EVALUASI SISTEM PENGELOLAAN OBAT INSTALASI PERBEKALAN FARMASI DINAS KESEHATAN KOTA SEMARANG TAHUN 2007 ABSTRACT

dokumen-dokumen yang mirip
EVALUASI SISTEM PENGELOLAAN OBAT DI INSTALASI FARMASI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG TAHUN 2007 ABSTRACT

BAB 3 KERANGKA PIKIR

INTISARI. Kata Kunci : penyimpanan, gudang obat, indikator penyimpanan, puskesmas

Evaluasi Pengelolaan Obat pada Puskesmas di Kota Pariaman

EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN OBAT DI INSTALASI FARMASI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO BERDASARKAN ANALISIS ABC-VEN

PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN UNTUK PELAYANAN KESEHATAN DASAR

Evaluasi Pengelolaan Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun 2014

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data hasil wawancara mengenai perencanaan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato HASIL WAWANCARA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. serta memiliki satu Instalasi gudang farmasi kota (Dinkes Kota Solok, 2014).

The Analysis of Jamkesmas Drug Planning Using Combination Methods ABC and VEN in Pharmacy Installation of RSUD Dr. M. M. Dunda Gorontalo 2013

DAFTAR ISI. Daftar Isi. Pengantar dari Penyunting. Formulir Untuk Berlangganan Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi

ANALISIS EFISIENSI PENGELOLAAN OBAT PADA TAHAP DISTRIBUSI DI INSTALASI FARMASI RSUD Dr.M.M DUNDA LIMBOTO TAHUN 2015 SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian studi kasus menggunakan pendekatan dekriptif analitik bersifat

PHARMACY, Vol.08 No. 03 Desember 2011 ISSN

EVALUASI PENGELOLAAN OBAT BPJS PADA TAHAP PENYIMPANAN DI GUDANG INSTALASI FARMASI RSUD RATU ZALECHA

BAB 1 PENDAHULUAN. berfungsi menyelenggarakan pengobatan dan pemulihan, peningkatan serta

PENERAPAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY DAN REORDER POINT DALAM MENINGKATKAN EFISIENSI PERSEDIAAN OBAT REGULER DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT

PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS

EVALUASI PERENCANAAN OBAT BERDASARKAN ANALISIS ABC DI PUSKESMAS COLOMADU II KABUPATEN KARANGANYAR TUGAS AKHIR

DARTAR ISI. Daftar Isi. Pengantar Dari Penyunting. Formulir Untuk Berlangganan

PHARMACY, Vol.13 No. 01 Juli 2016 ISSN SISTEM PENGELOLAAN OBAT DI PUSKEMAS DI KECAMATAN RAMBAH SAMO KABUPATEN ROKAN HULU - RIAU

Efektifitas Metode ABC (Activity Based Costing) dalam Analisis Perencanaan Obat JKN di Puskesmas Dagangan Kabupaten Madiun

Analisis Pengelolaan Obat Pada Tahap Pengadaan Di Instalasi Farmasi RSUD Gambiran Kota Kediri Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

nasional. Dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 dinyatakan bahwa

UPT. PUSKESMAS KLUNGKUNG I

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan oleh pemerintah dan / atau masyarakat (UU No.36, 2009).

PERENCANAAN KEBUTUHAN OBAT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas menurut Permenkes No. 75 tahun 2014 adalah fasilitas

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

TUGAS DRUGS MANAGEMENT MAKALAH MEMAHAMI KUALITAS OBAT DAN DRUG ASSURANCE PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS

*FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI

DWI UTAMI NUGRAHANI NAFTANI CHANDRA DINI AISYAH RIZQI MUFIDAH MUTIA FARIDA A.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seperti contohnya pada puskesmas, dimana pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas

TAHUN UPT PUSKESMAS PABUARAN Jl P.SUTAJAYA NO 129 LAPORAN TAHUNAN PENGELOLAAN OBAT

PERBEDAAN HASIL EVALUASI PENGELOLAAN OBAT PUSKESMAS ISO DAN NON ISO KOTA SEMARANG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Era global dikenal juga dengan istilah era informasi, dimana informasi telah

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

SOP PELAYANAN FARMASI PUSKESMAS SINE PERENCANAAN OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan tugasnya pada pedoman organisasi rumah sakit umum menjelaskan

STUDI MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS LAWA KABUPATEN MUNA BARAT TAHUN 2015

KEMAMPUAN PETUGAS MENGGUNAKAN PEDOMAN EVALUASI PENGELOLAAN DAN PEMBIAYAAN OBAT

Analisis Faktor yang Mempengaruhi Pengelolaan Obat Publik di Instalasi Farmasi Kabupaten (Studi di Papua Wilayah Selatan)

BAB I PENDAHULUAN. 32 Puskesmas induk yang berada di seluruh Kabupaten Tulungagung.

