PHYSICAL QUALITY OF CARRION CHICKEN AND NORMAL CHICKEN MEAT COBB 500 STRAIN VIEWED FROM PH, TEXTURE, WHC (WATER HOLDING CAPACITY), AND MEAT COLOUR

dokumen-dokumen yang mirip
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, April 2017, Hal Vol. 12 No. 1 ISSN :

HASIL DAN PEMBAHASAN

INSIDEN PEREDARAN AYAM TIREN PADA PASAR TRADISIONAL DI SURABAYA THE INCIDENCE OF CARRION CHICKEN SALES IN SURABAYA TRADITIONAL MARKETS

TINJAUAN PUSTAKA Konversi Otot Menjadi Daging

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak

Karakteristik mutu daging

KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI DAGING

HASIL DAN PEMBAHASAN

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi bali dikenal sebagai sapi lokal yang banyak dipelihara di Pulau Bali karena sangat

DAGING. Theresia Puspita Titis Sari Kusuma. There - 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI

SIFAT-SIFAT FISIK DAN PARAMETER SPESIFIK KUALITAS DAGING

KUALITAS FISIK DAGING SAPI DARI TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN DI BANDAR LAMPUNG. Physical Quality of Beef from Slaughterhouses in Bandar Lampung

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008).

PENGARUH PEMBERIAN ANGKAK SEBAGAI PEWARNA ALAMI TERHADAP PRODUKSI KORNET DAGING AYAM

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya

DAGING. Pengertian daging

DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN GROBOGAN MEMILIH DAGING ASUH ( AMAN, SEHAT, UTUH, HALAL )

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

ABSTRAK KUALITAS DAN PROFIL MIKROBA DAGING SAPI LOKAL DAN IMPOR DI DILI-TIMOR LESTE

EFFECT POKEM (Setaria italica sp.) USED AS SUBSTITUTION OF CORN IN FEED ON PHYSICAL QUALITY OF BROILER BREAST MEAT ABSTRACT

KARAKTERISTIK FISIK DAGING SAPI PERANAKAN ONGOLE PADA BERBAGAI TINGKATAN BOBOT BADAN

SUSUT MASAK DAN ph DAGING ITIK LOKAL AFKIR BERDASARKAN SISTEM PEMELIHARAAN DAN LOKASI YANG BERBEDA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, rumpun Anatini,

KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI DAGING

2ooG KUALITAS FISIK DAN ORGANOLEPTIK DAGING AYAM BROILER YANG RANSUMNYA DIBERI PENAMBAHAN MINYAK IKAN YANG MENGANDUNG OMEGA3 SKRIPSI MAD TOBRI

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

PENGARUH KUALITAS PAKAN TERHADAP KEEMPUKAN DAGING PADA KAMBING KACANG JANTAN. (The Effect of Diet Quality on Meat Tenderness in Kacang Goats)

PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI SARI BUAH MARKISA KUNING

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

Pengaruh Lama Penyimpanan dalam Lemari Es terhadap PH, Daya Ikat Air, dan Susut Masak Karkas Broiler yang Dikemas Plastik Polyethylen

Kualitas Daging Sapi Wagyu dan Daging Sapi Bali yang Disimpan pada Suhu - 19 o c

KUALITAS FISIK (DAYA IKAT AIR, SUSUT MASAK, DAN KEEMPUKAN) DAGING PAHA AYAM SENTUL AKIBAT LAMA PEREBUSAN

KARAKTERISTIK KARKAS DAN KUALITAS DAGING SAPI PO YANG MENDAPAT PAKAN MENGANDUNG PROBIOTIK

PENGARUH PERENDAMAN DALAM BERBAGAI KONSENTRASI EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELLA

BAB I PENDAHULUAN. kecukupan gizi. Unsur gizi yang dibutuhkan manusia antara lain: protein, lemak,

PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGOVENAN TERHADAP KUALITAS FISIK DAN ORGANOLEPTIK DAGING AYAM KAMPUNG DENGAN PENAMBAHAN NANAS

TEKNOLOGI PENGOLAHAN HEWANI. ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP

KUALITAS DAGING SAPI SEGAR DI PASAR TRADISIONAL KECAMATAN PONCOKUSUMO KABUPATEN MALANG

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

Lampiran 1 Tahapan Penelitian. Penirisan. 1 ekor karkas ayam segar. Tanpa perlakuan kitosan (Kontrol) Serbuk kitosan komersil.

