BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang merupakan pengetahuan yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi dan teknologi informasi. Pendidikan merupakan sarana penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB 1 PENDAHULUAN. langkah-langkah observasi, perumusan masalah, pengujian hipotesis melalui

BAB I PENDAHULUAN. guru. Tugas guru adalah menyampaikan materi-materi dan siswa diberi tanggung

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. dan upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA),

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada hari Jum at, tanggal 25 November

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA di sekolah saat ini menuntut para guru harus selalu. kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan melalui

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai proses dan produk. SMA (Sekolah Menengah Atas) dan MA (Madrasah Aliyah) diantaranya

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah kelompok Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Ilmu Pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika

BAB I PENDAHULUAN. penerapannya dan sistem pembelajaran dititik beratkan pada keterampilan.

PENINGKATAN KECAKAPAN AKADEMIK SISWA SMA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam (Holil, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), siswa dituntut untuk lebih aktif

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sains pada hakekatnya dapat dipandang sebagai produk dan sebagai

I. PENDAHULUAN. hasil belajar siswa disekolah. Kurikulum yang digunakan saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad ke-20 telah terjadi perubahan paradigma dalam dunia sains,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini, memiliki definisi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas. Yaitu sumber daya yang dapat bersaing dan. menetapkan keputusan dengan daya nalar yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Kemampuan Berpikir Kritis Sebelum Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kelompok pada materi Keanekaragaman Makhluk Hidup yang meliputi data (1)

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses mengubah tingkah laku siswa agar menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

ANALISIS KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA KELAS XI PADA MATERI HIDROLISIS GARAM DENGAN MODEL LEARNING CYCLE 5E DAN METODE PRAKTIKUM

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

BAB I PENDAHULUAN. dibicarakan, tentu dalam rangka penataan yang terus dilakukan untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. lebih kearah penanaman pengetahuan tentang konsep-konsep dasar, sebagaimana para saintis merumuskan hukum-hukum dan prinsip-prinsip

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I.PENDAHULUAN. produk, proses dan sikap. Produk IPA berupa fakta, konsep, prinsip,

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

JIPFRI: Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Belajar merupakan kegiatan sehari-hari yang penting bagi siswa di sekolah.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

2 Penerapan pembelajaran IPA pada kenyataannya di lapangan masih banyak menggunakan pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran yang berpusat pada gu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 4, No. 2, pp , May 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

INDIKATOR KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN PERINCIANNYA. Sub Kemampuan. Memfokuskan pertanyaan. Menganalisis argumen

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ahmad Mulkani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai salah satu lembaga formal memiliki tugas dan wewenang

BAB I PENDAHULUAN. mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan; merancang dan merakit

BAB I PENDAHULUAN. kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsipprinsip

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan IPA diharapkan menjadi wahana bagi peserta didik untuk

I. PENDAHULUAN. dan prinsip-prinsip sains yang hanya terdapat dalam buku pelajaran.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niki Dian Permana P, 2015

II. TINJAUAN PUSTAKA. hidup manusia sebagai makhluk sosial. Pembelajaran kooperatif merupakan. semua mencapai hasil belajar yang tinggi.

Studi komparasi pengajaran kimia metode gi (group investigation) dengan stad ( student teams achievement divisions)

BAB II KAJIAN TEORITIK

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN FISIKA BERORIENTASI PENEMUAN TERHAD AP PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA SMP KELAS VIII PAD A POKOK BAHASAN HUKUM NEWTON

I. PENDAHULUAN. karena pembelajarannya mengandung unsur-unsur ilmiah yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses yang dinamis yang senantiasa. dari kemajuan ilmu dan teknologi yang menuntut lembaga-lembaga untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adelia Alfama Zamista, 2015

BAB I PENDAHULUAN. kurikulum yang berlaku di jenjang sekolah menengah adalah kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari... (Depdiknas,2007).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP KALOR DENGAN METODE GROUP INVESTIGATION. Siswandi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pengetahuan sebagai kerangka fakta-fakta yang harus dihafal.

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kurikulum sains dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang memacu pada kemandirian siswa dalam menyelesaikan masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari fenomena alam, fisika juga memberikan pelajaran yang baik kepada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peny Husna Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB I PENDAHULUAN. tentang gejala-gejala alam yang didasarkan pada hasil percobaan dan

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA PRAKTIKUM INKUIRI TERBIMBING PAD A TOPIK SEL ELEKTROLISIS

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika merupakan salah satu cabang sains yang merupakan pengetahuan yang terdiri atas fakta-fakta, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip. Sesuai dengan tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Madrasah Aliyah (MA)/Sekolah Menengah Atas (SMA), IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Dalam hal ini peserta didik harus mampu mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis. Keterampilan-keterampilan tersebut adalah bagian terbesar yang membangun keterampilan proses sains dan keterampilan berfikir kritis, dengan kata lain pembelajaran diharapkan mampu meningkatkan keterampilan-keterampilan tersebut. Dalam hal ini guru juga dituntut untuk dapat membimbing siswa dalam mengembangkan kemampuannya, dengan membawa siswa pada pembelajaran yang dapat mendukung hal tersebut. 1

