1 PENGARUH PEMBERIAN GLUKOSA ORAL 40% TERHADAP RESPON NYERI PADA BAYI YANG DILAKUKAN IMUNISASI PENTAVALEN DI PUSKESMAS BAKI SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Keperawatan Oleh : LITA ANDES CLARA NIM : J 210 131 038 FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015
2 PENGARUH PEMBERIAN GLUKOSA ORAL 40% TERHADAP RESPON NYERI PADA BAYI YANG DILAKUKAN IMUNISASI PENTAVALEN DI PUSKESMAS BAKI SUKOHARJO 1 Lita Andes Clara, 2 Sulastri, 3 Endang Zulaicha Susilaningsih ABSTRAK Imunisasi adalah salah satu tindakan invasif minor yang dapat menimbulkan rasa nyeri pada bayi. Rasa nyeri yang timbul, akan menyebabkan ketidaknyamanan pada bayi. Salah satu penatalaksanaan nyeri non farmokologi adalah pemberian larutan glukosa oral. Efek analgesia glukosa terjadi akibat dari pelepasan beta endorphin yang dapat mengurangi transmisi sinyal nyeri ke system syaraf pusat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian glukosa oral 40% terhadap respon nyeri pada bayi yang dilakukan imunisasi DPT Pentavalen. Metode penelitian ini menggunakan quasy experiment dengan rancangan after only nonequivalent control group disign. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode consecutive sampling. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 40 responden, dibagi menjadi dua kelompok yaitu 20 orang untuk kelompok intervensi dan 20 orang untuk kelompok kontrol. Intervensi pemberian glukosa oral 40% diberikan mulai dari 2 menit sebelum tindakan imunisasi dan dilakukan pengukuran respon nyeri dengan menggunakan skala perilaku FLACC selama 5 menit setelah injeksi dengan teknik pengukuran pertama pada saat injeksi, kemudian 3 menit setelah injeksi dan 5 menit seteh injeksi. Teknik analisa data untuk mengetahui perbedaan respon nyeri menggunakan uji Mann-Whitney Test. Dari hasil uji statistik, analisis respon nyeri pada saat injeksi diperoleh nilai p value > 0,05 yaitu 0,235 dan analisis respon nyeri pada menit ke tiga dan ke lima terdapat perbedaan respon nyeri yang bermakna antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol yaitu dengan nilai p = 0,001 (p value < 0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh pemberian glukosa oral 40% terhadap respon nyeri pada bayi yang dilakukan imunisasi Pentavalen. Kata kunci : nyeri, bayi, imunisasi, glukosa oral.
3 THE EFFECT OF GIVING ORAL GLUCOSE 40% FOR PAIN RESPONSES TO INFANT IN IMUNIZATION PENTAVALEN IN PUSKESMAS BAKI SUKOHARJO 1 Lita Andes Clara, 2 Sulastri, 3 Endang Zulaicha Susilaningsih ABSTRACT Immunization is one of minor invasive procedures which could make pain to the infant. The pain feeling, will cause uncomfortable for the infant. One of pain s management of non pharmacology is by giving oral glucose liquid. Analgesia glucose effect can happen because the effect of released beta endorphin, which could decrease pain s signal transmission to central nervous system. The Purpose of this research is to know the effect from giving oral glucose 40% for pain respon to infant who get Pentavalen immunization. This research method is use quash experiment with after only nonequivalent control group design. The Sampling technique in this research is use consecutive sampling method. Sample in this research amount 40 respondents, devided to be two groups, that was 20 persons for intervention group and 20 persons for control group. Distribution of intervention of oral glucose 40% is giving first from 2 minutes before immunization procedures and than measuring pain responses with behavior scale FLACC during 5 minutes after injection with first scaling during injection, and 3 minutes after injection and than 5 minutes after injection. The Data analysis technique for knowing different pain respon is use Mann- Whitney Test.. Result from the statistics, pain responses analysis during injection obtain p value > 0,05 was 0,235 and pain responses analysis in third minutes and fifth minutes had different pain responses, that s mean between intervention group and control group had value p = 0,001 (p value <0,05. So can conclude that give oral glucose 40% have occur effect in pain responses to infant who got Pentavalen Immunization. Keyword : pain, infant, immunization, oral glucose.
