BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu hardiness dan burnout.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. berupa stressor kerja seperti beban kerja yang berlebihan, rendahnya gaji,

Studi Deskriptif Mengenai Burnout pada Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Bandung

HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN HARDINESS DENGAN BURNOUT PADA GURU SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. semua rumah sakit, salah satunya Rumah Sakit Umum Daerah Soreang. jabatan dilakukan pada bulan Maret tahun 1999.

Hubungan antara Hardiness dengan Burnout pada Anggota Polisi Pengendali Massa (Dalmas) Polrestabes Bandung

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. perawat adalah salah satu yang memberikan peranan penting dalam. menjalankan tugas sebagai perawat.

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menunjukkan hardiness dan sesuai dengan aspek-aspek yang ada pada hardiness.

HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1

BAB II LANDASAN TEORI A. BURNOUT

BAB I PENDAHULUAN. berakibat buruk terhadap kemampuan individu untuk berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan tingginya angka pengangguran di negara Indonesia adalah. pertumbuhan ekonomi di Indonesia (Andika, 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Burnout. menjadi sinis tentang karier mereka. Penjelasan umum tentang. pergaulan dan merasa berprestasi rendah.

BAB I PENDAHULUAN. Banyak pekerjaan atau profesi yang sebenarnya bertujuan membangun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan yang memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama,

BAB I PENDAHULUAN. dengan menjadi mahasiswa di suatu perguruan tinggi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Karyawan perusahaan sebagai makhluk hidup merupakan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. persaingan kerja yang sehat dan tidak sehat. Adanya persaingan kerja yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORITIS. tahun 1973 (Farber, 1991; Widiyanti, Yulianto & Purba, 2007). Burnout. dengan kebutuhan dan harapan (Rizka, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung

HUBUNGAN KEPRIBADIAN HARDINESS DENGAN OPTIMISME PADA CALON TENAGA KERJA INDONESIA (CTKI) WANITA di BLKLN DISNAKERTRANS JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pekerjaan merupakan sesuatu yang dapat menimbulkan stress. Banyak

Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa burnout adalah suatu syndrome dari

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. Komitmen telah menunjukkan pengaruh yang kuat pada keinginan karyawan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyebabkan semakin banyak tuntutan yang dihadapi oleh sekolah-sekolah.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini akan dibahas mengenai teori penelitian terdahulu yang

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tipe Kepribadian Tangguh (Hardiness) Istilah kepribadian ( personality) berasal dari bahasa Yunani kuno, persone

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi bangsa Indonesia, pendidikan adalah hal yang sangat penting. Cita-cita untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Banyak orang yang menginginkan untuk bekerja. Namun, tak jarang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Burnout. staf yang melayani masyarakat, pada tahun 1974, burnout merupakan representasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akselerasi memberikan kesempatan bagi para siswa dalam percepatan belajar dari

I.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sehingga, perawat sebagai profesi dibidang pelayanan sosial rentan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Oleh karena itu, pemeliharaan kesehatan merupakan suatu upaya. pemeriksaan, pengobatan atau perawatan di rumah sakit.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. kepuasan kerja, yang pada akhirnya akan berpengaruh positif terhadap

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan, tindakan medis, dan diagnostik serta upaya rehabilitas

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB I PENDAHULUAN. Burnout pada guru telah didefinisikan sebagai respon terhadap kesulitan

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam. Tak seorang pun bisa terhindarkan dari stres.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri dari angkatan darat, angkatan

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai tenaga kerja merupakan salah satu aset yang menentukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Di era global seperti saat ini, sumber daya manusia (SDM) sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pelayanan kesehatan masyarakat memiliki peran besar dalam pelayanan kesehatan

BAB 2 LANDASAN TEORI. tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control dapat

BURNOUT DAN PENTINGNYA MANAJEMEN BEBAN KERJA

EFEKTIVITAS STRATEGI COPING SKILLS UNTUK MENGURANGI KEJENUHAN BELAJAR (BURNOUT) SISWA

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Psikologi dalam sebuah organisasi memberikan peranan penting pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Sekolah merupakan sarana untuk menuntut ilmu yang di percaya

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. profesional, yang bertujuan membentuk peserta didik yang menyandang kelainan

BAB I PENDAHULUAN. sama yang dilakukan secara teratur dan berulang-ulang dengan sekelompok

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Mahasiswa adalah murid pada pendidikan tinggi dan memulai jenjang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelayanan masyarakat (public service) (Maslach dalam Jones,

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. penderita umumnya berusia belasan tahun (Hutagalung dalam Kompas, 2009).

