Tri Rahayu Mahasiswa Peminatan Epidemiologi dan Penyakit Tropik Universitas Diponegoro Semarang, Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko tinggi tertular Demam Dengue (DD). Setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. dan tantangan yang muncul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN

INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas 2013

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

BAB I PENDAHULUAN. umum dari kalimat tersebut jelas bahwa seluruh bangsa Indonesia berhak untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGENDALIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN SENDANGMULYO KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG FKM UNDIP

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN. Bupati dalam melaksanakan kewenangan otonomi. Dengan itu DKK. Sukoharjo menetapkan visi Masyarakat Sukoharjo Sehat Mandiri dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/Suistainable Development Goals (SDGs)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes

BAB 1 PENDAHULUAN. selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus. Menurut UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dalam pasal 152

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi

masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan penyakit yang cepat, dan dapat menyebabkan. kematian dalam waktu yang singkat (Depkes R.I., 2005). Selama kurun waktu

ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (P2DBD) DI DINAS KESEHATAN KOTA SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), program pencegahan dan

BAB I PENDAHULUAN. 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis di

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb.) DALAM MEMBUNUH LARVA Aedes aegypti

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar, 2008). Berdasarkan catatan World

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes

BAB I PENDAHULUAN. dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

UNIVERSITAS INDONESIA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) dan ditularkan oleh nyamuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN ABIANBASE KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular

Evaluation of Dengue Hemorrhagic Fever Disease Control Programs in 2015 (Comparison between Health Center of Patrang and Rambipuji, Jember District)

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue, ditularkan

SKRIPSI PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP JUMANTIK KECIL SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN PELATIHAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI MIN KETITANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui perantara vektor penyakit. Vektor penyakit merupakan artropoda

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SARANG NYAMUK DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI DESA KLIWONAN MASARAN SRAGEN

Skripsi ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh: DIAH NIA HERASWATI J

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Seminar Nasional Mewujudkan Kemandirian Kesehatan Masyarakat Berbasis Preventif dan Promotif ISBN:

SKRIPSI. Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh AGUS SAMSUDRAJAT J

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT DBD (P2DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMALANREA MAKASSAR

PERILAKU 3M, ABATISASI DAN KEBERADAAN JENTIK AEDES HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE

Ni Luh Puspareni¹, I Made Patra², Ni Ketut Rusminingsih³

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health

BAB. I Pendahuluan A. Latar Belakang

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

JIMKESMAS JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT VOL. 2.NO.6/ MEI 2017; ISSN X,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH KADER JUMANTIK DI PUSKESMAS GAYAMSARI SEMARANG

PERBEDAAN PENGETAHUAN PEMANTAUAN JENTIK SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN (Studi Pada Siswa Kelas V SDN Karsamenak Kota Tasikmalaya Tahun 2017)

HUBUNGAN BREEDING PLACE DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEBERADAAN JENTIK VEKTOR DBD DI DESA GAGAK SIPAT KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

BAB VI. Semaki dan Kelurahan Sorosutan dalam penulisan laporan ini, dapat ditarik

BAB I PENDAHULUAN. Dengue adalah salah satu penyakit infeksi yang. dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi masalah

Al Ulum Vol.54 No.4 Oktober 2012 halaman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Aedes,misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Volume 4, Nomor 2, April 2016 (ISSN: )

BAB I PENDAHULUAN. lancarnya transportasi (darat, laut dan udara), perilaku masyarakat yang kurang sadar

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

KATA PENGANTAR. Puji syukur dipanjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang

BAB I PENDAHULUAN. virus dengue yang ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai

I. Pendahuluan Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), dengan jumlah kasus yang cukup

PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUMINTING TAHUN Ronald Imanuel Ottay

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) 1. Incidence Rate dan Case Fatality Rate Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB 1 PENDAHULUAN. dengue (DEN) dari kelompok Arbovirus B, yaitu termasuk arthtropod-borne virus

