligus memprihatinkan.

BAB I PENDAHULUAN. Panti Rehabilitasi Ketergantungan NAPZA Arsitektur Perilaku. Catherine ( ) 1

DUKUNGAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DALAM PENYEMBUHAN PASIEN NAPZA DI RUMAH SAKIT JIWA PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. terbendung lagi, maka ancaman dahsyat semakin mendekat 1. Peredaran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak orang dan terus menerus dibicarakan dan dipublikasikan. Bahkan,

BAB 1 PENDAHULUAN. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. 1998, dimana banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaian barang-barang

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalangunaan narkoba di Indonesia telah menjadi ancaman

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

BAB I PENDAHULUAN. sosial, dan politik dalam dunia internasional, Indonesia telah ikut berpatisipasi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sosialisasi, transisi agama, transisi hubungan keluarga dan transisi moralitas.

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, ketiga hal tersebut dapat mempengaruhi kehidupan manusia baik secara

BAB I PENDAHULUAN. atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat dunia khususnya bangsa Indonesia, saat ini sedang dihadapkan

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya) bukan merupakan hal yang baru, baik di negara-negara maju maupun di

Kementerian Sosial RI

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya yang lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua istilah ini baik narkoba atau napza

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

Ratna Indah Sari Dewi 1. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Syedza Saintika Padang 1 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. konsekuen dan konsisten. Menurut NIDA (National Institute on Drug Abuse), badan

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja. Perubahan yang dialami remaja terkait pertumbuhan dan perkembangannya harus

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akronim dari NARkotika, psikotropika, dan Bahan Adiktif lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterbatasan pengetahuan tentang narkoba masih sangat

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat memprihatinkan. Bahkan jumlah kasus. narkotika selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

BAB I PENDAHULUAN. dampak negatif yang membawa kesengsaraan bagi manusia. Dampak negatif

2015 PUSAT REHABILITASI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PRIA

BAB V PENUTUP. Penyalahguna magic mushroom dapat dikualifikasikan sebagai. golongan I sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. anastesi yang dapat mengakibatkan tidak sadar karena pengaruh system saraf

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Fenomena Narkoba di Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SKRIPSI. UPAYA REHABILITASI BAGI PENYALAHGUNA NARKOTIKA OLEH BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNNK/KOTA) PADANG (Studi Kasus di BNNK/Kota Padang)

BNN TES URINE PEGAWAI BPK SUMUT

BAB I PENDAHULUAN. mengancam hampir semua sendi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara. Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. keberadaannya menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup masyarakat karena

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. medis merupakan suatu bentuk penyalahgunaan yang dapat berakibat fatal di

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. 1. adanya pengendalian, pengawasan yang ketat dan seksama.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PELAKSANAAN TUGAS INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR DI PUSKESMAS PERKOTAAN RASIMAH AHMAD BUKITTINGGI

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan suatu proses perkembangan antara masa anakanak

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih mudah dengan berbagai macam kepentingan. Kecepatan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN BANYUWANGI

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA

persepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang 2

BAB I PENDAHULUAN. tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan,

BAB I PENDAHULUAN. global yang melanda semua wilayah maupun negara di dunia. Terkhususnya di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya) adalah sejenis zat (substance) yang

2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda *

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 22/PID.B/2014/PN.

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan masyarakat secara wajar. Istilah narkoba muncul sekitar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengguna Narkoba. Pengguna napza atau penyalahguna napza adalah individu yang

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan bagi penggunanya dimana kecenderung akan selalu

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB IV PENUTUP. Dokterlah yang memutuskan apakah pecandu perlu diberikan obat tertentu untuk