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Burnout Pada Karyawan Ditinjau Dari Persepsi Terhadap Lingkungan Kerja Psikologis Dan Jenis Kelamin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kenaikan jumlah penumpang secara signifikan setiap tahunnya. Tercatat hingga

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. menekankan analisisnya pada data-data numerical (angka) yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Jones (2007) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai cara seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan yang memadai sangat dibutuhkan. Di Indonesia, puskesmas dan rumah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menjalani peran sebagai penuntut ilmu, mahasiswa pada umumnya selalu

BAB I PENDAHULUAN. malu, benci, dan ketakberdayaan pada realitas hidup. Stres bisa menyerang siapa

BAB I PENDAHULUAN. Lebih dari 35 tahun yang lalu burnout menjadi isu yang. menarik ketika para peneliti Maslach dan Freudenberger mulai

1. Bagaimana gambaran burnout pada anggota. 2. Mengapa terjadi burnout pada anggota polisi. 3. Bagaimana dampak burnout pada anggota

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres merupakan fenomena yang sering dialami dialami tidak terkecuali oleh para karyawan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULAN. adalah dengan meningkatkan mutu pendidikan. Jenjang pendidikan tertinggi

PROFIL BURNOUT GURU SMP DI KECAMATAN CIRACAS JAKARTA TIMUR BERDASARKAN FAKTOR DEMOGRAFI DAN LINGKUNGAN KERJA

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Semakin banyaknya orang yang ingin menjaga kondisi tubuhnya

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. A. Metode Penelitian Kegiatan penelitian dibagi menjadi tiga tahap yaitu:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Burnout Pada Pegawai. Maslach (dalam Cherniss, 1980), mendefinisikan burnout yaitu hilangnya

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang dapat memberikan kepuasan dan tantangan, sebaliknya dapat pula

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Nightingale pada tahun 1859 menyatakan bahwa hospital should no harm the patients

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. teknologi pada masa sekarang. Oleh karena itu kualitas dari sebuah organisasi

BURNOUT PADA TERAPIS ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (Studi Kasus di Yayasan Sinar Talenta Samarinda)

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Burnout. namun tokoh yang dianggap sebagai penemu dan penggagas istilah burnout

BAB I PENDAHULUAN. Bandung. Rumah sakit X merupakan rumah sakit swasta yang cukup terkenal di

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu hardiness dan burnout. Hardiness akan dibahas menggunaka teori dari Kobasa (2005), sedangkan burnout akan dibahas menggunakan teori dari Maslach (2003). Berdasarkan pada fenomena pekerjaan sebagai polisi bukan lah hal yang mudah, apalagi dengan tugas utama sebagai Polisi Pengendali Massa harus bisa menjaga ketertiban masyarakat. Dengan tugas yang begitu padat dan juga mengandung resiko yang cukup fatal dibutuhkan sikap yang optimis dalam menghadapi situasi tersebut, kepribadian yang mampu menjaga para anggota polisi ini dari kelelahan fisik dan kelelahan emosional. Teori burnout dari Maslach dapat menggambarkan bagaimana burnout tersebut dapat terjadi pada pekerjaan yang memiliki beban kerja yang berat dan pekerjaan yang memberikan pelayanan pada masyarakat, serta kaitannya terhadap trait hardiness. 2.2 Hardiness Hardiness merupakan suatu faktor yang mengurangi stres dengan mengubah cara stresor dipersepsikan (Ivanevich, 2007). Kreitner dan Kinicki (2005) menyebutkan bahwa hardiness melibatkan kemampuan secara sudut pandang atau secara keperilakuan mengubah stressor yang negatif menjadi tantangan yang positif. Merujuk pada beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hardiness adalah karakteristik kepribadian yang melibatkan