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM P2DBD DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KECAMATAN DUREN SAWIT JAKARTA TIMUR TAHUN 2007

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman Online di

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi oleh virus dengue

Analisis Cost of Prevention Penyakit Demam Berdarah Dengue Dari Perspektif Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar Tahun 2016 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KETAPANG 2 (Studi di Kecamatan Mentawa Baru Ketapang Kabupaten Kotawaringin Timur Propinsi Kalimantan Tengah) Tri Rahayu Mahasiswa Peminatan Epidemiologi dan Penyakit Tropik Universitas Diponegoro Semarang, Indonesia ABSTRACK The increasing cases of DBD until recently is still a major health problem. The number of cases DBD in the helath care of Ketapang in 2011 of 116 cases with CFR 0,9%.Various efforts have been done such as epidemiologic investigations, periodic inspection larvae, abatisasi selective and others, but dengue cases are still increasing. The purpose of this study was to evaluate the implementation of the program P2DBD viewed from the input, process and output in the area of Ketapang 2 health care in 2011. This type of qualitative research study with a descriptive approach. Data was collected by in-depth interviews and observations. The main informant program holder P2DBD and health promotion, program holder environmental health. The validity test of the triangulation of methods and sources to the head of the Ketapang 2 health care, head of P2B2 and investigator larvae. The results of this study is the `achievements epidemiology investigation is still below the standard of 56.03%, fogging the focus has reached 100%, ABJ is 85.77%, achievement of health education is still not in accordance with planned, this is due to input provided is insufficient, either manpower, funds, facilities and infrastructure as well as the method/sop, in the process of organizing the activities P2DBD no power in writing, planning and implementation of activities did not go as planned, and had never done in supervision steps at various levels. The conclusion of this research is the high incidence of dengue in the Ketapang 2 health care caused by a lack of community participation in the PSN, lack of coordination across sectors and programs, lack of supervision steps at various levels, lack of funds, facilities and infrastructure methods / SOPs and trained personnel so that the resulting output can not be achieved the maximum. Keywords : Evaluation, P2DBD Bibliography: 57, 1989 2011 Pendahuluan Penyakit Demam berdarah adalah penyakit infeksi virus yang 1

ditularkan oleh nyamuk Aedes sp pada daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia. Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus B, yaitu arthropod-borne virus atau virus yang disebabkan oleh artropoda. Dalam beberapa tahun terakhir, transmisi penularan meningkat terutama pada daerah perkotaan dan semi perkotaan, sehingga penyakit DBD menjadi masalah utama kesehatan masyarakat internasional. 1, 2 Insiden penyakit DBD semakin tumbuh di seluruh dunia dalam beberapa tahun terakhir. Lebih dari 2,5 milyar orang serta lebih dari 40% dari populasi di dunia sekarang beresiko terkena penyakit DBD. 3 Penyakit DBD masih merupakan permasalahan yang serius, dibuktikan dengan 35 kabupaten/kota sudah pernah terjangkit penyakit DBD. Di Kabupaten Kotawaringin Timur juga terjadi peningkatan kasus DBD yang sangat signifikan selama beberapa tahun terakhir dari tahun 2009 jumlah penderita sebesar 469 dengan Incidence Rate (IR) sebesar 73,29 per 100.000 dengan Case Fatality Rate (CFR) 0, tahun 2010 jumlah penderita DBD sebanyak 191 kasus, dengan Incidence Rate (IR) 51,1 per 100.000 penduduk dengan Case Fatality Rate (CFR) 1,57%, 4 tahun 2011 jumlah penderita DBD sebesar 397 dengan Insiden Rate (IR) sebesar 99,5 per 100.000 penduduk dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 1,51%. Dari 20 puskesmas yang ada di Kabupaten Kotawaringin Timur di Puskesmas Ketapang 2 jumlah penderita penyakit DBD terus meningkat sejak tahun 2009 sampai tahun 2011, dimana pada tahun 2009 jumlah penderita DBD sebesar 98 orang dengan CFR 0%, tahun 2010 penderita 21 orang dengan CFR 5,9% dan tahun 2011 menjadi 116 orang penderita DBD dengan CFR 0,9%. Kasus DBD Tahun 2011 merupakan kasus tertinggi 3 tahun terakhir. 4 Berdasarkan endemisitas daerah Wilayah Kerja Puskesmas Ketapang 2 merupakan daerah endemis tinggi dan menempati urutan pertama jumlah kasus tertinggi pada tahun 2011 yakni 116 kasus. Berbagai upaya telah dilakukan oleh Puskesmas Ketapang 2 untuk menanggulangi hal tersebut dengan melaksanakan kegiatan PE, 2