4 PENDAHULUAN Imunisasi adalah salah satu tindakan invasif minor yang tidak terlepas dari pelayanan medis di tempat praktek atau dipuskesmas yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Tindakan imunisasi tersebut dapat menyebabkan rasa nyeri pada bayi. Rasa nyeri yang timbul, akan menimbulkan ketidaknyamanan pada bayi. Perilaku distress yang ditunjukan bayi merupakan cara bayi mengkomunikasikan rasa nyeri yang dirasakannya. Rasa ketidaknyamanan bayi yang ditimbulkan akibat dari rasa nyeri tersebut dapat diamati melalui perilaku menangis dan meronta. Kondisi tersebut, dapat menimbulkan stress bagi orang tua dan dapat mengganggu konsentrasi tenaga kesehatan saat memberikan intervensi pada bayi (Hockenberry & Wilson, 2009). Penanganan nyeri pada bayi saat dilakukan imunisasi masih belum menjadi perhatian utama bagi tenaga kesehatan. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, diantaranya: ketidakmampuan bayi untuk menyampaikan rasa nyeri, keengganan memakai analgesik karena takut terhadap efek sampingnya, kesalahan menafsirkan ekspresi nyeri pada bayi sebagai ekspresi rasa takut dan perhatian untuk mengutamakan penanganan penyakit dasarnya (Hockenberry & Wilson, 2009). Nyeri dapat diatasi dengan metode farmalogi dan non farmalogi. Intervensi non farmalogi adalah penanganan nyeri yang mempunyai efek samping minimal. Pemberian larutan glukosa merupakan suatu jenis intervensi non farmalogi yang terbukti mampu meminimalkan nyeri saat dilakukan prosedur pada bayi (Devaera dkk., 2007). Selain sediaan glukosa yang murah dan mudah didapatkan, efek analgesia glukosa yaitu akibat dari terjadinya pelepasan beta endorphin yang merupakan hormon opiat endogen yang di produksi sendiri oleh tubuh dan mirip sifatnya dengan morfin serta terjadinya mekanisme preabsorpsi dari rasa manis (Triani & Lubis, 2006). Mekanisme pelepasan beta endorphin terjadi karena saat glukosa oral diberikan dengan cara meneteskan larutan glukosa dimulut bayi, lidah yang mempunyai bintilbintil syaraf pengecap yang berfungsi untuk masing-masing rasa. Rasa tersebut akan ditafsirkan oleh otak, setelah itu akan terjadi preabsorbsi rasa manis yang dapat merangsang reseptor syaraf asenden, dimana rangsangan tersebut akan dikirim ke hipotalamus dengan perjalanan melalui spinal cord, diteruskan ke bagian ponds, dilanjutkan ke bagian kelabu pada otak tengah (periaqueduktus), rasangan yang diterima periaqueduktus ini disampaikan kepada hipotalamus, dari hipotalamus inilah melalui alur syaraf desenden hormon endorphin dikeluarkan dan nyeri akan berkurang (Potter and Perry, 2005). Konsentrasi glukosa yang disarankan untuk memberikan efek analgesik yaitu antara 12%-50% dan pemberian glukosa efektif diberikan 1-2 menit sebelum tindakan imunisasi. Pemberian glukosa konsentrasi 40%, dianggap praktis dan mudah untuk digunakan dalam
