TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN STATUS TERSANGKA DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN

dokumen-dokumen yang mirip
PRAPERADILAN SEBAGAI KEWENANGAN TAMBAHAN PENGADILAN NEGERI PRETRIAL COURT AS ADDITIONAL POWERS

KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

DASAR HUKUM KEWENANGAN PRAPERADILAN DALAM MEMUTUS PENETAPAN TERSANGKA

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

KEABSAHAN PERNYATAAN MAJELIS HAKIM SIDANG TERBUKA DAN TERBATAS UNTUK UMUM (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LARANGAN PENINJAUAN KEMBALI PUTUSAN PRAPERADILAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

JURNAL TUNTUTAN GANTI KERUGIAN AKIBAT TIDAK SAHNYA PENANGKAPAN DAN PENAHANAN MELALUI PROSES PRAPERADILAN

HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

AKIBAT HUKUM PEMBATALAN TERHADAP AKTA PERDAMAIAN (ACTA VAN DADING) OLEH SALAH SATU PIHAK YANG BERPERKARA DI PENGADILAN

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP SIKAP KEJAKSAAN ATAS PELIMPAHAN BERKAS PERKARA OLEH PENYIDIK

BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

KONSEKUENSI HUKUM PENGINGKARAN ISI BERITA ACARA PEMERIKSAAN OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN Oleh :

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

JURNAL PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMERIKSA DAN MENGADILI PERMOHONAN PRAPERADILAN TENTANG SAH ATAU TIDAKNYA PENETAPAN TERSANGKA

PENELITIAN HUKUM PERANAN HAKIM PRA PERADILAN DALAM PERLINDUNGAN HAK-HAK TERSANGKA PERKARA PIDANA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

KEBIJAKAN DALAM PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PELACURAN SESUAI DENGAN PERDA KOTA DENPASAR NO. 2 TAHUN

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN kemudian Presiden mensahkan menjadi undang-undang pada tanggal. 31 Desember 1981 dengan nama Kitab Undang-undang Hukum Acara

1. Pendahuluan. Serat Acitya Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang ISSN : , Vol. 4 No. 3, 2015

KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI PENGAKUAN YANG DIBERIKAN DI LUAR PERSIDANGAN

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

Jokowi Diuji, KPK Diamputasi Selasa, 17 Pebruari 2015

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB III PENUTUP. praperadilan, maka dapat disimpulkan bahwa: akan memeriksa tuntutan tersebut. Tata cara atau acara dalam proses pemeriksaan

PENGAJUAN PUTUSAN BEBAS PADA TINGKAT BANDING DAN KASASI

PERTIMBANGAN HAKIM PRAPERADILAN PADA PUTUSAN NOMOR 04/PID.PRAP/2015/PN.JKT.SEL ARTIKEL

JURIDICAL ANALYSIS PREPROSECUTION MATTER ABOUT DEMAND FOR REHABILITATION TO ILLEGAL ARREST AND RESTRAINT (Verdict Number : 01/Pid.PRA/2002/PN.

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tumpuan harapan unuk mencari keadilan. Oleh karena itu jalan yang terbaik untuk

V. PENUTUP. 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim Komisaris. dalam RUU KUHAP Tahun 2009 atau hal utama digantinya lembaga pra

BAB III PENUTUP. pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan, pada pokoknya dapat

I. PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Kemandirian dan kemerdekaan dalam

PENERAPAN PRINSIP MIRANDA RULE SEBAGAI PENJAMIN HAK TERSANGKA DALAM PRAKTIK PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang diterapkan dapat sesuai dengan hukum positif dan nilai keadilan.

KEWENANGAN PRAPERADILAN TERHADAP PERMOHONAN PENGHENTIAN PENYIDIKAN YANG DIAJUKAN OLEH TERSANGKA (STUDI KASUS PUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HAMBATAN PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA OLEH KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU)

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

CARA MENGAJUKAN GUGATAN DAN PERUBAHAN GUGATAN DALAM PRAKTEK PERADILAN HUKUM ACARA PERDATA

GANTI RUGI ATAS KESALAHAN PENANGKAPAN, PENAHANAN PASCA PUTUSAN PENGADILAN 1 Oleh: David Simbawa 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendahuluan sebelum pemeriksaan sidang di pengadilan. 1 Istilah praperadilan

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KEWENANGAN PENYIDIKAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

BAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XI/2013 Tentang Frasa Pihak Ketiga Yang Berkepentingan

