BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. hidup sehat segala aktivitas dapat dikerjakan dengan lancar. Menurut UU

I. PENDAHULUAN. melakukan aktivitas fisik dan. Sehat adalah keadaan sejahatera. hanya melakukan aktifitas. dari badan, jiwa, dan sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan kebiasaan penduduk Indonesia. World Health. Organization (WHO) melaporkan bahwa jumlah perokok meningkat 2,1% per

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. keadaan aktif dan berulang yang terjadi pada setiap individu (Salam dkk,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MATERI KEGIATAN PERAN AKTIVITAS FISIK SEBAGAI TRAUMA RELEASING EXERCISE PADA DAERAH TERDAMPAK BENCANA MERAPI

PANDUAN KESEHATAN OLAHRAGA

BAB 1 PENDAHULUAN. global. 1 Aktivitas fisik telah diidentifikasi sebagai faktor risiko keempat untuk

Sehat &Bugar. Sehat. Sakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk dapat berfungsi secara optimal (Haryati, 2013). Tidur adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB III METODE PENELITIAN. Desain pada penelitian ini adalah descriptive comparative, yang

AKTIVITAS FISIK DAN OLAHRAGA UNTUK PENDERITA DIABETES MELLITUS DAN HIPERTENSI PUSKESMAS DTP CIKALONG KULON 9 APRIL 2015

BAB I PENDAHULUAN. merupakan populasi yang besar. Menurut World Health Organization,2007 sekitar

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. remote control, komputer, lift, escalator dan peralatan canggih lainnya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh kontraksi otot

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai istilah bergesernya umur sebuah populasi menuju usia tua. (1)

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada berbagai kalangan, terjadi pada wanita dan pria yang berumur. membuat metabolisme dalam tubuh menurun, sehingga proses

Pada sistem kardiovaskuler dan respirasi terjadi perubahan yaitu penurunan kekuatan otot otot pernafasan, menurunnya aktivitas silia, menurunnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

Rumus IMT (Index Massa Tubuh) sendiri sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat

BAB I PENDAHULUAN. secara Nation Wide mengingat prevalensinya cukup tinggi umumnya sebagian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diwajibkan mengambil SKS setiap semester sesuai dengan ketentuan yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%. Hipertensi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

SATUAN ACARA PENYULUHAN POLA HIDUP SEHAT PADA LANSIA. Sub Pokok Bahasan : Pola Hidup Sehat dengan Gizi Seimbang Pada Lansia

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

SATUAN ACARA PENYULUHAN MASALAH KESEHATAN PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM)

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB 1 PENDAHULUAN. Dizaman yang orientasi manusianya lebih mengutamakan uang, bekerja lebih

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Randy Suwandi Yusuf, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. cerebrovascular disease (CVD) yang membutuhkan pertolongan dan penanganan

BAB I PENDAHULUAN. masih cukup tinggi (Paramurthi, 2014). Pada tahun 2014, lebih dari 1,9 miliar

Stikes Muhammadiyah Gombong

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Aktivitas fisik merupakan pergerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka

PENGARUH SENAM AEROBIK INTENSITAS RINGAN DAN SEDANG TERHADAP PENURUNAN PERSENTASE LEMAK BADAN DI AEROBIC AND FITNESS CENTRE FORTUNA SKRIPSI

Olahraga Ringan Bagi Penderita Diabetes

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi. Menurut Basha (2009) hipertensi adalah satu keadaan dimana seseorang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rahmad Santoso, 2014

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini masalah kegemukan ( overweight) merupakan salah satu

METODE PEMBINAAN KEBUGARAN ATLIT *) Oleh: Eka Swasta Budayati (FIK UNY)

PENGARUH SENAM KAKI DIABETIK TERHADAP NYERI KAKI PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DELANGGU

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Problem kebugaran dan kesehatan. Suharjana FIK UNY

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. panjang dengan rata-rata 44 juta kecacatan, dengan memberi dampak emosional

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

AKTIVITAS FISIK BAGI KEBUGARAN DAN KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan

KERANGKA ACUAN PROGRAM PENYAKIT TIDAK MENULAR(PTM) Penyakit tidak menular (PTM) diperkirakan sebagai penyebab 58 juta kematian

BAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya

I. PENDAHULUAN. sekaligus sebagai upaya memelihara kesehatan dan kebugaran. Latihan fisik

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. teknologi yang memudahkan semua kegiatan, seperti diciptakannya remote control,

BAB VI HASIL PENELITIAN. analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan karakteristik masing masing

BAB I PENDAHULUAN. Permainan sepak bola merupakan salah satu olahraga endurance beregu

POLA HIDUP SEHAT. Oleh : Rizki Nurmalya Kardina, S.Gz., M.Kes. Page 1

BAB I PENDAHULUAN. darah merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit dan menempati

Olahraga Diabetes, Untuk Diabetasi?