5 penatalaksanaan nyeri (Wati dkk, 2007). Penilaian rasa nyeri yang tepat perlu dilakukan oleh tenaga kesehatan agar mampu menginterpretasikan rasa nyeri yang dialami oleh bayi. Penilaian skala nyeri pada bayi dapat dilakukan dengan menggunakan skala FLACC (Face, Legs, Activity, Cry, Consolability). Indikator dalam skala ini meliputi penilaian: 1) ekspresi muka, 2) gerakan kaki, 3) aktivitas, 4) menangis, 5) kemampuan dihibur (Merkel, et al, 1997, dalam Glasper & Richardson, 2006). Respon nyeri pada bayi yang dilakukan tindakan prosedur invasif menjadi masalah menggunakan rancangan penelitian eksperimen semu (quasy experiment). Penelitian ini tidak menggunakan pre tes terlebih dahulu, tetapi menggunakan hasil post tes pada kedua kelompok dengan post tes kelompok kontrol nonekuivalen (after only nonequivalent control group disign). Pada rancangan ini, kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dipilih secara non random. Populasi dari penelitian ini adalah bayi yang mendapatkan imunisasi DPT Pentavalen di Puskesmas Baki Sukoharjo. Pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling, dengan jumlah sampel 40 responden. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 8 Januari sampai 25 Februari 2015. Variabel independen dalam penelitian ini adalah pemberian larutan glukosa oral 40% pada bayi yang dilakukan imunisasi. Pemberian larutan glukosa oral 40% ini dilakukan 2 menit sebelum tindakan imunisasi sampai 5 menit setelah penting dan perlu diberikan jalan keluar, agar dikemudian hari tidak menghambat pertumbuhan dan perkembangannya. Selain itu, glukosa merupakan larutan yang murah dan mudah didapatkan di rumah sakit atau apotek. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh pemberian glukosa oral 40% terhadap respon nyeri pada bayi yang dilakukan imunisasi DPT Pentavalen di Puskesmas Baki Sukoharjo. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah imunisasi. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat respon nyeri pada bayi yang dilakukan imunisasi yang diukur menggunakan skala perilaku FLACC yang terdiri dari lima indikator penilaian yaitu ekspresi muka (0-2), gerakan kaki (0-2), aktivitas (0-2), menangis (0-2), kemampuan dihibur (0-2). Hasil skor perilakunya adalah dengan skor total 0 untuk tidak nyeri, 1-3 untuk nyeri ringan, 4-6 untuk nyeri sedang dan 7-10 untuk nyeri berat (Merkel, et al, 1997, dalam Glasper & Richardson, 2006). Penelitian ini menggunakan analisis Man-Whitney Test karena distribusi data tidak normal.
6 HASIL PENELITIAN a. Karakteristik Responden Bedasarkan Usia Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Responden Kelompok Usia Minimum Maksimum Mean Median SD Perlakuan Kontrol 2 2 6 6 2,90 3,40 3,00 3,00 1,119 1,231 Berdasarkan tabel 4.1 diketahui rata-rata usia bayi yang diberikan larutan glukosa oral adalah 2,90 bulan dengan standar deviasi 1,119 bulan sedangkan pada kelompok control didapatkan usia rata-rata bayi adalah 3,40 bulan dengan standar deviasi 1,231 bulan. Usia termuda dan usia tertua pada kedua kelompok sama, yaitu 2 bulan untuk usia bayi termuda dan 6 bulan adalah usia bayi tertua. b. Karakteristik Responden Bedasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Responden Jenis Kelamin Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Laki-laki 11 55% 12 60% Perempuan 9 45% 8 40% Total 20 100% 20 100% Berdasarkan tabel 4.2 diketahui distribusi responden berdasarkan jenis kelamin untuk kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol, didominasi oleh bayi lakilaki berjumlah 11 bayi (55%) untuk kelompok perlakuan dan 12 bayi (60%) untuk kelompok kontrol. c. Respon Nyeri Yang Diukur Dengan Menggunakan