kemampuan untuk mengendalikan kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan dan memberikan makna positif terhadap kejadian tersebut sehingga tidak menimbulkan stres pada individu yang bersangkutan. Karakter Kepribadian Hardiness mempunyai pengaruh yang positif pada berbagai status individu dan berfungsi sebagai sumber perlawanan pada saat individu menemui kejadian yang menimbulkan stres. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Rahardjo (2005), tentang kontribusi hardiness dan self-efficacy terhadap stres kerja pada perawat dimana hasilnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara hardiness dengan stres kerja yang artinya dimana semakin tinggi hardiness yang dimiliki maka akan semakin rendah stres kerja yang dirasakan. Konsep hardiness ini bisa juga disebut dengan kepribadian ketabahan, atau hardy personality. Kobasa (dalam Kreitner & Kinicki, 2005) mengidentifikasi sekumpulan ciri kepribadian yang menetralkan stres yang berkaitan dengan pekerjaan. Kumpulan ciri ini dikatakan sebagai keteguhan hati (hardiness), melibatkan kemampuan untuk secara sudut pandang atau secara keperilakuan mengubah bentuk stresor yang negatif menjadi tantangan yang positif. Schultz dan Schultz (2002), menjelaskan bahwa individu yang memiliki tingkat hardiness yang tinggi memiliki sikap yang membuat mereka lebih mampu dalam melawan stres. Individu dengan hardy personality percaya bahwa mereka dapat mengontrol atau mempengaruhi kejadian-kejadian dalam hidupnya. Mereka secara mendalam berkomitmen terhadap pekerjaannya dan aktivitas-aktivitas yang mereka senangi, dan mereka memandang perubahan sebagai sesuatu yang menarik dan menantang lebih daripada sebagai sesuatu yang

mengancam.sebaliknya, kurangnya hardiness dalam diri individu dapat dihubungkan dengan tingkat stres yang tinggi (Riggio & Porter, 1990). Pernyataan ini sesuai dengan hasil penelitian McCalister (2006) yang menunjukkan bahwa hardiness berhubungan dengan sedikitnya distres psikologi, meningkatnya kebahagiaan dan penyesuaian. 2.2.1 Aspek-Aspek Hardiness Berbagai penelitian tentang hardiness merujuk pada aspek-aspek yang dibangun oleh Kobasa (1984 dalam Kreitner & Kinicki, 2005), meliputi: a. Komitmen (commitment) Komitmen mencerminkan sejauhmana seorang individu terlibat dalam apapun yang sedang ia lakukan. Orang yang berkomitmen memiliki suatu pemahaman akan tujuan dan tidak menyerah di bawah tekanan karena mereka cenderung menginvestasikan diri mereka sendiri dalam situasi tersebut. Individu dengan Hardiness yang tinggi percaya akan nilai-nilai kebenaran, kepentingan dan nilai-nilai yang menarik tentang siapakah dirinya dan apa yang mampu ia lakukan. Selain itu, individu dengan hardiness yang tinggi juga percaya bahwa perubahan akan membantu drinya berkembang dan mendapatkan kebijaksanaan serta belajar banyak dari pengalaman yang telah didapat. b. Kontrol (control) Kontrol melibatkan keyakinan bahwa individu mampu mempengaruhi kejadian-kejadian dalam hidupnya. Orang-orang yang memiliki ciri ini lebih cenderung meramalkan peristiwa yang penuh stres sehingga dapat mengurangi keterbukaan mereka pada situasi yang menghasilkan kegelisahan. Selanjutnya,

persepsi mereka atas keadaan terkendali dan mengarahkan hal-hal internal untuk menggunakan strategi penanggulangan yang proaktif. Individu dengan hardiness yang tinggi memiliki pandangan bahwa semua kejadian dalam lingkungan dapat ditangani oleh dirinya sendiri dan ia bertanggung jawab terhadap apa yang harus dilakukan sebagai respon terhadap stress. c. Tantangan (challenge) Tantangan merupakan keyakinan bahwa perubahan merupakan suatu bagian yang normal dari kehidupan. Oleh karena itu, perubahan dipandang sebagai suatu kesempatan untuk pertumbuhan dan perkembangan dan bukan sebagai ancaman pada keamanan. Aspek ini berupa pengertian bahwa hal-hal yang sulit dilakukan atau diwujudkan adalah sesuatu yang umum terjadi dalam kehidupan, yang pada akhirnya akan datang kesempatan untuk melakukan dan mewujudkan hal tersebut. Dengan demikian individu akan secara ikhlas bersedia terlibat dalam segala perubahan dan melakukan segala aktivitas baru untuk bisa lebih maju. Individu seperti ini biasanya menilai perubahan sebagai sesuatu yang menyenangkan dan menantang daripada sesuatu yang sifatnya mengancam. Dengan pandangan yang terbuka dan fleksibel, tantangan dapat dipandang sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan dan harus dihadapi. Bahkan, tantangan dilihat sebagai kesempatan untuk belajar lebih banyak. Variable hardiness diukur menggunakan hardiness scale (Bartone, P., Ursano, R. J., Wright, K. M., and Ingraham, 1989). Aspek-aspek yang diukur didalamnya ada tiga berdasarkan teori Kobasa (Kreitner & Kinicki, 2005) yaitu