KARYA TULIS ILMIAH PERBEDAAN HEART RATE VARIABILITY PADA MAHASISWA ANGGOTA DAN BUKAN ANGGOTA UKM BASKET DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

I. PENDAHULUAN. sekaligus sebagai upaya memelihara kesehatan dan kebugaran. Latihan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit degeneratif atau penyakit tidak menular akan terus meningkat

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ermita (2002 dikutip dari Devita, Hartiti, dan Yosafianti, 2007) bahwa fluktuasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya sebagai akibat penyakit degeneratif didunia. Di negara maju, kematian

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga adalah aktivitas fisik yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2004, dalam

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu kondisi terganggunya metabolisme di dalam tubuh karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang


BAB I PENDAHULUAN. Jumlah penderita stroke di Indonesia kini kian meningkat dari tahun ke

BAB I PENDAHULUAN. Pola kehidupan sehari-hari mahasiswi memiliki kegiatan yang cukup banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. dewasa, dimana pada masa ini seseorang akan mengalami penurunan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia

BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. membuat penampilan menarik, kebugaran jasmani mempunyai fungsi yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan BAB I

Mata Kuliah Olahraga 1 Soal-soal dan jawaban

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular (World Health Organization, 2010). Menurut AHA (American

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Mengatur Berat Badan. Mengatur Berat Badan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Aktifitas fisik a. Definisi Aktifitas Fisik Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang membutuhkan energi untuk mengerjakannya. Sedangkan olah raga merupakan aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur serta melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan bertujuan untuk meningkatkan kebugaran jasmani (Farizati dalam Khomarun, 2013). Aktifitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi atau pembakaran kalori (Kemenkes RI, 2015). Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik yang tidak ada (kurangnya aktivitas fisik) merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis, dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global ( WHO, 2010) b. Manfaat Aktifitas Fisik Menurut Kemenkes RI (2006) aktivitas fisik secara teratur memiliki efek yang menguntungkan terhadap kesehatan yaitu terhindar dari penyakit jantung, stroke, osteoporosis, kanker, tekanan darah tinggi,

kencing manis, dan lain-lain, berat badan terkendali, otot lebih lentur dan tulang lebih kuat, bentuk tubuh menjadi ideal dan proporsional, lebih percaya diri, lebih bertenaga dan bugar, secara keseluruhan keadaan kesehatan menjadi lebih baik. c. Tipe-tipe aktifitas fisik Ada 3 tipe/macam/sifat aktivitas fisik yang dapat kita lakukan untuk mempertahankan kesehatan tubuh yaitu: 1) Ketahanan (endurance) Aktivitas fisik yang bersifat untuk ketahanan, dapat membantu jantung, paru-paru, otot, dan sistem sirkulasi darah tetap sehat dan membuat kita lebih bertenaga. Untuk mendapatkan ketahanan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (4-7 hari per minggu). Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti: a) Berjalan kaki, misalnya turunlah dari bus lebih awal menuju tempat kerja kira-kira menghabiskan 20 menit berjalan kaki dan saat pulang berhenti di halte yang menghabiskan 10 menit berjalan kaki menuju rumah b) Lari ringan c) Berenang, senam d) Bermain tenis e) Berkebun dan kerja di taman 2) Kelenturan (flexibility)

Aktivitas fisik yang bersifat untuk kelenturan dapat membantu pergerakan lebih mudah, mempertahankan otot tubuh tetap lemas (lentur) dan sendi berfungsi dengan baik. Untuk mendapatkan kelenturan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (4-7 hari per minggu). Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti: a) Peregangan, mulai dengan perlahan-lahan tanpa kekuatan atau sentakan, lakukan secara teratur untuk 10-30 detik, bisa mulai dari tangan dan kaki b) Senam taichi, yoga c) Mencuci pakaian, mobil d) Mengepel lantai. 3) Kekuatan (strength) Aktifitas fisik yang bersifat untuk kekuatan dapat membantu kerja otot tubuh dalam menahan sesuatu beban yang diterima, tulang tetap kuat, dan mempertahankan bentuk tubuh serta membantu meningkatkan pencegahan terhadap penyakit seperti osteoporosis. Untuk mendapatkan kelenturan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (2-4 hari per minggu). Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti: a) Push-up, pelajari teknik yang benar untuk mencegah otot dan sendi dari kecelakaan

