MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL

dokumen-dokumen yang mirip
EPISTEMOLOGI MODERN DALAM TRADISI BARAT DAN TIMUR

PANDANGAN HIDUP SISTEM

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia dewasa ini telah mendapat perhatian yang

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

Dr. Sri Anggraeni, MSi

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi

KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT

2015 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR IPA TERPADU PADA TEMA UDARA BERBASIS NILAI RELIGIUS MENGGUNAKAN 4 STEPS TEACHING MATERIAL DEVELOPMENT

A. Dari segi metodologi:

BAB V PENUTUP. 1. Filsafat Perennial menurut Smith mengandung kajian yang bersifat, pertama, metafisika yang mengupas tentang wujud (Being/On) yang

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Matematika di Sekolah Dasar. termasuk salah satu disiplin ilmu yang memiliki kajian sangat luas.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDEKATAN ILMIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MADRASAH IBTIDAIYAH (Studi Analisis Desain Strategi Pendidikan Agama Islam)

Teori-teori Kebenaran Ilmu Pengetahuan. # Sesi 9, Kamis 16 April 2015 #1

BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF. By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc.

Pendidikan Pancasila. Berisi tentang Pancasila sebagai Dasar Pengembangan Ilmu. Dosen : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom. Modul ke:

(Contoh) DESAIN PEMBELAJARAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET C UPT SKB KABUPATEN BANDUNG

ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR

BAB IV ANALISIS KONSEP HUMANISME RELIGIUS SEBAGAI PARADIGMA PENDIDIKAN ISLAM MENURUT ABDURRAHMAN MAS UD

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

siswa adalah selalu digunakan dalam segala segi kehidupan, semua bidang studi

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT

A. LOGIKA DALAM FILSAFAT ILMU

Etika dan Filsafat. Komunikasi

ILMU DAN FILSAFAT SOSIAL

PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT

Muhammad Jusuf Kalla: Investor Yang Progresif

Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR IPA SMP PADA TEMA ENERGI DALAM TUBUH MENGGUNAKAN METODE 4S TMD

PANCASILA Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu

Estetika Desain. Oleh: Wisnu Adisukma. Seni ternyata tidak selalu identik dengan keindahan. Argumen

Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

Modul ke: FILSAFAT MANUSIA INTELEKTUAL (PENGETAHUAN) Ahmad Sabir, M. Phil. Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI.

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan termasuk

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting guna meningkatkan kualitas dan potensi

FILSAFAT ILMU OLEH SYIHABUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

MATERI KULIAH ETIKA BISNIS. Pokok Bahasan: Pancasila sebagai Landasan Etika Bisnis

BAB 1 PENDAHULUAN. diharapkan, sebaliknya jika pendidikan tidak berfungsi optimal, maka tidak akan. tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim

Suatu Pengantar Untuk Memahami Filsafat Ilmu

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( )

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

Etika dan profesi humas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah scaffolding memang tidak terlalu asing akhir-akhir ini. Hammond

BAB I PENDAHULUAN. yaitu tujuan kurikulum (Rahmat, 2011:51). Tujuan Kurikulum 2013 adalah untuk

HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA. Imam Gunawan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENGANTAR PENELITIAN. Imam Gunawan

Teori Kebudayaan Menurut E.K.M. Masinambow. Oleh. Muhammad Nida Fadlan 1

FILSAFAT ILMU Karya : Jujun S. Suriasumatri Penerbit : Pustaka Sinar Harapan, Jakarta Tahun : 1984 (Cet. I) Tebal : 384 hlm

Tinjauan Ilmu Penyuluhan dalam Perspektif Filsafat Ilmu

F. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KHONGHUCU DAN BUDI PEKERTI SMALB AUTIS

MANUSIA, NILAI DAN MORAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Novita Kostianissa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa. Pendidikan itu sendiri adalah usaha sadar dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang, rumusan masalah,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam

Dosen: Pipin Hanapiah, Drs. Caroline Paskarina, S.IP., M.Si. Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Padjadjaran

BAB I PENDAHULUAN. karena belajar merupakan kunci untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Tanpa

FILSAFAT ILMU. Drs. Dede Kosasih, M.Si.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR

EFEKTIFITAS PERUBAHAN KURIKULUM TERHADAP KEGIATAN PEMBELAJARAN DI SEKOLAH (STUDI KASUS PADA SDN 03 PAGI CIRACAS)

MANUSIA SAIN, TEKNOLOGI DAN SENI

2.2 Aktivitas Belajar dengan Menggunakan Media Diskusi. Aktivitas belajar menggunakan media gambar merupakan kegiatan, kesibukan,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai apakah makna

PENDIDIKAN PANCASILA. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat. Modul ke: 06Fakultas Ekonomi. Program Studi Manajemen

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia menjadi penghela ilmu pengetahuan (carrier of knowledge).

