II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang

dokumen-dokumen yang mirip
II. KAJIAN PUSTAKA. menyampaikan sesuatu seperti menjelaskan konsep dan prinsip kepada siswa.

I. PENDAHULUAN. dirinya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Pendidikan juga

II. TINJAUAN PUSTAKA. melakukan kegiatan belajar sejak dilahirkan. Syah (2006: 92) mengatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum belief diartikan sebagai keyakinan atau kepercayaan diri terhadap

BAB II KAJIAN TEORETIS. 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw. pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal Aronson (Abidin, 2014,

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian masalah bilangan pengertian tersebut terdapat pada Kamus Besar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Representasi Matematis. solusi dari masalah yang sedang dihadapinya (NCTM, 2000).

II. TINJAUAN PUSTAKA. solusi dari masalah tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Alhadad (2010: 34)

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Kemampuan Komunikasi Matematis

BAB II KAJIAN TEORETIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. solusi. Sebagai contoh, suatu masalah dapat direpresentasikan dengan obyek,

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA DI MTs NEGERI I SUBANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting

BAB II KAJIAN TEORITIK. dapat memperjelas suatu pemahaman. Melalui komunikasi, ide-ide

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2007:17) menjelaskan bahwa belajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi merupakan hal yang sangat penting bagi manusia. Komunikasi dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan mata pelajaran yang memiliki peranan penting

BAB 1 PENDAHULUAN. belajar matematika, maka guru perlu tahu bagaimana sebenarnya jalan atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurul Qomar, 2013

TINJAUAN PUSTAKA. baik secara langsung (lisan) maupun tak langsung melalui media.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pembelajaran, berbagai masalah sering dialami oleh guru.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu efektif juga dapat diartikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Inqury dalam bahasa Indonesia berarti penemuan. Menurut Sund (dalam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pada pokok bahasan segiempat sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Poppy Diara, 2013

BAB II KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA DALAMMATERI BARISAN DAN DERET ARITMATIKA

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005: 585) dituliskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. ditinjau dari prosesnya, pendidikan adalah komunikasi, karena dalam proses

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang secara pesat sehingga cara berpikir

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Representasi Matematis. a) Pengertian Kemampuan Representasi Matematis

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bilangan, (b) aljabar, (c) geometri dan pengukuran, (d) statistika dan peluang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sosial, teknologi, maupun ekonomi (United Nations:1997). Marzano, et al (1988)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORETIS. (2006:10) mengemukakan, Belajar matematika merupakan suatu perubahan. praktis bersikap positif, bertindak aktif dan kreatif.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan dunia pendidikan menuntut guru untuk efektif dalam

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia. Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 2

I. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Komunikasi Matematis Komunikasi dapat diartikan sebagai pengalihan pesan dari satu orang ke

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

BAB V PEMBAHASAN. analisis deskriptif. Berikut pembahasan hasil tes tulis tentang Kemampuan. VII B MTs Sultan Agung Berdasarkan Kemampuan Matematika:

BAB I PENDAHULUAN. memperlihatkan hubungan internal dan eksternal matematika, yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aspek penting yang menjadi salah satu prioritas utama

BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving

II. KERANGKA TEORITIS. kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (BSNP,

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata latin communicatio dan bersumber dari kata

BAB I PENDAHULUAN. intelektual. Matematika juga merupakan salah satu mata pelajaran yang di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Kemampuan Representasi Matematis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peserta didik merupakan generasi penerus bangsa yang perlu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Strategi Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Felder (1994: 5) menjelaskan bahwa dalam strategi TAPPS siswa mengerjakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 11 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pengertian strategi Think Talk Write

BAB II KAJIAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan

2015 PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG MENDAPATKAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Handayani Eka Putri, 2015

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan latin Communis yang artinya membuat

BAB II KAJIAN TEORITIK. NCTM (2000) menyatakan bahwa komunikasi matematis merupakan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil temuan selama penelitian dan analisis data hasil

BAB I PENDAHULUAN. Wahyudin Djumanta, Dkk.,Belajar Matematika Aktif Dan Menyenangkan,(Bandung: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2008)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Joice & Weil dalam Rusman (2012: 133), model pembelajaran adalah