komitmen, yang berkaitan dengan pemaknaan dan tujuan diri, orang lain, dan pekerjaan. Kontrol, berhubungan dengan kemandirian dan pengaruh pada masa depan seorang, dan tantangan berhubungan dengan semangat dan gairah hidup yang dipandang sebagai peluang untuk mengembangkan diri. 2.2.2 Hubungan antar Aspek Hardiness Hardiness meliputi aspek komitmen, kontrol, dan tantangan merupakan hal yang penting dalam kehidupan. Ketiga aspek hardiness ini merupakan suati integrasi yang saling mendukung dan tidak terpisahkan. Banyak yang mengatakan bahwa aspek kontrol merupakan hal yang paling penting seperti yang telah banyak dikemukakan. Akan tetapi menurut Maddi, orang yang memiliki kontrol tinggi akan tetapi rendah dalam aspek komitmen dan tantangan, seperti orang yang bisa mengendalikan atau menentukan hasil, tetapi tidak mau meluangkan waktu untuk berusaha belajar dari pengalaman, atau merasakan keterlibatan dengan orang lain, atau dengan suatu peristiwa. Orang dengan kondisi ini akan berbeda pada ketidaksabaran, lekas marah, terisolasi, dan merasakan kepahitan ketika kontrol yang dilakukan gagal, sehingga membuat mereka mudah terkena lelah secara fisik, mental, dan sosial. Kobasa (VanBredda, 2001:41) menggambarkan orang yang memiliki ketabahan (hardiness) tinggi dapat dikatakan bahwa seseorang yang mempunyai hardiness yang tinggi mempunyai rasa ingin tahu dan cenderung untuk menemukan pengalaman yang menyenangkan dan bermakna dari setiap peristiwa yang dialaminya. Selain itu juga mempunyai keyakinan bahwa seseorang mampu

mengubah keadaan dan melihat perubahan sebagai sesuatu yang biasa dan merupakan sarana untuk perkembangan dirinya. Orang yang memiliki hardiness mempunyai rasa optimis dengan menjadikan perubahan sebagai suatu yang dialami, bermakna, dan menyenangkan walaupun dalam kondisi yang penuh tekanan, mempunyai tindakan yang meyakinkan dengan menjadikan setiap perubahan sebagai rencana kehidupan den belajar dari apa yang terjadi dengan mengambil pelajaran berharga bagi masa depannya. Sebaliknya orang yang memiliki hardiness yang rendah menemukan diri mereka dan lingkungannya sebagai sesuatu yang membosankan, tidka bermakna, dan penuh ancaman. Mereka tidak berdaya dalam menghadapi berbagai macam tekanan. Karena mereka tidak memiliki penyangga dalam menghadapi tekanan. Akhirnya, hardiness bisa dihubungkan kepada individu yang memunculkan kemampuan untuk mengelola seluruh bagian dari hidup mereka secara baik. Pentingnya percaya diri dan nilai keyakinan dalam diri (self-belief) menjadi sesuatu yang kompleks dalam konstruk hardiness. orang yang memiliki hardiness yang tinggi mempunyai kecenderungan untuk mencari hasil yang berharga dari lingkungannya dan orientasi ini akan membangun percaya diri dan mereduksi hambatan sebagai tantangan untuk berubah. 2.2.3 Fungsi Hardiness Adapun beberapa fungsi yang dimiliki oleh hardiness yaitu : a. Membantu individu dalam proses adaptasi dan lebih memiliki toleransi terhadap stres.

b. Mengurangi akibat buruk dari stres kemungkinan terjadinya burnout dan penilaian negatif terhadap suatu kejadian yang mengancam dan meningkatkan pengharapan untuk melakukan coping yang berhasil. c. Membuat individu tidak mudah jatuh sakit. d. Membantu individu mengambil keputusan yang baik dalam keadaan stress. Dari beberapa penjabaran mengenai fungsi hardiness diatas maka dapat disimpulkan secara umum bahwa hardiness dapat mengurangi efek buruk dari stres yang dialami oleh individu dan dapat memberi penilaian yang lebih positif terhadap suatu kejadian sehingga meningkatkan harapan yang akhirnya dapat membantu individu mengambil keputusan yang baik. 2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Hardiness Faktor yang mempengaruhi hardiness antara lain : a. Kemampuan untuk membuat rencana yang realistis, dengan kemampuan individu merencanakan hal yeng realistis maka saat individu menemui suatu masalah maka individu akan tahu apa hal terbaik yang dapat individu lakukan dalam keadaan tersebut. b. Memiliki rasa percaya diri dan positif citra diri, individu akan lebih santai dan optimis jika individu memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan citra diri yang positif maka individu akan terhindar dari stres. c. Mengembangkan keterampilan komunikasi, dan kapasitas untuk mengelola perasaan yang kuat dan impuls. Dari penjabaran diatas maka dapat disimpulkan banyak hal yang dapat mempengaruhi hardiness antara lain faktor dari dalam diri individu itu sendiri