KAJIAN NORMATIF PUTUSAN UPAYA PAKSA DALAM PASAL 116 UNDANG-UNDANG NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

ABSTRAK ABSTRACT. Key Word : , legal evidence, evidence

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK

PUBLIC POLICY SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 65/PUU-VIII/2010 Tentang Pengajuan Saksi Yang Meringankan Tersangka/Terdakwa ( UU Hukum Acara Pidana )

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA. (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016. PENYITAAN SEBAGAI OBJEK PRAPERADILAN 1 Oleh: Arif Salasa 2

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap pemeriksaan penyidikan dan atau penuntutan. 1

PEMANFAATAN TELEKONFEREN SEBAGAI ALAT BANTU PEMBUKTIAN DALAM PERSIDANGAN PIDANA

FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2

PENETAPAN TARIF RETRIBUSI PARKIR PADA PUSAT HIBURAN BEACHWALK DI KABUPATEN BADUNG

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PEMBELI BARANG HASIL KEJAHATAN DITINJAU DARI PASAL 480 KUHP TENTANG PENADAHAN

Michael A.P. Pangaribuan 1, Thorkis Pane 2. Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Indonesia

PENGATURAN HAK MENGAJUKAN UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM

KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN YANG MENGABULKAN TUNTUTAN PRAPERADILAN TENTANG TIDAK SAHNYA STATUS TERSANGKA

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

AKIBAT HUKUM PEMBERIAN WARISAN SAAT PEWARIS MASIH HIDUP BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENJAMIN APABILA TERSANGKA ATAU TERDAKWA MELARIKAN DIRI DALAM MASA PENANGGUHAN PENAHANAN

NILAI-NILAI POSITIF DAN AKIBAT HUKUM DISSENTING OPINION DALAM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

JURNAL TINJAUAN TERHADAP PUTUSAN PRAPERADILAN YANG BERKAITAN DENGAN PENETAPAN SESEORANG MENJADI TERSANGKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB II PROSES PENYIDIKAN BNN DAN POLRI TERHADAP TERSANGKA NARKOTIKA MENGACU PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang pada Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, yang menyebutkan bahwa Negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

Keywords: Financial loss of countries, corruption, acquittal, policy, prosecutor

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

Mengenal Sistem Peradilan di Indonesia

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

JURNAL. ARTIKEL ILMIAH Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum

KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM PENETAPAN IZIN PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN BADUNG

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Pidana merupakan salah satu dari keseluruhan hukum yang berlaku

Transkripsi:

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN STATUS TERSANGKA DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN Oleh : Wajihatut Dzikriyah I Ketut Suardita Bagian Peradilan, Fakultas Hukum Program Ekstensi Universitas Udayana ABSTRACT This research entitled Juridical Observation of Cancellation Suspect Status in Prejudicial Decision. Prejudicial Decision is a statement of judge as a state official who has authorized in terms of deciding the prejudial case in the prejudicial institution, it was decided in the brief trial, has the aims to examine and decide on validity of the arrest, the validity of detention, investigation, closing address, and mechanisms that can be taken to ask for compensation or rehabilitation. Suspect status cancellation is prejudicial judge's decision stated that status determination of the suspect to someone suspected having committed a criminal offense which is still in a preliminary stage, the declared can be invalid because the establishment do not have enough basic to be examined on trial. Research method that used in this paper is normative research method, the research based on written regulation. The issues raised in this paper is how the cancellation suspect status in prejudicial decision of juridical point of view based on Act No. 8 of 1981 on Criminal Proceedings. The conclusion is the prejudicial cannot cancel the suspect status, because in basically prejudicial cannot negate the fault, but only a formal test procedure. Keywords: Prejudicial Decision, Cancellation Suspect Status. ABSTRAK Makalah ilmiah ini berjudul Tinjauan Yuridis Terhadap Pembatalan Status Tersangka Dalam Putusan Praperadilan. Putusan praperadilan adalah suatu pernyataan hakim sebagai pejabat Negara yang diberi wewenang dalam hal memutus perkara praperadilan dalam lembaga praperadilan, diucapkan di persidangan singkat, bertujuan untuk memeriksa dan memutus mengenai sah atau tidaknya penangkapan, sah atau tidaknya penahanan, sah atau tidaknya penyidikan, sah atau tidaknya penuntutan, serta mekanisme yang dapat ditempuh untuk meminta ganti rugi atau rehabilitasi. Pembatalan Status Tersangka adalah putusan hakim praperadilan yang menyatakan bahwa penetapan status tersangka terhadap seseorang yang disangka telah melakukan suatu tindak pidana yang masih dalam taraf pendahuluan, dinyatakan tidak sah penetapannya karena tidak memiliki cukup dasar untuk diperiksa di persidangan. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan makalah ilmiah ini adalah metode penelitian hokum dengan aspek normatif, yaitu penelitian yang berdasarkan pada peraturan tertulis. Dalam penulisan ini permasalahan yang diangkat adalah bagaimana pembatalan status tersangka dalam suatu putusan praperadilan jika ditinjau secara yuridis berdasarkan UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa jika ditinjau secara yuridis berdasarkan KUHAP, praperadilan tidak dapat membatalkan status tersangka, karena pada dasarnya praperadilan tidak dapat meniadakan kesalahan, namun hanya menguji prosedur secara formil. Kata Kunci : Putusan Praperadilan, Pembatalan Status Tersangka. 1

