BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan teknologi maju tidak dapat dielakkan, banyak perusahaan yang

dokumen-dokumen yang mirip
ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH. Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh : KHOIRUL MUNTIANA J

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan industri di Indonesia sekarang ini berlangsung sangat

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan mesin, mulai dari mesin yang sangat sederhana sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. rangka menekan serendah mungkin risiko penyakit yang timbul akibat

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan untuk membantu kehidupan manusia. Penggunaan mesin-mesin,

1 Universitas Esa Unggul

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya manusia yang dimiliki perusahaan. Faktor-faktor produksi dalam

BAB I PENDAHULUAN. dihindari, terutama pada era industrialisasi yang ditandai adanya proses

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya proses mekanisasi, elektrifikasi dan modernisasi serta transformasi

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat. (Permenakertrans RI Nomor PER.13/MEN/X/2011).

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan, merupakan kewajiban pengusaha untuk melindungi tenaga

BAB I PENDAHULUAN. dalam pertumbuhan ekonomi dan kemajuan sosial di dunia industri. Perkembangan teknologi telah mengangkat standar hidup manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu upaya

ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH. Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh : DESI RATNASARI J

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari-hari pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. tepat akan dapat merugikan manusia itu sendiri. Penggunaan Teknologi

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan suatu bangsa dan negara tentunya tidak bisa lepas dari peranan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusianya, agar dapat menghasilkan produk yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) memperkirakan setiap 15 detik

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan mesin-mesin, pesawat, instalasi, dan bahan-bahan berbahaya akan terus

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pembangunan industri di Indonesia telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. rumah, di jalan maupun di tempat kerja, hampir semuanya terdapat potensi

BAB I PENDAHULUAN. indusrialisasi yang ditandai adanya proses mekanisasi, elektrifikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. memakai peralatan yang safety sebanyak 32,12% (Jamsostek, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan mesin-mesin, pesawat, instalasi dan bahan-bahan berbahaya akan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses industrialisasi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan pekerja dan akhirnya menurunkan produktivitas. tempat kerja harus dikendalikan sehingga memenuhi batas standard aman,

BAB I PENDAHULUAN. kesusilaan dan perlakuan yang sesuai harkat dan martabat manusia serta nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada era globalisasi telah terjadi perkembangan di berbagai aspek

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kesehatan keselamatan kerja mulai menjadi perhatian di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. lagi dengan diberlakukannya perdagangan bebas yang berarti semua produkproduk

BAB 1 : PENDAHULUAN. nasional, selain dapat meningkatkan perekonomian nasional juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. Repository.Unimus.ac.id

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang lebih besar dan beraneka ragam karena adanya alih teknologi dimana

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan tenaga yang berlebih karena adanya hubungan dengan manusia

BAB I PENDAHULUAN. tempo kerja pekerja. Hal-hal ini memerlukan pengerahan tenaga dan pikiran

PENDAHULUAN. yang memiliki peran penting dalam kegiatan perusahaan. dari potensi bahaya yang dihadapinya (Shiddiq, dkk, 2013).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang semakin maju menuntut kita untuk berusaha. memajukan industri yang mandiri dalam rangka mewujudkan era

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya bagi kesehatan pekerja (Damanik, 2015). cacat permanen. Jumlah kasus penyakit akibat kerja tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran aspek..., Aldo Zaendar, FKM UI, 2009

adalah 70-80% angkatan kerja bergerak disektor informal. Sektor informal memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan pekerja di suatu perusahaan penting karena menjadi salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. landasan kerja dan lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerjaan dan proses

BAB 1 PENDAHULUAN. namun penerapan alat pelindung diri ini sangat dianjurkan (Tarwaka,2008).

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi,

BAB I PENDAHULUAN. mengimpor dari luar negeri. Hal ini berujung pada upaya-upaya peningkatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia berusaha mengambil manfaat materi yang tersedia. depan dan perubahan dalam arti pembaharuan.