Skala Perilaku FLACC Tabel 4.3 Distribusi Rata-Rata Respon Nyeri Responden Kelompok Variabel N Mean Median SD Min-Maks Perlakuan Saat injeksi 8,65 9,00 0,988 7-10 3 menit 20 2,15 0,00 3,031 0-8 5 menit 1,10 0,00 2,125 0-6 Kontrol Saat injeksi 8,95 9,00 1,191 6-10 3 menit 20 7,45 8,50 2,523 1-10 5 menit 6,95 6,50 2,012 5-10 Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa hasil analisis pada kelompok perlakuan diperoleh rata-rata respon nyeri pada bayi yang diukur dengan menggunakan skala FLACC pada saat injeksi adalah 8,65 dengan standar deviasi 0,988 serta jumlah respon nyeri terendah yaitu 7 dan respon nyeri tertinggi yaitu 10. Hasil analisis untuk rata-rata respon nyeri pada saat menit ke 3 adalah 2,15 dengan standar deviasi 3,031 serta
7 jumlah respon nyeri terendah yaitu 0 dan jumlah respon nyeri tertinggi yaitu 8. Hasil analisis untuk rata-rata respon nyeri pada saat menit ke 5 adalah 1,10 dengan standar deviasi 2,125 serta jumlah respon nyeri terendah yaitu 0 dan jumlah respon nyeri tertinggi yaitu 6. Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa hasil analisis pada kelompok kontrol diperoleh rata-rata respon nyeri pada bayi yang diukur dengan menggunakan skala FLACC pada saat saat injeksi adalah 8,95 dengan standar deviasi 1,191 serta jumlah respon nyeri terendah yaitu 6 dan respon nyeri tertinggi yaitu 10. Hasil analisis untuk rata-rata respon nyeri pada saat menit ke 3 adalah 7,45 dengan standar deviasi 2,523 serta jumlah respon nyeri terendah yaitu 1 dan jumlah respon nyeri tertinggi yaitu 10. Hasil analisis untuk ratarata respon nyeri pada saat menit ke 5 adalah 6,95 dengan standar deviasi 2,012 serta jumlah respon nyeri terendah yaitu 5 dan jumlah respon nyeri tertinggi yaitu 10. d. Hasil Analisa Bivariat Tabel 4.6 Distribusi Rerata Respon Nyeri Responden pada saat injeksi, 3 menit dan 5 menit Respon Nyeri Kelompok N p value Mean Rank Saat Injeksi Perlakuan 20 18,40 0,235 Kontrol 20 22,60 3 menit Perlakuan 20 12,40 0,001 Kontrol 20 28,60 5 menit Perlakuan 20 11,60 0,001 Kontrol 20 29,40 Berdasarkan tabel 4.6 diketahui hasil analisis respon nyeri pada saat injeksi diperoleh nilai p value > 0,05 yaitu 0,235 yang berarti tidak ada perbedaan respon nyeri yang bermakna antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Analisis respon nyeri pada menit ke 3 setelah injeksi menunjukkan nilai p value < 0,05 yaitu sebesar 0,0001 yang berarti terdapat pebedaan respon nyeri yang bermakna antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Pemberian glukosa oral 40% memberikan pengaruh terhadap respon nyeri bayi pada saat menit ke tiga (tiga menit setelah injeksi), hal ini di buktikan dengan mean rank kelompok perlakuan saat menit ketiga lebih kecil daripada kelompok kontrol ( 12,40 < 28,60 ). Analisis respon nyeri pada menit ke 5 setelah injeksi menunjukkan nilai p value < 0,05 yaitu sebesar 0,001 yang berarti terdapat perbedaan respon nyeri yang bermakna antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Pemberian glukosa oral 40% memberikan pengaruh terhadap respon nyeri bayi pada saat menit ke lima (lima menit setelah injeksi), hal ini di buktikan dengan mean rank kelompok perlakuan saat menit ketiga lebih kecil daripada kelompok kontrol ( 11,60 < 29,40 ).