b) Naik turun tangga c) Membawa belanjaan d) Mengikuti kelas senam terstruktur dan terukur (fitness) Aktivitas fisik tersebut akan meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran kalori), misalnya: 1) Berjalan kaki (5,6-7 kkal/menit) 2) Berkebun (5,6 kkal/menit) 3) Menyetrika (4,2 kkal/menit) 4) Menyapu rumah (3,9 kkal/menit) 5) Membersihkan jendela (3,7 kkal/menit) 6) Mencuci baju (3,56 kkal/menit) 7) Mengemudi mobil (2,8 kkal/menit) 2. Aktifitas Fisik Aktif Aktivitas fisik aktif adalah latihan fisik yang dilakukan 3-5 kali dalam seminggu. Seperti lari, senam, bermain bola dan aktivitas olahraga lainnya (Kementrian Kesehatan RI, 2015). Aktivitas fisik yang cukup pada orang dewasa dapat menurunkan risiko hipertensi dan penyakit jantung koroner (Widiantini, 2014). Menurut Kemenkes RI (2015) manfaat aktifitas fisik aktif dapat dilihat dari aspek fisik, aspek psikologis dan aspek sosioekonomi, diantaranya : a. Manfaat Aspek Fisik 1) Menurunkan resiko penyakit degenerative

2) Memperkuat otot jantung dan meningkatkan kapasitas jantung 3) Mencegah resiko penyakit darah tepi 4) Mencegah, menurunkan, mengendalikan tekanan darah tinggi 5) Mencegah, menurunkan, mengendalikan gula darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2 6) Mencegah atau mengurangi resiko osteoporosis pada wanita b. Manfaat Psikologis 1) Meningkatkan rasa percaya diri 2) Membangun rasa sportivitas 3) Memupuk tanggung jawab 4) Membantu mengendalikan stress 5) Mengurangi kecemasan dan depresi c. Manfaat Sosio-Ekonomi 1) Menurunkan biaya pengobatan 2) Meningkatkan produktivitas 3) Menurunkan penggunaan sumber daya 4) Meningkatkan gerakan masyarakat 3. Perilaku Sedentary Terhadap Sistem Saraf Otonom Perilaku sedentary adalah aktivitas fisik yang hanya melakukan kegiatan seperti berbaring, duduk, menonton televisi, menggunakan komputer dan hiburan berbasis layar lainnya (Jaspinder, 2015). Menurut Jaspinder (2013) perilaku sedentary dianggap sebagai faktor risiko utama

keempat kematian di dunia, yang menyumbang 6% kematian global sebelum obesitas (5%) dan setelah hipertensi (13%), penggunaan tembakau (9%), dan glukosa darah tinggi (6%). Gaya hidup sedentary menyebabkan > 2 juta kematian dan 19 juta kecacatan di dunia setiap tahun. Perilaku sedentary memberikan kontribusi untuk semua penyebab kematian, salah satunya adalah yang berhubungan dengan penyakit kardiovaskuler (Jaspinder, 2015). Kelompok dengan aktifitas fisik sedentary cenderung memiliki nilai HRV yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok aktif (Migliaro dkk, 2001). 4. Elektrokardiogram (EKG) Elektrokardiogram (EKG) adalah serangkaian gambaran aktivitas jantung yang mencerminkan kesehatan jantung. Gambaran tersebut didapatkan dari mesin EKG dengan cara memasang kabel-kabel yang disebut elektroda di bagian dada pasien dan kemudian digambarkan dalam bentuk grafik (Alim, 2010). Gambar 2.1 R-R interval pada Electrocardiogram (EKG) (Alim, 2010)

5. HRV (Heart Rate Variability) a. Definisi HRV Heart Rate Variability (HRV) adalah waktu yang berlalu diantara dua gelombang R (gelombang dengan amplitude terbesar) yang berurutan. HRV mencerminkan status sistem kardiovaskular dan berfungsi sebagai indikator dari aktivitas sistem saraf otonom yaitu simpatis dan parasimpatis (Poirier, 2015). b. Analisis HRV 1) Waktu Domain Waktu Domain HRV dihitung dari Standard Deviation of R-R interval (SDNN) dan Square Root of the Mean Squared differences of Succesive R-R interval (RMMSD). Standard Deviation of R-R interval (SDNN) adalah total dari variasi R-R yang menunjukkan total variabilitas HRV, sedangkan Square Root of the Mean Squared differences of Succesive R-R interval (RMMSD) adalah indeks variasi beat-to-beat yang menunjukkan aktivitas parasimpatis. Pada pengukuran HRV, individu yang memiliki nilai SDNN diatas 50 dikategorikan mempunyai sistem saraf otonom yang sangat baik, nilai 35-49 dikategorikan tinggi (mid-normal) artinya mempunyai sistem saraf otonom yang normal, nilai 20-34 dikategorikan rendah dan beresiko memiliki penyakit stress dan melemahnya system saraf otonom, nilai 20 kebawah dikategorikan rendah, beresiko tinggi

