BAB III KESIMPULAN. digunakan sebagai acuan dasar adalah teori Alan Swingewood. Dalam teorinya,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Abad Pertengahan dalam bahasa Prancis disebut dengan Moyen-Âge atau

BAB 2 LANDASAN TEORI. 12 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan karya seni kreatif yang menjadikan manusia

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. puisi antara lain Oidipus, Hamlet, Mahabaratha, Ramayana, dan sebagainya

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya sastra. Sastra tidak hanya sekedar bidang ilmu atau bentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra merupakan hasil imajinasi pengarang yang didasarkan oleh realitas

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB IV KESIMPULAN. Pada bab analisis dipaparkan bagaimana tokoh utama melakukan penolakan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil pekerjaan kreatif manusia. Karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam karya sastra tersebut merupakan hasil imajinasi pengarang yang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI. 9 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra merupakan hasil dari kebudayaan. Kelahiran sebuah karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto

BAB I PENDAHULUAN. manusiawi dan tidak adil di negerinya sendiri. Gesekan-gesekan sosial akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra mempunyai dua manfaat atau fungsi sebagaimana yang

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sekitar yang dituangkan dalam bentuk seni. Peristiwa yang dialami

SOSIOLOGI SASTRA SEBAGAI PENDEKATAN DALAM PENELITIAN SASTRA (Metode Penelitian Sastra)

I. PENDAHULUAN. Nenden Lilis Aisiyah (cerpenis dan pengajar di Jurusan Pendidikan Bahasa dan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52.

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam

BAB I PENDAHULUAN. sastrawan dalam mengemukakan gagasan melalui karyanya, bahasa sastra

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat di suatu negara. Novel berperan sebagai aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan kehadiran orang lain. Tanpa kehadiran orang lain ia merasa kurang

BAB I PENDAHULUAN. sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra merupakan wujud gagasan seseorang, mengenai pandangannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi merupakan hal pokok bagi kehidupan setiap manusia, baik dalam

CHAPTER 5 SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY. Faculty of Letters. English Department. Strata I Program

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan fenomena sosial budaya yang melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cermin dari kehidupan masyarakat dalam satu

BAB IV PENUTUP. Hasil analisis yang penulis lakukan tehadap novel Namaku Hiroko karya N.H.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cermin dari sebuah realitas kehidupan sosial masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. imajinasi, kemudian tercipta suatu pemikiran imajinatif yang akan tercermin lewat

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. pada satu atau beberapa karakter utama yang sukses menikmati perannya atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. salah satu wujud karya seni yang bermedium bahasa. Menurut Goldmann (1977:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karya sastra menjadi lahan yang sangat luas untuk diteliti atau

BAB II LANDASAN TEORI

II. KAJIAN PUSTAKA. makhluk lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari pasti mengalami apa itu proses. dalam kehidupan sosial (Soekanto, 1996: 140).

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari kata Italia caricare yang berarti memberi muatan atau melebihlebihkan.

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sisi-sisi kehidupan manusia dan memuat kebenaran-kebenaran kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

Pendekatan-Pendekatan dalam Karya Sastra

BAB I PENDAHULUAN. dipahami anak. Sastra anak secara emosional psikologis dapat ditanggapi dan

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. realitas kehidupan sosial. Karya sastra pada umumnya bersifat dinamis, sesuai

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra adalah gambaran kenyataan dari suatu peristiwa, nilai-nilai, dan norma-norma

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. seni. Hal ini disebabkan seni dalam sastra berwujud bacaan atau teks sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebuah imitasi. Karya sastra merupakan bentuk dari hasil sebuah kreativitas

Bab 1. Pendahuluan. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek&Warren, 1995:3). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra merupakan karya seni yang mengandung banyak estetika

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, Jabrohim, dkk. (2003:4) menjelaskan yaitu, Bahasa memang media

BAB I PENDAHULUAN. diajarkan. Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah bagi siswa. intelektual, emosional maupun budi pekerti.

BAB I PENDAHULUAN. realitas kehidupan sosial pengarangnya. Suatu karya sastra dapat dikatakan baik

BAB 1 PENDAHULUAN. seorang pengarang akan mencoba menggambarkan realitas yang ada ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. rasakan atau yang mereka alami. Menurut Damono (2003:2) karya sastra. selama ini tidak terlihat dan luput dari pengamatan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS

BAB I PENDAHULUAN. dalam bermasyarakat, namun juga dengan lingkungan. aikos yang artinya rumah atau tempat hidup dan logos yang artinya ilmu.