The Study of Catfish (Pangasius hypophthalmus) Freshness by Handling with Different Systems By Yogi Friski 1 N. Ira Sari 2 and Suparmi 2 ABSTRACT

KUALITAS FISIK DAGING LOIN SAPI BALI YANG DIPOTONG DI RUMAH POTONG HEWAN (RPH) MODEREN DAN TRADISIONAL

KUALITAS FISIK DAGING DARI PASAR TRADISIONAL DI BANDAR LAMPUNG. The Physical of Beef from Traditional Market in Bandar Lampung

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah daging paha Ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produk daging yang dihasilkan dari kelinci ada dua macam yaitu fryer dan roaster. Kelinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga.

PENGARUH SUBSTITUSI DAGING SAPI DENGAN KULIT CAKAR AYAM TERHADAP DAYA IKAT AIR (DIA), RENDEMEN DAN KADAR ABU BAKSO SKRIPSI. Oleh:

SIFAT FISIK DAGING DADA AYAM BROILER PADA BERBAGAI LAMA POSTMORTEM DI SUHU RUANG SKRIPSI

Pengaruh Jenis Otot dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Daging Sapi

Nova Nurfauziawati Kelompok 11 A V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

PENGARUH ENZIM PAPAIN TERHADAP MUTU DAGING KAMBING SELAMA PENYIMPANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Brahman Cross Pertumbuhan Ternak

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

PENGARUH PENAMBAHAN AMPAS Virgin Cococnut Oil (VCO) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS FISIK DAGING AYAM BROILER

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan

Endah Subekti Pengaruh Jenis Kelamin.., PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kualitas Daging Sapi Wagyu dan Daging Sapi Bali yang Disimpan pada Suhu 4 o C

EFEK LAMA STIMULASI LISTRIK DENGAN TEGANGAN BERBEDA TERHADAP KUALITAS FISIK DAGING AYAM PETELUR AFKIR. Oleh: Adnan Syam 1) dan La Ode Arsad Sani 1)

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

Harryara Sitanggang

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler

Berikut tips mengenali dan memilih pangan yang berasal dari hewan yang memenuhi kriteria Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH).

ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN PERANTARA TERHADAP DAGING ITIK (Kasus Pedagang Olahan Daging Itik Di Kecamatan Coblong Kota Bandung)

KAJIAN KUALITAS FISIKO KIMIA DAGING SAPI DI PASAR KOTA MALANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Ressang, 1982). Menurut Soeparno (1992) daging adalah semua jaringan hewan

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. Daging domba berdasarkan kualitas dapat dibedakan atas umur domba,

Kualitas Daging Se i Babi Produksi Denpasar

Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p Online at :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemudian dikembangkan di penjuru dunia. Puyuh mulai dikenal dan diternakkan

KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI DAGING (lanjutan)

Pengaruh penambahan tepung kemangi (Ocimum basilicum) terhadap komposisi kimia dan kualitas fisik daging broiler

Pertumbuhan dan Komponen Fisik Karkas Domba Ekor Tipis Jantan yang Mendapat Dedak Padi dengan Aras Berbeda

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

BAB I PENDAHULUAN. mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, karena daging merupakan sumber protein

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu

Pengaruh Beberapa Level Daging Itik Manila dan Tepung Sagu terhadap Komposisi Kimia dan Sifat Organoleptik Bakso

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

KUALITAS KIMIA DAGING AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER

Pengaruh suhu dan lama pemeraman pada inkubator terhadap kualitas fisik kefir

I. PENDAHULUAN. ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran gizi, dan perbaikan

Mutiara Nugraheni

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

THE EFFECT OF DIFFERENT FROZEN STORAGE TIME ON THE CHEMICAL QUALITY OF BEEF

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Ternak babi bila diklasifikasikan termasuk ke dalam kelas Mamalia, ordo

Transkripsi:

PHYSICAL QUALITY OF CARRION CHICKEN AND NORMAL CHICKEN MEAT COBB 500 STRAIN VIEWED FROM PH, TEXTURE, WHC (WATER HOLDING CAPACITY), AND MEAT COLOUR Sintia Debita Mutiasari 1), Djalal Rosyidi 2), and Imam Thohari 2) 1) Student of Animal Husbandry Faculty Brawijaya University 2) Lecturer of Animal Husbandry Faculty Brawijaya University Animal Husbandry Faculty, Brawijaya University, Veteran Street, Malang (65145), Indonesia E-mail : sintiadebita@yahoo.co.id ABSTRACT Aimed of this research was to determine differences the physical quality of carrion chicken and normal chicken meat in terms of ph, color, texture, and WHC. The materials used in this study were 20 hen Cobb 500 strain about 5-6 weeks, which divided onto 10 carrion chicken and 10 normal chicken. Meat samples was taken from chest. The method used in this research was a case study. The data used in this research was the primary data through observation and direct testing of observed variables was equipped with an interview. The study was conducted by comparing two different carrion chicken treatment that dead chickens ± 12 hours and normal chicken. Data was analyses t test samples with replicated samples 10. The results of this study showed that differences in the physical quality of carrion chicken and normal chicken meat was significantly different effect (t calculate > t table) on ph and color, but did not significantly effect (t calculate < t table) on texture and WHC. Conclution of this research was the physical quality of carrion chicken and normal chicken meat showed that carrion chicken had higher ph and red colour score than normal chicken meat and for the light and yellow colour of normal chicken meat was higher than carrion chicken meat, but didn t gave specific difference for texture and WHC. Keyword: carrion chicken meat, normal chicken meat, physical quality KUALITAS FISIK DAGING AYAM MATI KEMARIN TIREN DAN DAGING AYAM SEHAT STRAIN COBB 500 DITINJAU DARI ph, TEKSTUR, WHC (WATER HOLDING CAPACITY), DAN WARNA DAGING Sintia Debita Mutiasari 1), Djalal Rosyidi 2), dan Imam Thohari 2) 1) Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang 2) Dosen Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Jl. Veteran, Malang (65145), Indonesia E-mail : sintiadebita@yahoo.co.id ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kualitas fisik daging ayam tiren dan sehat ditinjau dari ph, tekstur, WHC, dan warna. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel ayam pedaging strain Cobb 500 berumur sekitar 5-6 minggu yang 1

berjumlah 20 ekor betina yaitu 10 ekor ayam tiren dan 10 ekor ayam sehat. Sampel daging yang diambil yaitu daging bagian dada. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah studi kasus. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer yakni dengan observasi dan melakukan pengujian langsung dari variabel yang diamati dilengkapi dengan wawancara. Penelitian dilakukan dengan cara membandingkan dua ayam yang berbeda perlakuan yaitu ayam tiren yang mati ±12 jam dan ayam sehat. Data dianalisis dengan uji t dengan 10 ulangan. Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan kualitas fisik daging ayam tiren dan daging ayam sehat yang berbeda nyata (t hitung > t tabel) terhadap ph dan warna daging, namun tidak memberi pengaruh yang nyata (t hitung < t tabel) terhadap tekstur dan WHC. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perbedaan kualitas fisik daging ayam tiren dan daging ayam sehat menunjukkan bahwa daging ayam tiren memiliki nilai ph dan warna merah yang lebih tinggi dibandingkan daging ayam sehat dan pada kecerahan dan warna kuning daging ayam sehat lebih tinggi dibandingkan daging ayam tiren, tetapi tidak memberikan perbedaan yang spesifik untuk tekstur dan WHC. Kata kunci : daging ayam tiren, daging ayam sehat, kualitas fisik daging ayam PENDAHULUAN Daging ayam bangkai atau disebut tiren adalah ayam mati yang dipotong sehingga selain tidak halal juga berbahaya bagi konsumen karena mengandung penyakit yang dapat menular kepada manusia. Darah merupakan media yang baik untuk berkembangbiaknya kuman/bibit penyakit. Pada ayam yang disembelih darah dikeluarkan sebanyak mungkin, sehingga karkas tidak mudah busuk, sementara pada daging ayam tiren darah tidak dikeluarkan sehingga menjadi media yang baik untuk pertumbuhan kuman, dan daging akan cepat busuk (Anonimous, 2009). Kasus penjualan ayam mati kemarin (tiren) beberapa tahun terakhir marak terjadi di beberapa daerah. Informasi yang kurang menyebabkan kasus ini tidak banyak diketahui oleh masyarakat terutama konsumen daging ayam. Ayam tiren pada dasarnya adalah ayam bangkai yaitu ayam yang mati bukan karena disembelih pada saat masih hidup melainkan ayam yang sebelumnya telah mati disebabkan daya tahan yang kurang baik selama perjalanan kemudian sengaja disembelih untuk dijual di 2 pasar. Peristiwa ini jelas sangat memprihatinkan karena sangat merugikan dan mengesampingkan keamanan dan kehalalan pangan bagi konsumen, agar kita dapat terhindar dari mengkonsumsi daging ayam tiren, maka kita harus mengetahui karateristiknya. Metode untuk membedakan daging ayam tiren dan daging ayam sehat dapat dilakukan dengan parameter fisik, kimiawi, dan mikroorganisme. Salah satu metode fisik yang mudah diaplikasikan yaitu dengan mengamati ph, tekstur, WHC, dan warna daging. MATERI DAN METODE Materi penelitian yang digunakan adalah sampel ayam pedaging strain Cobb 500 berumur sekitar 5-6 minggu yang berjumlah 20 ekor betina yaitu 10 ekor ayam tiren dan 10 ekor ayam sehat. Sampel daging yang diambil yaitu daging bagian dada. Penyembelihan ayam tiren dan sehat dibagian arteri karotis, vena jugularis, dan esofagus. Setelah penyembelihan ayam ini sebaiknya digantung terlebih dahulu dengan posisi kaki di bagian atas agar darah dapat keluar sebanyak mungkin. Setelah