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini penyalahgunaan narkoba di Indonesia sudah menjadi masalah serius. Hal ini dibuktikan dengan jumlah kasus narkoba yang meningkat setiap tahun. Presiden Joko Widodo mengatakan Indonesia saat ini tengah berada dalam situasi darurat narkoba. Menurutnya, hampir 50 orang meninggal setiap hari karena narkoba. Penyalahgunaan narkoba belakangan ini bisa dikatakan sudah melampui batas. Narkoba menyebar luas setiap saat tanpa melihat batasan waktu, tidak peduli pagi, siang, malam dan subuh. Bukan hanya orang dewasa menjadi targetnya, anak remaja pun menajdi target empuk dalam penyebarluasan narkoba. Selain itu narkoba juga sudah memasuk setiap sisi maupun sendi-sendi kehidupan masyarakat dan menembus batas atau pun kasta yang ada.masa bodoh targetnya orang kaya maupun orang miskin, pejabat ataupun tukang parkir, guru ataupun siswa. Semua menjadi sasaran dalam peredaran gelap narkoba. Bukankah tidak sedih rasanya melihat salah satu korbannya adalah teman kita, tetangga, adik, kakak, bahkan bisa saja orang tua kita sendiri. Penyalahgunaan narkoba di Indonesia sudah berlangsung sejak lama dan semakin lama semakin meningkat, khususnya pada lima tahun belakangan ini. Menurut data Therapeutic Communities Indonesia (2009) diperkirakan ada sekitar empat juta pecandu yang terjerat narkoba. Hal ini menjadi fokus perhatian pemerintah, karena pada umumnya para pecandu adalah remaja berusia 16-25 tahun

yang merupakan masa depan bangsa. Badan PBB, International Drug ControlProgram, menyatakan pada tahun 2009 jumlah pemakai narkoba di seluruh dunia telah mencapai 180 juta orang dan sedikitnya 100.000 di antara mereka meninggal setiap tahun. Menilik melesatnya angka korban penyalahgunaan narkoba, hal ini bukan lagi menjadi problem individu pengguna, atau menjadi masalah keluarga si pengguna saja. Ini sudah menjadi ancaman bagi kelangsungan bangsa, karena korbannya adalah generasi muda penerus bangsa (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30086/4/chapter%20i, diakses pada tanggal 10 Agustus 2015 pukul 12.10 wib). Menurut United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC) tahun 2006, pemakai narkotika di dunia sebanyak 162,4 juta orang pada tahun 2007, diperkirakan terjadi peningkatan 4% penyalahgunaan narkotika di seluruh dunia, dari 200 juta orang pada tahun 2007 menjadi 208 juta orang pada tahun 2008. Jumlah pengguna diperkirakan akan terus meningkat sampai dengan 2011, dari 24% pengguna tahun 2004 menjadi 28% ditahun 2011 (Badan Narkotika Nasiona, 2013: 8-10). Di Indonesia, permasalahan penyalahgunaan narkoba pada akhir tahun ini kian hari kian meningkat. Terbukti dengan semakin banyaknya pemberitaan melalui media. Media massa hampir setiap hari memberitakan penangkapan para pelaku penyalahgunaan narkoba oleh aparat keamanan. Data yang diperoleh dari Gerakan Anti Narkoba (Granat) menyatakan sepanjang tahun 2012 terdapat sebanyak 26.458 kasus penyalahguna narkoba, yang terdiri dari 1.720 kasus narkotika, 1.599 kasus psikotropika serta 7.239 kasus zat adiktif. Sementara, jumlah tersangka yang terkait kasus narkoba ini mencapai 32.743 orang. Disisi lain, Gerakan Nasional Anti Narkoba (Granat) mencatat sebanyak 50 orang meninggal perhari akibat narkoba.

