BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

PELAKSANAAN SURAT WASIAT MENURUT UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

BAB I PENDAHULUAN. hukum tersebut memiliki unsur-unsur kesamaan, walaupun dalam beberapa

AKIBAT HUKUM MEMBUAT DUA SURAT WASIAT PADA DUA NOTARIS YANG BERBEDA

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

PERNYATAAN. Nomor Pokok Mahasiswa :

SKRIPSI KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN DAN PENCABUTAN TESTAMENT (SURAT WASIAT)

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

BAB I PENDAHULUAN. suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, ketika seorang anggota dari

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. hubungannya dengan kewarisan. Hal ini secara gamlang ditegaskan dalam hukum

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA. perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya mengalami 3 peristiwa penting, yaitu peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan

Psl. 119 BW jo. Psl. 124 BW

HUKUM WARIS PERDATA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana,

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA. 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu; 2. Perjanjian kerja/perburuhan dan;

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan

BAB II KEDUDUKAN AKTA WASIAT YANG TIDAK DIKETAHUI KEBERADAANNYA OLEH AHLI WARIS DAN PENERIMA WASIAT BAGI GOLONGAN PENDUDUK PRIBUMI

BAB II KETENTUAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA TENTANG WASIAT. demikian, adalah keluar dari suatu pihak saja (eenzijdig) dan setiap waktu dapat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dikarenakan bahwa negara Indonesia merupakan negara agraris, terdapat simbol status sosial yang dimilikinya.

BAB I PENDAHULUAN. milik mawhub lah (yang menerima hibah). Dalam Islam, seseorang dianjurkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lampiran 1 Pasal-Pasal KUHP Mengenai Pembuktian dengan Tulisan

BAB I PENDAHULUAN. pada satu pihak tertentu, akibatnya ada masyarakat atau pihak lain yang sama

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan

BAB I PENDAHULUAN. atau salah satunya sudah meninggal, maka anak yang masih di bawah umur

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS

PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D

BAB I PENDAHULUAN. (ekonomis) hingga ratusan juta rupiah menjadi semakin marak. Undian-undian

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK ANGKAT ATAS HARTA YANG DIPEROLEH DARI HIBAH SETELAH ORANG TUA ANGKATNYA MENINGGAL DUNIA RESUME TESIS

BAB I PENDAHULUAN. salah satu perjanjian accsoir yang ada dalam suatu perjanjian kredit.

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

NASKAH PUBLIKASI PEMBAGIAN WARISAN BERDASARKAN WASIAT BAGI ANAK ANGKAT DITINJAU DALAM HUKUM PERDATA

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau

Pendayagunaan tanah secara berlebihan serta ditambah pengaruh-pengaruh alam akan menyebabkan instabilitas kemampuan tanah. 1 Jumlah tanah yang statis

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan dimaksud adalah tersebut dalam Pasal 25 ayat (3) Undang -Undang

BAB I PENDAHULUAN. saseorang pasti mendapatkan sesuatu, baik dalam bentuk uang maupun barang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB I PENDAHULUAN. sudah barang tentu perikatan tersebut mengakibatkan timbulnya hakhak

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan aktivitas di atas tanah, sehingga setiap saat manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II TINJAUAN UMUM. rakyat bukan dalam pengertian di jalankan oleh rakyat. 1

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

B AB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 875 BW, yang dimaksud Surat Wasiat (testament) adalah suatu

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik materiil maupun spiritual. Salah satu cara untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pengadilan. Karena dalam hal ini nilai kebersamaan dan kekeluargaan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 tentang perekonomian nasional

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB II TINJAUAN TENTENG LEVERING SEBAGAI CARA UNTUK MEMPEROLEH HAK MILIK DALAM JUAL BELI MENURUT HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan: Bumi air dan kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1.