penyembelihan, dilakukan pencelupan ke dalam air hangat untuk mempermudah pencabutan bulu atau pembersihan bulu. Setelah pembersihan bulu, dilakukan pengeluaran jerohan, kepala, leher, dan kaki. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat untuk memperoleh sampel penelitian dan pengambilan data. Alat untuk memperoleh sampel penelitian terdiri dari pisau, panci, plastik, telenan, dan nampan. Adapun alat untuk pengambilan data terdiri dari ph meter, chromatometer minolta colour reader, tensile strength, timbangan analitik, 2 plat kaca dengan beban 35 kg, dan kertas saring Whatman No. 42. Bahan dalam penelitian ini adalah air hangat, buffer 7, buffer 4, dan akuades. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah studi kasus. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer yakni dengan observasi dan melakukan pengujian langsung dari variabel yang diamati dilengkapi dengan wawancara. Penelitian dilakukan dengan cara membandingkan dua ayam yang berbeda perlakuan yaitu ayam tiren yang mati ±12 jam dan ayam sehat. Analisis penelitian ini bertujuan untuk membandingkan data kualitas fisik daging ayam tiren dan daging ayam normal strain Cobb 500. Dari pembandingan ini dapat diperoleh informasi apakah karakteristik kualitas fisik kedua daging ayam tersebut berbeda atau sama. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji-t. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian tentang perbedaan kualitas fisik daging ayam tiren dan daging ayam sehat strain Cobb 500 ditinjau dari ph, warna, tekstur, dan WHC secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1. Perbedaan kualitas fisik daging ayam tiren dan daging ayam sehat strain Cobb 500. Ayam ph Tekstur (N) WHC (%) Warna L a b Tiren 6,54±0,23 b 14,93±2, a 47,76±1,9 b 31,5±2,75 a 12,66±1,59 b 7,8±0,63 a Sehat 5,65±0,2 a 17,65±3, b 45,91±3,1 a 38,41±2,9 b 10,75±1,35 a 9,48±1,37 b Keterangan: - L) : Kecerahan, a) : Warna kemerahan, dan b) :Warna kekuningan - Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama memberikan perbedaan yang nyata. Pengaruh Perlakuan Terhadap ph Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan kualitas fisik daging ayam tiren dan daging ayam sehat memberikan perbedaan yang nyata terhadap ph daging ayam. Daging ayam yang memiliki ph dari yang tertinggi secara berurutan selama penelitian adalah perlakuan daging ayam tiren (6,54±0,23) dan daging ayam sehat (5,64±0,20). Nilai ph daging ayam sehat masih termasuk dalam kisaran daging ayam yang baik pada kondisi rigor mortis, yakni sekitar 5,0 sampai 5,6. Nilai ph akhir daging sangat berperan dalam menghambat pembusukkan. Nilai ph daging ayam tiren lebih tinggi dibandingkan ayam sehat, nilai ph daging 3

