1 1. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Salah satu tantangan pertanian Indonesia adalah meningkatkan produktivitas berbagai jenis tanaman pertanian. Namun disisi lain, limbah yang dihasilkan dari proses pertanian berpotensi menjadi masalah bagi masyarakat sekitar pertanian jika pengelolaannya tidak dikelola dengan baik. Limbah pertanian juga berpotensi untuk memberi nilai tambah ekonomi bagi masyarakat jika dikelola dengan baik. Di sisi lain, meningkatnya kebutuhan dan harga jual bahan bakar akhir-akhir ini, serta semakin berkurangnya sumber bahan bakar minyak dan gas, mendorong kita untuk mencari sumber lain. Salah satu alternatif untuk memecahkan kedua masalah tersebut di atas adalah pemanfaatan sumberdaya yang selama ini belum dikelola secara maksimum di dalam sistem pertanian yaitu pemanfaatan renewable energy (Haryati, 2006). Ketersediaan limbah pertanian (biomassa) di Indonesia merupakan suatu potensi sumberdaya untuk memproduksi energi alternatif terbarukan. Biomassa mengandung bahan-bahan organik dan unsur hara yang pada dasarnya bersifat esensial bagi tanaman dan diserap dari tanah dimana tanaman tersebut tumbuh. Besarnya kandungan unsur hara makro NPK pada bahan organik merupakan sumber daya alam yang sangat potensial (Kaderi, 2004). Sebuah studi yang dilakukan sebuah lembaga riset di Jerman (Zentrum for rationalle Energianwendung und Umwelt, ZREU) pada tahun 2000 mengestimasi potensi biomassa Indonesia sebesar 146.7 juta ton per tahun, dari angka tersebut 49 juta ton per tahun berupa jerami padi. Sebagai ilustrasi, menurut data BPS tahun 2009, luas sawah di Indonesia adalah 12.9 juta ha berpotensi menghasilkan jerami padi sekitar kurang 129 juta ton (potensi produksi jerami padi: 10 15 ton/ha). Jerami padi mengandung kurang lebih 39% selulosa dan 27.5% hemiselulosa. Kedua bahan polisakarida ini dapat dihidrolisis menjadi senyawa yang lebih sederhana. Hasil hidrolisis tersebut selanjutnya dapat difermentasi menjadi
2 ethanol atau metana. Namun karena fermentasi biomasa untuk menghasilkan bioethanol relatif lebih kompleks dan belum ada metode pra-perlakuan yang efektif, maka penggunaan biomasa sebagai sumber biogas (metana) merupakan pilihan yang lebih strategis. Jerami selama ini belum dimanfaatkan secara optimum, dan berpotensi untuk dikonversi menjadi biogas. Nilai konversi jerami menjadi biogas mencapai 250-350 l/kg berat kering (Arati, 2009). Berdasarkan data Kementrian Lingkungan Hidup (Meneg LH) tahun 2008, produksi sampah di Indonesia mencapai 167 ribu ton/hari. Jumlah yang luar biasa itu dihasilkan dari 220 juta jiwa jumlah penduduk dengan rata-rata produksi sampah 800 g/hari. Jumlah ini diprediksi akan terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk dan pola konsumsi masyarakat Indonesia. Sebagaimana menurut Amrullah (2010) Indonesia bisa menghasilkan sampah sebanyak 200 000 ton/hari. Pemilihan metode daur-ulang komponen-komponen tersebut harus didasarkan pada kelayakan teknis (efisiensi energi tinggi), kelayakan ekonomi (biaya rendah) dan pertimbangan lingkungan (beban polutan rendah). Untuk menjawab tujuan tersebut diperlukan suatu metode yang sesuai untuk memanfaatkan biomassa pertanian secara efisien sebagai sumber energi dan sumber unsur hara yang berkesinambungan. Penelitian ini menitik-beratkan pada kajian untuk menghasilkan informasi mengenai pengaruh sumber bahan organik limbah pertanian dan rasio penambahan umpan dalam sistem fermentasi media padat serta mengetahui pengaruh perlakuan pendahuluan dengan aerasi. Keluaran yang ditargetkan dari penelitian, yaitu berupa informasi hubungan kuantitatif antara berbagai sumber bahan organik dan rasio penambahan umpan dalam metode fermentasi media padat untuk pengolahan limbah padat dari pertanian, dimana kandungan bahan organik dan nutrien tinggi serta mengetahui kinetika pembentukan biogas. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi signifikan terhadap pengembangan pertanian, serta dapat menunjang sektor pertanian berwawasan lingkungan.
