II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Nur dalam (Trianto, 2010), teori-teori baru dalam psikologi pendidikan

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pem-belajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya

TINJAUAN PUSTAKA. Teori konstruktivisme dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

TINJAUAN PUSTAKA. dalam menghadapi suatu keadaan pada waktu sebelum dan sesudah mengalami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

II. TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam menghadapi suatu keadaan pada waktu sebelum dan sesudah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Nurgana (1985) bahwa keefektivan pembelajaran mengacu pada: 75% dari jumlah siswa telah memperoleh nilai = 65 dalam

I. PENDAHULUAN. mutu pendidikan, khususnya di dalam menghasilkan siswa yang berkualitas,

II. TINJAUAN PUSTAKA. sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu disiplin ilmu yang dipelajari pada jenjang SMA adalah ilmu kimia.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roni Rodiyana, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual,

PEMBEKALAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS MASALAH

PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK SEKOLAH DASAR

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Konseptual. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. Berpikir merupakan aktivitas mental yang disadari dan diarahkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Munandar (1987) menyatakan bahwa berpikir kreatif (juga disebut berpikir

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat penting. Karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Risa Meidawati, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. KERANGKA TEORETIS. Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. suatu makna (Supardi, 2011).

Noor Fajriah 1), R. Ati Sukmawati 2), Tisna Megawati 3) Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kreativitas menurut para ahli psikologi penjelasannya masih berbeda-beda

II. TINJAUAN PUSTAKA. tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Menurut Nuraeni (2010),

I. PENDAHULUAN. Salah satu disiplin ilmu yang dipelajari pada jenjang Sekolah Menengah Atas

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut menunjukkan bahwa pendidikan perlu diselenggarakan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. baik. Efektivitas berasal dari kata efektif. Dalam Kamus Besar Bahasa

II. TINJAUAN PUSTAKA. bantuan catatan. Pemetaan pikiran merupakan bentuk catatan yang tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu

benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat,

II. TINJAUAN PUSTAKA. usaha untuk mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan

BAB III METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. teknologinya. Salah satu bidang studi yang mendukung perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Herman S. Wattimena,2015

II. TINJAUAN PUSTAKA. Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan

BAB I PENDAHULUAN. Usia dini merupakan usia yang sangat baik bagi anak-anak untuk. mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya. Prof. Dr.

Jurnal Pendidikan Matematika STKIP PGRI Sidoarjo Vol.2, No.1, Maret 2014 ISSN:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyajikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kreativitas merupakan kemampuan untuk menciptakan hal-hal yang sama sekali

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

Puspa Handaru Rachmadhani, Muhardjito, Dwi Haryoto Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. baik, namun langkah menuju perbaikan itu tidaklah mudah, banyak hal yang harus

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ditinjau dari aspek kehidupan manapun, kebutuhan akan kreativitas sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan salah satu ilmu yang memiliki peranan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan ini berguna untuk menghasilkan ide-ide baru yang kreatif.

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. berpikir matematis tingkat tinggi (higher order thinking), yang diharapkan dapat

BAB II KAJIAN TEORI. mengakibatkan penemuan terarah kepada suatu tujuan. 1 Berpikir sebagai

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan kehidupan manusia yang merupakan bagian dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada hakekatnya adalah produk,

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat mencapai tujuannya. Setiap perusahaan selain bersaing dengan

2015 PENGARUH METODE GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DITINJAU DARI KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:7), belajar merupakan tindakan dan

Kreativitas Siswa dalam Pembuatan Model Struktur 3D Sel pada Pembelajaran Subkonsep Struktur dan Fungsi Sel

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

I. PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu kompetensi penting sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kepada siswa untuk memahami nilai-nilai, norma, dan pedoman bertingkah laku karena

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan salah satu ilmu yang memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. menyelidiki sebuah proyek dari sudut pandang yang tidak biasa.

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Menurut Nur dalam (Trianto, 2010), teori-teori baru dalam psikologi pendidikan di kelompokkan dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner. Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi. Asimilasi ialah pemaduan data baru dengan stuktur kognitif yang ada. Akomodasi ialah penyesuaian stuktur kognitif terhadap situasi baru, dan equilibrasi ialah penyesuaian kembali yang terus dilakukan antara asimilasi dan akomodasi (Bell, 1994). Prespektif kognitif-konstruktivis, yang menjadi landasan pembelajaran problem solving, banyak meminjam pendapat Piaget. Prespektif ini mengatakan, seperti yang dikatakan Piaget, bahwa pelajar dengan umur berapapun terlibat secara aktif dalam proses mendapatkan informasi dan mengonstruksikan pengetahuannya

8 sendiri. Pengetahuan tidak statis, tetapi berevolusi dan berubah secara konstan selama pelajar mengonstruksikan pengalaman-pengalaman baru yang memaksa mereka untuk mendasarkan diri pada dan memodifikasi pengetahuan sebelumnya. Keyakinan Piaget ini berbeda dengan keyakinan Vygotsky dalam beberapa hal penting. Bila Piaget memfokuskan pada tahap-tahap perkembangan intelektual yang dilalui anak terlepas dari konteks sosial atau kulturalnya, Vygotsky menekankan pentingnya aspek sosial belajar. Vygotsky percaya bahwa interaksi sosial dengan orang lain memacu pengonstruksian ide-ide baru dan meningkatkan perkembangan intelektual pelajar. Salah satu ide kunci yang berasal dari minat Vygotsky pada aspek sosial pembelajaran adalah konsepnya tentang zone of proximal development. Menurut Vygotsky, pelajar memiliki dua tingkat perkembangan yang berbeda yakni tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual, menentukan fungsi intelektual individu saat ini dan kemampuannya untuk mempelajari sendiri hal-hal tertentu. Individu juga memiliki tingkat perkembangan potensial, yang oleh Vygotsky didefinisikan sebagai tingkat yang dapat difungsikan atau dicapai oleh individu dengan bantuan orang lain, misalnya guru, orang tua, atau teman sebayanya yang lebih maju. Zona yang terletak diantara kedua tingkat perkembangan inilah yang disebutnya sebagai zone of proximal development (Arends, 2008). Para ahli psikologi kognitif mengemukakakan suatu kerangka teoritis yang dikenal dengan model pemrosesan-informasi. Dalam model ini peristiwa-peristiwa mental diuraikan sebagai transformasi-transformasi informasi dari input (stimulus) ke output (respon). Informasi mula-mula diterima oleh reseptor, lalu masuk ke registor pengindraan. Sebagian dari seluruh informasi yang terdapat

9 dalam registor pengindraan dipindahkan ke memori kerja, selebihnya hilang. Memori kerja terbatas kapasitasnya. Bila informasi di dalamnya tidak diulangulang atau diberi kode, informasi itu akan hilang. Informasi yang telah diberi kode masuk ke dalam memori jangka panjang yang mempunyai kapasitas besar sekali. Informasi yang tersimpan dapat dikeluarkan. Lalu disuruh oleh generator respons menjadi pola-pola prilaku yang membimbing efektor-efektor menghasilkan serangkaian tindakan-tindakan (Dahar, 1989). Bruner (Dahar, 1989) menganggap bahwa belajar itu meliputi tiga proses kognitif, yaitu memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan menguji relevansi atau ketepatan pengetahuan. Pandangannya terhadap belajar yang disebutnya sebagai konseptualisme instrumental itu didasarkan pada dua prinsip, yaitu pengetahuan orang tentang alam didasarkan pada model-model mengenai Kenyataan yang dibangunnya, dan model itu mula-mula diadopsi dari kebudayaan seseorang, dan kemudian model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang itu. Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan berpikir secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah. B. Model Pembelajaran Problem Solving Masalah pada hakikatnya merupakan bagian dalam kehidupan manusia. Masalah yang sederhana dapat dijawab melalui proses berpikir yang sederhana, sedangkan masalah yang rumit memerlukan langkah-langkah pemecahan yang rumit pula.

10 Masalah pada hakikatnya adalah suatu pertanyaan yang mengandung jawaban. Suatu pertanyaan mempunyai peluang tertentu untuk dijawab dengan tepat, bila pertanyaan itu dirumuskan dengan baik dan sistematis. Ini berarti, pemecahan suatu masalah menuntut kemampuan tertentu pada diri individu yang hendak memecahkan masalah tersebut. Problem solving adalah suatu pendekatan dengan cara problem identification untuk ke tahap syntesis kemudian dianalisis yaitu pemilahan seluruh masalah sehingga mencapai tahap aplikasi selanjutnya comprehension untuk mendapatkan solusi dalam penyelesaian masalah tersebut. Tentunya, dalam memberikan pembelajaran problem solving mempunyai proses serta tahapan-tahapan tertentu (Hamalik, 1994). Model problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan suatu masalah dan memecahkannya berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat. Proses pembelajaran problem solving memberikan kesempatan peserta didik berperan aktif dalam mempelajari, mencari, dan menemukan sendiri informasi untuk diolah menjadi konsep, prinsip, teori, atau kesimpulan. Dengan kata lain, pemecahan masalah menuntut kemampuan memproses informasi untuk membuat keputusan tertentu (Hidayati, 2006). Tahap-tahap problem solving dalam proses pembelajaran dikemukakan oleh John Dewey dalam (Nasution, 1999), yakni : 1. siswa menghadapi masalah, artinya dia menyadari adanya suatu masalah tertentu

11 2. siswa merumuskan masalah, artinya menjabarkan masalah dengan jelas dan spesifik 3. siswa merumuskan hipotesis, artinya merumuskan kemungkinankemungkinan jawaban atas masalah tersebut yang masih perlu diuji kebenarannya 4. siswa mengumpulkan dan mengolah data/informasi 5. siswa menguji hipotesis berdasarkan data/informasi yang telah dikumpulkan dan diolah 6. menarik kesimpulan berdasarkan pengujian hipotesis dan jika ujinya salah maka kembali ke tahap 3 dan 4 dan seterusnya 7. siswa menerapkan hasil problem solving pada situasi baru. Pemecahan masalah bukan perbuatan yang sederhana, akan tetapi lebih kompleks daripada yang diduga. Pemecahan masalah memerlukan keterampilan berpikir yang banyak ragamnya termasuk mengamati, melaporkan, mendeskripsi, menganalisis, mengklasifikasi, menafsirkan, mengkritik, meramalkan, menarik kesimpulan, dan membuat generalisasi berdasarkan informasi yang dikumpulkan dan diolah. Untuk memecahkan masalah kita harus melokasi informasi, menampilkannya dari ingatan lalu memprosesnya dengan maksud untuk mencari hubungan, pola, atau pilihan baru. Salah satu model mengajar adalah model pembelajaran problem solving. Langkah-langkah dalam penggunaan model problem solving yaitu sebagai berikut: 1. Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya. 2. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya dan lain-lain. 3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah kedua di atas. 4. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini tentu saja diperlukan kegiatan lainnya seperti demonstrasi, tugas, diskusi, dan lain-lain.

12 5. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi (Djamarah dan Zain, 2010). Problem solving merupakan perluasan yang wajar dari belajar aturan. Problem solving prosesnya terletak dalam diri siswa. Variabel dari luar hanya berupa instruksi verbal yang membantu atau membimbing siswa untuk memecahkan masalah itu. Memecahkan masalah dapat dipandang sebagai proses dimana siswa menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajarinya lebih dahulu yang digunakan untuk memecahkan masalah yang baru. Namun memecahkan masalah tidak sekedar menerapkan aturan-aturan yang diketahui, akan tetapi juga menghasilkan pelajaran baru (Nasution, 1992). Pembelajaran problem solving ini akan lebih produktif bila dalam pelaksanaannya disatukan metode diskusi dan kerja kelompok, sebagaimana yang dikemukakan oleh (Djsastra, 1985) yaitu : Dalam praktek mengajar di kelas model problem solving ini sebaiknya dipergunakan bersama-sama dengan metode diskusi dan metode proyek, tetapi yang jelas model problem solving ini akan lebih produktif (lebih stabil) bila disatukan dengan metode diskusi. Dalam pelaksanaannya, model pembelajaran problem solving biasanya dapat digabungkan dengan metode diskusi. Hal ini bertujuan agar pembelajaran yang dilakukan lebih produktif, siswa dapat bersama-sama dengan teman sekelompoknya berdiskusi dalam memecahkan permasalahan yang diberikan. Terdapat 3 ciri utama dari pembelajaran problem solving yaitu sebagai berikut: a. Pembelajaran problem solving merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran. Artinya dalam implementasi problem solving ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa.

13 b. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Pembelajaran problem solving menempatkan masalah sebagai kunci dari proses pembelajaran. c. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Kelebihan dan kekurangan pembelajran problem solving menurut (Djamarah dan Zain, 2010) adalah sebagai berikut. 1. Kelebihan pembelajaran problem solving a. Membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan. b. Membiasakan siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil. c. Model pembelajaran ini merangsang pengembangan kemampuan berpikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya siswa banyak menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahannya. 2. Kekurangan pembelajaran problem solving a. Memerlukan keterampilan dan kemampuan guru. Hal ini sangat penting karena tanpa keterampilan dan kemampuan guru dalam mengelola kelas pada saat strategi ini digunakan maka tujuan pengajaran tidak akan tercapai karena siswa menjadi tidak teratur dan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan dalam pembelajaran b. Memerlukan banyak waktu. Penggunaan model pembelajaran problem solving untuk suatu topik permasalahan tidak akan maksimal jika waktunya sedikit, karena bagaimanapun juga akan banyak langkah-langkah yang harus diterapkan terlebih dahulu dimana masing-masing langkah membutuhkan kecekatan siswa dalam berpikir untuk menyelesaikan topik permasalahan yang diberikan dan semua itu berhubungan dengan kemampuan kognitif dan daya nalar masing-masing siswa c. Mengubah kebiasaan siswa belajar dari mendengarkan dan menerima informasi yang disampaikan guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan masalah sendiri dan kelompok memerlukan banyak sumber belajar sehingga menjadi kesulitan tersendiri bagi siswa. Sumber-sumber belajar ini bisa di dapat dari berbagai media dan buku-buku lain. Jika sumber-sumber ini tidak ada dan siswa hanya mempunyai satu buku / bahan saja maka topik permasalahan yang diberikan tidak akan bisa diselesaikan dengan baik.

14 C. Keterampilan Berpikir Kreatif Kreativitas seringkali dianggap sebagai sesuatu keterampilan yang didasarkan pada bakat alam, dimana hanya mereka yang berbakat saja yang bisa menjadi orang kreatif padahal anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar, meskipun dalam kenyataan ada orang tertentu yang memiliki kemampuan untuk menciptakan ideide baru dengan cepat dan beragam namun kreativitas dapat dimunculkan dari setiap diri seseorang dengan mengembangkan serta memberikan kesempatan seseorang dalam berkreasi. Pada hakekatnya kreativitas dimiliki oleh setiap orang, tinggal bagaimana orang tersebut mampu mengeluarkan atau mengaktualisasikan diri sesuai dengan daya kreasi dan pola berpikir yang dikembangkan orang tersebut. Menurut Guilford dalam (Munandar, 2012), kreativitas (berpikir kreatif atau berpikir divergen) adalah kemampuan berpikir berdasarkan data atau informasi yang tersedia untuk menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, di mana penekanannya pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban. Makin banyak kemungkinan jawaban yang dapat diberikan terhadap suatu masalah makin kreatiflah seseorang. Tentu saja jawaban-jawaban tersebut harus sesuai dengan masalahnya. Jadi, tidak semata-mata banyaknya jawaban yang dapat diberikan yang menentukan kreativitas seseorang, tetapi juga kualitas atau mutu jawabannya. Dalam studi mengenai ciri-ciri utama dari berpikir kreatif, Guilford dalam (Munandar, 2012) membedakan antara aptitude dan non-aptitude traits yang berhubungan dengan berpikir kreatif. Ciri-ciri aptitude dari berpikir kreatif meliputi kelancaran, kelenturan (fleksibilitas), dan orisinilitas dalam ber-

15 pikir. Sedangkan ciri-ciri non-aptitide atau afektif dari berpikir kreatif adalah kepercayaan diri, keuletan, apresiasi estetik, dan kemandirian. Menurut Supriadi dalam (Riyanto, 2010), ciri-ciri kreativitas dapat dibedakan ke dalam ciri kognitif dan non kognitif. Ke dalam ciri kognitif termasuk empat ciri berpikir kreatif yaitu orisinalitas, fleksibel, kelancaran dan elaborasi. Untuk menilai keterampilan berpikir kreatif menggunakan acuan yang mengemukakan bahwa keterampilan berpikir kreatif dirumuskan sebagai kemampuan yang mencerminkan aspek aspek sebagai berikut: a. Berpikir lancar (Fluent thinking) atau kelancaran yang menyebabkan seseorang mampu mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau pertanyaan. b. Berpikir luwes (Flexible thinking) atau kelenturan yang menyebabkan seseorang mampu menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi. c. Berpikir orisinil (Original thinking) yang menyebabkan seseorang mampu melahirkan ungkapan ungkapan yang baru dan unik atau mampu menemukan kombinasi kombinasi yang tidak biasa dar unsur unsur yang biasa. d. Keterampilan mengelaborasi (Elaboration ability) yang menyebabkan seseorang mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan (Munandar, 2009). Sedangkan menurut Guilford dalam (Herdian, 2010) terdapat lima indikatorindikator berpikir kreatif, yaitu: 1. Kepekaan (problem sensitivity), adalah kemampuan mendeteksi, mengenali dan memahami serta menanggapi suatu pernyataan, situasi atau masalah. 2. Kelancaran (fluency), adalah kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan. 3. Keluwesan (flexibility), adalah kemampuan untuk mengemukakan bermacam-macam pemecahan atau pendekatan terhadap masalah. 4. Keaslian (originality), adalah kemampuan untuk mencetuskan gagasan dengan cara-cara yang asli, tidak klise dan jarang diberikan kebanyakan orang. 5. Elaborasi (elaboration), adalah kemampuan menambah suatu situasi atau masalah sehingga menjadi lengkap, dan merincinya secara detail, yang di dalamnya terdapat berupa tabel, grafik, gambar model, dan kata-kata.

16 Willliams dalam (Munandar, 1992) memberikan uraian tentang aspek berpikir kreatif sebagai dasar untuk mengukur kreativitas siswa seperti terlihat dalam tabel di bawah ini: Tabel 1. Indikator keterampilan berpikir kreatif Pengertian Berpikir Lancar (Fluency) 1) Mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau jawaban. 2) Memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal. 3) Selalu memikirkan lebih dari satu jawaban. Berpikir Luwes (Flexibility) 1) Menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi. 2) Dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda. 3) Mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda. 4) Mampu mengubah cara pendekatan atau pemikiran. Berpikir Orisinil (Originality) 1. Mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik. 2. Memikirkan cara-cara yang tak lazim untuk mengungkapkan diri. 3. Mampu membuat kombinasikombinasi yang tak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Perilaku a. Mengajukan banyak pertanyaan. b. Menjawab dengan sejumlah jawaban jika ada. c. Mempunyai banyak gagasan mengenai suatu masalah. d. Lancar mengungkapkan gagasangagasannya. e. Bekerja lebih cepat dan melakukan lebih banyak dari orang lain. f. Dapat dengan cepat melihat kesalahan dan kelemahan dari suatu objek atau situasi. a. Memberikan bermacam-macam penafsiran terhadap suatu gambar, cerita atau masalah. b. Menerapkan suatu konsep atau asas dengan cara yang berbedabeda. c. Jika diberikan suatu masalah biasanya memikirkan bermacammacam cara untuk menyelesaikannya. a. Memikirkan masalah-masalah atau hal yang tidak terpikirkan orang lain. b. Mempertanyakan cara-cara yang lama dan berusaha memikirkan cara-cara yang baru. c. Memilih cara berpikir lain dari pada yang lain.

17 Tabel 1. (Lanjutan) Pengertian Berpikir Elaboratif (Elaboration) 1. Mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk. 2. Menambah atau merinci detaildetail dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik. Berpikir Evaluatif (Evaluation) 1. Menentukan kebenaran suatu pertanyaan atau kebenaran suatu penyelesaian masalah. 2. Mampu mengambil keputusan terhadap situasi terbuka. 3. Tidak hanya mencetuskan gagasan tetapi juga melaksanakannya. Perilaku a. Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah yang terperinci. b. Mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain. c. Menambah garis-garis, warnawarna, dan detail-detail (bagianbagian) terhadap gambaranya sendiri atau gambar orang lain. a. Memberi pertimbangan atas dasar sudut pandang sendiri. b. Mencetuskan pandangan sendiri mengenai suatu hal. c. Mempunyai alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. d. Menentukan pendapat dan bertahan terhadapnya. Pada penelitian ini yang akan dijadikan tolak ukur keterampilan berpikir kreatif adalah kemampuan berpikir orisinil. D. Kerangka Pemikiran Model problem solving ini membiasakan siswa untuk tidak terjebak pada solusi atas pikiran yang sempit melainkan membiasakan siswa untuk melihat opsi-opsi yang terbuka luas. Dengan memiliki lebih banyak opsi solusi kemungkinan untuk berhasil mengatasi masalah juga akan semakin besar. Dalam proses pembelajaran yang menggunakan metode ini, siswa dapat menyeimbangkan pemanfaatan otak kanan dan otak kirinya. Pada tahap satu, mereka diorientasikan pada masalah. Pada tahap ini terjadi proses asimilasi yaitu proses penambahan informasi baru dengan stuktur kognitif yang ada. Pada tahap ini siswa akan mengalami ketidak-

18 seimbangan struktur kognitif (cognitive disequilibrium). Siswa akan mengalami kebingungan dan mempunyai rasa keingintahuan yang tinggi terhadap fakta baru yang mengarah pada berkembangnya daya nalar tingkat tinggi yang diawali dengan kata-kata seperti mengapa dan bagaimana. Lalu pada tahap dua diminta mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Pada tahap tiga siswa diminta menetapkan jawaban sementara dari masalah, setelah itu tahap empat siswa diminta menguji kebenaran jawaban sementara, dan pada tahap lima siswa diminta untuk menarik kesimpulan dari pemecahan masalah tersebut. Pada tahap dua, tiga, empat, dan lima ini terjadi proses akomodasi yaitu penyesuaian stuktur kognitif terhadap situasi baru. Siswa akan mencari tahu jawaban atas pertanyaan mengapa dan bagaimana sehingga terjadi proses menuju kesetimbangan antara konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dengan konsepkonsep yang baru dipelajari, begitu seterusnya sehingga terjadi kesetimbangan antara struktur kognitif dengan pengetahuan yang baru (ekuilibrasi). Dalam usaha yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah yang diberikan, siswa dituntut untuk menjadi pembelajar yang mandiri yang mampu menggunakan dan menghubungkan berbagai aturan-aturan yang telah dikenalnya serta berbagai keterampilan yang mereka miliki. Pada tahap tiga model pembelajaran problem solving, siswa diminta untuk menetapkan jawaban sementara dari permasalahan yang diberikan. Pada tahap ini siswa diberi kebebasan untuk berpikir dan bertukar pendapat mengenai ide-idenya sendiri sehingga siswa dapat melaksanakan rencana penyelesaian masalah dengan ide yang telah disepakati, sehingga pada tahap ini akan meningkatkan indikator permasalahan keterampilan berpikir kreatif

19 yang ketiga yaitu kemampuan berpikir orisinil, karena pada tahap ini siswa dituntut mengeluarkan ide - idenya sendiri untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Pada akhirnya, berdasarkan uraian dan langkah-langkah di atas, diharapkan model pembelajaran problem solving dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa khususnya kemampuan berpikir orisinil siswa E. Anggapan Dasar Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah: 1. Perbedaan nilai n-gain kemampuan berpikir orisnil siswa semata-mata terjadi karena perbedaan perlakuan dalam proses pembelajaran. 2. Faktor-faktor lain di luar perlakuan yang mempengaruhi peningkatan kemampuan berpikir orisinil siswa pada kedua kelas diabaikan. F. Hipotesis Umum Hipotesis dalam penelitian ini adalah: Pembelajaran menggunakan model problem solving pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit efektif dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir orisinil dibandingkan pembelajaran konvensional.