BAB I PENDAHULUAN. besar. Salah satu industri yang banyak berkembang yakni industri informal. di bidang kayu atau mebel (Depkes RI, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup manusia secara luas, namun tanpa disertai dengan

EVALUASI PENERAPAN SARANA PENGENDALIAN RISIKO DI BAGIAN PRODUKSI TIANG PANCANG BULAT PT.TB.PBB WIJAYA KARYA BETON BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. International Laboir Organization (ILO) tahun 2010, diseluruh dunia terjadi

BAB I PENDAHULUAN. ribuan orang cedera setiap tahun (Ramli, 2009). (K3) perlu mendapat perhatian yang sebaik-baiknya sehingga diharapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sehari-hari pajanan dan proses kerja menyebabkan gangguan

BAB I PENDAHULUAN. seperti ini bisa dicegah dengan melakukan Procedure Lock dan Tagging serta

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan sedang dilakukan oleh tenaga kerja. Besar kecilnya potensi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap proses pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, pelayanan kesehatan yang berakhir dengan timbulnya kerugian (Puslitbag

BAB I PENDAHULUAN. industri untuk senantiasa memperhatikan manusia sebagai human center dari

BAB I PENDAHULUAN. kerja. 3 K3 di tempat kerja harus dikelola dengan aspek lainnya seperti

BAB 1 : PENDAHULUAN. perhatian dan kerja keras dari pemerintah maupun masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. ATP (Adenosin Tri Phospat) dan karbon dioksida (CO 2 ) sebagai zat sisa hasil

BAB I PENDAHULUAN. (UU) No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3),

BAB I PENDAHULUAN. dan dikendalikan. Salah satu pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. industri atau yang berkaitan dengannya (Tarwaka, 2008).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam UU RI Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja dituliskan

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan traumatic injury. Secara keilmuan, keselamatan dan

BAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA PEKERJA BAGIAN RING SPINNING

BAB I PENDAHULUAN. makin terangkat ke permukaan, terutama sejak di keluarkannya Undang Undang

BAB I PENDAHULUAN. adalah meningkatnya jumlah tenaga kerja di kawasan industri yang. membawa dampak terhadap keadaan sosial masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. maupun internasional, dilakukan oleh setiap perusahaan secara kompetitif. Dari segi dunia

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah-masalah baru yang harus bisa segera diatasi apabila perusahaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini dunia industri berkembang dan tumbuh secara cepat,

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan dan keselamatan kerja masih merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Globalisasi dan pasar bebas WTO (World Trade Organisasi) dan. GATT (General Agremeent on Tariffs and Trade) yang akan berlaku tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. maka tidak dapat dipungkiri lagi bahwa arus globalisasi tersebut membawa

BAB I PENDAHULUAN. manusia perlu mendapat perhatian khusus baik kemampuan, keselamatan, berbagai faktor yaitu tenaga kerja dan lingkungan kerja.

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi di bidang industri menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terbukti dari pesatnya pembangunan berbagai pusat perbelanjaan, pendidikan, perumahan, dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor yang terpenting pula. (Kusumadiantho, dalam Jurnal Universitas Pelita Harapan Volume i dan ii, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan yang berkualitas bagi suatu organisasi harus ada kinerja yang

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya sebuah kecelakaan. Istilah risiko (risk) memiliki banyak definisi,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dalam keadaan demikian, penggunaan mesin-mesin, pesawat, instalasi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan kerja merupakan salah satu faktor penunjang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan perusahaan sering mengabaikan Keselamatan dan Kesehatan. Kerja (K3) para pekerjanya. Dimana sebenarnya K3 merupakan poin

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja dari kecelakaan atau penyakit akibat kerja (Ramli, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) (Tambusai,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara menyatakan bahwa luas perkebunan karet Sumatera Utara pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. mencakup syarat-syarat keselamatan kerja yang berkaitan dengan suhu,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor yaitu, unsafe action dan unsafe condition. OHSAS menyebutkan risiko