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengembangkan pengetahuan dan kepribadiannya. Pendidikan ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dibutuhkan oleh semua orang. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, dan keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. latihan. Pendidikan memberikan peranan yang sangat besar dalam menciptakan

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang membuat kalangan lain merasa dirugikan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaaat penelitian, dan fokus penelitian. Berikut uraian

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK (SCIENTIFIC APPROACH) DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR

BOOK REVIEW SAINS: BAGIAN DARI AGAMA

Pertemuan 1 NISBAH (RELASI DAN RELEVANSI) ANTARA ILMU FILSAFAT DAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi

Mata Kuliah Persepsi Bentuk

Transkripsi:

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL Oleh : Dr. Sri Trisnaningsih, SE, M.Si (Kaprogdi Akuntansi - FE) Pendahuluan Ilmu pengetahuan merupakan karya budi yang logis serta imajinatif, dan untuk memahami maupun eksplanasinya dibutuhkan suatu abstraksi. Abstraksi adalah ciri penting dari pengetahuan, karena itu untuk membandingkan dan mengklasifikasikan berbagai macam bentuk, struktur dan fenomena yang amat banyak di sekitar kita, dan kita tidak bisa menyertakan seluruh cirinya akan tetapi harus memilih beberapa ciri signifikan. Dengan demikian, kita cenderung membangun semacam peta penalaran realitas dimana segala sesuatu direduksi menjadi garis besarnya secara umum. Sebagai pengetahuan rasional merupakan sistem konsep dan simbol abstrak, dengan ciri struktur sekuensial linier yang khas sebagaimana kita berpikir dan berbicara. Di sisi lain, dunia alamiah adalah dunia dengan keragaman dan kompleksitas yang tak terhingga, dunia multi dimensional tanpa garis lurus ataupun bentuk-bentuk yang sepenuhnya beraturan, dimana segala sesuatu tak berlangsung secara sekuensial namun serentak bersamasama (Capra, 2000). Pengetahuan juga bisa intuitif yang pada hakikatnya adalah membaca, menemukan dan memanfaatkan realitas keteraturan esensial dan membuat rekayasa keteraturan esensial ciptaan Tuhan, dan itu berarti bahwa berilmu pengetahuan adalah mengagungkan Sang Pencipta dengan memanfaatkan keteraturan alam semesta bagi rahmat seluruh makhluk. Mendaya gunakan realitas untuk memberi manfaat, bukan dalam arti hedonistik yang materialistik, melainkan manfaat dan makna maslahat, memberi kebaikan, dengan tujuan akhir pada kebahagiaan yang bersumber dari pengetahuan Yang Suci. Laurens Bagus memperkenalkan tiga tingkat abstraksi dalam ontologi, yaitu : abstraksi fisik, abstraksi bentuk dan abstraksi metafisik. Abstraksi fisik menampilkan keseluruhan sifat khas sesuatu obyek; sedangkan abstraksi bentuk mendeskripsikan sifat umum yang menjadi ciri semua obyek yang sejenis. Abstraksi metafisik mengetengahkan prinsip umum yang menjadi dasar dari semua realitas. Realitas dan Kompleksitas Ilmu Pengetahuan Manusia Suatu permulaan realitas yang ada secara serentak adalah menyangkut wujud, pengetahuan dan kebahagiaan (Nasr, 1997). Bagi setiap substansi pengetahuan, maka pengetahuan tentang realitaslah yang merupakan substansi tertinggi. Pengetahuan sendiri senantiasa memiliki hubungan dengan realitas primordial dan prinsipal yang 1

merupakan kesucian dan sumber dari segala yang suci dan agung (divine). Sementara itu istilah ilmu pengetahuan pada dasarnya berasal dari kata al- ilm dalam bahasa Arab yang berarti segala pengetahuan (knowledge), sedangkan istilah ilmu dalam bahasa Indonesia cenderung diterjemahkan sebagai sains (science). Ilmu dalam arti sains itu hanya sebagian kecil dari al- ilm dalam bahasa Arab. Suatu ilmu dikonstruksi berdasarkan pada pengetahuan, yakni segala yang diketahui. Dengan demikian, pada hakikatnya ilmu pengetahuan merupakan jawaban terhadap keingin tahuan dan juga sebagai solusi terhadap permasalahan manusia di dalam kehidupan dan dunia yang melingkupinya. Dunia alamiah adalah dunia dengan keragaman dan kompleksitas yang tak terhingga, dunia multi dimensional tanpa garis lurus ataupun bentuk-bentuk yang sepenuhnya beraturan, dimana segala sesuatu tak berlangsung secara sekuensial namun serentak bersama-sama (Capra, 2000). Ilmu pengetahuan yang dibangun berdasarkan dunia alamiah kita dengan demikian juga mempunyai kompleksitas, keberagaman dan keterkaitan satu dengan lainnya. Visi atau pandangan hidup akan realitas yang kompleks ini didasarkan atas kesadaran akan saling hubungan dan saling ketergantungan esensial semua fenomena, yang meliputi aspek fisik, biologis, psikologis, sosial dan kultural, merupakan pandangan hidup yang didasarkan pada sistem. Visi ini melampaui batas-batas konseptual dan disiplin yang ada, yang mana dewasa ini akan senantiasa dicari pada setiap lembaga baru (Capra, 1997b). Pandangan hidup akan sistem yang melihat dunia dalam pengertian hubungan dan integrasi. Model Pengembangan Ilmu Pengetahuan Manusia Manusia menjadi tinggi harkat dan martabatnya disebabkan karena ilmu pengetahuan yang dimiliki dan dibangunnya. Telah lama diketahui bahwa pikiran manusia dapat bekerja dalam dua macam pengetahuan atau dua modus kesadaran : rasional dan intuitif yang secara tradisional biasa diasosiasikan secara berturut-turut sebagai sains dan agama. Di dunia Barat, jenis pengetahuan intuitif religius seringkali dinilai rendah daripada pengetahuan rasional ilmiah, sementara sikap tradisional di dunia Timur justru berpandangan sebaliknya (Capra, 2000). Ilmu pengetahuan sebagai buah pikir manusia, yang disusun secara sistematis merupakan sesuatu yang bersifat abadi serta bebas melintas ruang dan waktu. Ilmu pengetahuan sendiri merupakan akumulasi dari berbagai pemikiran, penalaran dan pengalaman manusia dalam menyelesaikan berbagai permasalahan didalam kehidupannya. Ilmu pengetahuan dalam diri manusia merupakan suatu nilai yang menjadikan berhubungan dengan dunia dan dengan makhluk lainnya. Dengan ilmu pengetahuan berbagai makna yang mengarahkan pada kesempurnaan hidup manusia 2

dapat dikembangkan. Berkat ilmu pengetahuan semua yang terdapat di dalam dan di luar aku dapat menjadi nyata. Ilmu pengetahuan bagi subyek secara hakiki berupa bereksistensinya subyek dalam hubungan dengan sebuah obyek, sehingga obyek itu dengan eksistensi dan kodratnya menjadi hadir dan nyata pada subyek (Leahy, 2001). Ilmu pengetahuan manusia adalah sangat kompleks karena dibangun oleh suatu makhluk yang bersifat jasmani dan rohani, dengan demikian ilmu pengetahuan meliputi ranah inderawi sekaligus intelektif. Syarat ilmu pengetahuan adalah mempunyai nilai kebenaran serta dapat dipertanggung jawabkan. Berbagai macam ilmu pengetahuan, masing-masing memiliki obyek, paradigma, metode dan kriteria. Ilmu Pengetahuan Manusia Pengetahuan Obyek Paradigma Metode Kriteria Sains Empiris Sain Metode ilmiah Rasional empiris Filsafat Abstrak-rasional Rasional Metode rasional Rasional Mistik (sumber: Tafsir, 2004) Abstrak-suprarasional Mistik Latihan, percaya Rasa, iman, logis, kadang empiris Kebenaran ilmu sains diukur dengan rasio dan bukti empiris. Apabila teori sains rasional dan ada bukti empiris, maka teori itu benar. Ukuran kebenaran pengetahuan filsafat adalah logis (masuk akal). Jika teori filsafat logis, berarti teori itu benar. Logis dalam filsafat dapat berarti rasional atau supra-rasional. Kebenaran pengetahuan mistik diukur dengan berbagai ukuran. Apabila pengetahuan mistik itu berasal dari Tuhan, maka ukurannya ialah teks Tuhan yang menyebutkan demikian. Ada kalanya ukuran kebenaran pengetahuan mistik itu kepercayaan. Jadi sesuatu itu dianggap benar karena kita mempercayainya. Kadangkala kebenaran suatu teori dalam pengetahuan mistik diukur dengan bukti empiris. Ilmu pengetahuan dibangun dan dikembangkan oleh manusia, disebabkan dua hal. Pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan pengembangan jalan pikiran yang melatar belakangi informasi untuk membangun ilmu pengetahuan. Kedua, manusia mempunyai kemampuan mengembangkan ilmu pengetahuan secara cepat dan mantap disebabkan kemampuan manusia berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu. Secara garis besar cara berpikir yang demikian disebut dengan penalaran. Penalaran inilah yang membedakan proses berpikir pada manusia dibandingkan dengan hewan, misalnya (Suriasumantri, 2003). Penalaran 3