BAB I PENDAHULUAN. sayang keluarga, tukar pikiran dan tempat untuk memiliki harta kekayaan. 3 apa yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru dalam kehidupannya. Dalam arti sosiologis manusia menjadi pengemban hak dan kewajiban, selama manusia masih hidup di dalam masyarakat, dia mempunyai tempat di dalam masyarakat disertai dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban terhadap orang atau anggota lain dari masyarakat itu dan terhadap barang-barang yang berada dalam masyarakat itu. Manusia dalam perjalanan hidupnya di dunia ini mengalami 3 peristiwa penting, yaitu: waktu ia dilahirkan, waktu ia kawin, dan waktu ia meninggal dunia. Pada umumnya setiap orang mempunyai hak untuk membuat surat atau akta wasiat, yang di dalamnya terkandung kemauan terakhir dari pihak yang membuatnya dan hal ini boleh dicabut kembali selama dia (si pewasiat) sebelum meninggal atau selama dia masih hidup. Wasiat atau disebut juga testament diatur dalam buku kedua Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Masalah wasiat atau testament adalah suatu masalah yang sering dijumpai dalam kehidupan masyarakat umumnya. Hal ini disebabkan karena penghidupan masyarakat tidak terlepas dari keinginan untuk memenuhi kebutuhan atau kepuasan hidupnya, dan khusus melalui wasiat orang ingin memenuhi kehendaknya berupa pernyataan tentang harta kekayaannya pada masa yang akan datang atau di kemudian hari. Pada umumnya, surat wasiat dibuat dengan tujuan agar para ahli waris tidak dapat mengetahui apakah harta warisan yang ditinggalkan oleh pewasiat

akan diwariskan kepada ahli warisnya, atau malah diwariskan kepada pihak lain yang sama sekali bukan ahli warisnya sampai tiba waktu pembacaan surat wasiat tersebut. Dan hal tersebut kerap kali menimbulkan persoalan di antara para ahli waris dengan yang bukan ahli waris, akan tetapi sesuai surat wasiat orang yang bukan ahli waris tersebut mendapat harta wasiat. Tentunya akan ada pihak-pihak yang merasa dirugikan dan mengajukan bantahan/pembatalan tentang kebenaran isi surat wasiat yang dibuat oleh si pewaris. Oleh karena itu surat wasiat itu berlaku sesudah si pewaris meninggal dunia sehingga sangat sukar untuk membuktikan keabsahannya sebab ada juga surat wasiat dibuat tanpa campur tangan seorang notaris. R. Subekti, mengatakan bahwa: Suatu wasiat atau testament adalah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendakinya setelah ia meninggal. 1 Dalam Pasal 875 KUH Perdata wasiat atau testament adalah suatu akta yang memuat pernyataan seorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia, dan yang olehnya dapat dicabut kembali lagi. 2 Sudah tentu masih banyak lagi pendapat-pendapat lain dari para sarjana hukum yang mengemukakan masalah wasiat, tetapi tidak selamanya para sarjana hukum itu mempunyai pendapat yang sama tentang defenisi wasiat atau testament. Sesuai dengan pepatah Sebegitu banyak kepala, sebegitu banyak pendapat. 1 R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Inter Masa, Cetakan Kesepuluh, Jakarta, 1998, hal. 93. (selanjutnya disebut R. Subekti 1) 2 R. Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 2000, hal. 194. (selanjutnya disebut R. Subekti 2)