seperti kemampuan individu untuk membuat rencana yang realistis, memiliki rasa percaya diri dan positif citra diri, keterampilan individu berkomunikasi. 2.3 Burnout Maslach & Jackson (dalam Chou, 2003) mendefinisikan burnout ke dalam tiga komponen yaitu kelelahan emosional, sinisme dan berkurangnya keberhasilan profesional yang disebabkan oleh berbagai tuntutan kerja. Kelelahan emosional berkaitan dengan perasaan penat, frustasi dan tertekan pada pekerjaan sedangkan sinisme berkaitan dengan perilaku negatif atas pekerjaan. Leatz & Stolar (dalam Lailani et al., 2005) mengartikan burnout sebagai kelelahan emosional dan mental yang disebabkan oleh situasi yang sangat menuntut keterlibatan emosional dan menegangkan, dikombinasikan dengan harapan personal yang tinggi untuk mencapai kinerja yang tinggi. Berdasarkan definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa burnout merupakan suatu bentuk ketegangan psikis berupa kelelahan emosional sebagai indikator utama, yang mengakibatkan seseorang kehilangan ketertarikan dan makna pekerjaannya sehingga pada akhirnya mengakibatkan berkurangnya keberhasilan profesional. Burnout muncul dari adanya stress yang berkepanjangan, sehingga banyak factor yang mempengaruhi, burnout sering dikaitkan dengan munculnya stress. Menurut Maslach dkk (2001), beberapa factor yang dipandang dapat mempengaruhi burnout adalah factor situasional dan factor individual. Factor situasional meliputi beban kerja yang berlebihan, minimnya fasilitas dan kurangnya dukungan sosial. Factor individual terdiri dari karakteristik demografi

(usia, jenis kelamin) dan karakteristik kepribadian (rendahnya hardiness, locus of control eksternal, tipe A dan strategi coping yang defensive atau menghindar). 2.3.1 Faktor yang mempengaruhi Burnout Maslach & Leiter (1998) timbulnya burnout disebabkan oleh beberapa faktor yang diantaranya yaitu : a. Karakteristik individu Berdasarkan penelitian yang dilakukan Susan Jackson melalui Maslach Burnout Inventory (MBI) dari berbagai jenis pekerjaan Human Service didapat suatu hasil bahwa : 1. Faktor Demografik a. Jenis kelamin Baik pria maupun wanita dapat mengalami burnout, tetapi aka nada perbedaan antara derajat burnout yang muncul. Pria lebih tinggi pada depersonalisasi, sedangkan wanita pada kelelahan emosional. b. Usia Burnout akan tinggi pada pekerja yang masih muda dibandingkan yang sudah tua. Pekerja yang lebih muda biasanya belum cukup pengalaman dan kurang matang c. Keluarga dan Status perkawinan Ikatan keluarga akan dapat menjadi sumber dukungan emosional yang diperlukan bagi mereka yang bekerja dalam profesi layanan sosial.

d. Pendidikan Burnout akan lebih banyak dialami oleh individu dengan pendidikan tinggi, karena semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin tinggi pula aspirasinya. 2. Faktor kepribadian Kepribadian merupakan cirri khas individu yang mendasar yaitu secara mental, emosional dan sosial yang membentuk satu kesatuan yang unik dan membedakan dengan individu lain. Kecenderungan terjadinya burnout pada individu antara lain : a. Orang-orang yang lemah dan unasentive, pencemas, penuh dengan ketakutan dn mempunyai kesulitan dalam menentukan batasan the helping relationship. Orang inin sering tidak mampu mengontrol situasi dan menjadi pasif ketika berhadapan dengan tuntutan yang dihadapinya. Hal ini memudahkan orang tersebut untuk menjadi emosional dan mempunyai resiko tinggi mengalami emotional exhaustion. b. Orang-orang yang tidak dapat sabar dan tidak toleran seperti pada orang yang mudah marah dan frustasi berhadapan dengan rintangan, mempunyai kesulitan mengontrol dorongan bermusuhan. Mereka biasanya memproyeksikan perasaan pada klien dan lebih depersonalisasi melalui penghinaan kepada orang lain. c. Orang-orang kurang percaya diri, tidak mempunyai ambisi dan lebih konvensional, seperti pada orang yang tidak mempunyai tujuan yang jelas dan tidak mempunyai kebutuhan untuk berprestasi. Mereka menerima saja, tanpa