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi yang semakin maju mendorong Indonesia mencapai tahap industrialisasi. Hal ini ditandai dengan adanya proses mekanisasi, elektrifikasi dan modernisasi serta transformasi globalisasi. Penggunaan teknologi maju tidak dapat dielakkan, banyak perusahaan yang memilih untuk menggunakan mesin sebagai pengganti tenaga manusia. Dalam keadaan demikian penggunaan mesin-mesin, pesawat, instalasi dan bahan-bahan berbahaya akan terus meningkat sesuai kebutuhan industrialisasi (Tarwaka, 2014). Penggunaan mesin di samping memberikan kemudahan bagi suatu proses produksi, tentunya efek samping yang tidak dapat dielakkan adalah bertambahnya jumlah dan ragam sumber bahaya bagi pengguna teknologi itu sendiri. Di samping itu, faktor lingkungan kerja yang tidak memenuhi syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), proses kerja tidak aman, dan sistem kerja yang semakin komplek dan modern dapat menjadi ancaman tersendiri bagi keselamatan dan kesehatan pekerja (Tarwaka, 2014). Oleh sebab itu keselamatan dan kesehatan kerja menjadi suatu tuntutan dan kebutuhan umum bagi setiap pihak. K3 merupakan suatu masalah penting dalam setiap proses operasional. Tanpa disadari manusia hidup di tengah atau bersama dengan bahaya. 1

Berdasarkan data ILO 2003 dalam Tarwaka (2014), ditemukan bahwa di Indonesia tingkat pencapaian penerapan kinerja K3 di perusahaan masih sangat rendah. Dari data tersebut ternyata hanya 2 % (sekitar 317 buah) perusahaan yang sudah menerapkan K3. Sedangkan sisanya 98 % (sekitar 14.700) perusahaan belum menerapkan K3 secara baik. Kondisi tersebut dari tahun ke tahun terus membaik, hal ini dapat dilihat dari data Kemenakertrans pada tahun 2009 jumlah perusahaan yang memperoleh penghargaan sertifikat SMK3 berjumlah 150 perusahaan dan pada tahun 2010 jumlahnya meningkat menjadi 192 perusahaan. Sehingga dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2010 jumlah totalnya sudah mencapai 1.492 perusahaan. Selanjutnya pada tahun 2012 terdapat sebanyak 739 perusahaan berhasil meraih penghargaan kecelakaan nihil (Zero Accident). Jumlah perusahaan zero accident ini meningkat sebesar 44,4% (227 perusahaan) dibandingkan tahun 2011 yang berjumlah 512 perusahaan. Sedangkan penghargaan Sistem Manajemen Kesehatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) diberikan kepada 254 perusahaan yang berhasil menerapkan SMK3 berdasarkan evaluasi hasil audit dari Lembaga Audit Eksternal. Jumlah ini meningkat 6,7% dibanding tahun 2011 sebanyak 238 perusahaan. Berdasarkan data Jamsostek 2010 bahwa jumlah kecelakaan kerja yang terjadi memang masih tinggi, dimana pada tahun 2003 sebanyak 105.846 kasus, pada tahun 2004 sebanyak 95.418 kasus, pada tahun 2005 sebanyak 96.081 kasus, pada tahun 2006 terjadi kecelakaan sebanyak 70.069 kasus kecelakaan kerja. Sepanjang tahun 2007 terjadi sebanyak 83.714 kasus, 2

tahun 2008 sebanyak 94.736 kasus, tahun 2009 sebanyak 96.314 kasus, tahun 2010 sebanyak 98.711 orang mengalami kecelakaan kerja. Sedangkan pada tahun 2011, kecelakaan kerja yang terjadi di seluruh indonesia mencapai 99.491 kasus dengan korban meninggal sebanyak 2.144 orang dan mengalami cacat sebanyak 42 orang. Angka tersebut tentunya masih sangat fantastis dan dapat menjadi tolak ukur pencapaian kinerja K3 (Tarwaka, 2014). Secara umum penyebab utama kecelakaan kerja yaitu faktor manusia atau dikenal dengan istilah tindakan tidak aman (Unsafe Actions) dan kondisi berbahaya (Unsafe Conditions). Faktor manusia menempati posisi yang sangat penting terhadap terjadinya kecelakaan kerja antara 80-85% (Anizar, 2012). Tindakan berbahaya dari para pekerja dapat dilatarbelakangi oleh berbagai sebab, salah satunya adalah kedisiplinan dalam pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) saat bekerja. Setiap karyawan memiliki persepsi yang berbeda terhadap sesuatu. Ketika seorang individu melihat sebuah target dan berusaha untuk menginterpretasikan apa yang ia lihat, interpretasi itu sangat dipengaruhi oleh berbagai karakteristik pribadi dari pembuat persepsi individual tersebut. Menurut Robbins dan Judge (2008) karakteristik pribadi yang mempengaruhi persepsi meliputi sikap, kepribadian, motif, minat, pengalaman masa lalu, dan harapan-harapan seseorang. Peraturan tentang K3 yang telah ditetapkan di perusahaan belum tentu sepenuhnya dipatuhi oleh para pekerjanya. Kepatuhan terhadap K3 tergantung dari diri pekerjanya sendiri. Seorang 3