Tetapi dari pendapat para sarjana dimaksud dapat disimpulkan bahwa, wasiat atau testament itu adalah suatu cara untuk memenuhi kehendak atau keinginan seseorang tentang harta kekayaannya di kemudian hari atau pada masa yang akan datang. Namun demikian kehendak atau keinginan seseorang itu tidak boleh bertentangan dengan hukum yang berlaku dan oleh sebab itu hukum mengatur tentang pemberian atau pembatasan wasiat ini. Dalam hal ini adalah patut kalau hukum mengizinkan untuk menentukan cara pembagian harta warisan yang menyimpang dari hukum waris biasa. Karena pada hakikatnya seorang pemilik barang-barang kekayaan berhak penuh untuk melakukannya sesuai dengan kehendaknya dan hakikat ini adalah suatu kemauan terakhir dari pewaris yang patut di hormati dalam batas-batas tertentu. Dengan adanya testament ini, maka sering terhindar pertikaian di antara para ahli waris dalam hal pembagian harta warisan. Karena ahli waris menghormati kemauan ataupun kehendak terakhir dari si pewaris tersebut. Namun demikian, agar pembagian harta warisan secara praktis dan adil dapat dilaksanakan maka hukum membatasi testament itu, pembatasan mana tidak boleh bertentangan dengan undang-undang. Adanya perbedaan antara ketentuan hukum yang berlaku dengan praktek hukum dalam masyarakat tentang pembuatan surat wasiat pada masa ini menimbulkan pertanyaan tentang apakah ketentuan hukum yang masih ada dapat dipakai dalam kemajuan perkembangan masyarakat dalam bidang hukum. Karena adanya beberapa hukum perdata yang berlaku di Indonesia, maka tentang wasiat pun belum ada kesatuan atau keseragaman hukum yang

mengaturnya. Karena hukum perdata yang berlaku di Indonesia itu ada beberapa macam, maka penulis akan berusaha untuk mencoba membahas masalah wasiat atau testament ini menurut hukum-hukum tersebut dan tentang bagaimanakah pengaturannya akan penulis bahas dalam bagian berikutnya. B. Perumusan Masalah Setiap melakukan penelitian penting dikemukakan permasalahan dalam penulisan karena dalam hal yang demikian dapat diketahui pembatasan dari pelaksanaan penelitian dan juga pembahasan yang akan dilakukan. Adapun yang merupakan permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah: a. Bagaimana perbedaan pembuatan surat wasiat dalam KUH Perdata dan Kompilasi Hukum Islam. b. Bagaimana pelaksanaan surat wasiat menurut KUH Perdata dan Kompilasi Hukum Islam. C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan Penulisan tentang pelaksanaan surat wasiat menurut Kitab Undang- Undang Hukum Perdata dan Kompilasi Hukum Islam bertujuan untuk menganalisis dan mengevaluasi hukum atau perundang-undangan yang ada kaitannya dengan pelaksanaan surat wasiat menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kompilasi Hukum Islam namun disamping itu juga bertujuan: 1. Mengetahui perbedaan pembuatan surat wasiat dalam KUH Perdata dan Kompilasi Hukum Islam.

2. Mengetahui pelaksanaan surat wasiat berdasarkan KUH Perdata dan Kompilasi Hukum Islam. Dari Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat: 1. Secara Teoritis a. Menambah khasanah ilmu Hukum Perdata dan Kompilasi Hukum Islam khususnya hukum waris berdasarkan testamen (wasiat). b. Memberi bahan masukan dan/atau dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan berbagai konsep keilmuan yang dapat memberikan andil bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum perdata khususnya wasiat. 2. Secara praktis a. dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi para praktisi hukum sehubungan dengan wasiat. b. Mengungkap masalah-masalah yang timbul dan/atau muncul dalam lapangan hukum dan masyarakat serta memberikan solusinya sehubungan dengan wasiat. D. Keaslian Penulisan Pelaksanaan Surat Wasiat Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Kompilasi Hukum Islam yang diangkat menjadi judul skripsi merupakan karya ilmiah yang sejauh ini belum pernah ditulis di lingkungan Fakultas Hukum. Penulis menyusun skripsi ini berdasarkan referensi buku-buku, hasil pemikiran, bahan-bahan dari media