pemeriksaan jentik berkala oleh jumantik, abatisasi massal, abatisasi selektif, fogging fokus, fogging massal, namun kasus terus meningkat di Wilayah Kerja Puskesmas Ketapang 2. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan program P2DBD dengan melakukan evaluasi terhadap input, proses dan output pelaksanaan program P2DBD di wilayah kerja Puskesmas Ketapang 2 Kecamatan Mentawa Baru Ketapang pada tahun 2011. Hal tersebut dianggap perlu diteliti untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan program P2DBD dalam menekan jumlah kasus yang tinggi sehingga tujuan dari kegiatan program P2DBD dapat tercapai. Tujuan penelitian ini adalah : 1. Tujuan Umum Menjelaskan evaluasi pelaksanaan program P2DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Ketapang 2 pada tahun 2011. 2. Tujuan khusus a) Menjelaskan masalah input pelaksanaan program P2DBD yang meliputi ketersediaan sumber daya tenaga, dana, sarana dan prasarana, metode/standar Operasional Prosedur (SOP) yang dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan program P2DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Ketapang 2 pada tahun 2011. b) Menjelaskan masalah proses pelaksanaan kegiatan program P2DBD yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan di Wilayah Kerja Puskesmas Ketapang 2 pada tahun 2011. c) Menjelaskan output pelaksanaan kegiatan program P2DBD yang meliputi capaian PE, capaian fogging fokus, ABJ, capaian penyuluhan kesehatan di Wilayah kerja Puskesmas Ketapang 2 pada tahun 2011. Metode dan Subjek Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. 5 Bentuk pelaksanaannya merupakan penelitian evaluasi, tehnik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam (Indepth interview) dan observasi untuk menggali informasi sebanyakbanyaknya dari informan terkait 3

dengan tujuan penelitian. Subyek penelitian diambil secara porpusive dengan kriteria mengetahui pelaksanan kegiatan program P2DBD dari tahap perencanaan sampai tahap evaluasi, memiliki kewenangan dalam pelaksanaan kegiatan program P2DBD, terlibat langsung dalam pelaksanaan kegiatan P2DBD. Informan utama dari penelitian ini adalah 1 petugas pemegang progam P2DBD dan promosi kesehatan, 1 petugas pemegang program kesehatan lingkungan. Sedangkan untuk uji validitas dilakukan dengan metode triangulasi. Informan triangulasi dari penelitian ada 4 informan dengan rincian Kepala Puskesmas Ketapang 2, Kasie P2B2(Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang), 2 petugas jumantik. Analisis data dilakukan dengan membuat matriks yang berisi data ringkasan hasil wawancara mendalam. Data dari informan direduksi menjadi informasi yang bermakna sesuai dengan kategori. Tahap akhir dalam analisis data adalah penarikan kesimpulan/verifikasi. 6 Hasil dan Pembahasan A. Hasil Output Pelaksanaan Kegiatan Program P2DBD 1. Capaian PE Capaian capaian hasil kegiatan PE di Puskesmas Ketapang 2 yaitu yakni sebesar 56,03% jadi 43,97 tidak dilakukan PE. Hal tersebut karena laporan yang diterima oleh dinas kesehatan dan puskesmas sangat terlambat dari rumah sakit dan unit pelayanan kesehatan lain serta berdampak pada pelaksanaan PE tidak terlaksana dan sudah terjadi penyebaran kasus. Faktor penghambat dalam kegiatan PE antara lain tenaga yang tersedia tidak mencukupi, dari segi pengkoordinasian dengan lintas sektor dan lintas program masih kurang maksimal. Hal ini sesuai dengan penelitian Riyanti (2008) bahwa respon time untuk kegiatan PE terkadang masih ada yang tidak sesuai dengan yang ditetapkan (24 jam setelah laporan kasus diterima). Hal tersebut disebabkan terbatasnya tenaga pelaksana yang ada di 4