pada manusia ini akan dituntun oleh berbagai wujud intelegensi atau suatu wujud kecerdasan dalam diri manusia. Kecerdasan Emosi dan Spiritual dalam Membangun Ilmu Pengetahuan Bagi setiap substansi pengetahuan, maka pengetahuan tentang realitaslah yang merupakan substansi tertinggi. Suatu permulaan realitas yang ada secara serentak adalah menyangkut wujud, pengetahuan dan kebahagiaan (Nasr, 1997). Pengetahuan sendiri senantiasa memiliki hubungan dengan realitas primordial dan prinsipal yang merupakan kesucian dan sumber dari segala yang suci dan agung (divine). Pengetahuan yang senantiasa memiliki akses kepada Yang Absolut dan pengetahuan suci yang menandakan sebagai jalan tertinggi penyatuan dengan realitas, dimana pengetahuan, wujud dan kebahagiaan disatukan. Kecerdasan emosi merupakan intelegensi yang mendukung realitas yang mengantarkan kita pada hubungan kebendaan dan hubungan antar manusia. Kecerdasan emosi bersumber dari hati nurani. Menurut Robert K. Cooper (1998), bahwa hati mengaktifkan nilai-nilai kita yang paling dalam, mengubahnya dari sesuatu yang kita pikir menjadi sesuatu yang kita jalani. Hati tahu hal-hal yang tidak, atau tidak dapat diketahui oleh pikiran. Hati adalah sumber keberanian dan semangat, integritas dan komitmen. Hati adalah sumber energi dan perasaan mendalam yang menuntut kita belajar, menciptakan kerjasama, memimpin dan melayani. Kecerdasan spiritual merupakan intelegensi tertinggi manusia. Zohar dan Marshal mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. Kecerdasan spiritual adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan intellectual quotient dan emotional quotient secara efektif. Kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual memang berbeda, namun keduanya memiliki kedekatan dan muatan yang sama-sama penting untuk bersinergi antara yang satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, suatu penggabungan gagasan dari kedua energi tersebut dapat digunakan untuk menyusun metode yang lebih dapat diandalkan dalam menemukan pengetahuan yang luas, benar dan hakiki. Kesimpulan Nampak nyata sekarang bahwa ilmu pengetahuan positivisme yang secara epistemologi lebih banyak mendaya gunakan intellectual quotient semata dengan metode rasionalis-analitisnya telah memerangkap manusia pada dunia materi, 4

desintegrasi dan reduksi dalam memandang realitas maupun jagad manusia dan alam semesta. Sementara itu wujud kecerdasan lainnya yang sering diabaikan dalam ilmu pengetahuan positivisme, pada kenyataannya bisa lebih cerdas dalam menjangkau berbagai ranah pengetahuan yang luas dan integratif, bahkan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan yang tertinggi karena merupakan landasan yang diperlukan untuk memfungsikan intellectual quotient dan emotional quotient secara efektif, karena gayut dengan konsep Ketuhanan (divine) sebagai sumber penciptaan serta kebahagiaan manusia, makna yang lebih tinggi untuk kesempurnaan hidup manusia. Kecerdasan spiritual juga merupakan potensi kecerdasan yang luas tak terbatas, serta merupakan energi atau spirit kemanusiaan yang sangat hebat yang dikaruniakan Tuhan kepada manusia. Dengan demikian, membangun pengetahuan secara luas dan integratif memerlukan berbagai kombinasi dari potensi berbagai kecerdasan yang dimiliki oleh manusia, mulai dari intellectual quotient, emotional quotient dan spiritual quotient. 5