BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB I PENDAHULUAN. yang diinginkanya. Perkawinan sebagai jalan untuk bisa mewujudkan suatu keluarga

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Sedangkan menurut

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu ingin bergaul (zoon politicon) 1 bersama manusia lainya

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Masyarakat Indonesia tergolong heterogen dalam segala aspeknya. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora)

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Sudah menjadi kodrat alam, bahwa dua orang manusia dengan jenis

BAB I PENDAHULUAN. tersebut belum mempunyai kemampuan untuk melengkapi serta. kepentingan pribadi mereka masing-masing.

POLIGAMI DALAM PERPEKTIF HUKUM ISLAM DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh: Nur Hayati ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. islam adalah realisasi dari tujuan utama ibadah dan perinciannya tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda

PERKAWINAN USIA MUDA DAN PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT PERCERAIAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN AGAMA SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita yang dikaruniai sebuah naluri. Naluri

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman adat istiadat dalam pelaksanaan perkawinan. Di negara. serta dibudayakan dalam pelaksanaan perkawinan maupun upacara

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kodrat manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia perkawinan merupakan salah satu hal. yang penting terutama dalam pergaulan hidup masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

Oleh : TIM DOSEN SPAI

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

BAB VI PENUTUP. bawah umur yang berlaku di Kota Batam ; Sebagaimana berlaku di seluruh

KEDUDUKAN ANAK DAN HARTA DALAM PERKAWINAN SIRI DITINJAU DARI UU NOMOR 1 TAHUN 1974

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN BERBEDA AGAMA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sesuai dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. dilindungi oleh Negara. Perkawinan menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 1

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa

BAB 2 PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK TERHADAP PERKAWINAN DIBAWAH UMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. dalam ajarannya, bahwa manusia adalah zoon politicon artinya bahwa manusia

BAB I PENDAHULUAN. seorang diri. Manusia yang merupakan mahluk sosial diciptakan oleh Tuhan

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. berpendidikan menengah ke atas dengan penghasilan tinggi sekalipun sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB III PERILAKU SEKSUAL SEJENIS (GAY) DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

BAB I PENDAHULUAN. dengan melangsungkan Perkawinan manusia dapat mempertahankan

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat maka diberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

METODE PENELITIAN. cara melakukan penelitian hukum dengan teratur (sistematis). 39 Dengan

BAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Anak merupakan amanah dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. istri, tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB I PENDAHULUAN. yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan 1. Hal

BAB I PENDAHULUAN. bidang perkawinan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dengan adanya unifikasi

BAB I PENDAHULUAN. bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan di atas adalah merupakan rumusan dari Bab I Dasar Perkawinan pasal

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB I PENDAHULUAN. perbedaan aturan terhadap suatu perkawinan.

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sudah menjadi kodrat alam bahwa manusia dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Dalam bentuk terkecil, hidup bersama itu di mulai dengan adanya sebuah keluarga karena keluarga merupakan gejala kehidupan manusia yang di bentuk oleh seorang laki-laki dan perempuan. Hidup bersama seorang laki-laki dan perempuan ini yang disebut perkawinan. Perkawinan merupakan suatu persetujuan belaka dalam masyarakat antara seorang perempuan dan seorang laki-laki, seperti suatu persetujuan jual-beli, tukar-menukar, sewa-menyewa dan lain sebagainya. 1 Namun pengertian persetujuan jual-beli, tukar-menukar, sewa-menyewa dan lainnya berbeda dengan persetujuan dalam perkawinan. Perkawinan merupakan bagian terpenting bagi kehidupan manusia karena menyangkut hubungan antar manusia. Alasan mengapa perkawinan mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia yaitu menyangkut harga diri, sebagaimana dinyatakan oleh Sayuti Thalib: Dalam masyarakat setiap bangsa, ditemui suatu penilaian yang umum ialah bahwa orang yang berkeluarga atau pernah berkeluarga mempunyai kedudukan yang lebih dihargai dari mereka yang tidak kawin. 2 1 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan di Indonesia, Cet. 4, (Bandung: Sumur Bandung, 1960), hal. 8. 2 Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit, 1986), hal. 48.

2 Selain itu, perkawinan adalah perbuatan hukum yang dapat menimbulkan akibat hukum berupa hak dan kewajiban bagi mereka yang melakukan perkawinan. Indonesia merupakan negara heterogen dalam segala aspeknya. Dalam aspek agama jelaslah bahwa terdapat agama yang diakui Indonesia, yaitu Islam, Kristen Prostestan, Katolik, Hindu dan Budha. Agama-agama tersebut memiliki aturan sendiri baik secara vertikal maupun horizontal, termasuk di dalamnya tata cara perkawinan. 3 Hukum perkawinan yang berlaku di tiap-tiap agama tidak saling bertentangan karena perkawinan memiliki arti yang suci. Indonesia telah mengatur masalah perkawinan dalam Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagai realisasi dari kebutuhan adanya suatu peraturan perkawinan nasional dan menjadi pegangan bagi masyarakat kita. Hal tersebut agar terciptanya unifikasi hukum, baik hukum barat, hukum agama, hukum adat maupun norma yang berkembang di masyarakat. Pengertian perkawinan itu sendiri menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 ialah: ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak memberikan definisi mengenai perkawinan. Kitab Undang-undang Hukum Perdata di dalam Pasal 26 menentukan bahwa perkawinan pada prinsipnya hanya dilihat dari segi hubungan perdata. 4 Maksudnya, sahnya suatu perkawinan hanya dilihat dari segi hukum perdata tanpa melihat segi hukum agamanya. 3 4 Drs. Sudarsono, S.H., M.Si, Hukum Perkawinan Nasional, Cet. 3, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005), hlm. 6. Prof. Wahyono Darmabrata, S.H.,M.H dan Surini Ahlan Sjarif, S.H.,M.H, Hukum Perkawinan dan Keluarga Indonesia, Cet 2, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004), hlm. 12.