pekerja yang merasa bahwa dirinya harus selalu aman pada saat bekerja, maka dia akan mematuhi peraturan tersebut dan demikian pula sebaliknya. Dalam UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja yang harus dipenuhi oleh setiap orang atau badan yang menjalankan usaha, baik formal maupun informal, dimanapun berada dalam upaya memberikan perlindungan keselamatan dan kesehatan semua orang yang berada di lingkungan usahanya (Tarwaka, 2014). Salah satu program K3 di perusahaan adalah dengan pengadaan Alat Pelindung Diri. Berdasarkan pasal 14 (c) UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pengurus atau pengusaha wajib menyediakan APD secara cuma-cuma terhadap pekerjanya dan orang lain yang memasuki tempat kerja. Kepatuhan penggunaan APD juga tergantung dari persepsi karyawan terhadap kesehatan dan keselamatan yang mereka miliki. Berdasarkan penelitian Nazaruddin (2009) menyatakan bahwa ada hubungan antara persepsi terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan penggunaan APD. Selain itu berdasarkan penelitian Bahri (2005) menyatakan bahwa bahwa baik persepsi penerapan keselamatan kerja maupun persepsi pelayanan kesehatan kerja berhubungan positif dengan pemakaian alat pelindung diri perawat di rumah sakit. PT Wijaya Karya Beton Boyolali Tbk. merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri beton pracetak, di industri ini mempunyai tenaga kerja sebanyak 380 orang. Para karyawan yang bekerja di perusahaan ini tidak semuanya berstatus karyawan tetap, terutama pada bagian produksi dari 4

jalur 1 s.d. jalur 6. PT Wijaya Karya Beton Boyolali Tbk. mempunyai kegiatan utama yaitu sebagai tempat produksi tiang listrik (TL), tiang pancang (TP), bantalan jalan rel (BJR), balok jembatan, sheet steel, courugated concrete sheet pile (CCSP). Dari proses produksi tersebut, terdapat berbagai macam potensi bahaya yang mengancam para pekerja. Perusahaan ini termasuk ke dalam perusahaan besar dengan risiko tinggi terhadap kecelakaan kerja. Hal tersebut terlihat dari proses produksinya yang banyak menggunakan mesin-mesin berteknologi tinggi dan alat-alat berat sehingga menimbulkan potensi bahaya yang cukup banyak. Misalnya pada jalur 3 dan 4 bagian produksi bantalan jalan rel (BJR) dan tiang pancang (TP) terdapat potensi bahaya seperti terjepit, tertimpa alat-alat berat, keracunan bahan kimia yang mengakibatkan cidera pada mata, gangguan pneumonia, dan masih banyak lagi potensi bahaya yang dapat ditimbulkan. Jam kerja karyawan dimulai dari jam 07.30-16.30 WIB, waktu istirahat antara jam 12.00-13.00 WIB. Dalam satu minggu terhitung 5 hari kerja yakni dari hari Senin sampai hari Jum at. PT WIKA Beton Boyolali Tbk. sudah menyediakan APD sesuai dengan standar K3 perusahaan. Tersedianya APD di perusahaan bukan berarti tidak terjadi masalah yang berhubungan dengan K3 pegawainya. Masih banyak karyawan PT WIKA Beton Boyolali Tbk. terutama di jalur 3 dan 4 yang tidak menggunakan APD saat bekerja. Kasus kecelakaan kerja yang sering dialami oleh pekerja PT WIKA Beton Boyolali Tbk. yaitu seperti jari terjepit dan jari terpukul palu. Selain 5