2 Kenyataan di lapangan, proses pembelajaran fisika jauh dari yang diharapkan. Dari pengamatan langsung peneliti terhadap salah satu SMA X di kota Bandung terlihat bahwa pembelajaran di sekolah kurang meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan keterampilan proses siswa, walaupun pembelajaran di sekolah menggunakan metode praktikum, tetapi tetap kurang mengembangkan kemampuan berfikir kritis dan keterampilan proses sains siswa. Mulai dari persiapan, melaksanakan dan menyelesaikan masalah, siswa masih dibantu oleh guru. Hal ini tidak meningkatkan kemampuan siswa dalam berfikir kritis maupun keterampilan proses sainsnya. Masalah yang akan diselesaikan oleh siswa dirancang penyelesaiannya oleh guru. Keadaan ini sangat bertentangan sekali dengan yang diharapkan oleh KTSP, guru diharapkan hanya sebagai fasilitator dan pembimbing siswa. Pembelajaran dengan model investigasi kelompok yang terdiri dari tiga konsep utama yaitu penyelidikan (inquiry), pengetahuan (Knowladge), dan dinamika kelompok belajar (Dinamic of learning group) memang diharapkan mampu mengembangkan kemampuan siswa yang diinginkan. Pembelajaran investigasi kelompok merupakan salah satu implementasi dari prinsip instructor-independentinstruction (Heinich, 2002:12). Dengan kata lain, pembelajaran investigasi kelompok mengarahkan aktivitas kelas berpusat pada siswa, menyediakan peluang kepada guru menggunakan lebih banyak waktunya untuk melakukan diagnose dan koreksi terhadap masalah-masalah yang dialami oleh para siswa. Guru dapat melayani siswa melakukan konsultasi secara individual dan menyediakan kesempatan

3 berlangsungnya pengajaran one-on-one dan dalam kelompok kecil. Uraian tersebut memberikan petunjuk betapa pentingnya pembelajaran investigasi kelompok dalam praktek pembelajaran fisika di sekolah. Pendekatan konstruktivistik dalam pembelajaran investigasi kelompok bertolak dari suatu asumsi bahwa siswa lebih mudah mengkonstruksi pemahaman dan kemampuan pemecahan masalah jika mereka melakukan sharing dalam belajar (Slavin, 1995). Di samping itu, McKeachie (1994) dan Slavin (2005) juga menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran investigasi kelompok dapat menghasilkan pemikiran dan tantangan perubahan konseptual. Di samping itu, Samani (1996) menyatakan bahwa jika para siswa memiliki keterampilan investigasi kelompok tingkat mahir, mereka memiliki keterampilan mengelaborasi suatu konsep yang menghasilkan suatu pemahaman lebih dalam dan kemampuan pemecahan masalah yang lebih tinggi yang pada akhirnya menumbuhkan motivasi positif dan sikap yang lebih baik. Dari pemaparan diatas dan hasil temuan dilapangan maka, saya merasa perlu meneliti bagaimana peningkatan keterampilan proses sains dan keterampilan berfikir kritis siswa dengan menggunakan model pembelajaran investigasi kelompok bila dibandingkan dengan pembelajaran konvensional metode praktikum yang biasa digunakan di sekolah yang dilihat kurang meningkatkan kemampuan tersebut.

4 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: Apakah model pembelajaran investigasi kelompok dapat lebih meningkatkan keterampilan proses sains dan keterampilan berfikir kritis siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional dengan metode praktikum? Agar lebih mengarahkan penelitian, maka rumusan masalah tersebut diuraikan menjadi sub masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perbandingan peningkatan keterampilan proses sains antara siswa yang mendapat model pembelajaran investigasi kelompok dengan siswa yang mendapat model pembelajaran konvensional dengan metode praktikum? 2. Bagaimana perbandingan peningkatan keterampilan berfikir kritis antara siswa yang mendapat model pembelajaran investigasi kelompok dengan siswa yang mendapat model pembelajaran konvensional dengan metode praktikum? C. Variabel Penelitian Variable terikat : Keterampilan Proses Sains dan Keterampilan Berfikir Kritis Variabel bebas : Model pembelajaran Investigasi Kelompok D. Hipotesis Hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini, adalah:

5 1. Hipotesis alternatif satu (Ha 1 ); (µ 1 < µ 2 ; α = 0.05) Penggunaan model pembelajaran investigasi kelompok di tingkat SMA dapat lebih meningkatkan keterampilan proses sains siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional dengan metode praktikum. 2. Hipotesis alternatif dua (Ha 2 ); (µ 3 < µ 4 ; α = 0.05) Penggunaan model pembelajaran investigasi kelompok di tingkat SMA dapat lebih meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional dengan metode praktikum. Keterangan : µ 1 = Rata-rata nilai keterampilan proses sains pada pembelajaran konvensional metode praktikum µ 2 = Rata-rata nilai keterampilan proses sains pada pembelajaran investigasi kelompok µ 3 = Rata-rata nilai keterampilan berpikir kritis pada pembelajaran konvensional metode praktikum µ 4 = Rata-rata nilai keterampilan berpikir kritis pada pembelajaran investigasi kelompok

6 E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Memperoleh informasi mengenai peningkatan keterampilan proses sains dengan menggunakan model pembelajaran investigasi kelompok dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional dengan metode praktikum. 2. Memperoleh informasi mengenai peningkatan Keterampilan Berfikir Kritis dengan menggunakan model pembelajaran investigasi kelompok dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional dengan metode praktikum. F. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang dilakukan ini adalah sebagai berikut: 1) Bagi siswa, melalui penelitian ini diharapkan siswa mampu mengoptimalisasikan keterampilan proses sains dan keterampilan berfikir kritisnya melalui model pembelajaran investigasi kelompok sehingga pemahaman mengenai konsep fisika khususnya materi pelajaran fluida statis dapat meningkat. 2) Bagi guru, diharapkan penelitian ini dapat :

7 a. Memberikan masukan mengenai strategi pembelajaran dalam upaya meningkatkan keterampilan proses sains, dan keterampilan berpikir kritis siswa b. Memotivasi guru untuk melakukan model pembelajaran yang sejenis untuk materi pelajaran lainnya. 3) Sebagai bahan referensi dalam mengembangkan model pembelajaran investigasi kelompok penelitian berikutnya. G. Definisi Operasional Penelitian ini memberikan beberapa istilah yang perlu disamakan agar tidak menimbulkan persepsi yang berbeda pada pembaca, yaitu sebagai berikut: 1. Model pembelajaran investigasi kelompok dalam penelitian ini adalah model pembelajaran dengan tahap-tahap identifikasi topik, perencanaan kooperatif, penerapan, analisis dan sintesis, presentasi produk akhir, dan evaluasi. Keterlaksanaan pembelajaran ini dilihat melalui observasi kegiatan pembelajaran sesuai dengan tahap-tahap investigasi kelompok yang dikemukakan oleh Sharan (1990) 2. Keterampilan proses sains adalah keterampilan intelektual yang meliputi keterampilan mengamati, mengklasifikasi, menginterpretasi data, meramalkan, berhipotesis, merencanakan percobaan, menerapkan konsep, bertanya, dan berkomunikasi. Aspek-aspek keterampilan proses sains ini sesuai dengan yang

8 diungkapkan oleh Nuryani Rustaman (1995). Keterampilan proses sains ini akan diukur melalui instrumen yang terdiri dari tes tertulis berupa tes unjuk kerja dan observasi kegiatan praktikum yang sesuai dengan model pembelajaran investigasi kelompok. 3. Berpikir kritis merupakan berpikir masuk akal/beralasan (reasonable) dan reflektif (reflective) yang difokuskan untuk mengambil keputusan tentang apa yang harus dilakukan atau harus diyakini (Ennis, 1985). Masuk akal berarti berpikir berdasarkan atas fakta-fakta untuk menghasilkan keputusan yang terbaik. Reflektif artinya mencari dengan sadar dan tegas kemungkinan solusi yang terbaik. Keterampilan berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah keterampilan berpikir kritis yang dinyatakan oleh Ennis (1985), yang meliputi 5 aspek yaitu :1) memberikan penjelasan sederhana (Elementery clarification), 2) Membangun keterampilan dasar (Basic support), 3) Menyimpulkan (Inference), 4) Membuat pejelasan lebih lanjut (Advanced clarification), dan 5) Strategi dan taktik (Strategies and tactics). Keterampilan berfikir kritis ini akan diukur dengan instrument tes yang khusus mengukur keterampilan berfikir kritis oleh Ennis(1985) 4. Model pembelajaran konvensional yang diterapkan pada kelas kontrol adalah model pembelajaran yang biasa digunakan di sekolah yang menjadi populasi penelitian. Model pembelajaran ini adalah model pembelajaran yang di bantu dengan metode praktikum, pada model pembelajaran ini guru bukan sebagai

9 fasilitator akan tetapi sebagai pengendali utama pembelajaran. Praktikum yang dilaksanakan dengan model pembelajaran ini dirancang oleh guru, sehingga siswa hanya menjalankan sesuai dengan petunjuk praktikum yang telah dirancang oleh guru.