EVALUASI PENGELOLAAN PERBEKALAN FARMASI DI RUMAH SAKIT BANYUMANIK SEMARANG TAHUN 2013 SKRIPSI. Disusun oleh : Ekawati Sri Wulandari

TATA KELOLA OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN TERPADU. Engko Sosialine M

PENETAPAN EFEKTIVITAS PEMANFAATAN PENGGUNAAN OBAT PADA 10 APOTEK DI SURABAYA TAHUN 1997

KERANGKA ACUAN KERJA UNIT OBAT

BAB 1 PENDAHULUAN. Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai kebutuhan. Untuk itu

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

ADDENDUM DOKUMEN. Kota Sukabumi

DRUG USAGE DESCRIPTION FOR OUTPATIENT IN PKU MUHAMMADIYAH UNIT II OF YOGYAKARTA IN 2013 BASED ON WHO PRESCRIBING INDICATOR

SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN DAN PENGADAAN OBAT DI IFRS

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas

JIMKESMAS JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT VOL. 1/NO.4/ Oktober 2016; ISSN X,

PEDOMAN OBSERVASI. Hal-hal yang diobservasi : 1. Data dan informasi yang ada. Sumber input data Puskesmas Program Lain Instansi terkait

DAFTAR ISI. Daftar Isi. Pengantar dari Penyunting. Formulir Untuk Berlangganan Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Pengalaman dan Tantangan dalam Manajemen Obat di RSUDZA dalam Era JKN dr. Fachrul Jamal, SpAn.KIC

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Nomor: 362 / Jakarta, 25 Mei 2012 Lampiran: 1 Berkas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. secara ekonomi. Instalasi farmasi rumah sakit adalah satu-satunya unit di rumah

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya5.

EVALUASI KESESUAIAN PENGELOLAAN OBAT PADA PUSKESMAS DENGAN STANDAR PENGELOLAAN OBAT YANG ADA DI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2009 SKRIPSI

Primary HealthcareForSupporting Drug Planning at Primary Healathcare of East Tegal, Tegal District

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/MENKES/SK/I/2005 TENTANG HARGA JUAL OBAT GENERIK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah rumah sakit. Persaingan yang ada membuat rumah sakit harus

ADDENDUM DOKUMEN. Kota Sukabumi

GAMBARAN EVALUASI KESESUAIAN PENGELOLAAN OBAT MEMINIMALKAN YANG KADALUARSA DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT DR.H

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT DENGAN INDIKATOR PRESCRIBING PADA PUSKESMAS WILAYAH KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE TAHUN 2016

EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN SEDIAAN FARMASI HERU SASONGKO, S.FARM., APT

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. 1 Rumah sakit Permata Medika adalah rumah sakit tipe C di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengelolaan Sediaan Farmasi di Rumah Sakit. seleksi (selection), perencanaan dan pengadaan (procurement), distribusi

Analisis Distribusi Obat Rawat Inap di Instalasi Farmasi RSUD Tarakan Jakarta Pusat

MAJALAH FARMASEUTIK (Journal of Pharmaceutics)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengambilan data ini di lakukan mulai tanggal 6 Januari 2012 sampai 20

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UNIVERSITAS INDONESIA

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen

Kasus Analisis Pengelolaan Obat di RSUD Wirosaban

EVALUASI KESESUAIAN PERESEPAN OBAT PADA PASIEN UMUM RAWAT JALAN DENGAN FORMULARIUM RSUI YAKSSI GEMOLONG KABUPATEN SRAGEN PERIODE JANUARI-MARET 2016

BAB VI HASIL PENELITIAN

GAMBARAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS PANIKI BAWAH KOTA MANADO TAHUN 2016 Sera S. Hiborang*, Franckie. R. R. Maramis*, Grace D.

