Jurnal Farmanesia, 9/11(2016), 5-10 STUDI PERBANDINGAN OBAT GENERIK DAN OBAT DENGAN NAMA DAGANG. Abstrak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan

Kebijakan Obat Nasional, Daftar Obat Esensial Nasional, Perundangan Obat. Tri Widyawati_Wakidi

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat pelayanan kesehatan (DepKes RI, 2002). paling tepat dan murah (Triyanto & Sanusi, 2003).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS)

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/068/I/2010 TENTANG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. Bentuk setengah Padat contohnya salep,krim,pasta,cerata,gel,salep mata. 3. Bentuk cair/larutan contohnya potio,sirop,eliksir,obat tetes,dan lotio.

ABSTRAK FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG OBAT GENERIK DI PUSKESMAS KAYU TANGI BANJARMASIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

Dept.Farmakologi dan Terapeutik, Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penggunaan obat ketika pasien mendapatkan obat sesuai dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Pengelolaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara umum, obat terbagi menjadi dua yaitu obat paten dan obat generik.

Prosiding Farmasi ISSN:

TUGAS DRUGS MANAGEMENT MAKALAH MEMAHAMI KUALITAS OBAT DAN DRUG ASSURANCE PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

PENGGOLONGAN OBAT. Hidayah Sunar Perdanastuti Program Studi Farmasi Universitas Brawijaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Semua usaha yang dilakukan dalam upaya kesehatan tentunya akan

KEBIJAKAN PENGGUNAAN OBAT RASIONAL DIREKT0RAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GNPOPA) Edukasi terkait OBAT pada Remaja dan Dewasa

Penggolongan sederhana dapat diketahui dari definisi yang lengkap di atas yaitu obat untuk manusia dan obat untuk hewan. Selain itu ada beberapa

KARAKTERISTIK TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN ANTARA PENGGUNAAN OBAT GENERIK DAN OBAT PATEN DI APOTEK KETANDAN FARMA KLATEN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. efisiensi biaya obat pasien JKN rawat jalan RS Swasta

Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Obat merupakan unsur yang sangat penting dalam upaya penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi perhatian utama pemerintah. Akses memperoleh penanganan

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya, termasuk

KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama

SUBSISTEM OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN

OBAT Definisi dan Penggolongannya. Indah Solihah,S.Farm.,M.Sc.,Apt

Tujuan Instruksional:

Perpustakaan Unika LAMPIRAN- LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. racun yang jika tidak digunakan sebagaimana mestinya dapat membahayakan

BAB I PENDAHULUAN. yang sempurna dan tidak hanya sekedar bebas dari penyakit atau ketidakseimbangan.

Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu :

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MAKALAH PERHITUNGAN DOSIS OBAT DISUSUN OLEH : VERTI AGSUTIN

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN OBAT DI APOTEK KELURAHAN WONOKARTO KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan, diagnosis, pengobatan, dan pemulihan (Menteri Kesehatan RI,

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pokok yang harus selalu tersedia dan tidak tergantikan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 1992 TENTANG OBAT HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial ::

Jurnal Kefarmasian Indonesia. Vol : 20-27

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

PENGELOLAAN OBAT DAN PENYULUHAN OBAT KEPADA MASYARAKAT. Lecture EMI KUSUMAWATI., S.FARM., APT

Mahral Effendi.S.S.Si.M.M.,Apt

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini, semakin berkembangnya perekonomian telah memunculkan

BAB II DESKRIPSI INDUSTRI

ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Tujuan Instruksional:

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek

2011, No Tentang Registrasi Obat dan Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika perlu menetapkan Peraturan Kepal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi ini menganalisis tentang gap atau kesenjangan dari kebijakan

Oleh : Adhito Prabowo

BAB I PENDAHULUAN. menghilangkan suatu penyakit. Obat dapat berguna untuk menyembuhkan jenis-jenis

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi terutama dalam proses penyembuhan penyakit atau kuratif (Isnaini,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bab 11 Bagaimana menjelaskan kepada dokter saat berobat