ayam tiren mentah yang cukup tinggi dipengaruhi oleh keadaan hewan saat masih hidup. Daging ayam tiren berasal dari ayam yang telah mengalami kematian sebelum disembelih. Kematian ini dapat disebabkan stres, kurang istirahat, dan pengangkutan. Hal ini mengakibatkan kadar glikogen rendah sehingga asam laktat yang terbentuk menjadi berkurang. Setelah enzim tidak aktif lagi dan persediaan glikogen habis, bakteri tetap tumbuh terus. Dengan adanya bakteri pembusuk mengakibatkan terbentuknya amoniak (NH 3 ) yang merupakan salah satu hasil metabolisme bakteri, dengan demikian ph naik karena amoniak bersifat basa. Menurut Jensen (1987) bahwa semakin tinggi nilai ph mengakibatkan kebusukan daging semakin cepat terjadi. Beberapa bakteri penyebab kebusukan pada daging yaitu B.subtilis, Pseudomonas, Streptococcus, dan Leuconostoc. Penurunan ph ini dikarenakan tertutupnya filamen-filamen miofibril yang terdapat pada protein daging sehingga air yang masuk semakin sedikit. Protein dalam daging tersebut mempengaruhi ion (H + ) sehingga semakin sedikit protein daging ayam, ph akan semakin menurun karena rendahnya kemampuan untuk mengikat ion (H + ) (Soeparno, 2009). Pengukuran ph sangat penting karena dapat menentukan kerusakan makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Dikatakan oleh Lawrie (2003) bahwa daging postmortem memiliki ph ultimat normal sekitar 5,5 yang sesuai dengan titik isoelektrik sebagian besar protein daging termasuk myofibril. ph daging ayam tiren tinggi disebabkan hewan mengalami stress akibat suhu panas, perjalanan, kurang oksigen, pemberian ransum yang kurang (Lawrie, 2003). Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan nilai ph setelah proses pemotongan diantaranya adalah kandungan asam laktat yang terdapat dalam otot, kandungan glikogen, dan penanganan 4 sebelum penyembelihan. Hal ini didukung oleh pendapat dari Purnomo (2012), kenaikan ph daging diakibatkan penurunan aktivitas mikroba penghasil asam karena persediaan glikogen yang semakin berkurang. Menurut Prayitno dkk. (2010), penggunaan pakan yang memiliki kandungan energi tinggi dapat mempengaruhi kadar glikogen pada otot ayam pedaging sehingga dapat mempengaruhi nilai ph daging. Laju penurunan ph pada otot yang cepat akan mengakibatkan: (1) warna daging menjadi pucat; (2) daya ikat protein daging terhadap cairannya (WHC) menjadi rendah, dan (3) permukaan potongan daging menjadi basah karena keluarnya cairan kepermukaan potong daging (Forrest et al., 1975). Daging yang memiliki ph ultimat yang tinggi, dagingnya akan berwarna gelap dan permukaan potongan daging menjadi sangat kering karena cairan daging terikat secara erat oleh proteinnya. Menurut Lukman (2010), penurunan ph daging terdiri dari 3 pola yaitu: 1. Penurunan ph secara normal (penurunan ph yang lambat), yaitu dari nilai ph sekitar 7,0-7,2 akan mencapai nilai ph menurun secara bertahap dari 7,0 sampai 5,6-5,7 dalam waktu 6-8 jam postmortemdan akan mencapai nilai ph akhir sekitar 5,5-5,6. Nilai ph akhir (ultimate ph value) adalah nilai ph terendah yang dicapai pada otot setelah pemotongan (kematian). 2. Sedangkan pola nilai ph PSE atau Pale Soft and Exudative (penurunan ph yang cepat), nilai ph menurun relatif cepat sampai sekitar 5,4-5,5 pada jam-jam pertama setelah pemotongan dan mencapai nilai ph akhir 5,3-5,6. 3. Pola nilai ph DFD atau Dark Firm and Dry (penurunan ph yang lambat dan tidak lengkap), nilai ph menurun sedikit sekali pada jam-jam pertama setelah pemotongan dan tetap relatif tinggi;