Puskesmas kelurahan yang pada umumnya hanya dilakukan oleh satu orang tenaga pelaksana, sedangkan jumlah kasus DBD yang dilaporkan cukup banyak. Keterlambatan pelaksanaan tersebut menyebabkan pula keterlambatan penanggulangan penyakit DBD karena respon time fogging pun tidak dilakukan dengan segera. Padahal untuk mencegah perkembangbiakan virus dengue serta nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penular DBD harus dilakukan secepatnya untuk memutus mata rantai penularannya. Oleh karena itu, langkah utama pencegahan merebaknya kasus DBD diperlukan kecepatan merespon informasi penularan penyakit. 7 2. Capaian Fogging Fokus Dari kasus yang dilakukan kasus fogging fokus sebesar 10 dari 10 kasus PE (+) sehingga capaian fogging 100% sedangkan target yang direncanakan 15 fokus tapi fogging fokus masih tidak dapat menurunkan jumlah kasus sehingga pada tahun 2011 masih terjadi KLB. Seperti yang dikemukakan oleh Gede Suarta, dkk (2009) bahwa metode pemberantasan nyamuk dewasa dengan fogging fokus sampai sekarang belum menunjukan hasil yang memuaskan, terbukti dengan meningkatnya kasus dan bertambahnya jumlah wilayah yang terjangkit DBD. Keterlambatan laporan kasus yang diterima puskesmas dari sarana pelayanan kesehatan menyebabkan keterlambatan dalam penanganan kasus, sehingga penanganan kasus yang dilakukan oleh puskesmas menjadi terlambat. Kurangnya pengawasan pemerintah, petugas puskesmas dan desa/kelurahan sehingga kegiatan fogging yang dilaksanakan oleh tenaga banjar tidak terpantau terutama pelaksanaan fogging dari swadaya masyarakat yang menyebabkan kasus DBD masih tetap tinggi. 8 Di samping itu pelaksanaan 5

kegiatan fogging fokus yang dilakukan terkadang tidak sesuai dengan radius yang ditentukan, yaitu radius 200 meter atau sekitar 16 Ha, karena keterbatasan dan kelangkaan bahan bakar alat fogging, anggaran yang tersedia. Pelaksanaan kegiatan fogging fokus terkadang tidak dapat dipenuhi dengan segera setelah laporan hasil PE (+) di terima mengingat keterbatasan alat fogging yang ada dan tenaga yang tersedia, sehingga pelaksanaannya baru dapat dilakukan dalam waktu 2 sampai 3 hari. 3. Capaian Angka Bebas Jentik Dari jumlah rumah yang diperiksa sebanyak 5.756 sebanyak 4.937 yang bebas jentik sehingga ABJ di peroleh sebesar 85,77% sehingga masih di bawah standar yaitu <95%, hal ini dapat disebabkan karena kurangnya peran serta masyarakat dalam kegiatan PSN, kurangnya kepatuhan keluarga untuk menjaga kebersihan tempat penampungan air maupun membersihkan tempat tinggal mereka dari barang-barang bekas yang dapat digenangi air serta, penyuluhan kepada masyarakat masih kurang disebabkan tenaga dan dana yang terbatas. Kader yang tersedia hanya 30 orang di 2 Kelurahan saja. Seharusnya kader jumantik yang harus tersedia di setiap kelurahan minimal 1 orang di setiap RT dimana seluruh RT ada di wilayah kerja Puskesmas Ketapang 2 berjumlah 132 RT. Sarana dan prasarana untuk jumantik tidak mencukupi, pengoorganisasian yang kurang berjalan dengan baik karena tidak ada forum kesehatan tingkat kelurahan serta kurang berjalannya kerjasama lintas sektor dan tidak dilakukan pengawasan langsung kelapangan. Untuk membina peran serta masyarakat perlu dilakukan penyuluhan dan motivasi yang intensif melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat seperti 6