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setalah KUHAP diundangkan pada 31 Desember 1981 sebagai Undang- Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, maka telah melahirkan suatu lembaga baru praperadilan yang belum pernah diatur sebelumnya di dalam hukum acara (IR atau HIR). 1 Pengertian Praperadilan menurut Pasal 1 angka 10 KUHAP, Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang: a. sah atau tidaknya suatu penangkapan dan/atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka; b. sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hokum dan keadilan; c. permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. 2 Namun dalam penerapannya masih terdapat permasalahan terutama mengenai penetapan tersangka yang dijadikan sebagai objek praperadilan. Disini penulis mengambil contoh putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sarpin Rizaldi yang mengabulkan gugatan praperadilan penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan. Hal tersebut berpotensi membuka pintu upaya hukum yang luas bagi para tersangka untuk mengajukan gugatan praperadilan mengenai penetapan tersangka terhadapnya. Mengingat masih terdapat pro dan kontra ditengah masyarakat mengenai permasalahan tersebut, penulis merasa perlu untuk melakukan peninjauan yuridis yang disertai alasan hukum guna mengetahui apakah penetapan tersangka dapat dijadikan sebagai objek praperadilan atau tidak. Terkait dengan tujuan tersebut, penulis akan membuat suatu makalah ilmiah yang berjudul Tinjauan Yuridis Terhadap Pembatalan Status Tersangka Dalam Putusan Praperadilan 1.2 Tujuan Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pembatalan status tersangka dalam putusan praperadilan jika ditinjau secara yuridis berdasarkan Undang- Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. 1 Andi Sofyan dan Abd. Asis, 2014, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Kencana, Jakarta, h. 185. 2 Ibid, h. 186. 2

II. ISI MAKALAH 2.1 Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang berdasarkan kaidah atau norma dalam peraturan perundang-undangan. 3 Jenis Pendekatan yang digunakan adalah jenis pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan fakta dengan sumber bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder yang berupa buku, artikel, majalah dan lain sebagainnya. Teknik pengolahan bahan hukum menggunakan teknik deskriptif dengan memaparkan bahan hukum apa adanya. 2.2 Pembatalan Status Tersangka dalam Putusan Praperadilan Dikaitkan dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Lembaga Praperadilan diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 KUHAP dan ditempatkan dalam Bab X, Bagian Kesatu, sebagai salah satu bagian ruang lingkup wewenang mengadili bagi Pengadilan Negeri. Kewenangan praperadilan secara rinci adalah untuk memeriksa dan memutus tentang sah tidaknya suatu upaya paksa yang berkaitan dengan penangkapan dan penahanan yang dalam hal ini bertentangan dengan Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 22 serta Pasal 24 KUHAP. Selain itu adalah untuk memeriksa sah atau tidaknya penghentian penyidik an atau penghentian penuntutan baik disebabkan karena alasan nebis in idem maupun kadaluarsa. Selanjutnya adalah memeriksa tuntutan ganti rugi, permintaan rehabilitasi, serta memeriksa tindakan penyitaan yang dilakukan terhadap barang pihak ketiga yang bukan sebagai alat bukti. Dalam penerapannya, masih terdapat putusan praperadilan diluar kewenangan yang telah disebutkan diatas. Putusan praperadilan tersebut adalah mengenai pembatalan status tersangka yang dijadikan sebagai objek praperadilan. Walaupun hal tersebut tidak diatur secara yuridis, namun secara nyata terjadi dalam lembaga praperadilan, karena hakim dianggap memiliki hak untuk melakukan penemuan hukum dalam perspektif hukum progresif. Berkaitan dengan hal ini, penulis melakukan peninjauan secara yuridis terhadap putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sarpin Rizaldi yang mengabulkan gugatan praperadilan penetapan tersangka Komjen 3 Amirruddin dan Zainal Asikin, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Press, Jakarta, h.118. 3