I. PENDAHULUAN. Karakteristik abad 21 berbeda dengan abad-abad sebelumnya. Pada abad 21 ini

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Sutikno

BAB I PENDAHULUAN. matematika juga dapat diketahui dengan diberikannya mata pelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang dapat bersaing secara nasional dan internasional.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu efektif juga dapat diartikan dengan memberikan hasil yang memuaskan. Keefektifan pembelajaran menurut Trianto (2009: 20) adalah hasil guna yang diperoleh setelah pelaksanaan proses belajar mengajar. Sutikno (2005: 7) mengungkapkan bahwa efektivitas pembelajaran merupakan kemampuan dalam melaksanakan pembelajaran yang telah direncanakan yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan mudah dan dapat mencapai tujuan dan hasil yang diharapkan. Veithzal (1999) menyatakan bahwa efektivitas tidak hanya dilihat dari sisi produktivitas, tetapi juga dilihat dari sisi persepsi seseorang. Demikian juga dalam pembelajaran, efektivitas bukan semata-mata dilihat dari tingkat keberhasilan siswa dalam menguasai konsep yang ditunjukkan dengan nilai hasil belajar tetapi juga dilihat dari respon siswa terhadap pembelajaran yang telah diikuti, sedangkan Mulyasa (2003) menyatakan bahwa efektivitas pembelajaran banyak bergantung kepada kesiapan dan cara belajar yang dilakukan oleh siswa itu sendiri, baik yang dilakukan secara mandiri maupun kelompok.

9 Steers (2003) menyatakan bahwa efektivitas pembelajaran adalah kemampuan dalam melaksanakan program pembelajaran yang telah direncanakan serta kemampuan untuk mencapai hasil dan tujuan yang telah ditetapkan. Proses pelaksanaan program dalam upaya mencapai tujuan tersebut didisain dalam suasana yang kondusif dan menarik bagi peserta didik. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran adalah ukuran keberhasilan dari suatu proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Salah satu tujuan pembelajaran dalam penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan representasi matematis yang dimiliki siswa. 2. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan Pembelajaran Kooperatif Tipe Modified Jigsaw Slavin (2005: 236) mengungkapkan bahwa metode Jigsaw pertama kali dikembangkan oleh Elliot Aronson dan rekan-rekannya (1978). Dalam metode Jigsaw, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 5 anggota yang heterogen. Setiap kelompok diberi informasi yang membahas salah satu topik dari materi pelajaran mereka saat itu. Huda (2011: 118) menyatakan bahwa Jigsaw didisain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan menjabarkan materinya tersebut kepada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian siswa saling tergantung dengan yang lain dan harus bekerjasama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang

10 ditugaskan. Anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk berdiskusi (antar ahli) saling membantu satu sama lain tentang topik pelajaran yang ditugaskan pada mereka, kemudian siswa itu kembali pada kelompokya masing-masing (kelompok asal) untuk menjelaskan kepada anggota kelompoknya yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya (dalam pertemuan ahli). Jika dalam penelitian ini diterapkan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, maka langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut: 1. Pembentukan kelompok asal Siswa dibentuk kelompok yang disebut dengan kelompok asal, dengan jumlah siswa 4-5 orang. Siswa dalam kelompok asal berjumlah 4 orang, sesuai dengan materi yang akan dibagikan. Materi dalam penelitian ini Bab Segiempat. Setiap kelompok asal mendapatkan satu sampai dua subbab yang akan dibahas dalam satu pertemuan. Seluruh kelompok asal dibagikan subbab persegi panjang, maka empat orang anggota di dalamnya mempelajari bagian-bagian kecil dari persegi panjang, seperti pengertian persegi panjang, sifat-sifat persegi panjang, keliling persegi panjang, dan luas persegi panjang. 2. Pembentukan kelompok ahli Siswa yang mendapatkan pokok bahasan yang sama berkumpul dalam satu kelompok yang disebut dengan kelompok ahli. Terdiri dari kelompok ahli pengertian persegi panjang, kelompok ahli sifat-sifat persegi panjang, kelompok ahli keliling persegi panjang, dan luas persegi panjang.