itu, ada juga beberapa pekerja senior yang telah mengalami penurunan tingkat pendengaran akibat terpapar kebisingan. Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja tersebut disebabkan oleh keteledoran karyawan dalam menggunakan peralatan kerja, dan karyawan tidak menggunakan APD yang telah disediakan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Jalur 3 dan 4, alasan para pekerja yang tidak memakai APD pada saat bekerja adalah karena pekerja merasa tidak nyaman menggunakan APD yang telah disediakan serta pekerja sudah terbiasa tidak menggunakan APD seperti earplug dan masker. Kondisi tersebut dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi pekerja, mengingat tingkat kebisingan yang disebabkan oleh mesin spinning di jalur 4 dan 3 relatif masih tinggi. Berdasarkan laporan pengujian Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja bulan Januari 2014, nilai kebisingan di jalur 3 dan 4 adalah 77,4 dba. Menurut PERMENAKERTRANS No. 13 tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja, NAB kebisingan adalah 85 dba untuk 8 jam kerja. Meskipun tingkat kebisingan di jalur tersebut masih di bawah NAB, penggunaan earplug tetap wajib digunakan terutama saat mesin spinning beroperasi. Paparan debu semen juga sangat berbahaya dan dapat menimbulkan gangguan kesehatan terutama pada saluran pernafasan. Data yang diperoleh dari laporan pengujian Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja menyatakan bahwa kadar debu di jalur 3 dan 4 adalah 0,445 mg/m 3, nilai tersebut masih di bawah NAB yang ditetapkan PERMENAKERTRANS yaitu 10 mg/m 3 untuk kadar debu di tempat kerja. Debu semen merupakan partikel yang sangat 6

kecil dan halus, dan dapat masuk ke dalam saluran nafas serta paru-paru pekerja. Gangguan tersebut di antaranya seperti penyakit paru obstruktif kronis, penyakit paru restriktif, peradangan paru lainnya, bahkan di beberapa penelitian dapat menyebabkan kanker paru (pada paparan yang lama dan tanpa pelindung). Sampai saat ini belum ada laporan adanya penyakit akibat kerja akibat paparan debu pada pekerja. Program penerapan keselamatan dan kesehatan kerja dalam masalah ini masih kurang, terutama ketegasan dalam penerapan sanksi untuk pelanggaran peraturan keselamatan. Berdasarkan hasil survei pendahuluan di atas, peneliti ingin melakukan penelitian tentang hubungan persepsi karyawan terhadap penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada jalur 3 dan 4 PT Wijaya Karya Beton Boyolali Tbk. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah Apakah ada hubungan persepsi karyawan terhadap penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dengan penggunaan alat pelindung diri (APD) pada jalur 3 dan 4 PT Wijaya Karya Beton Boyolali Tbk.? 7

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum : Menganalisis hubungan persepsi karyawan terhadap penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dengan penggunaan alat pelindung diri (APD) pada jalur 3 dan 4 PT Wijaya Karya Beton Boyolali Tbk. 2. Tujuan Khusus : a. Untuk mengetahui persepsi karyawan terhadap penerapan program K3 di perusahaan. b. Untuk mengetahui tingkat kedisiplinan karyawan dalam penggunaan APD. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Mahasiswa a. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang hubungan persepsi karyawan terhadap penerapan K3 dengan penggunaan APD pada jalur 3 dan 4 PT Wijaya Karya Beton Boyolali Tbk. b. Mampu melakukan suatu pengukuran tingkat kedisiplinan pekerja dalam penggunaan APD. 2. Bagi Perusahaan a. Memberikan masukan bagi perusahaan mengenai hubungan persepsi karyawan terhadap penerapan K3 dengan penggunaan APD. b. Dengan penelitian ini juga dapat digunakan sebagai masukan bagi perusahaan dalam melakukan tindakan korektif dalam hal pencegahan 8

dan pengendalian terjadinya kecelakaan kerja akibat dari kedisiplinan penggunaan APD yang rendah. 3. Bagi Peneliti Lain Dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian mengenai persepsi karyawan terhadap penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terhadap penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). 9