melalui televisi, radio dan media massa lainnya, kerja bakti dan lomba PSN DBD di kelurahan/desa, sekolah atau tempat umum lainnya. 9 Menurut Pratiwi, dkk (2008), bahwa pembinaan peran serta masyarakat dalam usaha PSN diperlukan agar masyarakat dapat melaksanakan tindakan pembersihan secara teratur dan berkala sehingga PSN melembaga dalam kehidupan sehari-hari dan kejadian DBD dapat menurun. 10 4. Capaian Penyuluhan Kesehatan Capaian penyuluhan kelompok dalam program P2DBD hanya 1 kali penyuluhan kelompok dan 10 kali penyuluhan keliling. Sasaran dari penyuluhan kelompok anak sekolah sebanyak 40 orang dan 10 kali penyuluhan keliling dengan sasaran masyarakat umum yang terdapat kasus PE (+) yang dilakukan fogging fokus, realisasi dana yang direncanakan untuk kegiatan kegiatan penyuluhan kesehatan 4 kali penyuluhan kelompok dan 30 kali penyuluhan keliling. Hal ini tidak sesuai dengan yang direncanakan, sebab tenaga yang tersedia kurang serta SDM yang tidak memadai, pengorganisaian tenaga yang kurang berjalan dan kurangnya kerjasama tim, tidak adanya pengawasan secara langsung baik dari puskesmas maupun dinas, semua diserahkan kepada pelaksana kegiatan, sarana dan prasana yang tidak mencukupi. Dimana media leaflet dan brosur yang diberikan kepada masyarakat hanya dalam bentuk fotokopi dan jumlahnya terbatas, film DBD tidak tersedia. Seharusnya media promosi kesehatan akan sangat membantu di dalam melakukan penyuluhan agar pesan-pesan kesehatan dapat disampaikan lebih jelas dan masyarakat sasaran dapat menerima pesan tersebut dengan jelas dan tepat pula, sehingga dapat memahami fakta kesehatan dan bernilainya kesehatan bagi kehidupan. 11 Terutama untuk harapan agar masyarakat 7

