BAB II KAJIAN TEORITIK. Menurut National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) bahwa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan seluruh mata kuliah yang diwajibkan dan tugas akhir yang biasa

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. performance or volitional control self regulation pada mahasiswa angkatan 2014

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB 1 PENDAHULUAN. yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang baik maka tidak tersedia modal untuk melangkah ke depan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan generasi muda penerus cita-cita bangsa dan negara,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sejak dahulu tenaga perawat pelaksana di ruang rawat inap dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu perguruan tinggi terdapat proses belajar dan mengajar, proses ini

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peserta didik merupakan generasi penerus bangsa yang perlu

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (SDM) yang mempunyai kompetensi yang tinggi baik dilihat dari aspek

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB 1 PENDAHULUAN. bebas, dan otonomi daerah telah mendesak dunia pendidikan terutama pendidikan tinggi untuk

KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIKA PADA KOMPETENSI DASAR MENGHITUNG LUAS PERMUKAAN DAN VOLUME KUBUS, BALOK, PRISMA, DAN LIMAS

BAB I PENDAHULUAN. Universitas ini mengelola 12 fakultas dan program studi, dan cukup dikenal di

BAB II LANDASAN TEORI. Koneksi berasal dari kata dalam bahasa inggris Connection, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu terlahir dengan memiliki kapasitas untuk belajar yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan komunikasi matematik penting dimiliki oleh siswa

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, perhatian masyarakat mengenai hal-hal yang menyangkut

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII

BAB I PENDAHULUAN. Komala Dewi Ainun, 2014

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Setiap individu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

Circle either yes or no for each design to indicate whether the garden bed can be made with 32 centimeters timber?

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Slameto (2010:3) belajar adalah proses usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. pendapat (Sabandar, 2010: 168) bahwa matematika adalah sebagai human

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu syarat untuk bisa melakukan kegiatan

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK SISWA DENGAN PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE

Prosiding Psikologi ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang. Tujuan pembelajaran matematika dinyatakan dalam National Council

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

2014 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. yang mendasari perkembangan sains dan teknologi, mempunyai peran

Lampiran 1 KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

BAB II KAJIAN TEORI. analisa berasal dari bahasa Yunani kuno analusis yang artinya melepaskan.

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi tantangan zaman yang dinamis, berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. solving), penalaran (reasoning), komunikasi (communication), koneksi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang semakin canggih, dan persaingan dalam dunia pekerjaan yang

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Koneksi Matematis. Sejak sekolah dasar, siswa telah diperkenalkan dengan banyak konsep

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika. sehingga dapat memahami situasi (Sardirman, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. kutu buku, bahkan kurang bergaul (Pikiran Rakyat, 7 November 2002).

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat tidak bisa. dipungkiri berdampak pada pendidikan,khususnya terhadap kualitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fauzi Yuberta, 2013

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa bertambah, begitu juga halnya di Indonesia (

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizki, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dari diajarkannya matematika di setiap jenjang pendidikan. Selain itu, untuk

BAB I PENDAHULUAN. perlu ditingkatkan, baik pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2004, pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Semua orang membutuhkan pendidikan. Pendidikan yang telah diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. ( ISAK_TOROBI/T_ADP _Chapter1.pdf).

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sukar bagi sebagian besar siswa yang mempelajari matematika. dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan individu dimana mereka dituntut untuk belajar setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam setiap kurikulum pendidikan nasional, mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan

ANALISIS KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 KEMBARAN MATERI BANGUN DATAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Koneksi Matematis Dalam pembelajaran matematika, materi yang satu mungkin merupakan prasyarat bagi materi lainnya, atau konsep yang satu diperlukan untuk menjelaskan konsep yang lainnya. Sebagai ilmu yang saling berkaitan, dalam hal ini siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk memecahkan persoalan-persoalan matematika yang memiliki kaitan terhadap materi yang dipelajari sebelumnya. Menurut National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) bahwa matematika bukan kumpulan dari topik dan kemampuan yang terpisah-pisah, walaupun dalam kenyataan pelajaran matematika sering dipartisi dan diajarkan dalam beberapa cabang. Matematika merupakan ilmu yang terintegrasi. Memandang matematika secara keseluruhan sangat penting dalam belajar dan berfikir tentang koneksi di antara topik-topik dalam matematika. Koneksi matematis merupakan dua kata yang berasal dari Mathematical Conection, yang dipopulerkan oleh NCTM dan dijadikan sebagai standar kurikulum pembelajaran matematika sekolah dasar dan menengah. Untuk dapat melakukan koneksi, terlebih dahulu harus mengerti permasalahannya, dan untuk dapat mengerti permasalahan harus mampu membuat koneksi dengan topik-topik yang terkait. Menurut Lappan (2002) 8