Analisis Penggunaan Obat di RSUD Kota Yogyakarta Berdasarkan Indikator WHO

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah

BAB I PENDAHULUAN. yaitu farmasi. Instalasi farmasi di rumah sakit merupakan satu satunya

KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS BEJEN NOMOR : TENTANG PERESEPAN, PEMESANAN, DAN PENGELOLAAN OBAT KEPALA PUSKESMAS BEJEN,

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. obat yang dikelola secara optimal untuk menjamin tercapainya ketepatan jumlah,

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan ANALISIS PERENCANAAN OBAT BERDASARKAN ABC INDEKS KRITIS DI INSTALASI FARMASI

: KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG HARGA ECERAN TERTINGGI OBAT GENERIK TAHUN : Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan Harga Eceran

PEDOMAN WAWANCARA UNTUK PENANGGUNG JAWAB FARMAKMIN INSTRUMEN PENELITIAN MANAJEMEN PENYIMPANAN OBAT DI PUSKESMAS KECAMATAN JAGAKARSA TAHUN 2008

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1239/MENKES/SK/XI/2004 TENTANG HARGA JUAL OBAT GENERIK

B A B V KESIMPULAN DAN SARAN

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR FARMASI UPTD PUSKESMAS LADJA

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT DENGAN INDIKATOR PRESCRIBING PADA PUSKESMAS JAKARTA UTARA PERIODE TAHUN 2016

Transkripsi:

Jurnal Ilmu Farmasi dan Farmasi Klinik Vol. 6 No.1 Juni 2009 EVALUASI SISTEM PENGELOLAAN OBAT INSTALASI PERBEKALAN FARMASI DINAS KESEHATAN KOTA SEMARANG TAHUN 2007 1 Muhammad Djatmiko, Agnes Tuning Dyah Anggraeni, Maulita Cut Nuria. Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim Semarang ABSTRACT Drug management is an activity covering planning, provision, storing, distributing, administering and recording or reporting on the drug used. The purpose of this research was to evaluate the management of the drugs in Departement of Pharmacy Inventories (DPI) of Semarang Health Office (SHO). This research was non-experimetal in nature in which the needed data were collected retrospectively. The collected data were in the forms of records on the drugs plans, Records on the Use dan Requests of Drugs (RURD) and results of interviews to the DPI head. The evaluation on the drug management used eleven indicators provided by the fixed procedures for drug management in central java province. The data were converted into percentages and rupiah values, which were then analyzed descriptively. The analyses showed that the drug management by DPI during the period of 2007 had produced effective results as indicated by an effectiveness level of 97,59% for the drug provision, a accuracy level of 98,19% for drug planning, an effectiveness level of 89,76% for safe provision of the drugs, a conformity level of 100% for the drug items to the DOEN, a percentage of 0% for average drug supply, a percentage of 2,46% for the times during which there was a status of empty for the drug, an abuse level of 8,35% for the miss-distribution of the drugs, a percentage of 3,15% for non-prescription drugs, a percentage of 1,57% for expired drugs with a financial value of Rp. 10.094.590 and a percentage of 3,94% for broken drugs with a financial cost of Rp. 43 2.537and a accuracy level of 46,62% for delivery times for RURD. Keywords : evaluation, drug management, DPI Semarang PENDAHULUAN Obat merupakan komponen penting dari suatu pelayanan kesehatan, oleh karena itu diperlukan suatu pengelolaan yang benar, efektif dan efisien secara berkesinambungan. Pengelolaan obat merupakan kegiatan yang meliputi tahap perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan penggunaan obat dengan memanfaatkan sumbersumber yang tersedia. Tujuan utama pengelolaan obat adalah tersedianya obat dengan mutu baik, tersebar merata, dengan jenis dan jumlah yang sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan dasar (BPOM, 2001). Untuk memantau dan mengevaluasi efisiensi hasil yang telah dicapai dari sistem pengelolaan obat diperlukan suatu indikator. Hasil pengujian dapat digunakan untuk meninjau kembali strategi atau sasaran yang lebih tepat (Azis, dkk., 2005). Terdapat dua puluh indikator dalam Prosedur Tetap Pengelolaan Obat Di Propinsi, tetapi karena keterbatasan data yang diperbolehkan untuk diambil maka hanya sebelas indikator yang digunakan dalam penelitian. Berikut ini dua puluh indikator tersebut yaitu indikator alokasi dana pengadaan obat, persentase alokasi dana pengadaan obat, biaya obat per penduduk, biaya obat per kunjungan kasus penyakit, biaya obat per kunjungan resep, ketepatan perencanaan, tingkat ketersediaan obat, kesesuaian item obat yang tersedia dengan DOEN, kesesuaian ke- tersediaan obat dengan pola penyakit, persentase ratarata bobot dari variasi persediaan, persentase rata-rata waktu kekosongan obat, persentase penyimpangan jumlah obat yang didistribusikan, persentase penggunaan antibiotik pada diare, persentase penggunaan antibiotik pada ISPA, persentase penggunaan injeksi pada myalgia, polifarmasi, persentase obat yang tidak diresepkan, persentase dan nilai obat kadaluarsa, persentase dan nilai obat rusak dan ketepatan waktu pengiriman LPLPO (Dinkes Propinsi, 2006). Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi sistem pengelolaan obat di Instalasi Perbekalan Farmasi (IPF) Dinas Kesehatan Kota (DKK) Semarang agar dapat mengetahui fungsi sistem pengelolaan obat yang telah dilakukan berdasar indikator-indikator yang digunakan pada penelitian ini. METODOLOGI Bahan yang digunakan adalah data perencanaan obat IPF tahun 2006, laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) tahun 2007, kartu stok gudang dan induk IPF tahun 2007, Surat Bukti Barang Keluar (SBBK), hasil wawancara dengan Kepala IPF. Sedang alat yang digunakan adalah lembar pengumpul data, daftar wawancara dan buku Prosedur Tetap Pengelolaan Obat di Propinsi.