terhadap penyakit stress kronik yang berhubungan dengan disfungsi system saraf otonom (Makivic dkk, 2013). SDNN = 1 N N [(I (n) 1]² n 2 Gambar 2.2 Rumus Standard Deviation of R-R interval (SDNN) (Wang, 2012) 2) Frekuensi Domain Heart Rate Variability (HRV) berfungsi menilai resiko kematian jantung secara mendadak dan HRV diukur menggunakan frekuensi domain dan waktu domain. Frekuensi domain terdiri dari frekuensi rendah (LF/Low Frequency) dan frekuensi tinggi (HF/High Frequency). Frekuensi rendah (LF/Low Frequency) modulasi 0,04-0,15 Hz (Herz) dari perubahan R-R interval sesuai dengan kegiatan bersama simpatis dan parasimpatis, sedangkan frekuensi tinggi (HF/High Frequency) modulasi 0,15-0,04 Hz dari perubahan R-R yang diatur melalui persyarafan dari jantung melalui syaraf parasimpatis. Waktu domain terdiri dari Standard Deviation of all N-N intervals (SDNN) yang menggambarkan total variabilitas dan Root Mean Square of SD (RMSSD), yang menggambarkan aktivitas parasimpatis. N-N interval sinus normal (Makivic, 2013). 6. Atlet dan Sistem Saraf Otonom

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2005) arti dari kata atlet adalah adalah olahragawan yang terlatih kekuatan, ketangkasan, dan kecepatannya untuk diikutsertakan dalam pertandingan. Fungsi sistem saraf otonom dinilai secara klinis dengan mengukur HRV saat berisitirahat atau pemulihan HRV setelah latihan, meskipun HR pada atlet meningkat saat latihan tetapi pada saat istirahat HR pada atlet akan menurun pada saat istirahat (Poirier, 2015). 7. Sistem saraf otonom Sistem saraf otonom adalah bagian sistem saraf yang mengatur jantung, kelenjar-kelenajar dan otot involunter atau tidak dipengaruhi kehendak (Green dalam buku Fisiologi Tubuh Manusia, 2002). Secara anatomik, persarafan otonom dibagi menjadi dua komponen yaitu sisem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis (Widjajakusumah dalam buku Fisiologi Kedokteran, 2003). Gambar 2.4 Sistem Saraf Otonom (Fisiologi Kedokteran, 2003) a. Sistem Saraf Simpatis

Sistem saraf simpatis ini merupakan sistem dua neuron. Neuron yang meninggalkan medula spinalis bukan merupakan neuron yang mempersarafi alat sasarannya. Sistem saraf simpatis keluar dari segmen medula spinalis torakal pertama dan lumbal ke dua. Fungsi dari saraf simpatis adalah untuk mempersiapkan tubuh melawan dan mempercepat fungsi tubuh (Green dalam Fisiologi Tubuh Manusia, 2002). b. Sistem Saraf Parasimpatis Sistem ini merupakan sistem dua neuron serat preganglionnya bermielin, sedangkang serat postganglionnya tidak bermielin. Sistem saraf parasimpatis meninggalkan sistem saraf pusat di daerah spinal hanya dari segmen medula spinalis sakral kedua, ketiga dan keempat. Sistem saraf parasimpatis berfungsi untuk mempersiapkan tubuh istirahat dan pulih (Green dalam Fisiologi Tubuh Manusia, 2002).

B. Kerangka Konsep Time Domain : SDNN Aktifitas Fisik Aktif Sedentary Sistem Saraf Otonom Simpatis Parasimpatis HRV RMMSD Frekuensi Domain: HF LF Rasio LF/HF Gambar 2.5 Kerangka Konsep Keterangan : Diteliti Tidak diteliti C. Hipotesis

Hipotesis diterima jika p value < 0,05 adalah Ha artinya ada perbedaan Heart Rate Variability antara kelompok dengan aktivitas fisik aktif dan sedentary.