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

Jurnal Farmanesia, 9/11(2016), 5-10 STUDI PERBANDINGAN OBAT GENERIK DAN OBAT DENGAN NAMA DAGANG *Faisal Yusuf *Akademi Farmasi Yayasan Tenaga Pembangunan Arjuna, Pintubosi, Laguboti, Toba Samosir, Sumatera Utara, Indonesia, 22381 *Email : nerdy190690@gmail.com Abstrak Sediaan obat yang beredar di masyarakat tersedia dalam bentuk paten dan generik. Pada dasarnya, obat generik merupakan salah satu sediaan farmasi yang telah memenuhi persyaratan farmakope serta melewati proses pembuatan sesuai Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pun turut mengawasi standar umum tersebut. Hal yang membedakan dengan obat bermerek dan banyak dipromosikan, umumnya pada pemilihan kadar kandungan dalam rentang standar farmakope. Obat generik memang dipandang sebelah mata oleh sebagian besar masyarakat. Penyebab masalah ini adalah baik dokter maupun pasien, masih menganggap obat generik adalah obat yang murah dan tidak berkualitas. Hal ini menunjukkan masih kurangnya edukasi dan perlunya sosialisasi lebih lanjut terhadap obat generik. Pendahuluan Sediaan obat yang beredar di masyarakat tersedia dalam bentuk paten dan generik. Obat paten adalah obat yang dipasarkan pertama kali oleh produsen yang menemukan senyawa atau zat aktif obat tersebut melalui proses riset. Obat-obat ini umumnya dilindungi oleh paten yang berkisar 20 25 tahun sejak senyawa obatnya ditemukan dan dipatenkan. Sebelum dipasarkan, senyawa atau zat aktif obat yang baru ditemukan harus melewati berbagai uji klinik. Selama dalam perlindungan paten, obat jenis ini tidak boleh dibuat oleh produsen lain, kecuali ada perjanjian khusus. Obat tersebut relatif baru dan masih dalam masa paten, sehingga belum ada dalam bentuk generiknya dan yang beredar adalah merk dagang dari pemegang paten 1. Obat generik adalah obat yang apabila nama patennya habis masa berlakunya, maka perusahaan farmasi lain dapat memasarkan obat tersebut. Dalam hal ini obat tidak diberi nama paten lagi, melainkan dipasarkan dengan nama generiknya, yaitu nama umum yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Obat generik dibagi menjadi 2 yaitu generik berlogo dan generik bermerk. Zat yang berkhasiat antara generik berlogo dan generik bermerk ini sama. Yang membedakan adalah satu diberi merk dan yang satu diberi logo generik. Obat generik berlogo ini biasa disebut obat generik saja yaitu obat yang menggunakan nama zat berkhasiatnya dan mencantumkan logo perusahaan farmasi yang memproduksinya 2. Obat generik adalah obat dengan nama resmi International Non Propietary Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat khasiat yang dikandungnya. Obat generik sering diasumsikan sebagai obat dengan kualitas yang rendah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama yang membuat obat jenis ini kurang dimanfaatkan. Obat generik adalah obat dengan nama resmi International Non Propietary Name (INN) yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya 3. Pada dasarnya, obat generik merupakan salah satu sediaan farmasi yang telah memenuhi persyaratan farmakope serta melewati proses pembuatan sesuai Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Badan November 2016 Vol. 1 No 1 5

