STUDI PENGAMAN PANTAI DI DESA SABUAI KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT Desy Ayu Maharani 1, Dwi Priyantoro, Prima Hadi Wicaksono 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Tenik Universitas Brawijaya Dosen Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Tenik Universitas Brawijaya Email: desyayu1994@gmail.com ABSTRAK Pantai Sabuai merupakan salah satu pantai yang terabrasi oleh air laut. Sehingga, mengakibatkan semakin mundurnya garis pantai. Sehubungan dengan kondisi tersebut diperlukan suatu bangunan pengaman pantai yang mampu menahan gelombang air laut sesuai dengan kondisi daerah setempat agar tidak terjadi abrasi. Perencanaan bangunan pengaman pantai di Pantai Sabuai diawali dengan analisa distribusi arah angin dan analisa pembangkitan gelombang yang disertai dengan analisa panjang fetch yang menghasilkan output berupa tinggi gelombang. Tinggi gelombang yang dihasilkan digunakan sebagai dasar perhitungan distribusi arah gelombang kemudian dilanjutkan ke perhitungan analisa transformasi gelombang. Hasil perhitungan analisa transformasi gelombang berupa gelombang pecah yang nantinya digunakan sebagai dasar penentuan elevasi muka air laut rencana dan perencanaan dimensi bangunan pengaman pantai. Dalam studi ini, simulasi pemodelan kondisi garis pantai menggunakan program GENESIS CEDAS. Berdasarkan hasil perhitungan dan analisa, diperoleh tinggi gelombang yang digunakan dalam perencanaan bangunan pengaman pantai adalah,109 m. Berdasarkan hasil prediksi perubahan garis Pantai Sabuai untuk kondisi eksisting dalam jangka waktu 5 tahun akan terjadi erosi pada pias 51 pias 59. Sehingga, diperlukan suatu bangunan pantai yang cukup efektif dalam mempertahankan posisi garis pantai yaitu berupa groin. Terdapat 3 buah bangunan groin dimana masing-masing memiliki panjang 00 m, 16 m, dan 96 m dengan elevasi puncak groin +3. Kata Kunci: GENESIS, Garis Pantai, Pengaman Pantai ABSTRACT Sabuai beach is one of the beaches abraded by sea water. Thus, resulting in further pullback shoreline. The conditions is required in connection with a protection structure that able to withstand waves of sea water in accordance with local conditions in order to avoid abrasion. Planning the shore protection structure in Sabuai begins with an analysis of the distribution of wind direction and analysis of wave generation is accompanied by a length analysis fetch produces an output in the form of wave height. The wave heights is used as the basis for calculating the distribution of wave direction and then proceed to the calculation of wave transformation analysis. Wave transformation analysis calculation results in the form of a breaking wave that will be used as the basis for determining the calculated sea level and designing the dimension of protection structure. The simulation of the shoreline conditions modeling in this study is using GENESIS CEDAS program. Based on the calculation and analysis, the wave heights that used in designing the protection structure is,109 m. Based on the prediction of shoreline changes on Sabuai for existing conditions within a period of 5 years erosion will occur on 51 to 59 peg. Thus, shore protection structure that quite effective in maintaining the position of the shoreline such as groin is needed. There are 3 structure of groins where each has a length of 00 m, 16 m, and 96 m with a peak elevation groin +3. Keywords:GENESIS, Shoreline, Shore Protection
1. PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 17.000 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km atau dua kali keliling bumi melalui katulistiwa. Wilayah pantai yang sangat panjang, aktivitas manusia dan kegiatan pembangunan di daerah pantai serta faktor alam seperti gelombang, pasang surut dan arus dapat menimbulkan dampak negatif di daerah pantai dengan terjadinya erosi dan sedimentasi pantai. (Triadmojo, 1999:1). Pantai Sabuai merupakan salah satu pantai yang terabrasi oleh air laut. Abrasi ini sudah berlangsung cukup lama, bibir pantai terus tergerus air laut sehingga air laut masuk ke daratan. Akibat lanjut dari abrasi tersebut adalah semakin mundurnya garis pantai. Saat ini kondisi Pantai Sabuai yang mengalami abrasi sudah mulai mengancam permukiman dan jalan di sepanjang Pantai Sabuai. Sehubungan dengan kondisi tersebut diperlukan suatu bangunan pengaman pantai yang mampu menahan gelombang air laut sesuai dengan kondisi daerah setempat agar tidak terjadi abrasi.. METODOLOGI STUDI Pada studi ini menggunakan data berupa data topografi, bathymetri, pasang surut, data sedimen (D50). Data-data yang digunakan pada dasarnya menggambarkan karakteristik lokasi studi. Dalam pengerjaan studi ini, menggunakan program bantu TideComp untuk peramalan data pasang surut selama 1 tahun kedepan. Analisa fetch berdasarkan peta kepulauan utuk masing-masing arah datang gelombang. Perhitungan tinggi dan periode gelombang menggunakan grafik Groen & Dorrestein. Koefisien refraksi ditentukan dengan metode orthogonal gelombang. Perhitungan dimensi struktur bangunan mengunakan perhitungan secara analitik dan perhitungan perubahan garis pantai menggunakan program bantu GENESIS CEDAS. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Arah Angin Data kecepatan angin selama 5 tahun (010-014) berdasarkan arah anginnya digolongkan ke dalam 6 kelas dengan interval 3 m/detik, kemudian ditabelkan juga dalam bentuk persentasenya. Selanjutnya, dihitung distribusi kejadian tiap interval kelas dan arah mata angin yang kemudian digambar sebagai mawar angin. Dalam pembuatan mawar angin dan mawar gelombang digunakan program WRPLOT View versi 7.0. Tabel 1. Jumlah Kejadian Angin Maksimum Tahun 010-014 Arah Kecepatan Angin (m/detik) Mata Angin ( ) 0 3 3 6 6-9 9-1 1 15 15 Total N Utara 337,5,5 0 0 1 0 0 3 NE Timur Laut,5 67,5 0 0 0 0 0 E Timur 67,5 11,5 0 0 5 1 0 0 6 SE Tenggara 11,5 157,5 0 0 8 1 0 0 9 S Selatan 157,5 0,5 0 0 3 3 0 8 SW Barat Daya 0,5 47,5 0 0 5 0 0 0 5 W Barat 47,5 9,5 0 1 13 3 0 0 16 NW Barat Laut 9,5 337,5 0 1 8 1 0 0 10 Sub Total 0 1 44 1 0 59 Data Hilang/Tidak Lengkap 1 Total 60 Gambar 1. Mawar angin Pantai Sabuai
FETCH Di dalam tinjauan pembangkitan gelombang di laut, kawasan pembentukan gelombang (fetch ) dibatasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi laut. Gambar 5. Fetch dari barat Gambar. Fetch dari arah tenggara Gambar 3. Fetch dari arah selatan Tabel. Rekapitulasi Panjang Fetch Efektif Pantai Sabuai Arah Angin Panjang Fetch Efektif (m) Tenggara 154440,141 Selatan 7380,647 Barat Daya 51551,678 Barat 54936,39 Peramalan Gelombang Berdasarkan pada kecepatan angin, lama hembus angin dan fetch dilakukan peramalan gelombang dengan menggunakan grafik pada Gambar 6. Dari grafik tersebut apabila panjang fetch (F), kecepatan angin (U) dan durasi diketahui maka tinggi dan periode gelombang signifikan dapat dihitung. Gambar 4. Fetch dari baratdaya Gambar 6. Plotting grafik bulan Januari 010