Hasil penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerjasama dengan pusat kesehatan Universitas Indonesia tahun 2008 juga mencatat angka prevelensi nasional ( Penyalahgunaan Narkoba) adalah 1,99% dari jumlah penduduk Indonesia (3,6 juta jiwa) dan pada tahun 2012 akan mengalami kenaikan menjadi 2,8 % (5,1 juta jiwa). Hal tersebut menjadi salah satu penyebab Indonesia tidak lagi menjadi negara transit, tetapi sudah menjadi negara pasar narkoba yang besar apalagi dengan harga yang tinggi (great market, great price), sehingga Indonesia semakin rawan menjadi surga bagi para sindikat narkoba (Badan Narkotika Nasionl, 2013: 3). Diperkirakan sekitar 800.000-2.000.000 populasi Indonesia terutama masyarakat usia produktif terjerat ketergantungan narkoba yang tersebar pada berbagai tingkat sosio-ekonomi. Sehingga banyak menimbulkan implikasi yang dihadapi masyarakat, seperti kriminalitas, kerugian ekonomi, pemutusan hubungan kerja dan sebagainya. Kondisi ini sangat memprihatinkan, karena upaya penanggulangan ketergantungan narkoba masih bersifat kontroversial (http://www.kompasiana.com/phadli/jumlah-pengguna-narkoba-diindonesia_553ded8d6ea834b92bf39b35, diakses pada tanggal 10 Agustus 2015 pukul 20.41 wib). Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika telah memberikan perlakuan yang berbeda bagi pelaku penyalahgunaan narkotika, sebelum undangundang ini berlaku tidak ada perbedaan perlakuan antara pengguna, peredar, bandar, maupun produsen narkotika. Pengguna atau pecandu narkotika di satu sisi merupakan pelaku tindak pidana, namun di sisi lain merupakan korban. Pengguna atau pecandu narkotika menurut undang-undang sebagai pelaku tindak pidana narkotika adalah dengan adanya ketentuan Undang-Undang Narkotika yang mengatur mengenai pidana penjara yang diberikan pada para pelaku penyalahgunaan

narkotika. Kemudian di sisi lain, pecandu narkotika tersebut merupakan korban ditunjukkan dengan adanya ketentuan bahwa terhadap pecandu narkotika dapat dijatuhi vonis rehabilitasi (Badan Narkotika Nasional, 2009: 47). Masalah tersebut merupakan masalah yang berkaitan dengan berbagai segi kehidupan, serta berakibat negatif tidak hanya bagi penyandang masalah saja, melainkan juga bagi keluarga, lingkungan sosial, dan dapat membahayakan masa depan bangsa dan negara. Masalah tersebut juga bukan hanya mengakibatkan ketergantungan narkoba secara fisik maupun psikis semata, namun juga dapat mengakibatkan kehancuran pada perkembangan kepribadian korban yang pada akhirnya berlanjut pada perbuatan yang mengarah pada tindakan kriminalitas yang menimbulkan keresahan, mengganggu ketentraman, dan keamanan masyarakat. Data pada United Nation International Drug Control Program (UNDP), saat ini lebih dari 200 juta orang diseluruh dunia telah menyalahgunakan narkoba. Hal yang mencengangkan, dari jumlah itu 3,4 juta diantaranya adalah orang Indonesia. Lebih mencengangkan lagi, lebih dari 80%-nya adalah remaja dan bahkan telah merambah pula pada usia yang masih tergolong anak-anak. Sementara pada tahun 2003, Survey nasional yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional terhadap 13.710 orang penyalahguna narkoba, ditemukan fakta semakin dininya usia penyalahgunaan narkoba. Pada usia 7 tahun telah mengkonsumsi narkoba jenis inhalan, pada usia 8 tahun meningkat ke ganja, sedangkan pada usia 10 tahun jenisnya semakin bervariasi, seperti pil penenang, ganja dan morphine. Dalam survey tersebut juga ditemukan fakta bahwa tindak penyalahgunaan narkoba bukan hanya dilakukan oleh orang yang berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi yang tinggi, melainkan dan ternyata telah meluas kesemua strata ekonomi. Ini berarti, resiko penyalahgunaan narkoba dapat terjadi