mencapai ph akhir sekitar 6,5-6,8 atau nilai ph akhir dicapai diatas 6,2. Pengaruh Perlakuan Terhadap Tekstur Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan kualitas fisik daging ayam tiren dan daging ayam sehat memberikan perbedaan yang tidak nyata terhadap tekstur daging ayam. Daging ayam yang memiliki nilai keempukan dari yang tertinggi secara berurutan selama penelitian adalah perlakuan daging ayam sehat (17,65±3,04 N) dan daging ayam tiren (14,93±2,83 N). Hasil tersebut menunjukkan bahwa perbedaan kualitas fisik daging ayam tiren dan daging ayam sehat memberikan perbedaan yang tidak nyata atau tidak terdapat perbedaan yang spesifik (t hitung < t tabel) terhadap nilai tekstur daging ayam. Hasil perhitungan menunjukkan daging ayam sehat memiliki tingkat kekenyalan lebih tinggi dibandingkan daging ayam tiren. Kekenyalan akan meningkat seiring dengan meningkatnya daya mengikat air (WHC) dan ph. Nilai ph akhir yang tinggi pada daging ayam tiren tidak menyebabkan kekenyalan daging meningkat, karena kematian ayam sebelum disembelih mengakibatkan kondisi post rigor cepat tercapai sehingga sudah mulai mengalami pembusukkan. Daging yang tidak kenyal disebabkan karena hilangnya elastisitas serat-serat daging akibat aktifitas mikroorganisme yang mengeluarkan eksoenzim yang bersifat hidrolitik. Nilai keempukan yang paling kecil merupakan daging yang memiliki keempukan yang paling tinggi karena semakin kecil tekanan (N) yang digunakan untuk menekan daging. Hal ini didukung Fardiaz (1992) bahwa pertumbuhan bakteri pada daging ayam dapat menyebabkan perubahan tekstur daging tersebut. Bakteri tersebut dapat menggunakan protein, karbohidrat, lemak dan komponen makanan lainnya untuk pertumbuhannya. 5 Menurut Lawrie (2003) yang menyatakan penyebab kealotan pada daging karena terjadinya pemendekkan otot pada saat proses rigormortis sebagai akibat ternak yang selalu banyak bergerak pada saat pemotongan. Hoffman et al. (2003) melaporkan bahwa nilai ph daging mempunyai hubungan negatif dengan daya putus daging. Daging dengan nilai ph tinggi cenderung memiliki nilai daya putus daging yang rendah. Menurut Soeparno (2009), kandungan pakan yang berkualitas akan berpengaruh terhadap keempukkan daging. Level protein yang meningkat pada pakan akan memicu pertumbuhan, dan pertumbuhan yang cepat akan meningkatkan terbentuknya lemak daging. Otot daging mengandung kolagen yang merupakan protein struktural pokok pada jaringan ikat dan mempunyai pengaruh besar terhadap keempukkan daging. Lemak intramuskuler ikut berperan dalam membentuk keempukan daging karena lemak akan larut di antara ikatan serabut otot daging yag menghasilkan daging yang lebih empuk dan lebih berair. Pengaruh Perlakuan Terhadap WHC Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan kualitas fisik daging ayam tiren dan sehat memberikan perbedaan yang tidak nyata terhadap WHC daging ayam. Daging ayam yang memiliki WHC dari yang tertinggi secara berurutan selama penelitian adalah perlakuan daging ayam tiren (47,76±1,94 %) dan daging ayam sehat (45,91±3,14 %). Hasil tersebut menunjukkan bahwa perbedaan kualitas fisik daging ayam tiren dan daging ayam sehat memberikan perbedaan yang tidak nyata atau tidak terdapat perbedaan yang spesifik terhadap nilai WHC daging ayam. Berdasarkan perhitungan menunjukkan bahwa kemampuan mengikat air pada daging meningkat karena nilai ph yang tinggi,