membudayakan kegiatan PSN, media promosi yang tepat menjadi penting untuk keberhasilan tujuan. Seperti yang dikemukakan oleh Pulungan (2008) bahwa terjadi peningkatan pengetahuan dan sikap dokter kecil tentang PSN DBD setelah mendapatkan penyuluhan dengan metode ceramah dan leaflet, maupun ceramah dan film. 12 B. Input Kegiatan Program P2DBD 1. Tenaga Tenaga yang tersedia di Puskesmas Ketapang 2 selama ini tidak mencukupi karena mereka melakukan pekerjaan yang lain, jumantik tidak tersedia di semua kelurahan dan RT, tenaga entomologi di Kabupaten Kotawaringin Timur sampai saat ini belum tersedia. Sebagian besar tingkat pendidikan tenaga pelaksana program P2DBD hanya DIII dan tidak ditujuang dengan pelatihan yang intensif. Dengan jumlah tenaga yang tidak memadai pelaksanaaan kegiatan program P2DBD tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena pelayanan yang baik juga ditentukan oleh jumlah tenaga yang menanganinya. Untuk dapat menjalankan pelayanan kesehatan yang bermutu dibutuhkan jenis, jumlah dan kualifikasi dari tenaga kesehatan. 12 2. Dana Sumber dana yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan program P2DBD di Puskesmas Ketapang 2 hanya dari anggaran pendapatan belanja daerah, bila terjadi KLB Dinas Kesehatan Kabupaten menyediakan dana tambahan. Dana yang tersedia untuk proses pelaksanaan kegiatan program P2DBD di Puskesmas Ketapang 2 pada tahun 2011 masih belum mencukupi tetapi jika terjadi KLB Dinas Kesehatan Kotawaringin menyediakan Kabupaten Timur dana penanggulangan yang disiapkan oleh pemerintah daerah. Belum tersedianya dana yang cukup dapat menyebabkan tidak maksimalnya kegiatan. pelaksanaan 8

3. Sarana dan Prasarana Dari segi jumlah ketersediaan sarana dan prasarana di Puskesmas Ketapang 2 masih tidak mencukupi. Dalam upaya pencapaian tujuan kebijakan harus didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana. Tanpa sarana dan prasarana tugas pekerjaan spesifik tidak dapat diselesaikan sebagaimana seharusnya, pekerjaan tidak mungkin dapat dilakukan bahkan akan mengalami hambatan. Ketersediaan sarana dan prasarana merupakan faktor penentu kebijakan. Pelaksana harus mendapat sumber yang dibutuhkan agar program berjalan lancar. Sekalipun kebijakan memiliki tujuan dan sasaran yang jelas tanpa sumber daya sarana dan prasarana yang memadai maka kebijakan hanya tinggal di kertas dokumen saja. 13 4. Metode/SOP Untuk melaksanakan kegiatan program P2DBD di Puskesmas Ketapang 2 diperlukan adanya tatacara/sop atau kebijakan yang mengatur dan mendukung untuk proses pelaksanaan kegiatan, bentuknya berupa buku pencegahan DBD di Indonesia yang diperoleh dari Dinas Kesehatan, SOP tentang fogging, tapi tidak semua tatacara /SOP tersedia. Seharusnya dalam pelaksanaan tugas diperlukan tatacara. Tata cara yang baik akan memperlancar jalannya pekerjaan. Menurut Wijono (1997) bahwa SOP atau prosedur kerja adalah suatu pernyataan tertulis yang disusun secara sistematis dan dapat dipakai sebagai pedoman oleh para pelaksana dalam pengambilan keputusan. C. Proses Pelaksanaan Kegiatan Program P2DBD 1. Perencanaan Proses perencanaan merupakan fungsi yang terpenting dalam dalam perencanaan. Berdasarkan hasil penelitian di Puskesmas Ketapang 2 untuk perencanaan tenaga, dana, sarana dan prasarana sudah ada kecuali untuk perencanaan metoda/sop. Hanya dalam perencanaan 9