6 Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pun turut mengawasi standar umum tersebut. Hal yang membedakan dengan obat bermerek dan banyak dipromosikan, umumnya pada pemilihan kadar kandungan dalam rentang standar farmakope. Berdasarkan data Nasional penggunaan obat generik di Indonesia hingga kini masih tergolong rendah, meskipun harganya jauh lebih murah dan khasiat yang sama seperti obat bernama dagang (bermerek). Menurut data Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010, peresepan obat generik oleh dokter di rumah sakit umum milik pemerintah saat ini baru 66 persen, sedangkan di rumah sakit swasta dan apotek hanya 49 persen. Ketersediaan obat esensial generik di sarana pelayanan kesehatan juga baru 69,7 persen dari target 95 persen, Dalam lima tahun terakhir 2005-2010, pasar obat generik turun dari Rp. 2.525 triliun atau 10.2 persen dari pasar nasional, menjadi Rp. 2.372 triliun atau 7.2 persen dari pasar nasional. Sementara, pasar obat nasional meningkat dari Rp. 23,59 triliun pada 2005 menjadi Rp. 32,93 triliun pada 2009. Hal itu antara lain dipengaruhi oleh tingkat penggunaan obat generik dalam pelayanan kesehatan 3. Obat generik memang dipandang sebelah mata oleh sebagian besar masyarakat. Penyebab masalah ini adalah baik dokter maupun pasien, masih menganggap obat generik adalah obat yang murah dan tidak berkualitas. Hal ini menunjukkan masih kurangnya edukasi dan perlunya sosialisasi lebih lanjut terhadap obat generik. Peran Obat Setiap obat memiliki sifat khusus masingmasing agar dapat bekerja dengan baik. Sifat fisik obat, dapat berupa benda padat pada temperatur kamar ataupun bentuk gas namun dapat berbeda dalam penanganannya berkaitan dengan ph kompartemen tubuh dan derajat ionisasi obat tersebut. Ukuran molekuler obat yang bervariasi dari ukuran sangat besar (BM 59.050) sampai sangat kecil (BM 7) dapat mempengaruhi proses difusi obat tersebut dalam kompartemen tubuh. Bentuk suatu molekul juga harus sedemikian rupa sehingga dapat berikatan dengan reseptornya. Setiap obat berinteraksi dengan reseptor berdasarkan kekuatan atau ikatan kimia. Selain itu, desain obat yang rasional berarti mampu memperkirakan struktur molekular yang tepat berdasarkan jenis reseptor biologisnya. Peran obat secara umum adalah sebagai berikut: a. Penetapan diagnose b. Pencegahan penyakit c. Penyembuhan penyakit d. Pemulihan (rehabilitasi) kesehatan e. Mengubah fungsi normal tubuh untuk tujuan tertentu f. Peningkatan kesehatan g. Mengurangi rasa sakit 3. Mekanisme Kerja Obat Efek obat terjadi karena adanya interaksi fisiko-kimiawi antara obat atau metabolit aktif dengan reseptor atau bagian tertentu dari tubuh. Obat tidak dapat menimbulkan fungsi baru dalam jaringan tubuh atau organ, tetapi hanya dapat menambah atau mempengaruhi fungsi dan proses fisiologi. Untuk dapat mencapai tempat kerjanya, banyak proses yang harus dilalui obat. Proses itu terdiri dari 3 fase, yaitu fase farmasetik, fase farmakokinetik, dan fase farmakodinamik. Fase farmasetik merupakan fase yang dipengaruhi oleh cara pembuatan obat, bentuk sediaan obat, dan zat tambahan yang digunakan. Fase selanjutnya yaitu fase farmakokinetik, merupakan proses kerja obat pada tubuh. Suatu obat selain dipengaruhi oleh sifat fisika kimia obat (zat aktif), juga dipengaruhi oleh sifat fisiologi tubuh, dan jalur atau rute pemberian obat. Suatu obat harus dapat mencapai tempat kerja yang diinginkan setelah masuk tubuh dengan jalur yang terbaik. Dalam beberapa hal, obat dapat langsung diberikan pada tempatnya bekerja, atau obat dapat diberikan melalui intravena maupun per oral. Fase selanjutnya yaitu fase farmakodinamik. Proses ini merupakan pengaruh tubuh pada obat. Fase ini menjelaskan bagaimana obat berinteraksi dengan reseptornya ataupun pengaruh obat terhadap fisiologi tubuh. Fase farmakodinamik dipengaruhi oleh struktur kimia obat, jumlah obat yang sampai pada reseptor, dan afinitas obat terhadap reseptor dan sifat ikatan obat dengan reseptornya 4.