Budi Gunawan. Peninjauan secara yuridis ini didasarkan pada beberapa permasalahan sebagai akibat putusan hakim tersebut, yang dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Hakim memiliki kewenangan untuk memberi putusan berdasarkan keyakinannya dalam perspektif hukum progresif; 2. Hakim melakukan perluasan objek praperadilan; 3. Putusan hakim dalam praperadilan bersifat final. Permasalahan pertama yang terkait dengan kewenangan hakim memberi putusan berdasarkan keyakinannya dalam perspektif hukum progresif. Pasal 5 ayat (1) UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa, Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Jadi, dalam hal ini hakim tidak menemukan hukum baru, dan hanya sekedar menerapkan undang-undang atau hakim hanya sebagai terompet undang-undang saja. 4 Jika dikaitkan dengan permasalahan, maka putusan Hakim Sarpin Rizaldi dapat dikatakan sebagai putusan yang progresif apabila diawali dengan penggunaan hukum tertulis, jika ternyata tidak diatur maka dapat melakukan penemuan hukum tertentu dengan tetap berpegang pada undang-undang tanpa melanggar nilai keadilan baik bagi tersangka maupun bagi masyarakat secara umum. Dilain hal, putusan Hakim Sarpin Rizaldi juga dapat dikatakan sebagai putusan yang bukan merupakan putusan progresif apabila putusannya tidak berpedoman pada undangundang dan melanggar rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Permasalahan kedua yang terkait dengan perluasan objek praperadilan. Sesuai dengan penjabaran sebelumnya, bahwa hakim memang memiliki kewenangan untuk memberi putusan berdasarkan keyakinannya yang progresif. Jadi apabila dikaitkan dengan permasalahan, Hakim Sarpin Rizaldi melakukan perluasan objek praperadilan dengan menafsirkan penetapan tersangka sebagai bagian dari objek praperadilan. Mengingat seorang hakim memiliki kebebasan untuk melakukan penafsiran tertentu terhadap hukum, maka hal tersebut dapat dianggap sah selama tidak bertentangan dengan undang-undang dan rasa keadilan di masyarakat. Namun pada kenyataannya, objek praperadilan telah diatur secara tegas dan jelas dalam pasal Pasal 1 ayat (10) KUHAP jo Pasal 77 jo Pasal 82 ayat (1) huruf-d KUHAP. Seorang hakim 4 Ahmad Rifai, 2014, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif, Sinar Grafika, Jakarta, h. 48. 4

diperkenankan untuk menafsirkan lebih luas suatu peraturan apabila dalam peraturan tersebut terdapat ketidak jelasan, maka seharusnya hakim tidak menafsirkan lebih dari yang diatur dalam KUHAP. Permasalahan ketiga yang terkait dengan putusan praperadilan bersifat final. Terhadap putusan praperadilan tidak dapat dimintakan banding (Pasal 83 KUHAP), tetapi khusus terhadap kasus tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan, maka penyidik/penuntut umum dapat meminta putusan akhir kepada Pengadilan Tinggi. 5 Dengan demikian, untuk putusan praperadilan mengenai penetapan tersangka tidak dapat dimintakan banding maupun kasasi. Namun jika kita merujuk pada dasar hukum mengenai pengajuan pemohonan banding dan kasasi yang diatur oleh KUHAP, maka putusan praperadilan mengenai penetapan tersangka yang bersifat final ini dapat dimintakan permohonan Peninjauan Kembali (PK) kepada Mahkamah Agung. III. KESIMPULAN Jika ditinjau secara yuridis berdasarkan undang-undang yang telah dijadikan bahan hukum dalam penulisan ini, maka praperadilan tidak dapat membatalkan status tersangka, karena pada dasarnya praperadilan tidak dapat meniadakan kesalahan serta bukti yang cukup untuk penetapan seorang tersangka, melainkan hanya menguji prosedur secara formil. IV. DAFTAR PUSTAKA Buku: Amirruddin dan Zainal Asikin, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Press, Jakarta. Marpaung, Leden, 2014. Proses Penanganan Perkara Pidana Buku I, Sinar Grafika, Jakarta. Rifai, Ahmad, 2014, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif, Sinar Grafika, Jakarta. Sofyan, Andi dan Abd. Asis, 2014, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Kencana, Jakarta. Peraturan Perundang-Undangan: Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. 5 Leden Marpaung, 2014, Proses Penanganan Perkara Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, h.70. 5