Bab 1. Pendahuluan. lain. Keluarga adalah lingkungan interaksi manusia yang pertama. Keluarga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. beberapa penulis dalam meneliti atau mengkaji karya sastra. Beberapa diantaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan bentuk karya seni kreatif yang menggunakan objek manusia

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengatur sebuah negara, tentu tidak terlepas dari sistem ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia sehari-hari (Djojosuroto, 2000:3). Persoalan yang menyangkut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sastrawan kelas dunia. Begitu banyak karya sastra Jepang yang telah di

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB I PENDAHULUAN. pengarang, lahir melalui proses perenungan dan pengembaraan yang muncul dari

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada bagian ini diuraikan tentang kesimpulan dan saran-saran, sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB III KESIMPULAN Penelitian ini menggunakan teori kekuasaan Lord Acton dan teori teokrasi St.Agustinus dengan pendekatan sosiologi sastra. Teori sosiologi sastra yang digunakan sebagai acuan dasar adalah teori Alan Swingewood. Dalam teorinya, Swingewood menyatakan bahwa suatu karya sastra tidak dapat lepas dari realitas sosial yang terjadi di masyarakat. Masih dalam teorinya, ia membagi penelitian sosiologi sastra kedalam tiga perspektif, yaitu; (1) penelitian yang memandang karya sastra sebagai dokumen sosial atau cermin zaman yang di dalamnya merupakan refleksi situasi pada masa sastra itu diciptakan, (2) penelitian yang memandang sastra sebagai cermin situasi sosial penulis atau pengarangnya, dan (3) penelitian yang memandang sastra sebagai manifestasi peristiwa sejarah dan kedudukan sosial budaya. Ketiga pandangan atau perspektif tersebut dapat diaplikasikan sekaligus, ataupun dipilih salah satunya. Penelitian ini menggunakan perspektif ketiga sebagai acuannya, yaitu bahwa karya sastra memang seringkali tampak terikat dengan momen khusus dalam sejarah masyarakat. Pandangan Swingewood mengenai penelitian yang memandang sastra sebagai manifestasi peristiwa sejarah dan kedudukan sosial budaya, berhasil dibuktikan dalam penelitian ini. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya sejumlah permasalahan novel Notre-Dame de Paris yang berisi tentang kekuasaan agama 91

Abad Pertengahan yang secara fakta memang pernah terjadi. Beberapa contoh permasalahan dalam cerita novel Notre-Dame de Paris yang juga terjadi dalam peristiwa sejarah Abad Pertengahan, lumrahnya hukuman mati yang dialami Esmeralda, kesenjangan sosial antara rohaniawan dan rakyat biasa, dan lain sebagainya. Kondisi Abad Pertengahan yang syarat akan kekuasaan agama, dijadikan tema cerita dalam novel Notre-Dame de Paris. Dalam novel tersebut, dideskripsikan bagaimana para penguasa pada zaman Abad Pertengahan memiliki kekuasaan yang tidak terbatas. Seorang penguasa dapat bertindak sewenangwenang dengan segala kuasanya, hingga melakukan berbagai penyimpangan. Hal tersebut sesuai dengan momen sejarah Eropa Abad Pertengahan yang kerap disebut dengan abad kegelapan, yaitu ketika rezim gereja berkuasa dan agama dijadikan alat kuasa oleh para penguasa untuk bertindak sewenang-wenang. Penelitian penyimpangan kekuasaan agama dari kacamata sosiologi sastra ini, juga menggunakan dua teori pendukung lainnya dalam menganalisis permasalahan yang ditemukan. Teori yang digunakan adalah teori kekuasaan Lord Acton dan teori teokrasi St.Agustinus. Pandangan Lord Acton mengenai kekuasaan, menyatakan bahwa manusia yang memiliki kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakan kekuasaan itu, dan manusia yang mempunyai kekuasaan tidak terbatas pasti akan menyalahgunakannya. Hampir semua orang-orang besar adalah orang-orang yang jahat. Dalil teori tersebut sangat jelas mengenai konsep kekuasaan yang disalahgunakan. Kekuasaan tersebut disalahgunakan oleh orangorang besar yang dianggap baik yang bersembunyi dibalik gelar kebesarannya. Teori kekuasaan Lord Acton digunakan sebagai dasar penelitian mengenai 92

pengaruh kekuasaan absolut yang dilakukan oleh para penguasa atau pejabat yang berkuasa dalam novel Notre-Dame de Paris. Contoh permasalahan dalam cerita novel Notre-Dame de Paris mengenai penggunaan kekuasaan absolut terdapat dalam kasus hukum antara Hakim Florian Barbadienne dan Quasimodo. Sebagai seorang hakim, Florian Barbadienne adalah seorang Hakim tuli yang memiliki kekuasaan absolut dan tidak terbatas dalam menjatuhkan hukuman, karena keputusan seorang hakim tidak dapat dibantah oleh siapapun. Ia tidak dapat berlaku profesional dalam suatu peradilan, karena ia tidak dapat mendengar dan tidak mau mengetahui keobjektifitasan suatu perkara. Selain itu, dalam Notre-Dame de Paris penyalahgunaan kekuasaan juga dilakukan oleh pemimpin agama, yaitu penyimpangan yang dilakukan oleh tokoh pendeta yang mengaku alim, Claude Frollo. Sebagai seorang Wakil Uskup, Claude Frollo tidak mencerminkan bagaimana perilaku seorang pemimpin agama yang semestinya. Ia melakukan berbagai penyimpangan yang sangat keji, seperti praktek ilmu hitam, percobaan pembunuhan, hingga melakukan tindakan asusila. Permasalahan mengenai penyimpangan yang dilakukan pemimpin agama tersebut diteliti dengan menggunakan teori teokrasi St. Agustinus. Dalam teori teokrasi, Agustinus menyebutkan bahwa pada zaman Abad Pertengahan terdapat sebuah pemikiran mengenai kepemilikan dan penafsiran kekuasaan. Pemikiran tersebut menyatakan bahwa asal atau sumber mengenai kekuasaan adalah dari Tuhan. Segala sesuatu yang ada di dunia, termasuk negara adanya atas kehendak Tuhan. Segala-galanya harus tunduk terhadap perintah Tuhan, jika terdapat perintahperintah Tuhan yang kurang jelas, yang boleh menafsirkan hanyalah pemimpin- 93