3 Lain halnya dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dimana isi Pasal 2 menyatakan bahwa: (1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku Pasal tersebut di atas dengan tegas menyatakan bahwa sahnya perkawinan jika dilangsungkan menurut hukum negara dan hukum agama. 5 Tujuan perkawinan adalah ibadah tetapi perkawinan juga bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. 6 Untuk dapat mewujudkan tujuan perkawinan, salah satu syaratnya adalah telah masak jiwa raganya. Oleh karena itu, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 menentukan batas usia untuk melangsungkan perkawinan. Ketentuan batas usia kawin telah diatur pada Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yang mengatakan bahwa Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Pada usia tersebut bagi laki-laki dan perempuan dianggap sudah matang perkembangan fisik dan psikologisnya sehingga memahami resiko dari setiap tindakannya. Hal tersebut diperkuat dalam salah satu asas yang di anut Undangundang Nomor 1 Tahun 1974: Undang-undang Perkawinan menganut prinsip bahwa calon suami-istri masak jiwa dan raganya. Hal ini sangat perlu untuk mewujudkan tujuan perkawinan, ialah agar anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut merupakan anak-anak yang sehat. 5 Prof. Wahyono Darmabrata, S.H.,M.H., Tinjauan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Beserta Undang-undang dan Peraturan Pelaksanaannya, Cet. 2, (Jakarta: CV. Gitama Jaya Jakarta, 2003), hlm. 10. 6 Indonesia, Undang-undang tentang Perkawinan, UU No. 1 Tahun 1974, LN. No.1 Tahun 1974, TLN No. 3019.

4 Disamping itu batas umur rendah mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi hal mana adalah bertentangan dengan usaha pemerintah untuk membatasi kelahiran dengan menyelenggarakan program Keluarga Berencana. Dalam hukum Islam, batas usia kawin tidak ditentukan oleh usia melainkan kedewasaan (akil baliq). Sehingga bila seseorang sudah mencapai tahap tersebut dan merasa siap untuk hidup berumah tangga maka tidak ada larangan baginya untuk melangsungkan perkawinan. Penetapan batas usia kawin dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dimaksudkan agar orang yang melangsungkan perkawinan telah matang dalam berpikir, matang fisik dan psikologisnya. Dengan begitu kemungkinan keretakan rumah tangga dapat terhindari. Itu karena pasangan tersebut memiliki kesadaran dan pengertian yang matang mengenai tujuan perkawinan yang menekankan pada aspek kebahagian lahir dan batin. Sebenarnya perkawinan di bawah umur dimungkinkan menurut Pasal 7 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, yaitu dengan meminta dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita. Permohonan dispensasi dilakukan dengan mengajukan permohonan tertulis kepada pengadilan agama bagi mereka yang beragama Islam dan pengadilan umum bagi lainnya. Apabila permohonan tersebut disetujui maka pasangan tersebut dapat melangsungkan perkawinan. Perkawinan di bawah umur ini bukanlah sesuatu yang baru di Indonesia. Praktek ini sudah banyak terjadi baik di perkotaan maupun di pedesaan. Hal tersebut dapat dilihat pada kasus di Semarang yang ramai diberitakan media, yaitu Syekh Pujiono menikah dengan Ulfa seorang anak di bawah umur.

5 Perkawinan ini menjadi sorotan khalayak ramai karena perempuan yang menjadi istri pria tersebut berusia 12 tahun. Kasus ini hanya satu kasus yang mengemuka dari ribuan kasus lainnya yang mengendap di bawah permukaan dan hampir semuanya luput di mata hukum. Apa yang menjadi faktor terjadinya perkawinan di bawah umur ini. Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak: Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak adalah penerus kehidupan, masa depan bangsa dan negara karena itu memerlukan pembinaan, bimbingan khusus agar dapat berkembang fisik, mental dan spiritualnya secara maksimal. 7 Oleh karena itu, anak memiliki hak untuk memperoleh pendidikan, bermain, mengembangkan kreativitas, tumbuh, berkembang dan mendapatkan perlindungan. Anak juga adalah subjek kehidupan, bukan objek yang dapat diperlakukan sesuka hati oleh orang dewasa (orang tua). Orang tua memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk: 8 1. mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak; 2. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya dan; 3. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. Menengok pada kasus di atas, Ulfa merupakan anak di bawah umur yang memiliki hak dan kewajiban yang diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Seorang anak berhak untuk mendapatkan perlindungan dari orang tuanya karena perkawinan di bawah umur memiliki sisi negatif bagi perkembangan anak. Setiap anak berhak 7 Darwan Prinst, S.H., Hukum Anak Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997), hlm. 4. 8 Indonesia, Undang-undang Tentang Perlindungan Anak, UU No. 23 Tahun 2002, LN No. 109 Tahun 2002, TLN No. 4235, ps. 26 ayat (1).