tersebut dibuat seadanya/tidak sesuai dengan standar, tanpa proses merumuskan masalah, penetapan prioritas masalah, menetapkan tujuan, target dan sasaran kinerja puskesmas secara lengkap, hanya berdasarkan analisis situasi. Sehingga dalam pelaksanaannya pun tidak berjalan sesuai dengan direncanakan. Untuk dapat menghasilkan suatu rencana yang baik, sebaiknya langkah-langkah yang di tempuh adalah sama. 2. Penggerakan Pelaksanaan Tahap selanjutnya setelah perencanaan adalah pengorganisasian. Pengorganisasian berkaitan dengan struktur organisasi. Struktur organisasi penting disusun untuk mengetahui tugas dan kewajiban dari masing-masing staf. Terkait dengan pengorganisasian tenaga dalam pelaksanaan program P2DBD di Puskesmas Ketapang 2 tidak ada pengorganisasian tenaga pelaksana program P2DBD, tidak ada tim khusus dalam melaksanakan kegiatan karena tenaga yang tersedia terbatas. Struktur organisasi pelaksanaan program P2DBD sama dengan struktur organisasi puskesmas. Sebaiknya struktur organisasi di buat khusus untuk kegiatan program P2DBD sehingga mekanisme pelimpahan wewenang menjadi lebih jelas dan tugas serta kewajiban tergambarkan dengan baik. 3. Pengawasan Pengawasan untuk tenaga, sarana dan prasarana dalam pelaksanan program P2DBD di Puskesmas Ketapang 2 hanya dilakukan pada saat kegiatan fogging, untuk kegiatan PSN hanya laporan jumantik yang diawasi, tidak ada pengawasan langsung kelapangan. Sedangkan untuk pengawasan dana secara khusus tidak ada dalam pelaksanaan program P2DBD di Puskesmas Ketapang 2, untuk pengawasan keuangan 10

keseluruhan dilakukan oleh Banwasda yang dilakukan setahun sekali, untuk pengawasan metode/sop dalam pelaksanaan program P2DBD yang dilakukan oleh pelaksana kegiatan masingmasing. Seharusnya Seharusnya pengawasan atau supervisi dan bimbingan teknis P2DBD dilakukan oleh pengelola program P2DBD yang dilakukan secara berjenjang di bebagai tingkatan baik Provinsi, Kabupaten, Puskesmas maupun lapangan terhadap pelaksanaan setiap kegiatan agar dapat menghasilkan kinerja sesuai dengan yang direncanakan, menilai pelaksanaan program P2DBD. Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah : komponen input dimana tenaga, dana, sarana dan prasarana, metode/sop masih tidak mencukupi, petugas pemegang program P2DBD merangkap sebagai pelaksana promosi kesehatan, belum adanya pembentukan tim dalam pelaksanaan program P2DBD, jumantik tidak tersedia di setiap RT tenaga pelaksana kegiatan kualitasnya masih kurang disebabkan tidak ditunjang dengan pelatihan yang berkesinambungan. Komponen proses dimana perencanaan yang ada dalam kegiatan program P2DBD meliputi tenaga, dana, sarana dan prasarana kecuali untuk perencanaan metoda/sop, hanya pelaksanaan kegiatan di Puskesmas Ketapang 2 tidak berjalan sesuai dengan yang direncanakan karena puskesmas hanya melakukan kegiatan pada saat adanya kasus DBD dan cenderung menunda kegiatan. Perencanaan yang dibuat puskesmas hanya seadanya/kurang baik karena kurangnya kemampuan SDM untuk melakukan perencanaan serta selama ini tidak pernah dilakukan pengawasan dari dinas kesehatan. Tidak ada pengorganisasian tenaga pelaksana secara khusus karena tenaga yang terbatas, sedangkan untuk pengkoordinasian dana, sarana dan prasarana, metode/sop sudah berjalan dengan baik pelaksanaan kegiatan tidak sesuai dengan perencanaan hal ini disebabkan oleh 11