pemimpin gereja, khususnya Paus. Dengan pemikiran tersebut, para pemimpin agama memiliki kontrol kekuasaan yang absolut dan tidak terbantahkan. Dapat disimpulkan berdasarkan pembahasan kedua teori diatas, teori kekuasaan Lord Acton dan teokrasi St.Agustinus, bahwa sesungguhnya intinya sama, yaitu adanya tindakan penyimpangan yang dilakukan oleh para penguasa atau para pemimpin pada masa Abad Pertengahan disebabkan oleh faktor praktek penggunaan kekuasaan yang tidak terbatas dan bersifat absolut. Diketahui pula bahwa novel Notre-Dame de Paris berisi kritik maupun pesan yang ditujukan kepada penguasa. Kritik tersebut memuat isu-isu mengenai ketidakadilan hukum dan sosial, kemunafikan seorang pemimpin agama yang bersembunyi dibalik stereotip kesalehan, hingga sindiran parodi olok-olokan yang ditujukan kepada Paus. Dalam menyampaikan kritiknya, pengarang memposisikan dirinya sebagai wakil khalayak umum atau objek penderita suatu ketidakadilan. Kritik yang disampaikan pengarang tersebut juga dimaksudkan sebagai bentuk protes atau aspirasi ketidaksetujuannya terhadap nilai-nilai yang dianggap tidak benar dalam masyarakat. Gaya bahasa sindiran sarkasme merupakan teknik yang digunakan pengarang dalam menyampaikan kritiknya. Sarkasme adalah gaya bahasa sindiran langsung yang kasar dan kadang menyakitkan hati. Melalui gaya bahasa yang digunakan ini, pengarang dapat menekankan pesan atau maksud yang ingin disampaikan kepada pembaca. Selain menggunakan sindiran sarkasme, pengarang juga menggunakan teknik reflektif-kontradiktif ketika menyampaikan pesan yang ingin disampaikan. Teknik tersebut diaplikasikan melalui pendeskripsian sifat dan karakter beberapa 94

tokoh novel Notre-dame de Paris dengan sejumlah permasalahannya. Teknik reflektif-kontradiktif merupakan sebuah cara yang digunakan pengarang dalam mengkritik fakta sosial yang terjadi pada masa Abad Pertengahan. Reflektif dalam kaca mata sosiologi sastra adalah pencerminan, sedangkan kontradiktif adalah pertentangan. Fakta sosial yang terjadi pada Abad Pertengahan oleh pengarang tidak dicerminkan secara langsung, akan tetapi disampaikan melalui pendeskripsian yang bersifat pertentangan. Pengarang menggunakan teknik reflektif-kontradiktif dalam menyampaikan pesan cerita dengan cara merepresentasikan kedalam sifat dan karakter sejumlah tokoh. Tokoh yang memiliki bentuk visual dan stereotip baik, direfleksikan secara kontradiktif dengan penggambaran perilakunya. Hal tersebut seperti penggambaran tokoh Claude Frollo dan Quasimodo. Claude Frollo adalah seorang Wakil Uskup yang secara umum memiliki bentuk visual dan stereotip yang baik, akan tetapi dalam novel Notre-Dame de Paris, Claude Frollo digambarkan sebagai Wakil Uskup munafik yang melakukan sejumlah penyimpangan. Sedangkan Quasimodo adalah tokoh yang secara visual dideskripsikan sebagai orang yang memiliki kecacatan tubuh yang sangat buruk, tetapi dalam novel Notre-Dame de Paris, Quasimodo digambarkan sebagai orang yang baik hati. Penjabaran mengenai beberapa teknik yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa kekuatan novel Notre-Dame de Paris terletak pada permainan gaya bahasa yang digunakan pengarang. Pesan dan kritik pengarang berhasil disampaikan dengan baik melalui gaya bahasa yang digunakan. Akan tetapi, yang perlu diingat bahwa meskipun novel Notre-Dame de Paris merupakan novel yang 95

berisi tentang keadaan sosial Abad Pertengahan, tetap saja novel ini hanyalah sebuah karya fiktif yang penuh dengan imajinasi pengarang. Hal tersebut terlihat dari tokoh Quasimodo yang diciptakan pengarang sebagai manusia buruk rupa dengan bentuk visual menyerupai Cyclops, makhluk bertubuh besar dan bermata satu dalam salah satu dongeng mitologi Yunani. Karakter manusia yang digambarkan seperti Cyclops tentu tidak ada dalam kehidupan nyata. 96