Tabel 3. Rekapitulasi H0 Plotting Tahun 010 Arah Bulan Angin H0 T Januari W 0,914 5,86 Februari NW 0,83 - Maret W 0,686 4,305 April W 0,686 4,305 Mei W 1,448 6,350 Juni SE 0,845 4,300 Juli S 1,981 7,100 Agustus S 1,448 6,100 September SW 0,914 5,86 Oktober W 0,914 5,86 November NE 1,19 - Desember W 0,914 5,86 Analisa Gelombang Rencana Untuk kebutuhan perencanaan bangunan pantai dimana di dalamnya terdapat penentuan tinggi gelombang dan periode gelombang pada umumnya digunakan dua metode distribusi, yaitu distribusi Fisher-Tippet Tipe I dan distribusi Weibull. Pendekatan yang dilakukan dengan mencoba dua metode tersebut untuk data yang tersedia dan kemudian dipilih yang memberikan hasil terbaik. Dalam studi ini distribusi yang paling mendekati tinggi gelombang signifikan data adalah distribusi Fisher- Tippet I dengan persentase Kesalahan Absolut Rerata (KAR) 5,076 % karena mempunyai persentase lebih rendah daripada distribusi Weibull. Tabel 4. Perhitungan Gelombang Periode Tertentu Metode Fisher-Tippet I Arah Angin Tenggara Tabel 5. Perhitungan Gelombang Periode Tertentu Metode Fisher-Tippet I Arah Angin Selatan Tabel 6. Perhitungan Gelombang Periode Tertentu Metode Fisher-Tippet I Arah Angin Barat Daya Tabel 7. Perhitungan Gelombang Periode Tertentu Metode Fisher-Tippet I Arah Angin Barat Periode Hsyr Hsr σnr σr 1,8σr Hs+1,8σr (tahun) (tahun) (m) (m) (m) (1) () (3) (4) (5) (6) (7) 0,367 0,607 0,50 0,097 0,483 0,731 5 1,500 0,849 1,037 0,00 0,594 1,105 10,50 1,009 1,47 0,83 0,647 1,37 5 3,199 1,1,044 0,393 0,708 1,715 50 3,90 1,36,473 0,476 0,75 1,971 100 4,600 1,511,90 0,559 0,796,6 Periode Hs- Hs+1,8 y r Hs r σ nr σ r 1,8σ r σ r (tahun) (tahun) (m) (m) (m) (1) () (3) (4) (5) (6) (7) 0,367 0,99 0,587 0,6 0,594 1,64 5 1,500 1,401 1,356 0,604 0,68,174 10,50 1,714 1,956 0,871 0,599,89 5 3,199,109,734 1,18 0,550 3,668 50 3,90,40 3,316 1,478 0,511 4,94 100 4,600,694 3,897 1,736 0,471 4,916 Periode Hs- Hs+1,8 y r Hs r σ nr σ r 1,8σ r σ r (tahun) (tahun) (m) (m) (m) (1) () (3) (4) (5) (6) (7) 0,367 0,914 0,587 0,000 0,914 0,914 5 1,500 0,914 1,356 0,000 0,914 0,914 10,50 0,914 1,956 0,000 0,914 0,914 5 3,199 0,914,734 0,000 0,914 0,914 50 3,90 0,914 3,316 0,000 0,914 0,914 100 4,600 0,914 3,897 0,000 0,914 0,914 Periode Hs- Hs+1,8 y r Hs r σ nr σ r 1,8σ r σ r (tahun) (tahun) (m) (m) (m) (1) () (3) (4) (5) (6) (7) 0,367 0,831 0,587 0,01 0,573 1,088 5 1,500 1,118 1,356 0,465 0,53 1,714 10,50 1,309 1,956 0,671 0,450,167 5 3,199 1,549,734 0,938 0,349,749 50 3,90 1,78 3,316 1,138 0,7 3,184 100 4,600 1,905 3,897 1,337 0,194 3,616 Tabel 8. Rekapitulasi Perhitungan Tinggi Gelombang Berbagai Kala dengan Menggunakan Metode Fisher-Tippet I Kala Hsr Tenggara (SE) Hsr Selatan(S) Hsr Barat Daya (SW) Hsr Barat (W) (tahun) (m) (m) (m) (m) 0,69 0,99 0,914 0,76 5 0,896 1,401 0,914 1,075 10 1,03 1,714 0,914 1,83 5 1,03,109 0,914 1,545 50 1,330,40 0,914 1,740 100 1,456,694 0,914 1,933