8 koneksi matematis merupakan suatu kegiatan pembelajaran dimana siswa dapat mendefinisikan bagaimana cara untuk menyelesaikan suatu permasalahan, situasi dan ide matematika yang saling berhubungan ke dalam bentuk model matematika, serta siswa dapat menerapkan pengetahuan yang diperoleh untuk memecahkan satu masalah ke masalah lain. Koneksi matematis yaitu mencari hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur, memahami hubungan antar topik matematika, menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan seharihari, memahami representasi ekuivalen konsep yang sama, mencari koneksi satu prosedur ke prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen, menggunakan koneksi antar topik matematika, dan antara topik matematika dengan topik lain. (Sumarmo, 2004) Konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks. Dalam matematika terdapat topik atau konsep prasyarat sebagai dasar untuk memahami topik atau konsep selanjutnya. Ibarat membangun sebuah gedung bertingkat, lantai kedua dan selanjutnya tidak akan terwujud apabila fondasi dan lantai sebelumnya yang menjadi prasyarat benar-benar tidak kuat untuk menopang bangunan di atasnya. Ketika siswa mampu mengkoneksikan ide matematika, pemahamannya terhadap matematika menjadi lebih tahan lama. Siswa dapat melihat bahwa koneksi matematis sangat berperan dalam topik-topik

9 matematika, dalam konteks yang menghubungkan matematika dan pelajaran lain, dan dalam kehidupannya. Melalui pembelajaran yang menekankan keterhubungan ide-ide dalam matematika, siswa tidak hanya belajar matematika namun juga belajar menggunakan matematika. (NCTM, 2000) Berdasarkan uraian para ahli di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa indikator kemampuan koneksi matematis yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu: a. Memahami dan menghubungkan antar sub materi dalam materi pokok matematika. Pada indikator ini siswa dapat memanfaatkan antar sub materi yang telah mereka pelajari dengan konteks baru yang akan dipelajari oleh siswa dengan cara menghubungkan antar sub materi dengan sub materi lainnya sehingga siswa dapat mengingat kembali tentang sub materi sebelumnya yang telah siswa pelajari. Siswa juga dapat memandang gagasan-gagasan baru tersebut sebagai perluasan dari materi matematika yang sudah dipelajari. b. Memahami dan menghubungkan antar konsep dalam matematika. Pada indikator ini siswa dapat melihat konsep-konsep matematika yang saling berhubungan sehingga terjadi peningkatan pemahaman antar suatu konsep dengan konsep lainnya. Selain itu, pada indikator ini juga siswa dapat melihat bagaimana ide-ide dalam matematika saling

10 berhubungan dan mendasari satu sama lain dengan ilmu lain untuk menghasilkan suatu hubungan secara keseluruhan. c. Memahami dan menghubungkan matematika dalam kehidupan seharihari. Pada indikator ini, siswa dapat mengkoneksikan antara kejadian yang ada pada kehidupan sehari-hari ke dalam model matematika. 2. Self Regulated Setiap orang akan berusaha untuk meregulasi fungsi dirinya dengan berbagai cara untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pada waktu seseorang mampu mengembangkan kemampuan self regulated secara optimal, maka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai secara optimal. Sebaliknya, pada saat seseorang kurang mampu mengembangkan kemampuan self regulated dalam dirinya, maka pencapaian tujuan yang telah ditetapkannya tidak dapat dicapai secara optimal. Self regulated digambarkan sebagai sebuah siklus karena feedback dari tingkah laku sebelumnya digunakan untuk membuat penyesuaian dalam usahanya saat ini. Ketidakefektifan dalam kemampuan self regulated ini bisa disebabkan oleh kurang berkembangnya salah satu fase dalam proses self regulated terutama pada fase forethought dan performance ckontrol yang tidak efektif. Terdapat dua kategori yang saling berkaitan erat dalam fase Forethought: (a) Task Analysis yang menjadi inti task analysis meliputi

11 penentuan tujuan (goal setting) dan strategic planning. Goal Setting dapat diartikan sebagai penetapan / penentuan hasil belajar yang ingin dicapai oleh seorang siswa, misalnya memecahkan persoalan matematika selama proses belajar berlangsung. Bentuk kedua dari task analysis adalah strategic planning. Strategi ini merupakan suatu proses dan tindakan seseorang yang bertujuan dan diarahkan untuk memperoleh dan menunjukkan suatu keterampilan yang dapat digunakannya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkannya. (b) Self Motivation Beliefs yang menjadi dasar task analysis dan strategic planning adalah self motivation beliefs yang meliputi self eficacy, outcome expectation, intrinsic interest or valuing, dan goal orientation. Self eficacy merujuk pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk memiliki performance yang optimal untuk mencapai tujuannya, sementara outcomes expectation merujuk pada harapan seseorang tentang pencapaian suatu hasil dari upaya yang telah dilakukannya. Sebagai contoh, self eficacy yang mempengaruhi goal setting adalah sebagai berikut: semakin mampu seseorang meyakini kemampuan mereka sendiri, maka akan semakin tinggi tujuan yang mereka tetapkan dan semakin mantap ia akan bertahan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkannya. Sedangkan Fase Performance / Volitional ckontrol meliputi (a) Self Ckontrol seperti self instruction, imagery, attention focusing, dan task strategies, membantu siswa menfokuskan pada tugas yangdihadapinya dan mengoptimalkan usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkannya. Salah satu perilaku yang dapat

12 diamati pada saat seseorang sedang berada di fase ini adalah saat anak mencoba untuk memecahkan persoalan matematika, anak memperlihatkan verbalisasi dalam mengingat rumus-rumus matematika (self instruction), mencoba untuk membentuk suatu gambaran mental secara utuh misalnya dengan cara melakukan proses encoding (imagery) ataupun mencoba berbagai teknik untuk melatih konsentrasi agar dapat dengan mudah menghapalkan rumus-rumus matematika tersebut (attention focusing). (b)self Observation mengacu pada penelusuran seseorang terhadap aspek-aspek yang spesifik dari performance yang mereka tampilkan, kondisi sekelilingnya, dan akibat yang dihasilkannya. Penetapan tujuan yang dilakukan pada fase forethought mempermudah self observation, karena tujuannya terfokus pada proses yang spesifik dan terhadap kejadian di sekelilingnya.(susanto, 2006). Dalam bahasa Indonesia self regulated learning sering disama artikan dengan kemandirian belajar, regulasi diri pembelajaran dan pengolahan diri dalam belajar (Melinda, 2015). Menurut Fitria (2009) Self Regulated Learning adalah faktor internal individu yang memiliki pengaruh terhadap prestasi belajar. Hasil belajar yang optimal dan prestasi dapat dicapai salah satunya melalui kemampuan siswa untuk mengatur dirinya. Siswa perlu mengorganisir dirinya agar mereka mampu menjalani aktifitas dan bahkan bisa mencapai hasil yang optimal. Begitu juga dalam sebuah proses belajar, seseorang akan memperoleh prestasi belajar yang baik bila ia menyadari, bertanggung jawab

13 dan mengetahui cara belajar. Hal ini tentunya membutuhkan pengaturan diri yang baik pada siswa atau dengan kata lain regulasi diri siswa. Keberhasilan seorang anak dalam menjalani proses pendidikannya terdapat banyak faktor yang mempengaruhi, salah satunya adalah self regulated. Kemampuan self regulated meliputi kemampuan siswa dalam mengikuti proses kegiatan belajar mengajar di sekolah, membagi waktu antara belajar dan bermain, kemampuan mempersiapkan diri dalam menghadapi ulangan. Kemampuan ini tidak dapat berkembang dengan sendirinya. Dibutuhkan suatu lingkungan yang kondusif agar anak dapat mengembangkan kemampuan self regulated. Lingkungan yang kondusif seperti hubungan yang baik antar orang tua dan anak atau guru dan murid akan mendukung perkembangan self regulated karena dalam hubungan yang kondusif, maka akan tercipta suatu keterbukaan yang diperlukan untuk melaksanakan proses diskusi dan evaluasi. Menurut Ormrod (2008) untuk menjadi pembelajar yang benar-benar efektif, siswa harus terlibat dalam beberapa aktivitas mengatur diri (self regulated). Secara khusus self regulated mencakup proses-proses berikut: a. Penetapan tujuan Pembelajar yang mengatur diri tahu apa yang ingin mereka capai ketika belajar.

14 b. Perencanaan Pembelajar yang mengatur diri sebelumnya sudah menentukan bagaimana baiknya menggunakan waktu dan sumber daya yang tersedia untuk tugastugas belajar. c. Motivasi diri Pembelajar yang mengatur diri biasanya memiliki keyakinan diri yang tinggi akan kemampuan mereka menyelesaikan suatu tugas belajar dengan sukses. d. Kontrol atensi Pembelajar yang mengatur diri berusaha memfokuskan perhatian mereka pada pelajaran yang sedang berlangsung dan menghilangkan dari pikiran mereka hal-hal lain yang mengganggu. e. Penggunaan strategi belajar yang fleksibel Pembelajar yang mengatur diri memiliki strategi belajar yang berbeda tergantung tujuan-tujuan spesifik yang ingin mereka capai. f. Monitor diri Pembelajar yang mengatur diri terus memonitor kemajuan mereka dalam kerangka tujuan yang telah ditetapkan. g. Mencari bantuan yang tepat Pembelajar yang benar-benar mengatur diri tidak selalu harus berusaha sendiri. Sebaliknya, mereka menyadari bahwa mereka membutuhkan bantuan orang lain dan mencari bantuan.

15 h. Evaluasi diri Pembelajar yang mampu mengatur diri menentukan apakah yang mereka pelajari itu telah memenuhi tujuan awal mereka. Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa self regulated merupakan usaha individu yang dilakukan secara sistematis untuk memfokuskan pikiran, perasaan, dan perilaku pada pencapaian tujuan. Kemampuan self regulated dibutuhkan siswa agar mampu mengatur dan mengarahkan dirinya sendiri, mampu mengendalikan diri dalam menghadapi tugas-tugas pembelajaran. Kemampuan self regulated berkaitan dengan bagaimana seorang siswa mengaktualisasikan dirinya dengan menampilkan serangkaian tindakan yang ditunjukan pada pencapaian target. Kemampuan self regulated meliputi kemampuan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di sekolah, membagi waktu antar belajar dan bermain, kemampuan mempersiapkan diri dalam menghadapi ulangan. Oleh karena itu, dengan adanya self regulated siswa diharapkan lebih bisa menunjukkan perilaku-perilaku atau usaha yang dapat menunjang keberhasilannya dalam proses belajar. Dalam penelitian ini, self regulated yang akan di ukur meliputi: a. Kemampuan menetapkan tujuan belajarnya. b. Kemampuan merencanakan belajarnya. c. Kemampuan memotivasi diri. d. Kemampuan mengkontrol belajarnya.

16 e. Kemampuan menggunakan strategi belajar yang fleksibel. f. Kemampuan memonitor diri dalam belajarnya. g. Kemampuan mencari bantuan yang tepat. h. Kemampuan mengevaluasi hasil belajarnya. 3. Materi Segitiga dan Segiempat Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), salah satu pokok bahasan matematika di SMP adalah bangun datar. Pokok bahasan ini diajarkan pada kelas VII semester II. Pada pokok bahasan bangun datar, indikator-indikator yang akan dipelajari dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Standar Kompetensi : 6. Memahami konsep segiempat dan segitiga serta menentukan ukurannya. Kompetensi Dasar : 6.3 Menghitung keliling dan luas bangun segitiga dan segiempat serta menggunakannya dalam pemecahan masalah. B. Penelitian Yang Relevan Berikut ini adalah beberapa penelitian yang relevan terkait dengan koneksi matematis. Pada penelitian yang dilakukan oleh Kurniasari tahun pelajaran 2012/2013 di SMP Negeri 17 Purworejo dengan 12 siswa kelas IX

17 menunjukkan hasil bahwa kemampuan siswa dalam melakukan koneksi interkonsep matematika belum dimiliki secara penuh, siswa tidak dapat melakuan koneksi antara konsep luas permukaan dan volume dengan konsep matematika lainnya, siswa dapat melakukan koneksi matematis dengan mata pelajaran ekonomi, dan siswa dapat melakukan koneksi matematis dengan kehidupan sehari-hari. Adapun persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu sama-sama mengacu pada koneksi matematis. Perbedaan terdapat pada materi, subjek yang diteliti dan tempat penelitian. Pada penelitian yang akan dilakukan terdapat tinjauan yang digunakan adalah koneksi matematis. Tempat penelitiannya dilakukan di SMP Negeri 5 Purwokerto dengan subjek penelitiannya adalah siswa kelas VIII tahun ajaran 2016/2017. Penelitian ini akan terfokus untuk mendeskripsikan kemampuan koneksi matematis siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Vivik Shofiah dan Raudatussalamah menunjukkan hasil terdapat perbedaan antara self efficacy dan self regulation pada mahasiswa UIN Suska Riau sebelum dan setelah mengikuti pembelajaran akhlak tasawuf. Self efficacy dan self regulation pada mahasiswa UIN Suska Riau tergolong tinggi dan sangat tinggi. Adapun persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu sama-sama mengacu pada self regulated. Perbedaan terdapat pada jenis penelitian, subjek penelitian, tempat dan waktu penelitian. Pada penelitian yang akan dilakukan terdapat tinjauan yang digunakan adalah self regulated. Sedangkan tempat penelitiannya dilakukan di SMP Negeri 5 Purwokerto dengan subjek penelitiannya adalah siswa kelas VIII tahun ajaran

18 2016/2017. Penelitian ini akan terfokus untuk mendeskripsikan self regulated siswa. C. Kerangka Pikir Berdasarkan tinjauan pustaka dan hasil beberapa penelitian diatas, tampak bahwa perilaku self regulated dalam belajar sangat mempengaruhi terhadap prestasi belajar seseorang salah satunya kemampuan koneksi matematis, maka dari itu siswa harus memiliki self regulated atau pengaturan diri yang baik. Dimana self regulated menuntut siswa mengatur strategi belajarnya sendiri untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai siswa serta mengembangkan potensi akademiknya sendiri. Ketika siswa memeiliki self regulated, siswa akan menjadi pembelajar yang benar-benar efektif dalam mengatur aktivitas belajarnya seperti menetapkan tujuan, perencanaan, motivasi diri, kontrol atensi, penggunaan strategi belajar yang fleksibel, monitor diri, mencari bantuan yang tepat dan evaluasi diri. Jadi dapat dikatakan semakin tinggi self regulated siswa dalam belajar, maka semakin tinggi pula hasil prestasi belajar yang diperolehnya. Dan sebaliknya jika siswa memilki self regulated yang rendah, maka hasil prestasi belajarnyapun kurang baik. Dalam pembelajaran matematika mempunyai tujuan dan salah satu tujuan adalah memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau logaritma secara luwes, akurat, efisien

19 dan tepat dalam pemecahan masalah. Kemampuan untuk menjelaskan keterkaitan antar konsep merupakan bagian dari kemampuan koneksi matematis. Kemampuan koneksi matematis merupakan keterampilan yang harus dibangun dan dipelajari supaya kemampuan tersebut dapat dimanfaatkan dalam menghadapi permasalahan kehidupan individu sehari-hari. Kemampuan koneksi matematis merupakan salah satu faktor penting dalam melakukan pemahaman konsep matematika. Dengan melakukan koneksi, konsep-konsep matematika yang telah dipelajari tidak ditinggalkan begitu saja sebagai bagian yang terpisah, tetapi digunakan sebagai pengetahuan dasar untuk memahami konsep yang baru. Tanpa koneksi matematis siswa harus belajar dan mengingat terlalu banyak konsep dan prosedur matematika yang saling terpisah. Oleh karena itu kemampuan koneksi perlu dimiliki oleh siswa untuk mencapai pemahaman matematika, sehingga siswa perlu memiliki kemampuan self regulated yang baik, dan diharapkan dalam pembelajaran matematika terutama dalam menyelesaikan soal kemampuan koneksi matematis, siswa dapat menyelesaikannya dengan baik pula. Sehingga dimungkinkan ada keterkaitan antara kemampuan komunikasi matematis dengan self regulated siswa.