7 Penggolongan Obat 1. Berdasarkan Jenisnya a. Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas Obat Bebas merupakan obat yang bisa dibeli bebas di apotek, bahkan warung, tanpa resep dokter, ditandai lingkaran hijau bergaris tepi hitam. Obat Bebas Terbatas (dulu disebut daftar W = Waarschuwing = peringatan), yakni obat-obatan yang dalam jumlah tertentu masih bisa dibeli di apotek, tanpa resep dokter, memakai lingkaran biru bergaris tepi hitam. b. Obat Keras Obat keras (dulu disebut obat daftar G = Gevaarlijk = berbahaya), yaitu obat berkhasiat keras yang untuk mendapatkannya harus dengan resep dokter, memakai tanda lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan tulisan huruf K di dalamnya. c. Psikotropika dan Narkotika Psikotropika adalah zat atau obat yang dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan syaraf pusat dan menimbulkan kelainan prilaku. Narkotika adalah zat atau obatyang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakan dengan memasukkannya kedalam tubuh manusia 5. 2. Berdasarkan Mekanisme Kerja Obat a. Obat yang bekeja terhadap penyebab penyakit, misalnya penyakit karena bakteri atau mikroba, contoh: antibiotik. b. Obat yang bekerja mencegah keaadan patologis dari penyakit, contoh: serum, vaksin. c. Obat yang menghilangkan gejala penyakit = simptomatik, missal gejala penyakit nyeri, contoh: analgetik, antipiretik. d. Obat yang bekerja untuk mengganti atau menambah fungsi-fungsi zat yang kurang, contoh: vitamin, hormon 6. 3. Berdasarkan Tempat atau Lokasi Pemakaiaannya a. Obat Dalam, misalnya obat-obat peroral. Contoh: antibiotik, acetaminophen b. Obat Topikal, untuk pemakaian luar badan. Contoh sulfur, antibiotik 6. 4. Berdasarkan Cara Pemberiannya a. Oral, obat yang diberikan atau dimasukkan melalui mulut, Contoh: serbuk, kapsul, tablet sirup. b. Parektal, obat yang diberikan atau dimasukkan melalui rectal. Contoh supositoria, laksatif. c. Sublingual, dari bawah lidah, kemudian melalui selaput lendirdan masuk ke pembuluh darah, efeknya lebih cepat. Untuk penderita tekanan darah tinggi, Contoh: tablet hisap, hormon. d. Parenteral, obat suntik melaui kulit masuk ke darah. Ada yang diberikan secara intravena, subkutan, intramuscular, intrakardial. e. Langsung ke organ, contoh intrakardial. f. Melalui selaput perut, intraperitoneal 7. 5. Berdasarkan Efek yang Ditimbulkannya a. Sistemik: masuk ke dalam system peredaran darah, diberikan secara oral b. Lokal : pada tempat-tempat tertentu yang diinginkan, misalnya pada kulit, telinga, mata 8. 6. Berdasarkan Penamaannya a. Nama Kimia, yaitu nama asli senyawa kimia obat. b. Nama Generik (unbranded name), yaitu nama yang lebih mudah yang disepakati sebagai nama obat dari suatu nama kimia. c. Nama Dagang atau Merek, yaitu nama yang diberikan oleh masingmasing produsen obat 6.

8 Obat Generik Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama resmi yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan INN (International Non-propietary Names) dari WHO (World Health Organization) untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Nama generik ini ditempatkan sebagai judul dari monografi sediaan obat yang mengandung nama generik tersebut sebagai zat tunggal. Obat generik berlogo yaitu obat yang diprogram oleh pemerintah dengan nama generik yang dibuat secara CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). Harga obat disubsidi oleh pemerintah. Logo generik menunjukkan persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan (Menkes) RI. Obat generik esensial adalah obat generik terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan untuk menjamin ketersediaan obat yang lebih merata dan terjangkau oleh masyarakat, pemerintah telah menyusun Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN). DOEN merupakan daftar obat yang menggunakan obat-obat generik, sehingga ketersedian obat generik di pasar dalam jumlah dan jenis yang cukup 9. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.791 / MenKes / SK / VIII / 2008 tentang Daftar Obat Esensial Nasional tahun 2008, Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), menerangkan bahwa Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) merupakan daftar berisikan obat terpilih yang paling dibutuhkan dan diupayakan tersedia di unit pelayanan kesehatansesuai dengan fungsi dan tingkatnya. Obat esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan, mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan rehabilitasi, yang diupayakan tersedia pada unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya. DOEN merupakan standar nasional minimal untuk pelayanan kesehatan. Penerapan DOEN dimaksudkan untuk meningkatkan ketepatan, keamanan, kerasionalan penggunaan dan pengelolaan obat yang sekaligus meningkatkan daya guna dan hasil guna biaya yang tersedia sebagai salah satu langkah untuk memperluas, memeratakan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Penerapan DOEN harus dilakukan secara konsisten dan terus menerus di semua unit pelayanan kesehatan. Bentuk sediaan, kekuatan sediaan dan besar kemasan yang tercantum dalam DOEN adalah mengikat. Besar kemasan untuk masing-masing unit pelayanan kesehatan didasarkan pada efisiensi pengadaan dan distribusinya dikaitkan dengan penggunaan 10. Manfaat Obat Generik Manfaat obat generik secara umum adalah: 1. Sebagai sarana pelayanan kesehatan masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. 2. Dari segi ekonomis obat generik dapat dijangkau masyarakat golongan ekonomi menengah kebawah. 3. Dari segi kualitas obat generik memiliki mutu atau khasiat yang sama dengan obat yang bermerek dagang (obat paten) 11. Obat dengan Merek Dagang Obat merk dagang adalah obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama si pembuat atau yang dikuasakan dan dijual dalam bungkus asli yang dikeluarkan dari pabrik yang memproduksi. Berdasarkan UU No. 14 tahun 2001, masa berlaku paten di Indonesia adalah 20 tahun. Selama 20 tahun perusahaan farmasi tersebut memiliki hak eksklusif untuk memproduksi dan memasarkan obat yang serupa kecuali jika memiliki perjanjian khusus dengan perusahaan pemilik paten. Dalam kurun waktu tersebut, tidak boleh ada perusahaan lain yang memproduksi obat dari bahan generik yang sama, karena obat tersebut relatif baru dan masih dalam masa paten, sehingga belum ada dalam bentuk generiknya, yang beredar adalah merk dagang dari pemegang paten. Setelah habis masa patennya, obat yang dulunya paten dengan merk dagang kemudian masuk ke dalam kelompok obat generik bermerk atau obat bermerk. Obat generik bermerk adalah obat

9 yang dibuat sesuai dengan komposisi obat paten setelah masa patennya berakhir 12. Faktor Penghambat Penggunaan Obat Generik 1. Akses Obat Hal ini dalam rangka memenuhi kebutuhan obat pasien sesuai dengan resep di setiap penjualan obat, yaitu membahas resep yang terlayani, resep yang tidak terlayani oleh apotik, dan resep yang obatnya digantikan dengan obat lain yang sejenis. Akses masyarakat terhadap obat esensial dipengaruhi oleh empat faktor utama, yaitu: a. Penggunaan obat yang rasional b. Harga yang terjangkau c. Pembiayaan yang berkelanjutan d. Sistem pelayanan kesehatan beserta sistem suplai obat yang dapat menjamin ketersediaan, pemerataan, keterjangkauan obat 9. 2. Harga Obat Harga obat di Indonesia umumnya dinilai mahal dan struktur harga obat tidak transparan. Penelitian WHO menunjukkan perbandingan harga antara satu nama dagang dengan nama dagang yang lain untuk obat yang sama, berkisar 1 : 2 sampai 1 : 5. Penelitian di atas juga membandingkan harga obat dengan nama dagang dan obat generik menunjukkan obat generik bukan yang termurah. Survai dampak krisis rupiah pada biaya obat dan ketersediaan obat esensial antara 1997 2002 menunjukkan bahwa biaya resep rata-rata di sarana kesehatan sektor swasta jauh lebih tinggi dari pada di sektor publik yang menerapkan pengaturan harga dalam sistem suplainya 9. 3. Tingkat Ketersediaan Obat Rendahnya ketersediaan obat generik di rumah sakit pemerintah dapat berimplikasi secara langsung pada akses obat generik, sebagai gantinya pasien membeli obat generik di apotik atau di praktek dokter. Apotik swasta mempunyai obat generik lebih sedikit dibandingkan dengan yang disediakan oleh dokter. Sehingga apotik menyediakan obat paten lebih banyak. Selama banyak obat yang tidak tersedia, pasien mengeluarkan uang lebih banyak untuk membayar obat 9. 4. Informasi Obat Keterbatasan informasi masyarakat akan obat sangat erat kaitannya dengan ketidaktahuan akan pengenalan, penggunaan dan pemanfaatan obat terutama bagi mereka yang ingin memakai obat generik. Informasi obat, antara lain mengenai khasiat, indikasi, kontraindikasi, efek samping, dosis dan aturan pakai, peringatan-peringatan penggunaan suatu obat, serta harga obat, Juga bila perlu informasi mengenai pilihan obat yang tepat bagi konsumen 9. 5. Keterjangkauan Obat Keterjangkauan obat dapat dipandang dari sudut geografis, ekonomi dan sosial politik. Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari 17.504 pulau dimana 5.707 diantaranya sudah bernama. Namun pulau yang telah berpenghuni jumlahnya lebih kecil. Saat ini sebagian masyakat Indonesia tinggal di daerah terpencil, daerah tertinggal, dan wilayah perbatasan. Sebagian lagi tinggal di daerah rawan bencana baik bencana alam dan bencana buatan manusia seperti : ketidakstabilan politik dan tingginya tingkat kemiskinan. Dengan pola penyebaran penduduk seperti tersebut di atas, maka diperlukan adanya perbedaan pengelolaan obat sesuai dengan karateristik masingmasing daerah. Sebagai contoh kita dapat melakukan pengelompokan Provinsi Kepulauan Riau, NTB, NTT, Maluku dan Maluku Utara lebih memiliki karakteristik geografis kepulauan. Sedangkan propinsi di Kalimantan dan Papua dapat dikategorikan daratan luas dengan hambatan transportasi. Kategori lain adalah Pulau Jawa, Bali, Sumatera dan Sulawesi 9. Pustaka [1.] Bank Dunia. (2008). Berinvestasi dalam Sektor Kesehatan Indonesia : Tantangan dan Peluang untuk Pengeluaran Publik di Masa Depan. [2.] Barlas, Y. (1996). Formal aspects of model validity and validation in system dynamics. System Dynamics Review. 12 (3) [3.] Tjay, T.H., dan Rahardja, T. (2007). Obat-Obat Penting. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo

10 [4.] Palanimuthu, B. (2011). Tingkat Pengetahuan Diet Pasien Diabetes Mellitus Serta Komplikasinya Di Poli Endokrinologi, Departmen Ilmu Penyakit Dalam RSUP Haji Adam Malik, Medan, Tahun 2010. [5.] Königbauer, I. (2007). Advertising and Generic Market Entry. Journal of Health Economics. 26 (1) : 286-305. [6.] International Diabetes Federation. (2003). Diabetes Atlas Executive Summary. Second Edition. Belgium. [7.] Garattini, L., dan Tediosi, F. (2000). A Comparative Analysis of Generics Markets in Five European Countries. Health Policy. 51 (1) : 149-162. [8.] Anna. L.K. (2012). 95 Persen Bahan Baku Obat Diimpor. Tanggal Diakses 20 September 2016. [9.] Djunaedi, M., dan Modjo, I. (2007). Pemetaan Distribusi Obat di Indonesia. [10.] Muhammadi, E., Aminullah, and Soesilo, B. (2001). Analisis Sistem Dinamis : Lingkungan Hidup, Sosial, Ekonomi, Manajemen. Jakarta : Universitas Muhammadiyah Jakarta Press. [11.] Shreckengost, R.C. (1985). Dynamic Simulation Models: How Valid Are They?. Self Report Methods of Estimating Drug Use: Current Challenges to Validity. National Institute on Drug Abuse Research Monograph. 57 (1) : 63-70. [12.] Liu, Y.M., Yang, Y.H.K., dan Hsieh, C.R. (2009). Financial Incentives and Physicians Prescription Decisions on the Choice Between Brand Name and Generic Drugs: Evidence from Taiwan. Journal of Health Economics. 28 (1) : 341-349.