8 PEMBAHASAN Perbedaan Respon Nyeri Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol pada saat injeksi. Berdasarkan hasil analisis data respon nyeri pada saat injeksi yang dilakukan di Puskesmas Baki Sukoharjo menunjukkan bahwa pada awalnya respon nyeri bayi pada saat injeksi tidak memiliki perbedaan antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Hal ini terlihat pada tabel 4.6. dimana diperoleh nilai p value > 0,05 yaitu 0,235. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada saat injeksi tidak terdapat perbedaan respon nyeri antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Tetapi, jika dilihat pada hasil distribusi rata-rata respon nyeri bayi, menunjukan bahwa skor nyeri yang diperoleh kelompok perlakuan lebih kecil daripada kelompok kontrol. Artinya, pada saat injeksi, glukosa 40% yang diberikan 2 menit sebelum tindakan injeksi sudah menimbulkan efek penurunan nyeri. Hal tersebut, karena glukosa memiliki beberapa mekanisme potensial aksi untuk efek penghilang rasa nyeri (Ghofur dan Mardalena). Hasil analisis akhir pada penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan antar kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Hal ini, dibuktikan dengan pada saat injeksi semua bayi memberikan respon menangis kencang. Salah satu indikator penilaian dalam skala FLACC yang digunakan dalam penelitian ini adalah penilaian menangis yang dimana, untuk skor penilaian 0 artinya tidak ada teriakan (terjaga atau tertidur), skor 1 artinya sesekali menggerang atau merintih dan skor 2 untuk terus menerus menangis, berteriak ataupun terisak. Hasil penelitian yang didapatkan, rata-rata untuk indikator menangis diperoleh skor 2. Hal ini dikarenakan bahwa glukosa tidak mempengaruhi perubahan respon perilaku nyeri bayi akibat imunisasi dan sebagai akibat dari perbedaan karakter bayi itu sendiri serta respon nyeri berpengaruh pada tempramen bayi (Isik, et al, 2000). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Triani dan Lubis (2006) menyebutkan bahwa bayi hanya dapat mengkomunikasikan nyeri melalui perubahan tingkah laku dan perubahan fisiologis, misalnya ekspresi wajah, menggerakkan ekstremitas secara reflek, perubahan posisi tubuh dan menangis dengan nada yang tinggi dan keras. Respon bayi menangis kencang tersebut sebagai ungkapan rasa sakitnya pada saat di injeksi. Sehingga sebelum di injeksi, bayi yang tidak di berikan glukosa oral 40 % dengan bayi yang diberikan glukosa oral 40% tidak menunjukkan perbedaan terhadap respon nyeri bayi. Perbedaan Respon Nyeri Bayi Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol pada menit Ketiga (Tiga Menit Setelah Injeksi). Berdasarkan hasil penelitian tabel. 4.6. hasil penelitian pada menit ke tiga setelah injeksi menunjukkan nilai p value < 0,05 yaitu sebesar 0,001 yang berarti terdapat pebedaan respon nyeri antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
9 Pemberian glukosa oral 40% memberikan pengaruh terhadap respon nyeri bayi pada saat menit ke tiga (tiga menit setelah injeksi), hal ini di buktikan dengan mean rank kelompok perlakuan saat menit ketiga lebih kecil daripada kelompok kontrol (12,40 < 28,60). Mean rank yang lebih kecil menunjukkan adanya penurunan tingkat nyeri pada bayi setelah diberi glukosa oral 40% sebesar 16,2. Artinya, pemberian glukosa oral dengan rentang waktu 5 menit setelah diberikan, memberikan dampak yang positif terhadap pengurangan nyeri pada bayi. Hal ini sesuai dengan penelitian Dewi, dkk (2011) menjelaskan bahwa penggunaan glukosa oral dianggap murah dan aman untuk mengurangi nyeri dari prosedur invasif, karena