Evaluasi Sistem Pengelolaan Obat... Hal. : 1 6 (Muhammad Djatmiko, dkk) 2 Data yang diperoleh dalam penelitian evaluasi sistem pengelolaan obat ini, diidentifikasi dan dianalisis secara deskriptif non analitik dengan menggunakan sebelas indikator di bawah ini yaitu alokasi dana pengadaan obat, ketepatan perencanaan, tingkat ketersediaan obat, kesesuaian item obat yang tersedia dengan DOEN, persentase rata-rata bobot dari variasi persediaan, persentase rata-rata waktu kekosongan obat, persentase penyimpangan jumlah obat yang didistribusikan, persentase obat yang tidak diresepkan, persentase dan nilai obat kadaluarsa, persentase dan nilai obat rusak, Ketepatan waktu pengiriman LPLPO (Dinkes Propinsi, 2006). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian di Instalasi Perbekalan Farmasi Dinas Kesehatan Kota Semarang tahun 2007 dibagi menjadi dua bagian yaitu sistem pengelolaan obat dan evaluasi terhadap sistem pengelolaan obat tersebut. Alat untuk mengevaluasi adalah sebelas indikator berdasar Prosedur Tetap Pengelolaan Obat di Propinsi. Sistem Pengelolaan Obat Sistem pengelolaan obat di IPF DKK kota Semarang yang meliputi tahap perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penggunaan obat serta pencatatan dan pelaporan obat adalah sebagai berikut : 1. Tahap perencanaan obat Perencanaan obat IPF diawali dengan pemilihan jenis obat yang benar-benar diperlukan pelayanan kesehatan Puskesmas dan termasuk dalam daftar obat esensial (DOEN). Perencanaan obat IPF diperoleh dari usulan perencanaan obat 37 Puskesmas dan perencanaan obat pemegang program DKK. Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi tahap ini adalah indikator ketepatan perencanaan. 2. Tahap pengadaan obat Perencanaan yang sudah jadi kemudian dibuat usulan pengadaan obat oleh Tim Perencanaan Obat Terpadu (POT). Usulan tersebut, selanjutnya dilaporkan ke pemerintah kota. Tim POT akan menyesuaikan perencanaan sesuai anggaran yang diberikan. Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi tahap ini adalah kesesuaian alokasi dana pengadaan obat dan kesesuaian item obat yang tersedia dengan DOEN. 3. Tahap penyimpanan obat Obat dikirim yang PBF diterima dan diperiksa oleh panitia penerimaan dan pemeriksaan obat. Apabila terjadi ketidaksesuaian obat yang dikirim maka IPF berhak menolak, mengembalikan dan meminta ganti kepada PBF. IPF menggunakan prinsip FIFO dan FEFO. Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi pada tahap ini adalah persentase dan nilai obat kadaluarsa, persentase dan nilai obat rusak, serta persentase obat yang tidak diresepkan. 4. Tahap pendistribusian obat Pendistribusian obat dari IPF ke 37 Puskesmas dilaksanakan 4 kali dalam setahun. Apabila dalam waktu kurang dari 3 bulan obat di Puskesmas habis, maka pengelola obat Puskesmas dapat mengajukan permintaan obat pada IPF atau mengadakan pembelian obat langsung ke Apotek. Secara berkala setiap 3 bulan sekali petugas gudang dan administrasi IPF melakukan stok opname. Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi pada tahap ini adalah tingkat ketersediaan obat, persentase rata-rata penyimpangan jumlah obat yang didistribusikan, rata-rata bobot variasi persediaan dan rata-rata waktu kekosongan obat. 5. Tahap penggunaan obat Obat yang ada di Puskesmas digunakan oleh pasien umum, pasien peserta ASKES (Asuransi Kesehatan) ataupun jamsostek, dan pasien tidak mampu. Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi tahap ini adalah indikator persentase rata-rata penyimpangan jumlah obat yang didistribusikan. 6. Tahap pencatatan dan pelaporan obat Pencatatan kartu stok IPF dilakukan berdasar surat penerimaan barang atau faktur. Sedangkan pencatatan kartu stok obat di Puskesmas berdasarkan SBBK dan faktur pembelian obat di Apotek. LPLPO adalah laporan yang memuat informasi stok awal, penerimaan, pemakaian, sisa akhir obat dan kunjungan resep yang dibuat Puskesmas setiap akhir bulan dan dikirimkan ke DKK dan IPF setiap awal bulan atau maksimal setiap tanggal sepuluh. LPLPO digunakan IPF untuk mengolah data dan membuat laporanlaporan antara lain laporan bulanan, laporan tri wulan obat dan laporan tahunan. Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi tahap ini adalah ketepatan waktu pengiriman LPLPO. Indikator Evaluasi Pengelolaan Obat Evaluasi digunakan untuk menilai program yang telah dilaksanakan dan informasi tentang keberhasilan pencapaian tujuan dan hasil kegiatan. Alat untuk mengevaluasi sistem pengelolaan obat di IPF adalah indikator berdasar Prosedur Tetap Pengelolaan Obat Di Propinsi. Terdapat dua puluh indikator, tetapi karena keterbatasan data yang diperbolehkan untuk diambil maka hanya sebelas indikator yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil penelitian terhadap sebelas indikator yang digunakan dalam pengelolaan obat di IPF adalah sebagai berikut :

Jurnal Ilmu Farmasi dan Farmasi Klinik Vol. 6 No.1 Juni 2009 1. Alokasi dana pengadaan obat Data diperoleh dari profil IPF tahun 2007. Total dana pengadaan obat yang disediakan oleh pemerintah kota (Tabel I) lebih kecil dari total kebutuhan dana pengadaan obat. Tabel I. Alokasi Dana Pengadaan Obat di IPF DKK Semarang Tahun 2007. No. Keterangan Nilai 1. 2. Total dana pengadaan obat (realisasi) Total kebutuhan dana pengadaan obat (anggaran) Rp. 2.200.000.083 Rp. 2.254.434.340 2. Ketepatan perencanaan Data profil IPF tahun 2007 berupa jumlah perencanaan obat satu tahun dan pemakaian ratarata obat per bulan Puskesmas dalam setahun diperoleh dari LPLPO. Hasil perhitungan (tabel II) sepuluh obat yang digunakan sebagai indikator, mempunyai tingkat ketepatan perencanaan antara 95,23% sampai 105,96%. Pada perhitungan ketepatan perencanaan kurang dari 100% terjadi karena pengelolaan yang kurang baik dalam pemakaian obat di Puskesmas pada suatu program yang dijalankan sehingga pemakaian menjadi meningkat. Hasil perhitungan ketepatan perencanaan obat di IPF sangat mendekati kebutuhan yaitu 98,19%. 3 Hasil perhitungan persentase kesesuaian alokasi dana pengadaan obat di IPF tahun 2007 sebesar 97,59% sangat mendekati dengan kebutuhan obat yang sebenarnya. Tabel II. Ketepatan Perencanaan Obat di IPF DKK Semarang Tahun 2007. Jumlah Jumlah No Nama Obat Perencanaan Pemakaian 1 Amoksisilin Cap 500mg 1.197.664 1.182.064 101,32 2 Antalgin Tab 500mg 2.338.020 2.429.562 96,23 3 Asam Askorbat 50mg 871.157 898.001 97,01 4 Antasida Tab 500mg 1.071.269 1.022.088 104,81 5 Gliseril Guaiakolat 1.575.065 1.591.473 98,97 6 Kalsium Laktat 500mg 1.111.873 1.131.735 98,25 7 Klorfeniramin Maleat 2.412.275 2.495.021 96,68 8 Kloramfenikol Cap 180.688 178.919 100,99 9 Parasetamol Tab 1.959.844 2.058.003 95,23 10 Tetrasiklin Hcl 250mg 746.588 725.145 102,96 Total 13.464.443 13.712.011 98,19 % 3. Tingkat ketersediaan obat Analisa hasil penelitian tingkat ketersediaan obat di IPF adalah 5 sampai 38 bulan (merupakan gambaran jumlah obat yang tersedia di IPF dapat digunakan untuk jangka waktu tersebut). Obat yang telah diketahui tingkat ketersediaannya kemudian dikelompokkan berdasar waktu tunggu kedatangan obat (IPF menetapkan 10 bulan). Berikut ini tabel III menampilkan tingkat ketersediaan obat di IPF DKK Semarang tahun 2007. Tabel III. Tingkat Ketersediaan Obat di IPF DKK Semarang Tahun 2007. No. Keterangan Jenis Obat Persentase 1. Tingkat 13 10,24 % ketersediaan obat < 10 bulan 2. Tingkat 44 34,64 % ketersediaan obat = 10 bulan 3. Tingkat ketersediaan obat > 10 bulan 70 55,12 %

Evaluasi Sistem Pengelolaan Obat... Hal. : 1 6 (Muhammad Djatmiko, dkk) 4 Hasil pengolahan data menunjukkan 13 jenis obat dengan tingkat ketersediaan dibawah 10 bulan dengan persentase sebesar 10,24% antara lain alat suntik 5 ml, dekstran 70, ekstrak belladon 10 mg, garam oralit 200 ml, glukosa 10%, HCT, infusion set anak dan dewasa, lidokain injeksi, furosemid, kapas berlemak, kasa pembalut dan yodium povidon 300ml. Obat dengan tingkat ketersediaan dibawah 10 bulan ini terjadi karena tidak ada pengadaan pada tahun sebelumnya dikarenakan faktor kekosongan pabrik. Obat dengan tingkat ketersediaan sama dengan 10 bulan sebanyak 44 jenis obat atau 34,64% sedang obat dengan tingkat ketersediaan diatas 10 bulan sebanyak 70 jenis obat atau 55,12% (bisa disebabkan karena kasus penyakit yang terjadi setiap tahunnya berubah di masing-masing daerah). Perhitungan tingkat ketersediaan obat di IPF tahun 2007 dengan tingkat kecukupan aman sebesar 89,76%. 4. Kesesuaian item obat yang tersedia dengan DOEN Data diperoleh dari kartu stok dan LPLPO tahun 2007. Hasil penelitian kesesuaian obat yang tersedia di IPF dibandingkan dengan DOEN sebesar 100%. 5. Persentase rata-rata bobot dari variasi persediaan Data berupa Surat Bukti Barang Keluar (SBBK) dan kartu stok serta pengamatan terhadap fisik obat menunjukkan hasil persentase rata-rata bobot dari variasi persediaan sebesar 0%. Tidak ada perbedaan antara catatan penerimaan dan pengeluaran dengan kenyataan fisik obat. 6. Persentase rata-rata waktu kekosongan obat Hasil perhitungan jumlah hari kekosongan obat sebesar 1.140 hari terhadap 127 jenis obat diperoleh rata-rata waktu kekosongan obat sebesar 9 hari, dengan persentase selama satu tahun sebesar 2,46%. Angka ideal waktu kekosongan obat adalah nol hari. Waktu kekosongan obat yang terjadi di IPF disebabkan pabrik tidak memproduksi obat-obat tersebut. 7. Persentase penyimpangan jumlah obat yang didistribusikan Data berupa SBBK, kartu stok dan LPLPO dengan pertimbangan obat yang digunakan untuk penyakit terbanyak. Lima jenis obat yang digunakan sebagai indikator dengan lima puskesmas sebagai sampel (karena masingmasing puskesmas mengajukan permintaan obat yang jenisnya berbeda antara satu dengan yang lainnya sehingga hanya 5 Puskesmas yang dapat digunakan sebagai indikator). Tabel IV. Waktu Kekosongan Obat di IPF DKK Semarang Tahun 2007. Jumlah Hari No. Nama Obat Kekosongan Obat 1 Alat Suntik Sekali Pakai 5 ml 90 2 Dekstran 70 - Lar Infus 6% Steril 90 3 Ekstrak Belladon Tab 10 mg 60 4 Furosemid Tablet 40 mg 30 5 6 7 Garam Oralit untuk 200 ml air Glukosa Lar Infus 10% Steril Hidroklorotiazid Tab 25 mg 90 150 150 8 Infusion Set Anak 150 9 Infusion Set Dewasa 60 10 11 12 13 Kapas Berlemak 500 gram Kasa Pembalut Hidrofil 4M x 15cm Lidokain Kompositum Injeksi Yodium Povidon Lar 10 % 300 ml 30 30 60 150 T O T A L 1.140 Hasil penelitian diperoleh persentase penyimpangan jumlah obat yang didistribusikan IPF rata-rata sebesar 8,35%. Penyimpangan terjadi karena pendistribusian obat IPF disesuaikan dengan jumlah obat dalam satuan kemasan, sedangkan permintaan obat Puskesmas menggunakan satuan terkecil. 8. Persentase obat yang tidak diresepkan Tabel V diperoleh dari LPLPO berupa jenis obat dengan stok tetap yang tidak diresepkan selama 6 bulan. Tabel V. Daftar Nama Obat yang Tidak Pernah diresepkan Selama 6 Bulan. No. Nama obat stok tetap yang tidak diresepk an selama 6 bulan 1. Aqua Pro Injeksi 2. Na Thiosianat Injeksi 25 % 10 ml 3. Oksitetrasiklin Hcl Injeksi 4. Sulfadimidin Tablet 500 mg