sehingga air di permukaan ikut diserap dan memberi efek daging menjadi gelap. Nilai WHC yang tinggi pada ayam tiren dapat menyebabkan tumbuhnya mikroorganisme. Menurut Soeparno (2009) bahwa daging dengan kadar lemak yang tinggi akan memiliki nilai WHC yang tinggi begitupun sebaliknya daging dengan kadar lemak yang rendah memiliki nilai WHC yang rendah pula. Pengujian daya ikat air merupakan pengujian untuk mengetahui seberapa besar daging tersebut mampu mengikat air bebas. Daya Ikat Air diukur dengan menggunakan metode penekanan Hamm (Suryati, 2004). ph lebih tinggi atau lebih rendah dari ph titik isoelektrik protein-protein daging (5,0-5,1) daya ikat air akan meningkat, karena pada ph yang lebih tinggi atau rendah dari ph titik isoelektrik protein daging mengakibatkan molekul-molekul daging yang bermuatan akan saling tolak-menolak sehingga menimbulkan ruang-ruang kosong untuk molekul-molekul air (Soeparno, 2009). Abustam (2009) menambahkan bahwa daya ikat air juga dipengaruhi oleh ph, pada ph yang lebih tinggi dari ph isoelektrik protein daging, sejumlah muatan positif dibebaskan dan terdapat surplus muatan negatif yang mengakibatkan penolakan dari mikrofilamen dan memberi lebih banyak ruang untuk molekul air, semakin banyak molekul air dalam daging maka WHC akan meningkat. Soeparno (2009) menyatakan bahwa pada tinggi rendahnya nilai merupakan perwujudan dari titik isoelektrik protein-protein daging, ph yang lebih rendah dari titik isoelektrik protein-protein daging, maka terdapat ekses muatan positif yang mengakibatkan penolakan miofilamen dan memberi lebih banyak ruang untuk molekul-molekul air, sehingga daya ikat air meningkat. Kekuatan tarik-menarik antara molekul-molekul yang berdekatan bila 6 mengalami kenaikan, maka air yang terikat akan dilepaskan kembali, sehingga nilai WHC turun (Hamm, 1986). Pengaruh Perlakuan Terhadap Warna Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan kualitas fisik daging ayam tiren dan sehat memberikan perbedaan yang berbeda nyata atau adanya perbedaan terhadap kecerahan warna daging, warna kemerahan dan kekuningan daging. Nilai kecerahan daging secara berurutan dari tertinggi ke terendah adalah daging ayam sehat (38,41±2,97) dan daging ayam tiren (31,5±2,75). Nilai kemerahan daging secara berurutan yaitu daging ayam tiren (12,45±1,56) dan daging ayam sehat (10,75±1,35). Nilai kekuningan daging secara berurutan yaitu daging ayam sehat (9,48±1,37) dan daging ayam tiren (7,8±0,63). Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa kecerahan sampel daging ayam sehat lebih tinggi dibandingkan daging ayam tiren. Daging ayam tiren berwarna merah kecoklatan dikarenakan adanya penggumpalan darah di dalam tubuhnya, sedangkan ayam sehat memiliki warna kuning. Secara umum warna antara daging ayam tiren dan ayam sehat mentah terlihat sangat berbeda. Perbedaan warna yang diberikan cukup signifikan. Hal ini menunjukkan, pada dasarnya perbedaan ayam normal dan ayam tiren sangat mudah dikenali jika daging belum mengalami pengolahan. Dalam daging normal, sebelum dimasak, bentuk kimia yang paling penting adalah oksimioglobin. Pigmen ini sangat penting karena menggambarkan warna cerah yang dikehendaki. Menurut Lawrie (2003), ph akhir yang tinggi pada daging ayam, menyebabkan aktivitas enzim-enzim sitokrom akan lebih besar. Selanjutnya proses difusi menjadi terhalang karena banyak air dalam daging masih berasosiasi dengan protein-protein daging dan seratserat. Hal ini mengakibatkan lapisan