Analisa Distribusi Arah Gelombang Dalam hal ini arah datangnya gelombang yang representatif terhadap daerah studi adalah Barat (W), Barat Daya (SW), Selatan (S), Tenggara (SE). Tabel 9. Frekuensi Kejadian Gelombang Keseluruhan Tahun 010 014 Arah Tinggi Gelombang (m) Mata Angin ( ) 0 0,5 0,5 1 1 1,5 1,5 - Total N Utara 337,5,5 0 0 0 0 0 0 NE Timur Laut,5 67,5 0 0 0 0 0 0 E Timur 67,5 11,5 0 0 0 0 0 0 SE Tenggara 11,5 157,5 0 6 3 0 0 9 S Selatan 157,5 0,5 0 3 1 8 SW Barat Daya 0,5 47,5 0 5 0 0 0 5 W Barat 47,5 9,5 0 13 3 0 0 16 NW Barat Laut 9,5 337,5 0 0 0 0 0 0 Sub Total 0 6 9 1 38 Data Hilang/Tidak Lengkap 1 Total 39 Tabel 10. Arah Angin yang digunakan dalam Perencanaan No. Arah Sudut Datang Gelombang terhadap Sudut Datang Garis Pantai Garis Normal Gelombang Keterangan 1 Tenggara 18 7 7 Dari arah laut Selatan 63 7 7 Dari arah laut 3 Barat Daya 7 18 18 Dari arah laut 4 Barat 7 63 63 Dari arah laut Tabel 11. Hitungan C1/C Arah Tenggara d tanh d/l0 (m) πd/l C1/C 1 3 4 7,000 0,169 0,849 6,000 0,145 0,810 1,048 5,000 0,11 0,761 1,064 4,000 0,097 0,701 1,086 3,000 0,07 0,6 1,18,000 0,048 0,5 1,19 1,000 0,04 0,379 1,377 Tinggi Gelombang (m) Gambar 7. Mawar gelombang (wave rose) Pantai Sabuai Tahun 010 014 Transformasi Gelombang Transformasi gelombang dari perairan dalam ke perairan transisi dangkal oleh faktor pendangkalan, refraksi dan gelombang pecah. Gambar 8. Sketsa sudut datang puncak gelombang di Pantai Sabuai Gambar 9. Diagram refraksi dengan metode ortogonal gelombang arah tenggara Perhitungan gelombang pecah arah selatan H0 =,109 m T = 7,365 detik g = 9,81 Kr = 0,955 Ks = 0,95 H 0,109 gt 9,81 x 7,365 = 0,00396 Dari grafik penentuan tinggi gelombang pecah didapat H b = 1,01 H 0 H b H 0 = 1,01
H b 0,955 x,109 = 1,01 Hb =,308 Hb gt =,308 9,81 x 7,365 = 0,00383 Dari grafik penentuan kedalaman gelombang pecah didapat db H b = 1,3 db H b = 1,3 db,308 = 1,3 db =,649 Penentuan jenis gelombang pecah yang terjadi di lokasi studi. Data gelombang pecah arah selatan: m = 0,00 Hb =,039 m L0 = 84,66 m Penyelesaian: ξ0 = m ( H 1/ b) L 0 0,00 = (,039 84,66 )1/ ξ0 = 0,019 Spilling Wave Setup S w = 0,19. [1,8. H b g.t ]. H b = 0,168 m Pasang Surut HHWL = + 1,8 MSL = +1 LLWL = +0,3 Pemanasan Global Gambar 10. Perkiraan kenaikan muka air laut karena pemanasan global Berdasarkan gambar grafik diatas, perkiraan besarnya kenaikan muka air laut sampai tahun 040 diperkirakan sekitar 0,39 m atau 3,9 cm. Elevasi Muka Air Laut Rencana Gambar 11. Elevasi muka air rencana Perencanaan Dimensi Bangunan Pengaman Pantai Tabel 1. Kerusakan Pantai Masalah Jenis Kerusakan Kriteria Tingkat Perubahan Erosi Perubahan garis pantai Sedang 1,783 m/th Daerah yang terkena erosi Amat berat Daerah yang cukup luas (615,85 m) Kerusakan lingkungan Bangunan Bermasalah Pemukiman Amat berat 15 rumah berada pada sempadan pantai dan terjangkau oleh gempuran gelombang Amat berat membahayakan stabilitas konstruksi jetty Tabel 13. Pemilihan Bangunan Pengaman Pantai Revetment Groin Breakwater 1. Fungsi Bangunan Mempertahankan garis Memajukan Memajukan pantai garis pantai garis pantai. Efektifitas letak bangunan Efektif, karena letak Efektif, karena Kurang efektif, bangunan di sepanjang letak bangunan karena letak garis pantai dari pantai gelombang menuju laut pecah dari garis tegak lurus pantai terlalu dengan garis jauh yaitu pantai 1161,5 m 3. Pengaruh arah tidak berpengaruh Berpengaruh tidak gelombang dominan karena arah gelombang untuk berpengaruh dari arah barat yang sejajar pantai dan melindungi karena arah mengakibatkan arus revetment keduanya pantai akibat gelombang sejajar pantai sejajar arus sejajar sejajar pantai pantai dan breakwater keduanya sejajar pantai Dari tabulasi rekapitulasi pemilihan bangunan pengaman pantai maka dipilih bangunan groin sebagai alternatif terbaik karena dapat melindungi arus sejajar pantai yang diakibatkan oleh gelombang dominan dari arah barat dan dapat memajukan posisi garis pantai.