membantah dan tidak berusaha untuk menghadapi rintangan. Orang ini berusaha untuk memelihara a sense of self-worth dengan mementingkan pengakuan dan penerimaan dari orang lain. Mereka mudah berkecil hati dan tidak mempunyai perasaan a sense of personal accomplishment sehingga tidak efektif dalam berhubungan dengan orang lain. b. Lingkungan Kerja Masalah beban kerja yang berlebihan merupakan salah satu factor pekerjaan yang berdampak pada timbulnya burnout (Schaufeli & Buunk, 1996). Beban kerja yang berlebihan bisa meliputi jam kerja, jumlah individu yang harus dilayani, tanggung jawab yang harus dipikul, pekerjaan rutin dan yang bukan rutin, dan pekerjaan administrasi lainnya yang melampaui kapasitas dan kemampuan individu. Disamping itu, bebabn kerja yang berlebihan dapat mencakupsegi kuantitatif berupa jumlah pekerjaan dan kualitatif yaitu tingkat kualitas pekerjaan. Dengan beban kerja berlebihan menyebabkan pemberi pelayanan merasakan ketegangan emosional saat melayani klien atau orang lain sehingga dapat mengarahkan perilaku pemberi pelayanan untuk menarik diri secara psikologis dan menghindari 9diri untuk terlibat dengan klien atau orang lain. c. Keterlibatan emosional dengan penerima pelayanan Bekerja melayani orang lain membutuhkan banyak energi karena harus bersikap sabar dan memahami orang lain dalam keadaan krisis, frustasi, ketakutan, dan kesakitan (Freudenberger dalam Farber, 1991). Pemberi dan penerima pelayanan turut membentuk dan mengarahkan terjadinya hubungan yang melibatkan emosional dan secara tidak disengaja dapat menyebabkan stress

emosional karena dapat memberikan penguatan positif atau kepuasan bagi kedua belah pihak atau sebaliknya. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktorfaktor penyebab burnout yaitu, karakteristik individu meliputi demografi dan kepribadian, lingkungan pekerjaan, keterlibatan emosional dengan penerimaan pelayanan atau pelanggan. 2.3.2 Aspek-aspek Burnout Maslach (dalam Lailaini et al., 2005) sebagai pencetus Maslach Burnout Inventory - Human Service Survey (MBI-HSS) mengemukakan tiga dimensi burnout yaitu: 1. Kelelahan emosional (emotional exhaustion) yaitu habisnya sumber-sumber emosional dari dalam individu yang ditandai perasaan frustasi, putus asa, sedih, perasaan jenuh, mudah tersinggung, mudah marah tanpa sebab, mudah merasa lelah, tertekan dan perasaan terjebak dalam pekerjaan. 2. Depersonalisasi (depersonalization) yaitu kecenderungan individu untuk menjauhi lingkungan sosialnya, bersikap sinis, apatis, tidak berperasaan, tidak peduli terhadap lingkungan dan orang-orang sekitarnya. Dimensi ini menggambarkan burnout secara eksklusif untuk pekerjaan di bidang pelayanan kemanusiaan (human service). 3. Rendahnya penghargaan atas diri sendiri (low personal accomplishment) yaitu suatu tendensi individu untuk mengevaluasi kinerjanya secara negatif. Individu yang menilai rendah dirinya sering mengalami

ketidakpuasan terhadap hasil kerja sendiri serta merasa tidak pernah melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. 2.4 Hubungan antara Hardiness dengan Burnout McCranie (Schaufeli & Buunk, 1996) menyatakan bahwa karakteristik kepribadian yang diasosiasikan dengan burnout adlah kurangnya ketangguhan (lack of hardiness). Hal tersebut dapat dikatakan bahwa kepribadian hardiness yang rendah pada seseorang akan berkaitan dengan tingginya burnout, sebaliknya kepribadian hardiness yang tinggi akan berhubungan dengan rendahnya kadar burnout seseorang. Menurut Kobasa (1982), kepribadian hardiness merupakan suatu konstelasi kepribadian yang menguntungkan bagi individu untuk dapat menghadapi tekanan dalam hidupnya. Lebih lanjut diungkapkan oleh Gentry dan Kobasa (1984) hardiness akan menunjukkan tiga ciri dasar yaitu kontrol, merupakan suatu kecenderungan perasaan dan tindakan bahwa individu merasa mampu mempengaruhi berbagai peristiwa dalam hidupnya, komitmen sebagai kecenderungan untuk melibatkan diri di dalam setiap hal yang dihadapi, serta tantangan mencerminkan kecenderungan memandang adanya perubahan sebagai suatu kesempatan untuk tumbuh dan bukan suatu ancaman. Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa kepribadian hardiness memberikan karakteristik kepribadian yang positif bagi individu dengan mengarahkan pola pikir, perasaan dan tindakan yang positif dalam menghadapi situasi yang penuh stress sehingga akan menghambat munculnya burnout.