glukosa oral hanya butuh waktu yang pendek sejak di berikan dan di toleransi baik oleh bayi cukup bulan, serta mudah untuk didapatkan. Jadi berdasarkan hasil penelitian yang di dapatkan dan berdasar penelitian yang relevan maka pemberian glukosa ini di rasa sangat penting sebagai usaha untuk mengurangi dampak nyeri pada bayi, karena nyeri yang tidak di tanggulangi dapat mempengaruhi respon afektif dan tingkah laku saat tindakan nyeri selanjutnya dan untuk mendapatkan glukosa oral sangat mudah dan murah dan kemasannya sudah tersedia di rumah sakit atau apotek. Serta penggunaan glukosa oral hanya membutuhkan waktu pendek sejak di berikan, hal tersebut dapat terbukti pada saat peneliti menggunakan waktu 2 menit setelah dilakukan pemberian glukosa oral ternyata pada menit ke tiga setelah injeksi glukosa oral sudah memberikan pengaruhnya. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Devaera, dkk (2007) mengenai Larutan Glukosa Oral Sebagai Analgesik pada Pengambilan Darah Tumit Bayi Baru Lahir dengan hasil penelitian adalah pemberian 0,5 ml larutan glukosa 30% per oral 2 menit sebelum pengambilan darah melalui tumit bayi baru lahir dapat mengurangi nyeri. Penelitian tersebut sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Potter and Perry (2005), bahwa proses penghantaran transmisi nyeri yang disalurkan ke susunan syaraf pusat oleh dua system serabut antara lain yaitu, yang pertama adalah serabut A-delta yang menghantarkan nyeri dengan kecepatan 12-30m/detik yang disebut juga nyeri cepat dan dirasakan dalam waktu kurang dari satu detik serta memiliki lokalisasi yang jelas dirasakan seperti ditusuk tajam berada dekat permukaan kulit. Serabut yang kedua adalah serabut C yang merupakan serabut yang menghantarkan nyeri 0,4-1,2m/detik disebut juga nyeri lambat dirasakan selama satu detik atau lebih bersifat nyeri tumpul, berdenyut dan terbakar. Oleh karena itu, tindakan injeksi adalah termasuk ke dalam transmisi nyeri yang disalurkan oleh serabut syaraf A- delta yang menghantarkan nyeri secara cepat serta dalam teori kontrol pintu gerbang, serabut syaraf ini berdiameter besar dan cenderung menutup pintu sehingga sinyal nyeri tidak dapat masuk melalui medulla spinalis. Jika diberikan, penatalaksanaan seperti pemberian glukosa oral, nyeri akan cepat tertangani atau berkurang karena adanya pelepasan beta endorphin
10 Perbedaan Respon Nyeri Bayi Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol pada menit Kelima (Lima Menit Setelah Injeksi). Berdasarkan hasil penelitian tabel. 4.6. hasil penelitian pada menit ke lima setelah injeksi menunjukkan nilai p value < 0,05 yaitu sebesar 0,001 yang berarti terdapat perbedaan respon nyeri antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Pemberian glukosa oral 40% memberikan pengaruh terhadap respon nyeri bayi pada saat menit ke lima (lima menit setelah injeksi), hal ini di buktikan dengan mean rank kelompok perlakuan saat menit ketiga lebih kecil daripada kelompok kontrol (11,60 < 29,40). Mean rank yang lebih kecil menunjukkan adanya penurunan tingkat nyeri pada bayi setelah diberi glukosa oral 40% sebesar 18,00. Penurunan yang ditunjukkan pada menit ke lima lebih besar dari pada menit ke tiga. Hal tersebut menunjukkan respon nyeri yang semakin menurun pada rentang waktu 7 menit setelah diberikan, yang di buktikan dengan penilaian skala FLACC pada saat penelitian menunjukkan rata rata sikap pada ekspresi wajah tidak ada ekspresi tertentu atau sudah mulai tersenyum, posisi anak sudah normal, sudah tidak ada suara tangisan, dan anak sudah mulai rileks. Ini menunjukkan