Groin Groin digunakan untuk menangkap atau membatasi gerak sedimen sepanjang pantai sehingga laju transpor sejajar pantai berkurang. Panjang groin = 00 m H rencana = 0,78 x (kedalaman + MSL) = 0,78 x (0,5 + 1) = 1,167 m Elevasi muka air rencana = +,07 Maka: Tinggi groin = 0,5 +,07 =,707 m (dibulatkan 3 m) Perhitungan lebar puncak groin Berat jenis beton (γr) = 400 Kg/m 3 =,4 ton/m 3 Berat jenis air laut (γa) = 1030 Kg/m 3 = 1,3 ton/m 3 Berat spesifikasi beton (Sr) = (γr / γa) = (,4/1,03) =,33 Koefisien stabilitas (KD) = 7,5 Koefisien lapisan batuan (K ) = 1,1 a. Lapisan pelindung (armour layer) Berat satuan W = = γr.h 3 K D.(Sr 1) 3. Cotgθ,4.1,167 3 7,5.(,330 1) 3. Lebar puncak bengunan B = n. K. [ W γr ]1 3 = 0,108 ton = 3. 1,1. [ 0,108,4 ]1 3 = 1,174 m (dibulatkan 1 m) Lebar toe protection B = H =. 1,167 =,333 m (dibulatkan,5 m) Perhitungan dimensi groin transisi Perhitungan dimensi groin ke-1 L1 = [ 1 R d tan α 1+ R d tan α] x Lo tan 60 L1 = [ 1 1+ x 00 tan 60] = 0,8097 x 00 = 161,957 m (dibulatkan 16 m) R B1 = [ d x Lo tan α] 1+ R d B1 = [ 1+ 00 tan 60x = 361,957 m (dibulatkan 36 m) Perhitungan dimensi groin ke- L = [ 1 R d tan α 1+ R d tan α] x L1 L = [ 1 tan 60 1+ x 161,957 tan 60] = 0,8097 x 161,957 = 96,013 m (dibulatkan 96 m) R B = [ d x L1 1+ R d tan α] B = [ 1+ x 161,957 tan 60] = 93,107 m (dibulatkan 93 m) Gambar 1. Perencanaan tinggi groin Running Program Genesis Proses Kalibrasi Gambar 13. Penentuan hasil koefisien kalibrasi dengan menggunakan overlay garis pantai tahun 01 Tabel 14. Rekapitulasi Presentase Kesalahan Relatif Nilai Koefisien K1 K Persentase Kesalahan Relatif 0,1 0,05 8,50 0, 0,1 8,540 0,3 0,15 11,66 0,4 0, 15,937 0,5 0,5 19,330
Berdasarkan hasil coba-coba nilai koefisien kalibrasi K1 dan K yang dipilih adalah yang memiliki nilai persentase kesalahan relatif terkecil, yaitu untuk Pantai Sabuai diperoleh nilai koefisien K1 = 0,1 dan koefisien K = 0,05 dengan nilai persentase kesalahan relatif sebesar 8,50%. Prediksi Perubahan Garis Pantai Kondisi tanpa Bangunan Gambar 14. Perubahan garis pantai tanpa bangunan Prediksi Perubahan Garis Pantai Kondisi Setelah Ada Jetty Gambar 15. Perubahan garis pantai kondisi eksisting Prediksi Perubahan Garis Pantai Kondisi Setelah Ada Groin Gambar 15. Perubahan garis pantai setelah ada groin 4. KESIMPULAN Dari hasil analisis dan pembahasan pada bab terdahulu, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari hasil analisa pembangkitan gelombang, tinggi gelombang yang digunakan dalam perencanaan bangunan pengaman pantai adalah,109 m dan arah gelombang dominan datang dari arah barat sebesar 41%.. Berdasarkan hasil prediksi perubahan posisi garis Pantai Sabuai untuk kondisi lokasi eksisting (ada bangunan jetty) untuk 5, 15 dan 5 tahun yang akan datang dengan menggunakan bantuan program GENESIS-CEDAS (Coastal Engineering Design & Analysis System) Versi 3.0, diperoleh hasil sebagai berikut: a. Kondisi garis pantai pada pias 1 pias 30 ( jarak 0 