internet, dan juga melalui bantuan dari berbagai pihak. Semua ini merupakan implikasi pengetahuan dalam bentuk tulisan yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah. E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Wasiat Menurut Hukum Perdata Seorang pemilik harta kekayaan, yang pada masa hidupnya sering mempunyai keinginan agar supaya harta bendanya atau harta kekayaannya diperlukan untuk atau menurut kehendaknya di kemudian hari setelah ia meninggal dunia. Wasiat juga merupakan suatu jalan bagi pemilik harta kekayaan dan harta benda semasa hidupnya untuk menyatakan keinginannya yang terakhir tentang pembagian harta peninggalannya kepada ahli waris yang baru akan berlaku setelah ia meninggal dunia. Di kota-kota besar khususnya, pada akhir-akhir ini tidak jarang wasiat itu ditulis oleh seorang notaris yang khusus diundang untuk mendengarkan ucapan terakhir itu dengan disaksikan oleh dua orang saksi. Dengan cara demikian maka wasiat tersebut memperoleh bentuk akta notaris dan yang disebut Testament. Menurut Pasal 875 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, surat wasiat atau testament ialah suatu akta yang memuat pernyataan seorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia, dan yang olehnya dapat dicabut kembali lagi. Jadi wasiat atau testament adalah suatu akta yang berisikan

suatu pernyatan kemauan terakhir dari seseorang tentang apa yang dikehendakinya terhadap kekayaannya setelah dia meninggal dunia kelak. Keinginan terakhir ini lazimnya diucapkan pada waktu si pewaris sudah sakit keras, serta tidak dapat diharapkan akan sembuh kembali lagi, bahkan kadang-kadang dilakukan pada saat sebelum ia menghembuskan nafasnya yang terakhir. Mengucapkan kemauan terakhir ini biasanya dilakukan dihadapan anggota keluarganya yang terdekat yang dapat dipercayai olehnya. Untuk lebih tegasnya, sesungguhnya wasiat itu mempunyai maksud terutama untuk mewajibkan para ahli warisnya membagi-bagi harta peninggalannya dengan cara yang layak menurut ucapannya yang tujuannya yaitu untuk mencegah perselisihan, keributan dan cekcok dalam membagi-bagi harta peninggalannya dikemudian hari diantara para ahli waris. Wasiat atau testament ini seperti juga pewarisan atau penghibahan, mempunyai dua corak sebagai berikut : 3 a. Mereka yang membuat suatu pernyataan tentang apa yang dikehendakinya setelah ia meninggal dunia, pada asasnya hanyalah pernyataan suatu pihak saja (eenzijdig) dan setiap waktu dapat ditarik kembali oleh yang membuatnya. b. Pewaris yang telah menetapkan bagian-bagian harta warisannya untuk ahli warisnya, menjadi hak para ahli warisnya dalam garis lencang dan hak tersebut tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan. Dari ketentuan-ketentuan di atas dapatlah di tarik kesimpulan yaitu: 1) Bahwa wasiat berlaku sesudah pewaris meninggal dunia. 2) Senantiasa dapat dicabut kembali semasa pewaris masih hidup. 4 3 R. Subekti, op.cit., hal.106-107. 4 ibid. hal. 107.

3) Surat wasiat dapat diubah jika memuat tujuan atau dasar yang tidak sopan dan tidak mungkin dilakukan juga bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang. Pembuatan wasiat atau testament adalah merupakan suatu tindakan yang sangat pribadi, hal ini berarti bahwa tindakan itu tidak dapat oleh seorang wakil, baik wakil berdasarkan undang-undang maupun wakil berdasarkan kontrak. Lain halnya dalam mengikat perkawinan dan membuat syarat-syarat perkawinan dapat dilakukan oleh seorang wakil, tetapi membuat wasiat atau testament harus pewaris sendiri, hal tersebut juga berlaku dalam hal pembuatan wasiat atau testament di muka seorang notaris, tetapi berlaku juga untuk semua formalitas-formalitas yang diperlukan untuk membuat suatu wasiat atau testament, misalnya untuk formalitas membuat suatu wasiat atau testament rahasia atau juga diperlukan untuk membuat wasiat atau testament yang dikehendaki juga untuk membatalkan wasiat atau testament itu. 5 Ketentuan umum menurut Pasal 931 BW (KUH Perdata) wasiat atau testament menurut bentuknya terdiri dari : a. Wasiat Rahasia (Geheim). b. Wasiat Umum (Openbaar). c. Wasiat ditulis sendiri (Olografis) d. Codicil e. Wasiat Darurat 5 http://www.scribd.com/doc/17222333/hibah-dan-wasiat (di akses tanggal 2010-06-03)