disemua usia dan tingkat kemampuan ekonomi (www.bnn.co.id/penyalahgunaannarkoba/2.htm, dikutip tanggal 10 Agustus 2015 pukul 13.40). Berdasarkan data-data yang telah ada sebelumnya, menunjukkan tiap tahun angka penyalahgunaan narkoba di Indonesia semakin meningkat. Ini membuat Indonesia tidak hanya menjadi tempat transit, akan tetapi Indonesia sekarang ini telah menjadi produsen terbesar narkoba. Indonesia saat ini mempunyai impian untuk bisa bebas dari narkoba pada tahun 2015, namun kenyataannya banyak pihak yang meragukan impian tersebut. Untuk mewujudkan impian Indonesia bebas dari narkoba, diperlukan usaha-usaha dalam mencegah penyalahgunaan yang semakin meningkat, dengan memperbaiki hukum yang ada dan juga semakin meningkat kewaspadaan terhadap para bandar narkoba. Usaha-usaha tersebut juga bisa melibatkan para pihak penyuluh untuk bisa memberikan informasi bahaya narkoba kepada semua lapisan masyarakat khususnya para remaja dan mengajak para orang tua yang mempunyai anak pengguna narkoba untuk mau membawakan anaknya ke panti rehabilitasi yang teah disediakan pihak pemerintah maupun pihak swasta untuk memudahkan para pengguna narkoba mendapat pemulihan dari ketergantungan narkoba. Banyak cara yang telah dilakukan berbagai pihak dalam pemberantasan perkembangan narkoba. Pemerintah misalnya, telah membentuk Badan Narkotika Nasiona (BNN) secara ex-ooficio diketahui oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Badan ini memiliki struktur hingga kabupaten/kota. Ditingkat pusat, badan ini bertugas membantu korban melaksanakan koordinasi dalam rangka ketersediaan, pencegahan, dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Untuk itu usaha yang dilakukan adalah pengurangan pemasokan (suplay

education) dan pengurangan permintaan (deman reducation). Pengurangan pemasokan dilakukan dari sisi hukum dan peraturan, dengan memberikan sanksi hukum yang berat bagi pengedar narkoba, sedangkan pengurangan permintaan dilakukan dengan pembinaan pada masyarakat, khususnya generasi muda, agar tidak terjebak dalam penyalahgunaan narkoba, juga upaya menghentikan penggunaan (penyembuhan) bagi penyalahgunaan narkoba (Afiatin, 2008: 43). Ancaman penyalahgunaan narkoba bersifat multi dimensional: kesehatan, ekonomi, sosial pendidikan, keamanan dan penegakan hukum. Di lihat dari dimensi kesehatan, penyalahgunaan narkoba dapat menghancurkan dan merusak kesehatan manusia, baik kesehatan jasmani maupun kesehatan rohani. Di lihat dari dimensi ekonomi, penyalahgunaan narkoba memerlukan biaya yang besar. Di lihat dari dimensi sosial dan pendidikan dapat menyebakan perubahan kearah perilaku asusila dan anti social. Sedangkan dari dimensi keamanan dan penegakan hukum dapat mendorong terjadinya tindakan-tindakan yang mengganggu masyarakat dan pelanggaran hukum lainnya. Secara langsung dampak penyalahgunaan narkoba berpengaruh terhadap kondisi fisik korban dan psikologinya. Tentu hal ini membutuhkan penanganan yang serius. Salah satunya dengan merujuk korban penyalahgunaan narkoba untuk mendapatkan pelayanan rehabilitasi sosial sehingga korban narkoba tersebut dapat kembali menjalankan fungsi sosialnya dengan baik. Salah satu program yang dapat digunakan dalam terapi ketergantungan narkoba adalah rehabilitasi. Program ini adalah pilihan yang baik untuk korban, khususnya mereka yang mempunyai kesulitan untuk menyesuaikan hidup tanpa menggunakan narkoba dan seringkali kambuh. Namun, sampai saat ini pemerintah masih membutuhkan 1000 panti rehabilitasi bagi pengguna narkoba. Program ini