metode/sop dan tenaga yang terbatas, kualitas SDM yang kurang, dana yang tersedia terbatas. tidak pernah dilakukan pengawasan secara langsung. Pengawasan kegiatan program P2DBD diserahkan langsung kepada setiap pelaksana kegiatan, sehingga pelaksana kegiatan memiliki tanggungjawab sebagai pelaksana kegiatan dan penanggungjawab kegiatan. Seharusnya pengawasan dilakukan secara berjenjang di berbagai tingkatan baik provinsi, kabupaten, puskesmas maupun lapangan. Komponen Otput : capaian PE masih di bawah standar yaitu 56,03% disebabkan oleh terlambatnya laporan dari rumah sakit dan unit pelayanan kesehatan lain kepada dinas kesehatan dan puskesmas sehingga berpotensi penyebaran penyakit lebih lanjut, capaian fogging fokus sudah mencapai 100% tetapi potensi penularan terus berlangsung hal tersebut disebabkan proses pelaksanaan kegiatan fogging tidak sesuai dengan SOP, keterbatasan dan kelangkaan bahan bakar, sarana dan prasarana yang tidak mencukupi, pelaksanaan fogging baru dapat dilakukan dalam waktu 2 atau 3 hari sehingga dapat menyebabkan penyebaran kasus lebih cepat, capaian ABJ masih di bawah standar yakni <95% sehingga penularan DBD tidak dapat di cegah atau dikurangi hal ini disebabkan kurangnya peran serta masyarakat dalam kegiatan PSN, kurangnya pengetahuan masyarakat, penyuluhan PSN yang kurang maksimal, kader yang tersedia tidak mencukupi, capaian penyuluhan kesehatan masih tidak sesuai dengan yang direncanakan karena tenaga pelaksana kegiatan terbatas, SDM yang tidak memadai, pengorganisasian tenaga yang kurang berjalan dan kurangnya kerjasama tim. Saran 1. Puskesmas a. Mengusulkan pelaksanaan pelatihan untuk kader jumantik. b. Mengusulkan penambahan tenaga pelaksana kegiatan program P2DBD c. Melakukan penyuluhan kesehatan secara terus menerus tentang penyakit DBD, cara penularan dan cara pencegahannya 12

d. Mengusulkan peningkatan anggaran dana untuk pelaksanaan program P2DBD. e. Mengusulkan sarana dan prasarana untuk menunjang pelaksanaan kegiatan program P2DBD f. Mengusulkan pembentukan pengorganisasian forum kesehatan tingkat kelurahan. g. Meningkatkan koordinasi dengan lintas sektor dan lintas program seperti rumah sakit dan unit pelayanan kesehatan yang lain secara terus menerus. 2. Peneliti lain. Melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kinerja pemegang program P2DBD di Puskesmas Ketapang 2. DAFTAR PUSTAKA 1. Widoyono. Penyakit Tropis (Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya). Jakarta; Erlangga; 2005 2. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan RI. Buletin Jendela Epidemiologi; Jakarta; Volume 2 Agustus 2010. 3. WHO. Media Center Dengue And Severe Dengue; 2012. Diunduh dari : http://www.who.int/mediacentre/f actsheets/fs117/en/index.html 4. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Kotawaringin Timur tahun 2009; 2010. 5. Nurlela, Ella H. Aplikasi Penelitian Kualitatif dalam Pemantauan dan Evaluasi Program Kesehatan. Depok; FKM UI Depkes RI; 1998. 6. Moleong, Lexxy J. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung; PT. Remaja Rosda Karya; 2007 7. Riyanti, Ervina. Evaluasi pelaksanaan Program P2DBD Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur Tahun 2007. 8. Gede Suarta, dkk. Evaluasi Pelaksanaan fogging Dalam Penanggulangan Demam Berdarah Dengue Di Kota Denpasar, 2009 9. Depkes RI. Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di Indonesia. Ditjen PP & PL Depkes RI; Jakarta 2010. 10. Pratiwi, I Dewa Nyoman S, Roni Yuliwar. Peran serta masyarakat 13

dalam upaya penuruan kejadian DBD di Kelurahan Sawojajar Kota Malang 11. Notoatmodjo, Soekidjo. Prinsif- Prinsif Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta; Rineka cipta; 2003 12. Arikunto S, Sepi Safrudin Abdul Jabar. Evaluasi Program Pendidikan, Pedoman Teoritis Bagi Praktisi Pendidikan. Jakarta; Bumi Aksara; 2004. 13. AG. Subarsono. Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori dan Aplikasi. Pustaka Pelajar; Yogyakarta. 14