bahwa semakin lama glukosa tereabsorbsi, maka akan semakin menurun respon nyeri pada bayi. Reabsorbsi glukosa didalam tubuh terjadi dalam waktu kurang lebih 1-2 menit. Oleh karena itu, jika glukosa sudah tereabsrobsi dengan baik, maka akan menunjukan perubahan respon nyeri yang akan semakin menurun (Taddio et al, 2008). Dalam penelitian ini, pada menit ketiga setelah di injeksi sudah menunjukan perubahan respon nyeri yang semakin menurun. Oleh karena itu, jika pada menit ketiga saja sudah menunjukan penurunan respon nyeri, maka pada waktu yang lebih lama akan menunjukan respon nyeri yang lebih baik lagi. Contohnya pada pengukuran respon nyeri pada menit ke 5 setelah injeksi akan terlihat perbedaan skor nyeri yang menunjukan penurunan yang lebih baik. Smeltzer and Bare (2007) menyatakan dalam teorinya, bahwa respon perilaku dan emosional dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Mekanisme gate control, selain terjadi di spinal cord, juga terjadi di beberapa tempat system syaraf pusat, yaitu cortect cerebri dan serabut syaraf decending dari thalamus. Mekanisme gate control dimulai dengan adanya rangsang nyeri yang menimbulkan implus nyeri pada perifer tubuh, implus tersebut kemudian ditransmisikan oleh serabut syaraf A delta dan serabut C. implus nyeri kemudian diteruskan ke spinal cord dan dorsal horn, yang keduanya berada di daerah substansia gelatinosa. Substansi gelatinosa memiliki kemampuan untuk menghambat atau membuka pengiriman nyeri ke trigger cell. Apabila dihambat, maka gerbang trigger cell akan menutup, dan implus nyeri akan berkurang atau sedikit dikirimkan ke otak. Namun, apabila gerbang trigger cell dibuka, maka nyeri akan dikirimkan ke otak. System syaraf pusat memiliki fungsi mengatur pikiran, nilai dan emosi. Sehingga apabila nyeri terjadi, maka
11 pikiran dan emosi dapat mempengaruhi apakah implus nyeri dapat mencapai batasnya. Adapun mekanisme pengendalian nyeri berdasarkan teori tersebut, yaitu selsel jaringan otak memproduksi endorphin, lalu apabila endorphin tersebut dilepaskan di ujung sel presynaptic interneuron pada kornu posterior, maka terjadi synaptic inhibition, yang berakibat rangsang nyeri tidak diteruskan. SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, yaitu tentang pengaruh pemberian glukosa oral 40% terhadap respon nyeri pada bayi yang dilakukan imunisasi DPT Pentavalen, telah diperoleh hasil sebagai berikut : 1. Tidak terdapat perbedaan antara kelompok perlakuan yang diberikan glukosa oral sebelum tindakan imunisasi dan kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan terhadap respon nyeri bayi yang dilakukan imunisasi pentavalen pada saat injeksi. 2. Terdapat perbedaan antara kelompok perlakuan yang diberikan glukosa oral sebelum tindakan imunisasi dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan terhadap respon nyeri bayi yang dilakukan imunisasi pentavalen pada menit ketiga setelah injeksi. 3. Terdapat perbedaan antara kelompok perlakuan yang diberikan glukosa oral sebelum tindakan imunisasi dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan terhadap respon nyeri bayi yang dilakukan imunisasi pentavalen pada menit kelima setelah injeksi. 