adalah perawatan jangka panjang, yang biasanya berlangsung antara 3-12 bulan diharapkan merupakan program lanjutan setelah dilakukan program detoksifikasi. Sasaran utama dari program ini adalah abstinesia atau sama sekali tidak menggunakan narkoba. Menurut data BNN saat ini ada 40 unit lembaga rehabilitasi yang ditempati sekitar 16.000 orang pengguna narkoba menjalani rehabilitasi ditambah dua unit lembaga milik BNN yang menampung 2.000 orang. BNN menyediakan anggaran sebesar Rp 1 triliun pada 2013 untuk pengguna narkoba (http://www.republika.co.id, diakses pada tanggal 13 Agustus 2015 pukul 20.06 wib). Pengguna narkoba yang telah menjalani rehabilitasi di seluruh Indonesia baik di masyarakat, di dalam panti maupun di tempat rehabilitasi lain sebanyak 6.373 orang. Sedangkan, yang terdaftar di BNN hanya sebanyak 837 orang. Secara khusus di Sumatera Utara sendiri yang terdata menerima pengobatan hanya sebanyak 287 orang, yang 237 orang di rehabilitasi di panti pemerintah dan 50 orang lainnya berada di luar panti (Badan Narkotika Nasional, 2013: 11). Rehabilitasi merupakan usaha untuk menolong para penyandang narkoba dengan merawat dan merehabilitasi korban narkoba, diharapkan para korban narkoba dapat kembali menjalankan fungsi sosial dengan baik yang sebelumnya pernah terganggu. Sehingga dapat kembali kedalam lingkungan masyarakat bekerja serta belajar dengan layak. Dalam proses pemulihan, disamping faktor-faktor dari luar seperti mengikuti program-program pemulihan dipanti rehabilitasi, adanya faktor lain yang tampaknya penting yaitu faktor dari dalam. Salah satu faktor dari dalam adalah adanya keinginan individu untuk berhenti menggunakan narkoba serta memiliki keyakinan bahwa dirinya akan mampu melepaskan diri dari pengaruh narkoba tersebut (Partodiharjo, 2000: 105).

Langkah awal yang dapat diambil oleh keluarga adalah merehabilitasi anggota keluarganya yang terkait sebagai pemakai narkoba. Seperti yang dicantumkan pada pasal 32 ayat (1) mengenai pengobatan dan rehabilitasi korban penyalahgunaa narkoba, orangtua, wali dari seorang pecandu narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan pecandu tersebut kepada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan dan wajib membawanya kerumah sakit atau kepada dokter yang terdekat untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan yang diperlukan. Namun keluarga dapat memilih untuk pengobatan dan perawatan atas biaya sendiri seperti yang tercantum pada pasal 33, yakni hakim dalam memutuskan pidana yang dimaksud dalam Pasal 36 ayat (7) dapat memerintahkan yang bersalah untuk menjalani pengobatan dan perawatan atas biaya sendiri (Sudarsono, 2004: 80). Pada masa rehabilitasi dapat terjadi relaps, dimana terjadinya relaps pada masa rehabilitasi khususnya pada tiga bulan pertama dapat disebabkan karena perasaan pecandu NAPZA yang ambivalent tentang abstinensi, motivasi dan komitmen yang tidak kuat untuk sembuh dari ketergantungan akan NAPZA, tidak mempunyai strategi koping yang efektif dalam menghadapi masalah yang dialami selama masa rehabilitasi serta kurangnya dukungan keluarga dan orang terdekatnya (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/4/chapter%20i, diakses pada tanggal 18 Agustus 2015 pukul 15.10 wib). Penelitian yang dilakukan oleh Hawari membuktikan bahwa penyalahgunaan NAPZA menimbulkan dampak antara lain merusak hubungan kekeluargaan, menurunkan kemampuan belajar, ketidakmampuan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang halal dan mana yang haram, perubahan mental dan perilaku menjadi anti sosial (psikopat), merosotnya produktivitas kerja, gangguan kesehatan, mempertinggi kecelakaan lalu lintas, kriminalitas dan tindak