Jurnal Ilmu Farmasi dan Farmasi Klinik Vol. 6 No.1 Juni 2009 5 Hasil perhitungan persentase obat yang tidak diresepkan adalah sebesar 3,15%. Apabila trend dari indikator ini menunjukkan kenaikan perlu ada upaya dari IPF untuk melihat penyebab terjadinya keadaan ini. 9. Persentase dan nilai obat kadaluarsa Tabel VI diperoleh dari laporan obat kadaluarsa IPF selama setahun beserta harga masing-masing obat per kemasan. Tabel VI. Data Obat Kadaluarsa di IPF DKK Semarang Tahun 2007. No Nama Obat Jumlah Harga per kemasan Nilai Obat Keterangan 1. Antihemaroid Doen 657 Rp. 14.700 Rp. 9.657.900 ED 05/2007 2. Tetrasiklin Hcl 250 5 Rp. 87.338 Rp. 436.690 ED 02/2007 T O T A L Rp. 10.094.590 Terdapat 2 jenis obat kadaluarsa dari 127 total jenis obat yang tersedia, sehingga persentase obat kadaluarsa adalah 1,57% dengan nilai obat sebesar Rp. 10.094.590. Obat kadaluarsa di IPF, disebabkan adanya pendistribusian obat dari Departemen Kesehatan Pusat yang tidak sesuai dengan kebutuhan IPF sehingga obat akan menumpuk karena tidak ada kasus penyakit atau KLB dan lama -lama akan rusak atau kadaluarsa. 10. Persentase dan nilai obat rusak Data obat rusak pada tabel VII diperoleh dari laporan obat rusak IPF selama tahun 2007 beserta harga masing-masing obat per kemasan. Tabel VII. Data Obat Rusak di IPF DKK Semarang Tahun 2007. No Nama Obat Jumlah Harga per Nilai Obat Keterangan kemasan Rusak 1. Etanol 70 % 14 Rp. 18.698 Rp. 261.772 Pecah 2. Etil Cloride Spray 1 Rp. 81.392 Rp. 81.392 Pecah 3. Fenobarbital 30mg 155 Rp. 21.23 Rp. 3.291 Rusak 4. Gliseril Guaiacolat 3 Rp. 24.995 Rp. 74.985 Rusak 5. Griseofulvin Tab 1 Rp. 11.097 Rp. 11.097 Rusak T O T A L Rp. 432.537 Terdapat 5 jenis obat rusak dari 127 total jenis obat yang tersedia di IPF, sehingga persentase obat rusak adalah 3,94 %, dengan nilai obat rusak sebesar Rp. 432.537. Kerusakan obat terjadi karena petugas pengirim barang saat proses penerimaan barang dari PBF kurang hati-hati dalam pengirimannya. 11. Ketepatan waktu pengiriman LPLPO Data pada tabel VIII diperoleh dari catatan kedatangan laporan LPLPO di IPF. Tabel VIII. Ketepatan Waktu Pengiriman LPLPO di IPF DKK Semarang Tahun 2007. Jumlah Puskesmas yang Persentase Terhadap 37 No Bulan mengirimkan LPLPO Puskesmas (% ) tepat waktu 1. Januari 14 37,84 2. Februari 16 43,24 3. Maret 23 62,16 4. April 21 56,76 5. Mei 13 35,14 6. Juni 17 45,95 7. Juli 15 40,54 8. Agustus 17 45,95 9. September 23 62,16 10. Oktober 15 40,54 11. November 19 51,35 12. Desember 14 37,84 Rata-rata 46,62 Hasil penelitian data pengiriman LPLPO yang masuk ke IPF terhadap 37 Pus kesmas yang ada di kota Semarang sampai dengan tanggal 10 selama tahun 2007 rata-rata sebesar 46,62%, idealnya ketepatan waktu pengiriman laporan adalah 100%.