4. Terdapat pengaruh pemberian glukosa oral 40% terhadap respon nyeri bayi yang dilakukan imunisasi pentavalen di Puskesmas Baki Sukoharjo. Saran 1. Bagi Pelayanan Keperawatan Penggunaan Glukosa oral adalah metode yang sangat sederhana, tidak memerlukan biaya yang mahal, mudah didapat dan mudah dilakukan dalam upaya meminimalisir respon nyeri bayi yang akan dilakukan prosedur invasive salah satunya yaitu imunisasi, sehingga ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi tenaga kesehatan khususya keperawatan agar dijadikan salah satu metode yang dapat diterapkan agar dapat meningkatkan rasa nyaman dan meminimalkan trauma pada bayi. 2. Bagi Institusi Pendidikan Bagi institusi pendidikan, hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu referensi dalam pembelajaran mengenai penatalaksanaan nyeri pada bayi yang dilakukan prosedur invasive agar dampak dari nyeri dapat diminimalkan. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar bagi peneliti selanjutnya untuk pengembangan alternative metode lain yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri yang dialami oleh bayi saat prosedur invasive dan peneliti selanjutnya diharapkanakan lebih
12 baik jika jumlah sampel lebih banyak dan selanjutnya mengalanisa berbagai karakteristik yang akan mempengaruhi respon nyeri bayi saat dilakukan tindakan invasif. DAFTAR PUSTAKA Astuti, I.T. 2011, Studi Komparasi Pemberian ASI dan Larutan Gula Terhadap Respon Nyeri Saat Imunisasi Pada Bayi di Puskesmas Ngesrep Semarang, Tesis, M.Kep., Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta. Cervero, F. (2013). Gate Control Theory of Pain. Januari 14, 2015. http://www.en.wikipedia.org/w iki/gate_control_theory_of_pai n Devaera, Y., Gunardi, H., & Budiman, I. (2007), Larutan Glukosa Oral sebagai Analgesik pada Pengambilan Darah Tumit Bayi Baru Lahir: Uji Klinik Acak Tersamar Ganda, Sari Pediatri, 9(2):127-131. Dewi, R., Utomo, W., & Jumaini. (2011), Efektifitas Glukosa Oral Terhadap Respon Nyeri Akut Pada Neonatus Yang Dilakukan Tindakan Pemasangan infus. Jurnal Penelitian Universitas Riau. Ghofur, A & Mardalena, I. (2014). Effect Of Glucose On The Response Pain Baby In Puskesmas Gamping II Sleman Yogyakarta. Jurnal Penelitian Poltekkes Kemenkes Yogyakarta Jurusan Keperawatan. Hidayat, A. A. (2008). Pengantar ilmu kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan. Jakarta : Salemba Medika. Hockenberry, M., & Wilson, D. (2009). Essential of pediatric nursing (8 th Ed). St. Louis Missouri : Mosby. Isik, U., Ozek, E., Bilgen, H., & Cebeci, D. (2000). Comparison Of Oral Glucose And Sucrose Solutions On Pain Response In Neonates. Journal of Pain, Vol 1, 275-278. Lewis, T.V., Zanotti, J., Dammeyer, J. A., & Merkel, S. (Realibility and validity of the face, legs, activity, cry, consolability, behavioral tool in assessing, acute pain in critically ill patients. American Journal of Critical Care, 19 (1), 55-62. 16 Oktober 2014. EBSCO database. Lissauer, T., & Fanaroff, A. (2009). At a glance neonatologi (Vidhia Umami, Penerjemah.). Jakarta : Erlangga. Merkel, S. I., Voepel-Lewis, T., Shayewvits, J. R., Malviya, S. (1997). The FLACC : A behavioral scale for scoring postoperative pain in young children. Pediatric Nursing, 23 (3), 293-297. April 25, 2015. http://wps.prenhall.com/wps/m edia/objects/3103/3178396/tool s/flacc.pdf Muslihatun, W. N. (2010). Asuhan neonatus bayi dan balita. Yogyakarta : Fitramaya.
13 Taddio, A., Shah, V., & Katz, J. (2009). Reduced infant response to a routine care procedure after sukrosa analgesia. Pediatrics Official Journal Of American Academy of Pediatrics, 123, e425-e429. April 18, 2014. http://www.pediatrics.org Triani, E., & Lubis, N. (2006). Penggunaan Analgesia Nonfarmokologis Saat Tindakan Infasif Minor pada Neonatus. Sari Pediatri, 8(2): 107-131. Keterangan : 1 : Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta 2 : Dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta 3 : Dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta