BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kebijakan otonomi daerah mulai dilaksanakan secara penuh pada Januari 2001. Hal ini berdasarkan dikeluarkannya Undang Undang No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah dan Undang Undang No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan daerah dan pusat. Menurut Widjaya ( 2001 : 76 ) otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang undangan. Otonomi adalah penyerahan urusan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang bersifat operasional dalam rangka system birokrasi pemerintahan. Tujuan otonom adalah mencapai efesiensi dan efektifitas dalam pelayanan kepada masyarakat. Hal ini berarti dengan adanya kebijakan otonomi daerah maka pemerintah daerah otonom dapat lebih cepat dalam merespon tuntutan masyarakat daerah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki untuk melakukan pembangunan di daerah mereka masing masing. Karena kewenangan membuat kebijakan (peraturan daerah) sepenuhnya menjadi wewenang daerah otonom, maka dengan berlakunya otonomi daerah berarti tanggung jawab pemerintah daerah dalam melaksanakan pemerintahannya semakin besar, namun pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan akan dapat berjalan lebih cepat dan lebih berkualitas karena bagaimanapun pemerintah daerah lebih mengetahui potensi maupun permasalahan daerahnya. Otonomi daerah kepada setiap daerah diatur oleh pemerintah pusat dan akan di berikan kepada suatu daerah hak otonom jika daerah tersebut dengan potensi
sumber sumber daya yang dimilikinya dianggap akan mampu dalam penyelenggaraan perekonomiannya. Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah sangat tergantung pada kemampuan keuangan daerah, pengalokasian anggaran secara tepat, sumber daya manusia yang dimiliki daerah, serta kemampuan daerah untuk mengembangkan segenap potensi yang ada di daerah tersebut. Dengan diberlakukannya otonomi daerah maka diharapkan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut akan meningkat karena tujuan dari otonomi itu sendiri antara lain mengembangkan potensi daerah dalam berbagai bidang, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, menumbuhkan kemandirian daerah dan meningkatkan daya saing dalam rangka mencapai pertumbuhan. Salah satu sektor publik yang perlu disediakan pemerintah daerah yaitu sektor pendidikan. Pendidikan merupakan barang semi publik. Barang dan jasa jenis ini umumnya digunakan secara bersama-sama, namun sipengguna harus membayar dan mereka yang tidak dapat/mau membayar dapat dengan mudah dicegah dari kemungkinan menikmati barang tersebut. Semakin sulit atau mahal mencegah seseorang konsumen potensial dari pemanfaatannya semakin serupa barang tersebut dangan ciri barang publik. Pendidikan adalah salah satu faktor yang mendukung penciptaan sumber sumber daya manusia yang unggul dan mampu bersaing dalam rangka pembangunan daerah maupun negara. Berlakunya otonomi daerah maka tanggung jawab pemerintah daerah dalam meningkatkan pendidikan semakin besar, baik dalam menyediakan sarana maupun prasarananya. Undang Undang No. 22 tahun 1999 pasal 11 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan merupakan suatu aspek yang menjadi kewenangan daerah
kabupaten dan daerah kota yang didesentralisasikan oleh pemerintah pusat. Dan pada pasal 31 ayat 4 dinyatakan bahwa negara memprioritaskan sekurang kurangnya 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Hal ini berarti bahwa pemerintah daerah dapat menetapkan besarnya biaya sektor pendidikan. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Pelayanan publik dapat berupa penyediaan fasilitas publik yang dapat dilihat dari perkembangan jumlah anggaran pengeluaran pembangunan pemerintah daerah. Pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran daerah yang digunakan untuk membangun proyek pemerintah yang berbentuk fisik dan non fisik seperti fasilitas publik. Tentunya dengan tersedianya fasilitas publik yang layak untuk dinikmati masyarakat akan semakin meningkatkan kepercayaan publik dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah maupun nasional. Menurut teori Pigou masyarakat akan turut serta atau bersedia membayar pajak (salah satu pendapatan terbesar daerah yang digunakan untuk melakukan pembangunan di daerah) yang seharusnya jika pemerintah mampu memberikan layanan atau fasilitas publik yang layak bagi masyarakat Kabupaten Karo merupakan salah satu daerah di Propinsi Sumatera Utara yang potensial sebagai daerah pertanian dan pariwisata. Salah satu misi Pemerintah Kabupaten Karo atau Bupati terpilih dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Tahun 2006 2010 ialah meningkatkan kualitas sumber daya masyarakat. Salah satu sektor yang tentunya harus dipenuhi
untuk meningkatkan SDM tersebut adalah pendidikan karena pendidikan merupakan bagian penting dalam proses pembangunan nasional. Peningkatan pendidikan akan membuka peluang masyarakat dalam menghasilkan generasi yang memiliki SDM yang tinggi untuk membantu mengembangkan potensi yang dimiliki daerah tersebut. Tabel 1.1 Persentase indikator pendidikan Kabupaten Karo Uraian 2007 2008 2009 2010 Angka melek huruf Laki laki 99,07 99,07 98,46 98,69 Perempuan 96,35 96,35 97,68 98,69 Rata rata lama sekolah 8,9 8,9 9,09 9,10 Angka partisipasi sekolah 7 12 98,2 98,28 99,36 99,14 13 15 95,31 96,01 92,62 97,28 16-18 69,5 69,14 79,39 70,46 Sumber : Karo Dalam Angka 2010 Dari data diatas dapat dilihat bahwa angka melek huruf cukup tinggi walaupun mengalami penurunan pada laki laki sebesar 0,6 pada tahun 2009, namun pada tahun 2010 meningkat 0,2. Berbeda dengan angka melek huruf perempuan yang setiap tahunnya terus meningkat. Angka partisipasi sekolah pada tingkat pendidikan dasar juga terlihat cukup tinggi dan meningkat setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi dan kesadaran akan pendidikan cukup tinggi di Kabupaten Karo. Kemajuan pembangunan manusia secara umum dapat ditunjukkan dengan melihat perkembangan indeks pembangunan manusia (IPM) yang mencerminkan capaian kemajuan di bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Dengan melihat perkembangan angka IPM tiap tahun, tampaknya kemajuan yang dicapai Kabupaten Karo dalam pembangunan manusia tidak
terlalu signifikan. Angka IPM Kabupaten Karo meningkat dari 73,5 pada tahun 2008 menjadi 74,84 persen, pada tahun 2009, dan meningkat menjadi 75,34 persen pada tahun 2010. Peningkatan jumlah pelajar setiap tahunnya seharusnya menjadi perhatian pemerintah untuk menyediakan lebih banyak fasilitas pendidikan agar semua pelajar bisa menikmati fasilitas tersebut tanpa terkecuali. Anggaran pendidikan merupakan sumber dana bagi pengembangan pendidikan. Menurut UU Nomor 10 Tahun 2010 anggaran pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui kementerian negara/lembaga, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, dan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan, termasuk gaji pendidik, tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah. Persentase anggaran pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara. Melalui anggaran pendidikan pemerintah daerah bisa mengatur penyediaan fasilitas pendidikan yang memadai bagi masyarakat. Anggaran pendidikan yang ditetapkan pemerintah sekarang ini cukup besar yaitu 20% dari APBD. Anggaran sebesar ini seharusnya mampu memenuhi fasilitas pendidikan yang layak bagi masyarakat. Tersedianya fasilitas pendidikan yang memadai menjadi salah satu faktor yang mendukung peningkatan pembangunan pendidikan untuk membentuk sumber daya masyarakat yang lebih baik. Dibawah ini merupakan perkembangan pengeluaran pembangunan pemerintah Kabupaten Karo tahun 1990 2010 :
Tabel 1.2 Perkembangan pengeluaran Pembangunan Kabupaten Karo tahun 1990-2010 Tahun Jumlah Tahun Jumlah 1990 7003463000 2001 21600000000 1991 8080455000 2002 34100000000 1992 8263059000 2003 66500000000 1993 9462368000 2004 59300000000 1994 9976110000 2005 69794259000 1995 11309319000 2006 147000000000 1996 11704473310 2007 498523976000 1997 16857105000 2008 473372300000 1998 12803361000 2009 590201954000 1999 12763368000 2010 921294400000 2000 201000000000 2011 Sumber : data BPS SUMUT Dari tabel diatas bisa dilihat perkembangan pengeluaran untuk belanja pembangunan tiap tahun terus meningkat. Peningkatan belanja pembangunan diatas menimbulkan asumsi bahwa fasilitas publik khususnya fasilitas pendidikan yang tersedia setiap tahunnya juga semakin meningkat. Berdasarkan uraian diatas, penulis mencoba menganalisa bagaimana persepsi masyarakat Karo terhadap fasilitas publik khususnya fasilitas pendidikan dasar yang tersedia dengan membandingkan sebelum dan sesudah otonomi daerah diberlakukan. Penulis menuangkannya dalam penulisan skripsi yang berjudul ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP FASILITAS PUBLIK DI KABUPATEN KARO DI ERA OTONOMI DAERAH (SEKTOR PENDIDIKAN DASAR 9 TAHUN). 1.2. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap fasilitas publik yang tersedia di Kabupaten Karo (sebelum dan sesudah otonomi daerah dilaksanakan).
1.3. TUJUAN PENELITIAN 1. Untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat terhadap fasilitas publik yang tersedia di Kabupaten Karo (sebelum dan sesudah otonomi daerah dilaksanakan). 1.4. MANFAAT PENELITIAN 1. Sebagai bahan studi dan literatur bagi mahasiswa ataupun peneliti yang ingin melakukan penelitian sejenis selanjutnya. 2. Sebagai bahan masukan yang bermanfaat bagi pemerintah atau instansi terkait.