Berkaitan dengan terbentuknya penilaian dan respon positif dalam menghadapi stress, polisi pengendali massa yang memiliki kepribadian hardiness akan memberikan penilaian kognitif secara positif atas situasi kerja yang penuh stress, sehingga cenderung memberikan respon yang positif. Polisi pengendali massa akan menjadi optimis bahwa situasi tersebut dianggap sebagai tantangan yang berarti dan dapat diubah, sehingga polisi pengendali massa akan mampu menghadapi dan mengelolanya. Hal ini sesuai dengan Astuti (1999) yang menyatakan bahwa kepribadian hardiness akan mengarahkan individu pada transformational coping yang akan mengubah situasi yang penuh stress menjadi bentuk-bentuk yang tidak mengandung stress, sehingga menunjukkan ketegangan dalam taraf yang rendah. Rendahnya ketegangan tersebut berarti mengurangi munculnya gejala burnout. Hal di atas sejalan dengan penenlitian yang dilakukan oleh Kobasa dan Maddi (dalam Astuti, 1999) yang membuktikan bahwa ada hubungan antara tanda-tanda ketegangan psikologis yang menyebabkan burnout dengan hardiness. Individu yang tidak memiliki kepribadian hardiness menunjukkan tanda-tanda tingginya ketegangan psikis yang menimbulkan burnout, sedangkan individu dengan hardiness tinggi umumnya menunjukkan tanda-tanda rendahnya ketegangan psikis seperti kecemasan, depresi serta kecurigaan. 2.5 Pengertian Polisi Menurut Satjipto Raharjo polisi merupakan alat negara yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, memberikan pengayoman, dan memberikan perlindungan kepada masyarakat (Satjipto Raharjo, 2009:111).

Selanjutnya Satjipto Raharjo yang mengutip pendapat Bitner menyebutkan bahwa apabila hukum bertujuan untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat, diantaranya melawan kejahatan. Akhirnya polisi yang akan menentukan secara konkrit apa yang disebut sebagai penegakan ketertiban (Satjipto Rahardjo, 2009:117). Dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 ayat (1) dijelaskan bahwa Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Istilah kepolisian dalam Undang-undang ini mengandung dua pengertian, yakni fungsi polisi dan lembaga polisi. Dalam Pasal 2 Undang-undang N0.2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, fungsi kepolisian sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, pelindung, pengayom dan pelayan kepada masyarakat. Sedangkan lembaga kepolisian adalah organ pemerintah yang ditetapkan sebagai suatu lembaga dan diberikan kewenangan menjalankan 17 fungsinya berdasarkan peraturan perundang-undangan ( Sadjijono, 2008: 52-53). Selanjutnya Pasal 5 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa: 1) Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

2) Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) 2.5.1 Tugas Polisi Tugas polisi secara umum sebagaimana tercantum dalam Pasal 13 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, menyebutkan bahwa tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah : a. Memberikan keamanan dan ketertiban masyarakat b. Menegakkan hukum c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat ( Pasal 13 Undang Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia ) 2.6 Kerangka Pikir Fenomena yang terjadi dilapangan menjelaskan bahwa anggota polisi pengendali massa merasakan adanya tekanan dalam melaksanakan tugas dan membutuhkan hardiness yang tinggi dalam menghadapi tekanan yang terjadi dilingkungan kerja. Anggota pengendali massa merasakan hambatan-hambatan ketika bertugas baik secara internal maupun eksternal. Hambatan internal yang dirasakan adalah banyaknya kegiatan yang dilakukan, kelelahan dan waktu kerja dalam jangka waktu yang panjang. Hambatan eksternal yang terjadi adalah