mioglobin yang cerah secara perlahan menjadi sedikit tidak menyenangkan dan berubah menjadi lebih gelap. Menurut pendapat Soeparno (2009) yang menyatakan bahwa warna pada daging dipengaruhi oleh pakan, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, stress (tingkat aktivitas dan tipe otot), ph, dan oksigen. Faktorfaktor ini dapat mempengaruhi penentuan utama warna pada daging, yaitu konsentrasi pigmen mioglobin daging, status mioglobin dan kondisi kimia serta fisik daging. Perbedaan warna permukaan daging terutama disebabkan oleh status kimia molekul mioglobin. Daging ayam tiren memiliki warna merah kusam, sedangkan pada daging ayam sehat daging berwarna lebih cerah. Selain hal tersebut, pada bagian kulit yang berada di dekat persendian, warnanya mulai membiru. Bau yang dihasilkan juga lebih menyengat dibandingkan daging ayam normal. Daging ayam tiren memiliki kualitas yang sangat buruk, sehingga tidak baik dikonsumsi, karena kandungan gizinya yang kurang, banyak bakteri serta racun berada pada daging tersebut sehingga tidak boleh dikonsumsi oleh masyarakat. Bentuk kimia warna daging segar yang diinginkan oleh kebanyakan konsumen adalah merah terang oksiomioglobin. Proporsi relatif dan distribusi ketiga pigmen daging, yaitu mioglobin reduksi ungu, oksiomioglobin merah terang dan metmioglobin coklat akan menentukan intensitas warna daging. Natasasmita dkk. (2005) menambahkan penentuan utama warna daging adalah pigmen daging yang terdiri dari dua macam protein, hemoglobin dan mioglobin. Mioglobin menempati 80-90% dari seluruh pigmen dan besar molekulnya kurang lebih seperempat molekul hemoglobin. Banyaknya hemoglobin bervariasi menurut spesies ternak, umur, jenis kelamin, dan aktivitas fisik. 7 Pengaruh pigmen kromoprotein, hemoglobin, sitokrom, flavin dan vitamin B12 relatif sangat kecil. Kualitas warna tidak mempengaruhi nilai gizi daging, tetapi daging yang berwarna kuning cenderung berkualitas rendah. Lemak marbling tidak mempengaruhi mioglobin dan hemoglobin, tetapi lemak daging segar kadang-kadang berwarna kuning karena akumulasi pigmen karotenoid di dalam jaringan (Nurwantoro et al, 2003). Daging ayam mempunyai ciri khusus antara lain berwarna keputih-putihan atau merah pucat, mempunai serat daging yang halus dan panjang, diantara serat daging tidak ada lemak. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perbedaan kualitas fisik daging ayam tiren dan daging ayam sehat menunjukkan bahwa daging ayam tiren memiliki nilai ph dan warna merah yang lebih tinggi dibandingkan daging ayam sehat dan pada kecerahan dan warna kuning daging ayam sehat lebih tinggi dibandingkan daging ayam tiren. Tekstur dan WHC pada daging ayam tiren dan sehat tidak adanya perbedaan yang spesifik. DAFTAR PUSTAKA Abustam, E. 2004. Bahan Ajar Ilmu dan Teknologi Pengolahan Daging. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin, Makassar. Anonimous. 2009. Memilih dan Membedakan Karkas Daging Ayam Sehat. http://pertahanan.slemankab.go. id/index.php. Diakses tanggal 22 Agustus 2014. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Forrest, J. C., E. D. Aberle, H. B. Hendrick, M. D. Judge, and R. A Merkel. 1975. Principles of Meat Science. Freeman. London. Hamm, R. 1986. Functional Properties of The Myofibril System and Their Measurement in Muscle as Food. Academic Press. New York. Hoffman, L.C., M. Muller, S. W. P. Cloete, and D. Schmidt. 2003. Comparison of Six Crossbred Lamb Types: Sensory, Physical and Nutritional Meat Quality Characteristics. Meat Science 65: 1265-1274. Jensen, Lloyd. 1987. Microbiology of Meats. Third Edition. The Garrard Press Publishers. Illnois. Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. Edisi Ke- 5. Diterjemahkan oleh Parakkasi, A. dan Y. Amwila. Univeristas Indonesia Press. Jakarta. Lukman, D. W. 2010. Pembusukkan Daging. Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nurwantoro dan Mulyani S. 2003. Buku Ajar Dasar Teknologi Hasil Ternak. Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Prayitno, A.H., E. Suryanto dan Zuprizal. 2010. Kualitas Fisik dan Sensoris Daging Ayam Broiler yang Diberi Pakan dengan Penambahan Ampas Virgin Coconut Oil (VCO). Buletin Peternakan 34 (1): 55-63. Purnomo, H. 2012. Teknologi Hasil Ternak Kaitannya dengan Keamanan Pangan Menjelang Abad 21. Pidato Pengukuhan Guru Besar Dalam Ilmu Teknologi Hasil Ternak pada Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang. Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan kelima. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Suryati, T., Astawan M. Dan Wresdiyanti T. 2004. Karakteristik Organoleptik Daging Domba yang Diberi Stimulasi Listrik Voltase Rendah dan Injeksi Kalsium Klorida. Media Peternakan 29(1): 1-6. Natasasmita, S., R. Priyanto dan D.M. Tauchid. 2005. Pengantar Evaluasi Karkas. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 8