3 1. 2. Perumusan Masalah Pada tanaman pertanian (seperti buah-buahan, sayur-sayuran, tanaman pangan, tanaman perkebunan, dll), hanya sebagian kecil porsi yang dipanen sebagai produk, sebagian besar lainnya berupa hasil samping maupun berupa limbah. Limbah pertanian dapat berbentuk bahan buangan tidak terpakai dan bahan sisa dari hasil pengolahan. Proses penghancuran limbah secara alami berlangsung lambat, sehingga tumpukan limbah dapat mengganggu lingkungan sekitarnya dan berdampak terhadap kesehatan manusia. Padahal, melalui pendekatan teknologi, limbah pertanian dapat diolah lebih lanjut menjadi hasil samping yang berguna di samping produk utamanya. Limbah pertanian ini terdiri dari bahan organik yang mengandung berbagai unsur hara esensial bagi tanaman. Untuk mempertahankan kualitas lahan, bahan-bahan tersebut perlu dikembalikan ke lahan pertanian guna memasok kebutuhan unsur hara tanaman. Penggunaan kembali unsur hara (metode recycling) ini akan mereduksi penggunaan pupuk kimia yang harganya cenderung meningkat dan memberatkan beban petani. Berbeda dengan metode daur-ulang yang selama ini dikenal dengan metode pengomposan (dimana proses berlangsung secara aerobik dan bahan organik dikonversi menjadi karbon dioksida dan air), metode daurulang yang dikembangkan dalam penelitian ini (fermentasi media padat) selain mampu menghasilkan pupuk organik berupa kompos (humus) dan pupuk cair juga menghasilkan metana (bioenergi). Dengan kemampuan tersebut, metode daur-ulang ini dapat menjadi suatu solusi bagi pengelolaan dan penanganan limbah pertanian. Daur-ulang bahan organik, nutrien/mineral dari limbah pertanian dapat memberikan efek beruntun (multiplier effects), yaitu menghasilkan bioenergi, mengurangi penggunaan pupuk anorganik, meningkatkan produktivitas akibat perbaikan karakteristik tanah (fisik, kimia dan mikrobiologis) dan sekaligus mengurangi beban pencemaran lingkungan.
4 Praktek demikian berkontribusi terhadap pengembangan pertanian yang berkelanjutan, yang merupakan tuntutan bagi praktek pertanian modern. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan menguji kinerja metode daur-ulang bahan organik dan unsur hara dari limbah pertanian melalui proses fermentasi media padat. Dengan metode ini diharapkan jumlah kehilangan unsur hara ke luar sistem pertanian melalui limbah dapat diminimumkan dan input nutrien dari pupuk sintetik dari luar sistem pertanian dapat dikurangi, sekaligus dihasilkan energi terbarukan berupa biogas. Dalam penelitian ini juga akan dianalisis kinetika pembentukan biogas. 1. 3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian yang dilakukan adalah : 1. Mengetahui pengaruh perlakuan pendahuluan dengan aerasi atau tanpa aerasi terhadap laju perombakan dan pembentukan biogas 2. Mendapatkan rasio penambahan umpan terbaik dalam kinerja fermentasi media padat 3. Mengetahui kinetika pembentukan biogas dari bahan organik limbah pertanian 4. Menghasilkan desain teknologi fermentasi media padat dari sumber bahan organik limbah pertanian 1. 4. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian yang dilakukan adalah : 1. Kajian proses pengolahan limbah pertanian menggunakan metode fermentasi media padat menggunakan limbah pertanian yang berasal dari limbah jerami padi di sekitar Kecamatan Darmaga dan limbah sampah organik dari pasar Gunung Batu, Bogor. 2. Pengolahan limbah pertanian menggunakan metode fermentasi media padat dalam skala laboratorium (reaktor 10 l). 3. Karakterisasi effluen yang dihasilkan dari proses pengolahan fermentasi media padat limbah pertanian meliputi nilai padatan total
5 (TS), padatan volatil (VS), ph, total kjeldahl nitrogen (TKN), karbon organik, chemical oxygen demand (COD) dan kuantitas biogas. 1. 5. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Metode fermentasi media padat dapat menghasilkan biogas dan hasil samping berupa kompos dan pupuk cair 2. Perlakuan pendahuluan dengan sistem aerasi berpengaruh terhadap laju perombakan bahan organik dan produksi biogas 3. Penambahan umpan berpengaruh terhadap kinerja fermentasi media padat