2. Pengertian Wasiat Menurut Hukum Islam Kalau diperhatiakan dari segi asal kata wasiat berasal dari kata Arab, yaitu Al- washiyah yang secara harfiah artinya adalah pesan, perintah atau janji seseorang kepada orang lain untuk melakukan suatu perbuatan, baik ketika orang yang berwasiat masih hidup maupun setelah wafat. 6 Secara etimologi wasiat mempunyai beberapa arti yaitu menjadikan, menaruh kasih sayang, menyuruh dan menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lainnya. Secara terminologi wasiat adalah pemberian seseorang kepada orang lain baik berupa barang, piutang atau manfaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi wasiat sesudah orang yang berwasiat mati. 7 Dikaitkan dengan perbuatan hukum wasiat itu pada dasarnya juga bermakna transaksi pemberian sesuatu pada pihak lain. Pemberian itu bisa berbentuk penghibahan harta atau pembebanan/pengurangan utang ataupun pemberian manfaat dari milik pemberi wasiat kepada yang menerima wasiat. Pengertian yang diberikan oleh ahli hukum wasiat ialah "memberikan hak secara suka rela yang dikaitkan dengan keadaan sesudah mati, baik diucapkan dengan kata-kata atau bukan sedangkan menurut Sayid Sabiq mendefinisikan sebagai berikut : wasiat itu adalah pemberian seseorang kepada orang lain baik berupa barang, piutang, ataupun manfaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi wasiat setelah yang berwasiat mati. 8 6 Rachmadi Usman, Hukum Kewarisan Islam, Penerbit Mandar maju, Bandung, 2009. hal 141 7http://www.pemantauperadilan.com/delik/4HUKUM%20WARIS%20ISLAM%20DAN%20PERM ASALAHANNYA.pdf (di akses tanggal 2010-06-03) 8 Ibid;

Dan adapun pendapat M. Sulaiman Rasyid dalam bukunya Fiqh Islam tentang wasiat, yang menyatakan bahwa Wasiat ialah pesan atau kebaikan hati yang akan dijalankan sesudah seseorang meninggal dunia. 9 Para ahli hukum Islam mengemukakan bahwa wasiat adalah pemilikan yang didasarkan pada orang yang menyatakan wasiat meninggal dunia dengan jalan kebaikan tanpa menuntut imbalan atau tabarru'. Sayyid Sabiq mengemukakan bahwa pengertian ini sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh para ahli hukum Islam dikalangan madzhab Hanafi yang mengatakan wasiat adalah tindakan seseorang yang memberikan haknya kepada orang lain untuk memiliki sesuatu baik merupakan kebendaan maupun manfaat secara sukarela tanpa imbalan yang pelaksanaannya ditangguhkan sampai terjadi kematian orang yang menyatakan wasiat tersebut. 10 Sedangkan Al-Jaziri, menjelaskan bahwa di kalangan mazhab Syafi'i, Hambali, dan Maliki memberi definisi wasiat secara rinci, wasiat adalah suatu transaksi yang mengharuskan orang yang menerima wasiat berhak memiliki sepertiga harta peninggalan orang yang menyatakan wasiat setelah ia meninggal dunia. Dan dalam Kompilasi Hukum Islam disebutkan wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia (Pasal 171 huruf f). 11 Pada dasarnya inti dari definisi yang amat beragam itu ialah bahwa wasiat itu merupakan pesan dari seseorang yang isinya memberikan sejumlah harta atau 9 http://alislamu.com/content/view/316/22/ (di akses tanggal 03 Juni 2010) 10 Ibid; 11 http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:vlacthxwlu4j:media.isnet.or g/islam/waris/definisi.html+pengertian+wasiat%3f&cd=6&hl=id&ct=clnk&gl=id (di akses tanggal 03 Juni 2010)

pembatasan/ pengurangan utang atau pemberian manfaat harta kepada orang lain setelah ia wafat. Dengan istilah lain bahwa wasiat itu pesan yang intinya memberikan harta kepada pihak lain yang pemberian itu mulai berlaku apabila pihak yang berpesan meninggal dunia. Jadi ahli waris tidak saja atau bukan saja sebagai penerima warisan, tetapi masih diberi kesempatan untuk menikmati wasiat dengan ketentuan tidak boleh melebihi 1/3 (sepertiga) dari sisa harta peninggalan. Pada ketentuan tersebut telah jelas bahwa wasiat tidak boleh melampaui 1/3 (sepertiga) dari harta peninggalan. Maka jika jumlah wasiat-wasiat untuk orang tua, keluarga dekat dan janda telah sepertiga, maka Iain-lain wasiat tidak bernilai lagi dan jika 1/3 (sepertiga) dari harta peninggalan kurang dari 1/3 (sepertiga) atau kurang dari jumlah wasiatwasiat untuk orang tua, keluarga dekat janda, setelah itu biasanya dibagikan antara wasiat-wasiat untuk orang tua dan keluarga dekat menurut pengurangan yang berimbang. F. Metode Penelitian Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar dapat mencapai tujuan lebih terarah serta dapat dipertanggung jawabkan, maka skripsi ini menggunakan penelitian yang bersifat deskriktif analitis dan dilakukan melalui metode pendekatan yuridis normatif. Adapun pengumpulan data dari tulisan ini, dilakukan melaui studi pustaka (library research). Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan yang ingin diteliti. Bahan pustaka yang dijadikan sumber dari penelitian disebut juga data sekunder.

Metode library research ini dilakukan melalui upaya untuk mempelajari sumber-sumber/bahan tertulis tersebut berupa buku-buku, artikel dokumendokumen, hasil seminar, diskusi, simposium, dan sebagainya. 12 G. Sistematika Penulisan Penulisan ini di buat secara terperinci dan sistematis, agar memberikan kemudahan bagi pembacanya dalam memahami makna dan memperoleh manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini berupa satu kesatuan yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain yang dapat dilihat sebagai berikut: Bab I Pendahuluan; pada bab ini berisikan tentang hal-hal dasar yang akan dijelaskan pada bab-bab berikutnya yaitu latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Tentang Wasiat; pada bab ini akan dibahas mengenai, dasar hukum dari wasiat, syarat-syarat wasiat, bentuk dan sifat wasiat, kecakapan membuat surat wasiat, pihakpihak yang dapat menikmati wasiat dan yang tidak diperkenankan menikmati wasiat. Bab III Ketentuan Kompilasi Hukum Islam Tentang Wasiat; pada bab ini akan dibahas mengenai, dasar hukum wasiat, syarat-syarat wasiat, bentuk dan sifat wasiat, kecakapan membuat surat wasiat, pihak-pihak yang dapat menikmati wasiat dan yang tidak diperkenankan menikmati wasiat. 12 Moh. Nazir. Metode Penelitian, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta. 1997. hal. 3-4.

Bab IV Pelaksanaan Surat Wasiat Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Kompilasi Hukum Islam; pada bab ini akan dibahas mengenai, pelaksanaan surat, wasiat menurut, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kompilasi Hukum Islam, persamaan dan perbedaan pembuatan surat wasiat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kompilasi Hukum Islam. Bab V Kesimpulan dan Saran; pada bab ini berisikan tentang rangkuman dari seluruh pembahasan penulis pada bab-bab sebelumnya, serta beberapa saran.