kekerasan lainnya baik kuantitatif maupun kualitatif dan akhirnya kematian yang siasia (Hawari, 2009: 27). Masalah narkoba sudah umum dan bukan dialami satu keluarga saja. Dalam masa pemulihan, para orangtua bisa saling belajar dari orangtua lain saat mendampingi anggota keluarga mereka yang sedang menjalani proses ini. Momentum itu bisa menjadi awal rasa kebersamaan. Maka berdasarkan pemikiran itu, Panti Parmadi Insyaf membuat suatu kegiatan dimana keluarga pecandu narkoba yang sedang direhabilitasi dapat saling berbagi dan bertukar pikiran. Dengan adanya rasa senasib sepenanggungan antar keluarga yang salah satu anggota keluarganya sedang dalam masa pemulihan, akan membuat mereka saling mempercayai dan memiliki kenyamanan dalam mengutarakan permasalahan yang dihadapi, khususnya mengenai sebab dan akibat serta bagaimana cara menanggapi masalah yang mereka hadapi. Sebagian orang yang kecanduan narkoba dapat diobati. Namun pengobatan ini sangat bergantung pada niat si pemakai sendiri untuk sembuh. Apabila tidak cepat diobati justru bisa menimbulkan kerusakan pada organ tubuh, gangguan jiwa dan bahkan bisa menyebabkan kematian. Kasus lain yang berbeda dengan kasus Bapak Utomo dan Raffi Ahmad juga aktor bintang film. Raffi Ahmad ditangkap Tim Satuan Narkoba Mabes Polri di Perumahan Pondok Indah Jakarta miliknya, pada hari sabtu 22 Desember 2012. Penangkapan di peroleh barang bukti berupa 0,5 gram shabu dan alat hisap (bong). Kalau dalam kasus Bapak Utomo, beliau mentelantarkan anaknya berinisial D yang memakai narkoba berbeda dengan Raffi Ahmad yang keluarganya menginginkan ia untuk segera di rehabilitasi. Bahkan keluarganya rela datang ke Jakarta dari manapun

untuk menjenguk Raffi Ahmad (http://metro.tempo.co/read/news/2015/05/17/064666781/kpai-keluarga-tahu-utomotelantarkan-anak, diakses pada tanggal 22 September 2015 pada pukul 14.30 wib). Dukungan keluarga dalam masa pemulihan pasien NAPZA sangat diperlukan mengingat salah satu faktor yang menyebabkan pasien menyalahgunakan NAPZA adalah keluarga. Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat atau sakit) anggota keluarganya. Apabila dukungan keluarga tidak ada maka keberhasilan pemulihan (rehabilitasi) akan sangat rendah. Kurangnya dukungan keluarga selama proses rehabilitasi ataupun lingkungan yang merendahkan dan tidak menghargai usaha yang dilakukan mereka untuk sembuh akan menambah stress dan sulit mengendalikan perasaan sehingga membuat individu rentan untuk menggunakan narkoba lagi atau relaps (Somar, 2001). Sikap keluarga yang selalu mencurigai, memojokkan, mengungkit-ungkit masa lalu, serta menjadikan pecandu sebagai kambing hitam untuk setiap kejadian yang tidak menyenangkan sering menjadi penyebab terjadinya relaps. Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Medan atau yang dikenal dengan PSPP "Insyaf" Medan merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI yang berdasarkan KEPMENSOS RI No. 59/HUK/2003, mempunyai tugas melaksanakan Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial bagi korban penyalahgunaan NAPZA yang meliputi : Bimbingan mental, sosial, fisik, dan pelatihan keterampilan praktis agar mereka mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat, rujukan regional, pengkajian, dan penyiapan standart pelayanan, pemberian informasi serta koordinasidan

kerjasama dengan instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai Dukungan Keluarga dalam proses Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Desa Laubakeri Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah penelitian ini adalah Bagaimana dukungan keluarga dalam proses rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba di Panti Pamardi Putra Insyaf Desa Laubakeri Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang?. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dukungan keluarga dalam proses rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang. 1.3.2 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam rangka: a. Pengembangan konsep dan teori-teori tentang proses rehabilitasi terhadap pemberdayaan penyalahgunaan narkoba.

b. Pengembangan konsep dan teori-teori tentang keluarga korban penyalahgunaan narkoba. 1.4 Sistematika Penulisan Adapum sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisikan tentang teori-teori yang mendukung dalam penelitian, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional. BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data. BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian dan datadata lain yang turut memperkaya karya ilmiah ini. BAB V : ANALISIS DATA Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian serta analisis pembahasannya. BAB VI : PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran yang bermanfaat.