6 untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 9 Namun kemungkinan perkawinan mereka bukan keinginan anak sendiri melainkan kehendak orang tuanya. Tentu saja pemicu itu semua bisa dilihat dari berbagai aspek seperti aspek ekonomi, rendahnya pendidikan, pemahaman budaya dan nilai-nilai agama tertentu. Seharusnya orang tua dapat mengorbankan perasaan egoisnya demi kebahagian dan kesejahteraan anaknya. Dalam kasus apapun baik itu karena kondisi ekonomi ataupun yang lainnya, anak tetap harus menjadi prioritas utama. Menurut Pasal 45 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, disebutkan kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. Seharusnya orang tua lebih serius dengan tanggung jawab dalam menjalankan kewajibannya untuk menjaga dan mencintai anak. Selain orang tua, partisipasi keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara juga penting untuk melindungi anak. Pemerintah harus lebih berperan aktif dalam memberikan perlindungan terhadap anak. Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah terbentuk memiliki peran penting dalam perlindungan anak. Sebagai lembaga yang bertugas menjamin perlindungan anak, Komisi Nasioanl Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tidak bisa lepas tangan dalam permasalahan perkawinan di bawah umur. Masalah tersebut tentunya bersangkutan dengan anak di bawah umur yang menjadi tugas serta tanggung jawab Komisi Nasional Perlindungan Anak (KPAI). 9 Ibid., ps. 4.

7 Perkawinan di bawah umur yang dilakukan oleh anak-anak telah melanggar beberapa peraturan, antara lain Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Seorang anak yang seharusnya dijamin pertumbuhan, perkembangan serta hidupnya malah harus menghadapi perkawinan yang tentunya termasuk pengeksploitasian anak secara seksual. Namun apakah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Undangundang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sudah dapat memberikan perlindungan bagi anak-anak dibawah umur terutama mengenai perkawinan dibawah umur? Oleh karena itu penulis merasa perlu membahas masalah tersebut. 1.2 Pokok Permasalahan masalah, yaitu: Berdasarkan uraian diatas maka penulis mengemukakan beberapa 1. Bagaimana aplikasi perlindungan anak dalam perkawinan dibawah umur menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002? 2. Faktor apa yang menyebabkan terjadinya perkawinan di bawah umur? 3. Dampak apa saja yang timbul dari perkawinan di bawah umur terhadap anak-anak?

8 1.3 Metode Penelitian Metode penelitian yang dipakai dalam rangka penelitian ini adalah metode penelitian kepustakaan (library research) yang bersifat yuridis normatif. Data yang dikumpulkan berupa data sekunder yang terdiri dari: 10 a. Sumber hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari peraturan perundang-undangan, antara lain Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. b. Sumber hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer dalam hal ini berupa hasilhasil penelitian, karya para ilmuwan baik berbentuk buku, makalah jurnal ilmiah maupun opini yang terdapat dalam majalah maupun surat kabar. c. Sumber hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang berupa kamus baik bahasa maupun kamus hukum. Untuk menunjang data yang diperoleh maka penulis melakukan wawancara dengan narasumber yang menguasai masalah obyek penelitian ini, yaitu Komisi Nasional Perlindungan Anak. Kemudian metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, yaitu menguraikan data yang ditemukan secara sistematis untuk selanjutnya dianalisa dan dibahas sehingga hasil penelitian berbentuk deskriptif analitis. 10 Prof. Dr. Soerjono Soekanto, S.H., M.A dan Sri Mamudji, S.H., M.L.L., Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Cet. 1, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 29.

9 1.4 Sistematika Penulisan sebagai berikut: Tesis ini akan dibuat dalam bentuk penulisan dengan sistematika Bab I Pendahuluan Bab ini memuat latar belakang masalah, pokok permasalahan, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab II Perlindungan Hukum Bagi Anak Dalam Hal Perkawinan Di Bawah Umur Bab ini membahas mengenai Pengertian Perkawinan, Asas Perkawinan, Tujuan Perkawinan, Syarat-syarat Perkawinan, Pengertian Perkawinan di Bawah Umur, Izin Kawin, Dispensasi Kawin, Pengertian Anak, Pengertian dan Ruang Lingkup Perlindungan Anak, Hak dan Kewajiban Anak dan Analisa pokok permasalahan penulis. Bab III Penutup Bab ini berisi kesimpulan dan saran penulis yang diperoleh dari hasil penelitian.