11 3. Diskusi kelompok ahli Setelah berkumpul dalam kelompok ahli, semua anggota kelompok berdiskusi tentang materi yang didapat. 4. Kembali ke kelompok asal Setelah selesai berdiskusi dalam kelompok ahli, semua siswa kembali ke kelompok asalnya. Dalam kelompok asal mereka saling memberikan informasi tentang materi yang mereka dapat dalam kelompok ahli. 5. Presentasi kelompok Setelah seluruh anggota kelompok asal menjelaskan masing-masing informasi yang mereka dapat dalam kelompok ahli, guru meminta kelompok asal untuk mempresentasikan di depan kelas hasil diskusi mereka. 6. Guru memberikan kuis. Langkah dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw di atas berlaku untuk satu kali pertemuan. Untuk pertemuan berikutnya dilanjutkan dengan materi selanjutnya, yaitu subbab dari Bab Segiempat yang lainnya dengan langkah pembelajaran yang sama seperti diatas. Untuk lebih jelas, ilustrasi pembelajaran kelompok dalam pembelajaran Jigsaw digambarkan seperti dalam Diagram 2.1. Ismayani (2010) menyatakan bahwa matematika adalah ilmu terstruktur dan bertingkat. Hampir semua materi matematika yang akan kita pelajari itu saling berkaitan, untuk bisa memahami beberapa konsep lebih tinggi diperlukan pemahaman terhadap konsep dibawahnya. Dengan kata lain, agar tidak bermasalah dengan beberapa konsep yang lebih tinggi, konsep-konsep di level sebelumnya itu harus dikuasai dan tidak boleh dilupakan.

12 KELOMPOK ASAL KELOMPOK AHLI Pengertian PP Pengertian PP Pengertian PP Pengertian PP Pengertian PP Pengertian PP Pengertian PP Pengertian PP Pengertian PP Pengertian PP Diagram 2.1 Ilustrasi pembelajaran Jigsaw Khusus untuk materi dalam penelitian ini, langkah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw tidak dapat dilakukan untuk pokok bahasan segiempat, dalam mempelajarinya siswa dituntut untuk dapat mendefinisikan pengertian, mengidentifikasi sifat-sifat, menghitung keliling dan luas dari suatu segiempat, serta mengaplikasikannya dalam pemecahan masalah yang terkait dengan keliling dan luas bangun segiempat. Konsep definisi, sifat-sifat, keliling dan luas dari suatu segiempat memiliki suatu keterkaitan, sehingga siswa akan sulit untuk mengetahui

13 keliling dan luas jika siswa tidak mengetahui konsep definisi dan sifat-sifat dari segiempat itu. Hal ini yang menjadi kelemahan dari pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, materi yang diajarkan harus saling lepas atau independen. Oleh karena itu pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw perlu dimodifikasi agar dapat digunakan untuk materi yang tidak independen. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang dimodifikasi selanjutnya disebut dengan istilah Modified Jigsaw. Adapun langkah-langkah dari Modified Jigsaw yaitu sebagai berikut: 1. Pertemuan pertama a. Pembentukan kelompok asal Siswa dibentuk kelompok yang disebut dengan kelompok asal, dengan jumlah siswa 6 orang, sesuai dengan materi yang akan dibagikan. Materi dalam penelitian ini Bab Segiempat. Setiap kelompok asal mendapatkan materi satu bab, dan enam orang anggota di dalamnya mempelajari subbab dari bab segiempat, seperti persegi panjang, persegi, jajargenjang, belah ketupat, layang-layang, dan trapesium. b. Pembentukan kelompok ahli Siswa yang mendapatkan pokok bahasan yang sama berkumpul dalam satu kelompok yang disebut dengan kelompok ahli. Terdiri dari kelompok ahli persegi panjang, persegi, jajargenjang, belah ketupat, layang-layang, dan trapesium. c. Diskusi kelompok ahli Setelah berkumpul dalam kelompok ahli, semua anggota kelompok berdiskusi tentang materi yang didapat.

14 2. Pertemuan kedua a. Kembali ke kelompok asal Setelah selesai berdiskusi dalam kelompok ahli, semua siswa kembali ke kelompok asalnya. Dalam kelompok asal mereka saling memberikan informasi tentang materi yang mereka dapat dalam kelompok ahli. 3. Pertemuan ketiga, keempat, dan kelima a. Presentasi kelompok Setelah seluruh anggota kelompok asal menjelaskan masing-masing informasi yang mereka dapat dalam kelompok ahli, guru meminta kelompok ahli untuk mempresentasikan di depan kelas hasil diskusi mereka. Dalam satu pertemuan dua kelompok ahli secara bergantian mempresentasikan hasilnya. Setelah presentasi guru memberikan latihan kepada siswa. 4. Pertemuan keenam Siswa duduk ditempat masing-masing, dan guru memberikan test formatif Untuk lebih jelas, ilustrasi pembelajaran kelompok dalam Modified Jigsaw digambarkan seperti dalam Diagram 2.2. Perbedaan antara pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan pembelajaran kooperatif tipe Modified Jigsaw terletak pada pembagian materi, langkah pembelajaran setiap pertemuan, dan saat presentasi kelompok. Jika pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw siswa dalam kelompok asal mendapatkan satu subbab materi, sedangkan dalam pembelajaran kooperatif tipe Modified Jigsaw siswa dalam kelompok asal mendapatkan satu bab materi. Dalam setiap pertemuan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pembelajaran berlangsung seperti dalam

langkah yang sudah dijelaskan sebelumnya, sampai seluruh materi selesai dipelajari, sedangkan dalam pembelajaran kooperatif tipe Modified Jigsaw 15 Kelompok Asal Kelompok Ahli Ahli PP Kelompok 1 PP1, PP2, PP3, PP4,PP5 PP, P, JJ, BK, LY, TP Ahli P Kelompok 2 PP, P, JJ, BK, LY, TP Kelompok 3 P1, P2, P3, P4,P5 Ahli JJ JJ1, JJ2,JJ3, JJ4, JJ5 PP, P, JJ, BK, LY, TP Ahli BK Kelompok 4 BK1, BK2, BK3,BK4,BK5 PP, P, JJ, BK, LY, TP Ahli LY Kelompok 5 PP, P, JJ, BK, LY, TP LY1, LY2, LY3, LY4, LY5 Ahli TP TP1, TP2, TP3, TP4, TP5, Diagram 2.2 Ilustrasi pembelajaran modified jigsaw Keterangan: PP : Persegi Panjang P : Persegi JJ : Jajargenjang BK : Belah ketupat LY : layang-layang TP : Trapesium

16 langkah pembelajaran setiap pertemuan berbeda-beda sesuai dengan langkah yang sudah dijelaskan di atas. Untuk presentasi kelompok, dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw kelompok yang presentasi di depan kelas adalah kelompok asal, sedangkan dalam pembelajaran kooperatif tipe Modified Jigsaw kelompok yang presentasi adalah kelompok ahli. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Modified Jigsaw merupakan pembelajaran yang menekankan siswa untuk mampu bekerjasama dalam kelompok asal maupun kelompok ahli, serta mampu membuat representasi sebagai alat berfikir dalam mengkomunikasikan gagasan matematika yang telah didapatnya. 3. Pembelajaran Konvensional Sumarno (2011) menyatakan bahwa pembelajaran konvensional adalah suatu pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru di kelas, yaitu pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah. Pembelajaran yang berpusat pada guru adalah perilaku pengajaran yang paling umum yang diterapkan di semua tingkat sekolah. Jadi kegiatan guru yang utama adalah menerangkan dan siswa mendengarkan atau mencatat apa yang disampaikan guru. Roestiyah (2000: 136) menyatakan bahwa metode ceramah merupakan suatu cara mengajar yang digunakan untuk menyampaikan keterangan atau informasi, atau uraian tentang suatu pokok persoalan serta masalah secara lisan. Selama berlangsungnya ceramah, guru bisa menggunakan alat-alat bantu seperti gambargambar bagan agar uraiannya menjadi lebih jelas.

17 Burrowes (dalam Juliantara, 2009: 7) menyatakan bahwa pembelajaran konvensional menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk merefleksi materi-materi yang dipresentasikan, menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada situasi kehidupan nyata. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru dalam pembelajaran. Dalam hal ini, pembelajaran yang dimaksud yaitu memberi materi melalui ceramah, pemberian contoh soal, kemudian pemberian tugas. 4. Kemampuan Representasi Matematis Siswa Palmer dalam Fadillah (2008) menyatakan representasi adalah suatu konfigurasi dan sejenisnya yang berkorespondensi dengan sesuatu yang sifatnya mewakili, melambangkan, atau menyajikan sesuatu. Dalam psikologi umum, representasi berarti proses membuat model konkret dalam dunia nyata ke dalam konsep abstrak atau simbol. Sedangkan dalam psikologi matematis, representasi bermakna deskripsi hubungan antara objek dengan simbol. Selain simbol, bentukbentuk representasi dapat dilihat melalui kata-kata, gambar, tabel, dan grafik. Suparlan (2005) menyatakan bahwa representasi merupakan cara yang digunakan seseorang untuk mengemukakan jawaban atau gagasan matematis yang bersangkutan. Mudzzakir (2006: 18) menyatakan bahwa representasi merupakan salah satu kunci keterampilan komunikasi matematis. Secara tidak langsung hal ini mengindikasikan bahwa proses pembelajaran menekankan pada kemampuan

18 representasi akan melatih siswa dalam komunikasi matematis. Ahmad (2011) mengemukakan kemampuan representasi matematis adalah salah satu standar proses yang perlu ditumbuhkan dan dimiliki siswa. Standar proses ini hendaknya disampaikan selama proses belajar matematika. Mudzzakir (2006: 20) mengelompokkan representasi matematis ke dalam tiga ragam representasi yang utama, yaitu: 1. Representasi visual berupa gambar, grafik atau tabel, dan gambar 2. Persamaan atau ekspresi matematis, dan 3. Kata-kata atau teks tertulis. Bentuk-bentuk indikator dari masing-masing ragam representasi matematis tersebut disajikan dalam Tabel 2.1 berikut ini. Lebih lanjut Mudzzakir (2006: 20) menyatakan beberapa manfaat atau nilai tambah yang diperoleh guru atau siswa sebagai hasil pembelajaran yang melibatkan representasi matematis adalah sebagai berikut: 1. Pembelajaran yang menekankan representasi akan menyediakan suatu konteks yang kaya untuk pembelajaran guru 2. Meningkatkan pemahaman siswa 3. Menjadikan representasi sebagai alat konseptual 4. Meningkatkan kemampuan siswa dalam menghubungkan representasi matematis dengan koneksi sebagai alat pemecahan masalah 5. Menghindarkan atau meminimalisir terjadinya miskonsepsi.

19 Tabel 2.1 Bentuk-Bentuk Indikator Representasi Matematis Representasi Representasi visual; diagram, tabel atau grafik Gambar Persamaan atau ekspresi matematis Kata-kata atau teks tertulis Bentuk-Bentuk Indikator Menyajikan kembali data atau informasi dari suatu representasi ke representasi diagram, grafik atau tabel. Menggunakan representasi visual untuk menyelesaikan masalah Membuat gambar pola-pola geometri Membuat gambar bangun geometri untuk memperjelas masalah dan mengfasilitasi penyelesaiannya Membuat persamaan atau ekspresi matematis dari representasi lain yang diberikan Membuat konjektur dari suatu pola bilangan Penyelesaian masalah dari suatu ekspresi matematis Membuat situasi masalah berdasarkan data atau representasi yang diberikan Menuliskan interpretasi dari suatu representasi Menyusun cerita yang sesuai dengan suatu representasi yang disajikan Menuliskan langkah-langkah penyelesaian masalah dengan kata-kata atau teks tertulis Membuat dan menjawab pertanyaan dengan menggunakan kata-kata atau teks tertulis. (Mudzzakir, 2006: 47) Mudzzakir (2006: 21) menyatakan representasi tidak hanya merujuk pada hasil atau produk yang diwujudkan dalam bentuk konfigurasi atau konstruksi baru, tetapi juga melibatkan proses berfikir yang dilakukan untuk menangkap dan memahami konsep, operasi, atau hubungan-hubungan matematis lainnya dari suatu konfigurasi. Dengan demikian proses representasi matematis dapat dibedakan menjadi dua tahap, yaitu secara internal dan eksternal. Hiebet dan Charpenter dalam Mudzzakir (2006: 21) menyatakan representasi internal merupakan proses berfikir tentang ide-ide matematis yang memungkinkan pikiran seseorang bekerja atas dasar ide tersebut. Pada intinya representasi internal sangat berkaitan dengan proses mendapatkan kembali pengetahuan yang telah

20 diperoleh dan disimpan dalam ingatan serta relevan dengan kebutuhan untuk digunakan ketika diperlukan. Proses representasi internal ini tentu tidak bisa diamati secara kasat mata dan tidak dapat dinilai secara langsung karena merupakan aktivitas mental dalam pikiran seseorang. Goldin dalam Mudzzakir (2006: 22) menyatakan representasi eksternal adalah hasil perwujudan dalam menggambarkan apa-apa yang dikerjakan siswa secara internal atau representasi internal. Hasil perwujudan ini dapat diungkapkan baik secara lisan, tulis dalam bentuk kata-kata, symbol, ekspresi, atau notasi matematik, gambar, grafik, diagram, tabel, atau objek fisik berupa alat peraga. Interaksi antara representasi internal dan representasi eksternal terjadi secara timbal balik ketika seseorang mempelajari matematik. Dengan demikian jika siswa memiliki kemampuan membuat representasi siswa telah mempunyai alatalat dalam meningkatkan keterampilan komunikasi matematikanya yang akan berpengaruh terhadap peningkatan pemahaman matematikanya. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa representasi matematis merupakan penggambaran, penerjemahan, pengungkapan, penunjukan kembali, pelambangan, atau bahkan pemodelan ide, gagasan, konsep matematis, dan hubungan diantaranya yang termuat dalam suatu konfigurasi, konstruksi, atau situasi tertentu yang ditampilkan siswa dalam berbagai bentuk sebagai upaya memperoleh kejelasan makna, menunjukkan pemahamannya, atau mencari solusi dari masalah yang dihadapinya.

21 B. Penelitian yang Relevan Penelitian tentang penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam pembelajaran telah banyak dilakukan. Misalnya dalam pembelajaran matematika banyak penelitian yang telah dilakukan antara lain dilakukan oleh Wijayanti (2008) menyatakan dalam penelitiannya yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan Prestasi Belajar pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung, hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Penelitian yang lainnya dilakukan oleh Mulyadi (2011) dengan judul Efektifitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Pada Materi Standar Kompetensi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel, hasil penelitian menyimpulkan bahwa pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw memberikan prestasi belajar yang lebih baik dari pada menggunakan metode ceramah. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Tri Kasmiyati (2010) dengan judul Penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar siswa SMAN 6 Malang kelas X pada materi trigonometri, hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa SMA Negeri 6 Malang kelas X pada materi trigonometri. Kemudian penelitian tentang pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dilakukan juga oleh Sulistiowati (2009) berjudul Perbedaan Hasil Belajar Matematika Siswa Yang Diajar melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan Pembelajaran Konvensional studi pada siswa kelas VIII SMPN 1 Kromengan, hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa

22 yang diajar melalui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih tinggi dibandingkan hasil belajar matematika siswa yang diajar melalui pembelajaran konvensional. Selanjutnya Ambarwati (2008) menyatakan dalam penelitiannya yang berjudul Pembelajaran Matematika Melalui Jigswa Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 1 Sragen bahwa pembelajaran matematika melalui Jigswa dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Berdasarkan hasil temuan beberapa penelitian diatas menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw termasuk salah satu pembelajaran yang dapat diterapkan dalam meningkatkan prestasi siswa. Oleh sebab itu, maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan menerapkan tipe model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, namun dalam penelitian ini peneliti akan melakukan modifikasi pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Tujuan dari modifikasi ini supaya model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw tetap dapat diterapkan dalam materi yang independen. Adapun judul penelitiannya Efektivitas Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Modified Jigsaw Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa. C. Kerangka Pikir Penelitian tentang efektivitas pembelajaran kooperatif tipe Modified Jigsaw untuk meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa ini merupakan penelitian yang terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah pembelajaran kooperatif tipe Modified Jigsaw. Sedangkan kemampuan representasi matematis siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe Modified Jigsaw sebagai variabel terikat.

23 Model pembelajaran kooperatif tipe Modified Jigsaw terdiri dari beberapa langkah pembelajaran, yaitu membentuk kelompok asal, siswa yang mendapatkan pokok bahasan yang sama berkumpul dalam kelompok ahli, berdiskusi dalam kelompok ahli, setelah berdiskusi dalam kelompok ahli siswa kembali ke kelompok asal dan menjelaskan hasil diskusi mereka di kelompok ahli, setelah itu kelompok ahli mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas. Pada saat siswa berdiskusi dalam kelompok ahli, mereka mendiskusikan lembar kerja yang dibagikan oleh guru. Dalam lembar kerja tersebut telah dibentuk penyelesaian yang akan membantu siswa untuk mempresentasikan masalah yang ada ke dalam bentuk matematis. Dengan demikian siswa tidak hanya mampu menyelesaikan masalah tetapi siswa juga mampu mempresentasikan masalah ke dalam bentuk matematis. Setelah berdiskusi di kelompok ahli siswa kembali ke kelompok asal. Dalam kelompok asal masing-masing siswa menjelaskan hasil diskusi mereka di kelompok ahli. Dalam upaya memberikan penjelasan kepada anggota kelompok asalnya, maka secara tidak langsung akan mendorong siswa untuk menggunakan kemampuan representasinya sebagai dasar dalam berkomunikasi. Mereka akan menemukan atau membuat representasi sebagai alat berfikir dalam mengkomunikasikan gagasan matematika yang telah mereka pelajari di kelompok ahli. Pada langkah berikutnya, siswa kembali berkumpul di kelompok ahli dan setiap kelompok ahli mempresentasikan hasilnya di depan teman-teman sekelasnya. Dalam kegiatan presentasi ini siswa kembali akan menggunakan kemampuan representasinya sebagai alat berfikir, sehingga kemampuan representasi

24 diharapkan akan meningkat saat siswa berupaya untuk memahami materi dan merancang bagaimana cara menjelaskan agar materi dapat tersampaikan dengan baik. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pengalaman belajar yang diperoleh melalui pembelajaran kooperatif tipe Modified Jigsaw akan mampu meningkatkan kemampuan representasi matematis yang dimiliki siswa. Pada pembelajaran konvensional, pembelajaran dimulai dengan pemberian materi oleh guru melalui ceramah, pemberian contoh soal, dan pemberian tugas. Pada pembelajaran ini, guru berperan aktif seabagi pemberi informasi di kelas sehingga siswa lebih terbiasa mendapat informasi dari guru. Dalam pembelajaran konvensional tidak ada peluang siswa untuk mendapatkan kebebasan berfikir dengan caranya sendiri. Pembelajaran berlangsung individualistis yaitu kemajuan siswa dalam belajar mengikuti jalannya sendiri, tidak ada interaksi antar siswa. Kondisi seperti ini menyebabkan lemahnya kemampuan representasi matematis siswa. Dengan demikian, pembelajaran matematika konvensional cenderung menghasilkan kemampuan representasi matematis siswa yang lemah. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa melalui pembelajaran kooperatif tipe Modified Jigsaw akan dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa. Sebaliknya, pembelajaran konvensional cenderung menghasilkan kemampuan representasi matematis siswa yang lebih rendah.

25 D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pikir dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: Rata-rata kemampuan representasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe Modified Jigsaw lebih tinggi daripada rata-rata kemampuan representasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.