Evaluasi Sistem Pengelolaan Obat... Hal. : 1 6 (Muhammad Djatmiko, dkk) 6 KESIMPULAN Berdasar penelitian evaluasi sistem pengelolaan obat di IPF DKK kota Semarang tahun 2007 dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Sistem pengelolaan obat di IPF DKK Semarang tahun 2007 terdiri dari tahap perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penggunaan, serta pencatatan dan pelaporan obat. 2. Sistem pengelolaan obat di IPF DKK Semarang tahun 2007 menunjukkan hasil yang cukup efektif berdasar sebelas indikator dalam Prosedur Tetap Pengelolaan Obat di Propinsi. Hasil analisis adalah sebagai berikut : indikator kesesuaian dana pengadaan obat sebesar 97,59%, ketepatan perencanaan obat sebesar 98,19%, tingkat ketersediaan obat pada tingkat aman sebesar 89,76%, kesesuaian item obat yang tersedia dengan DOEN sebesar 100%, persentase rata-rata bobot dari variasi persediaan adalah 0%, persentase rata-rata waktu kekosongan obat adalah 2,46%, persentase penyimpangan jumlah obat yang didistribusikan sebesar 8,35%, persentase obat yang tidak diresepkan sebesar 3,15%, persentase dan nilai obat kadaluarsa adalah 1,57% dengan nilai sebesar Rp. 10.094.590, persentase obat rusak 3,94% dengan nilai sebesar Rp. 432.537 dan ketepatan waktu pengiriman LPLPO sebesar 46,62%. DAFTAR PUSTAKA Azis, S., Herman, M. J., dan Mun im, A., 2005, Kemampuan Petugas Menggunakan Pedoman Evaluasi Pengelolaan dan Pembiayaan Obat, Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. II, No.2, Agustus 2005, 24. Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2001, Pengelolaan Obat Kabupaten/Kota, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Jakarta, 1. Dinas Kesehatan Propinsi, 2006, Prosedur Tetap Pengelolaan Obat Di Propinsi (Supervisi dan Evaluasi Pengelolaan Obat), Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, Semarang, 8, 13-15, 16-22, 26, 27. SARAN 1. Instansi Perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut tentang sistem pengelolaan obat di IPF pada tahap perencanaan obat dengan menggunakan metode analisis ABC-VEN yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan pembinaan kepada AA pengelola obat agar memahami pentingnya sistem pelaporan obat yang tepat waktu. 2. Peneliti Perlunya penelitian sistem pengelolaan obat di IPF dengan menggunakan periode waktu yang berbeda dan dapat melanjutkan penelitian berdasar indikator pengelolaan obat yang lain dalam Prosedur Tetap Pengelolaan Obat di Propinsi Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah tahun 2006.