kurangnya etika yang ditunjukkan oleh para pengunjuk rasa dan ketidaktahuan mereka akan aturan dalam berunjuk rasa serta kuraangnya fasilitas yang tersedia. Teori hardiness menjelaskan bahwa hardiness merupakan salah satu karkteristik kepribadian yang dimiliki individu dalam menghadapi situasi menekan. Individu yang memiliki tingkat hardiness yang tinggi akan cenderung memandang suatu masalah bukan sebagai ancaman melainkan sebagai suatu tantangan yang positif. Individu tersebut akan mampu mengubah stressor negatif menjadi suatu tantangan yang positif untuk bisa berkembang dan tumbuh (Kreitner 2005). Schultz dan Schultz (2002), menjelaskan bahwa individu yang memiliki tingkat hardiness yang tinggi memiliki sikap yang membuat mereka lebih mampu dalam melawan stres. Individu dengan hardy personality percaya bahwa mereka dapat mengontrol atau mempengaruhi kejadian-kejadian dalam hidupnya. Mereka secara mendalam berkomitmen terhadap pekerjaannya dan aktivitas-aktivitas yang mereka senangi, dan mereka memandang perubahan sebagai sesuatu yang menarik dan menantang lebih daripada sebagai sesuatu yang mengancam.sebaliknya, kurangnya hardiness dalam diri individu dapat dihubungkan dengan tingkat stres yang tinggi (Riggio & Porter, 1990). Burnout merupakan gejala yang banyak ditemukan pada petugas sosial, polisi memiliki tugas dengan nilai sosial yang tinggi, hakekat tugas polisi memang merupakan bagian birokrasi yang langsung berhadapan dengan masyarakat baik secara fisik maupun psikis. Dengan penjelasan tersebut dapat terlihat bahwa polisi sangat mudah mengalami burnout dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. McCranie (Schaufely & Buunk, 1996) menyatakan bahwa karakteristik

kepribadian yang diasosiasikan dengan burnout adalah kurangnya ketangguhan (lack of hardiness). Hal tersebut dapat dikatakan bahwa hardiness yang rendah pada polisi akan berkaitan dengan tingginya burnout yang akan terjadi pada polisi, sebaliknya hardiness yang tinggi akan berhubungan dengan rendahnya burnout yang terjadi pada polisi. Polisi pengendali massa yang memiliki hardiness rendah akan sulit membangun komitmen dalam melaksanakan kegiatannya, sehingga individu tersebut akan mudah merasakan kebosanan dan tidak akan bertahan lama pada pekerjaan yang sedang dilaksanakan. Kurangnya komitmen pada individu akan berdampak pada perasaan frustasi ditempat kerja, merasa tidak cocok dengan tugas yang diberikan dan merasa tidak mampu menyelesaikan tugasnya. Selain sulit membangun komitmen individu dengan hardiness rendah pun kurang mampu mengontrol kejadian-kejadian yang terjadi dilapangan dan tidak mampu melakukan perencanaan saat bertugas, sehingga menyebabkan terkurasnya energi yang tidak terkerahkan dengan maksimal, hal ini juga berdampak pada kelelahan fisik dimana individu mudah merasakan lelah serta menimbulkan gangguan fisik lainnya seperti perubahan pola makan dan tidur. Individu dengan hardiness rendah akan kurang mampu menerima tantangan yang terjadi saat bertugas, seperti perubahan yang mendadak di lapangan saat bertugas, hal ini akan berdampak pada menurunnya percaya diri akan hasil kerjanya sendiri, serta merasa tidak berarti dalam pekerjaannya. Dalam hal ini penulis mengajukan perspektif sebagai kerangka berpikir dalam menjelaskan hubungan antara hardiness dengan burnout dalam bagan berikut.

SKEMA POLISI PENGENDALI MASSA HARDINESS KOMITMEN Memiliki komitmen dengan pekerjaannya, dan tetap bertahan meskipun mendapatkan tekanan KONTROL kemampuan mengontrol dan mengendalikan kejadian yang ada dilapangan dengan mempersiapkan perencanaan. TANTANGAN Dapat menerima perubahan yang terjadi saat bertugas BURNOUT KELELAHAN FISIK Merasa lemas setiap akan memulai kerja dipagi hari, merasa pusing, mudah lelah, terjadi perubahan pola makan dan tidur. DEPERSONALISASI Merasa frustasi, merasa terperangkap dalam tugas, mudah marah, merasa tidak berdaya MENURUNNYA PENGHARGAAN PADA DIRI SENDIRI Merasa tidak berarti dalam hidup, adanya ketidakpuasan pada diri sendiri dan pekerjaannya

2.7 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah, terdapat hubungan negative antara hardiness dengan burnout pada Anggota Polisi Pengendali Massa Polrestabes Bandung.