179,69 m) adalah tidak stabil, Pada pias-pias tertentu mengalami kemunduran (terjadi erosi) akan tetapi terdapat juga pias-pias yang mengalami sedimentasi. Pada tahun 00 (5 tahun mendatang) erosi maksimum yang terjadi adalah 7,59 m terjadi pada pias 16 (jarak16,050 m), sedimentasi maksimum sebesar 0,85 m terjadi pada pias 11 (jarak 990,55 m). Erosi maksimum pada tahun 030 (10 tahun mendatang) adalah 5,330 m terjadi pada pias 18 (jarak 16,80 m), sedangkan sedimentasi maksimum adalah 35,45 m terjadi pada pias 11 (jarak 990,55 m). Pada akhir tahun prediksi, yaitu tahun 040 (5 tahun mendatang) erosi maksimum terjadi pada pias 0 (jarak 165,39 m) sebesar,014 m dan sedimentasi maksimum sebesar 43,03 m terjadi pada pias 11 (jarak 990,55 m). b. Kondisi garis pantai pada pias 31 pias 59 (jarak 181,436 3113,16 m) tidak jauh berbeda dengan kondisi garis pantai pada pias 1 pias 30 (jarak 0 179,69 m). Pada tahun 00 (5 tahun mendatang) erosi maksimum yang terjadi adalah 33,66 m terjadi pada pias 54 (jarak 801,50 m), sedimentasi maksimum sebesar 11,060 m terjadi pada pias 48 (jarak 194,18 m). Erosi maksimum pada tahun 030 (10 tahun mendatang) adalah 5,836 m
terjadi pada pias 54 (jarak 801,50 m), sedangkan sedimentasi maksimum adalah 18,38 m terjadi pada pias 44 (jarak 1791,760 m). Pada akhir tahun prediksi, yaitu tahun 040 (5 tahun mendatang) erosi maksimum terjadi pada pias 54 (jarak 801,50m) sebesar 59,976 m dan sedimentasi maksimum sebesar 4,961 m terjadi pada pias 44 (jarak 1791,760 m). 3. Bangunan pengaman pantai yang sesuai dengan kondisi lokasi studi adalah bangunan groin sebagai alternatif terbaik karena dapat melindungi arus sejajar pantai yang diakibatkan oleh gelombang dominan dari arah barat dan dapat memajukan posisi garis pantai. Bangunan groin tersebut berupa 3 buah groin transisi dengan panjang: Groin 1 = 00 m ditempatkan pada jarak 497,387 m Groin = 16 m ditempatkan pada jarak 859,387 m Groin 3 = 96 m ditempatkan pada jarak 3111,387 m jarak antar groin 1 dan groin sebesar 36 m, jarak antar groin dan groin 3 sebesar 5 m dan tinggi bangunan 3m. Priyantoro, Dwi. -. Materi Kuliah Rekayasa Pantai. Malang: Universitas Brawijaya. Triatmodjo, Bambang. 1999.Teknik Pantai. Yogyakarta: Beta Offset Triatmodjo, Bambang. 01.Perencanaan Bangunan Pantai. Yogyakarta: Beta Offset Yuwono, Nur. 198. Teknik Pantai. Yogyakarta: Biro Penerbit Keluarga Mahasiswa Teknik Sipil Fakultas Teknik Uniersitas Gajah Mada. Yuwono, Nur. 199. Dasar-dasar Perencanaan Bangnan Pantai Yogyakarta: Biro Penerbit Keluarga Mahasiswa Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1984. Shore Protection Manual Volume I. Washington. DC: US Army Corps of Engineers. Anonim. 008. Coastal Engineering Manual Part II. Washington. DC: US Army Corps of Engineers. Hananto, Fendy. 011. Analisis Pola Perubahan Garis Pantai Tamban Kabupaten Malang Menggunakan Program Genesis Cedas. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Malang: Universitas Brawijaya.