BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Karena pajak mempunyai fungsi sebagai budgetair yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu. yang berguna bagi kepentingan bersama Waluyo (2008:2).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berjumlah Rp ,00 (Laporan Keuangan Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Realisasi Penerimaan Negara (Milyar Rupiah),

BAB I PENDAHULUAN. oleh lembaga independen seperti Masyarakat Transparansi Internasional

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu peran penting Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN)

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa pajak akan sangat mustahil sekali negara ini dapat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. dan potensi pajak yang ada dapat dipungut secara optimal. Langkah-langkah

Bab 1. Pendahuluan. Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, pemerintah mengandalkan sumber-sumber penerimaan negara. Nota Keuangan dan APBN Indonesia tahun 2015 yang diunduh dari

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah. membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendanaan bagi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. maju dan sejahtera. Dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terusmenerus. dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya berasal dari penerimaan pajak.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan infrastruktur, program pendidikan, kesehatan, dan lain-lain, disusun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mengandalkan berbagai pemasukan negara sebagai sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. kesenjangan antara sisi pengeluaran dan sisi penerimaan negara. Penerimaan

BAB 1 PENDAHULUAN. negara Indonesia. Penerimaan negara Indonesia berasal dari penerimaan dari

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber terpenting sebagai penghasilan bagi Negara. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pemerintahan suatu negara, terutama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut tertuang dalam Anggaran Penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan nasional bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam upaya melakukan

BAB I PENDAHULUAN. warga negara untuk menunjang pembangunan. Kegiatan kenegaraan sulit

ANALISIS PERBEDAAN PERLAKUAN PENERAPAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN Dedi Haryanto

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Monica (2013), menyatakan bahwa dalam rangka

Abstrak. Kata kunci: PP no. 46 tahun 2013, pertumbuhan wajib pajak, pertumbuhan penerimaan PPh pasal 4 ayat (2)

BAB 1 PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat kecil baik materiil maupun spiritual. Untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. Menengah (UMKM) selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara Indonesia dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang berpotensi besar yaitu pajak yang menyumbang rata-rata lebih dari

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan, pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit. membiayai pengeluaran pemerintah. Semakin bertambahnya jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu negara akan berkembang dan berjalan dengan lancar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan komponen penting dalam perekonomian Indonesia. Pajak. penerimaan negara terbesar adalah pajak.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, pemerintah memerlukan dana yang tidak sedikit, dimana dana

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar. Semakin besarnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Menurut Gunadi (2012:9)

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang digunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran negara.

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, maka

BAB I PENDAHULUAN. banyak sumber dana dalam membiayai berbagai pengeluaran negara. Pada era Orde

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara yang berdasarkan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata. Tujuan yang luhur demikian itu hanya dapat diwujudkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan pajak. Akan tetapi, data menunjukkan bahwa sebagian besar penerimaan

BAB 1 PENDAHULUAN. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional di beberapa bidang, Pemerintah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang telah dibayarkan memiliki fungsi tertentu yaitu fungsi Budgetair (sumber

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Untuk meningkatkan pemenuhan kewajiban perpajakan secara sukarela

BAB I PENDAHULUAN. Belanja Negara (APBN berasal dari pajak dan, realisasi penerimaan perpajakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. negeri berasal dari penjualan migas dan nonmigas serta pajak. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

BAB I PENDAHULUAN. kontraprestasi yang langsung dapat digunakan untuk membayar pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pajak langsung, dan pajak tidak langsung. Contoh pajak langsung adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pemerintahan suatu negara dibentuk sebagai perwakilan suatu rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan tahun 2012 terlihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.1 Perkembangan Penerimaan Pajak (triliun rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. sumber dana luar negeri dan sumber dana dalam negeri. non migas serta pajak. Namun pemerintah lebih mengoptimalkan

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun sebagai penyelaras kegiatan ekonomi pada masa-masa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan kehidupan warga negara yang adil dan sejahtera. Dalam hal ini,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

1 BAB I PENDAHULUAN. maupun spiritual, maka perlu diperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Inasius (2014) di Indonesia, jumlah UMKM mencapai 56 juta unit dan

BAB I PENDAHULUAN. terealisasikan, penerimaan terbesar berasal dari sektor pajak, karenanya pajak

BAB I PENDAHULUAN. : pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan lain- lain. Dalam

BAB I LATAR BELAKANG PENELITIAN. penting untuk membangun dan memperbaiki infrastruktur maupun meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. dimana semua hasil penerimaan tersebut akan digunakan untuk membiayai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Pajak adalah iuran rakyat yang dikelola menjadi kas negara dan digunakan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemerintah memenuhi kebutuhan dana dengan mengandalkan dua

BAB I PENDAHULUAN. kenyataannya Indonesia tidak bisa memanfaatkan berbagai potensi itu. Bisa dilihat

BAB I PENDAHULUAN. objek pajaknya, seiring dengan meningkatnya perekonomian dan taraf hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. usaha di Indonesia. Pajak merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana yang tercantum dalam. Pembukaan UUD Upaya untuk mewujudkan tujuan tersebut salah

BAB5 PENUTUP. Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 tersebut. Untuk perubahan Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak yang diatur dalam

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan masyarakat, hal ini ditujukan agar pembangunan tersebut berjalan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara, salah satunya pendanaan negara didapatkan dari pajak.

EVALUASI PENGENAAN KEBIJAKAN PPH FINAL PADA UMKM. Abstrak. Berdasarkan Skema ketentuan mengenai PPh Final dalam PP 46 dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

MEY N.NAWAITU 1, ZULKIFLI BOOKIU 2, USMAN 3 Jurusan Akuntansi Universitas Negeri Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber dana luar negeri, misalnya pinjaman luar negeri dan hibah ( grant),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan kontributor terbesar dalam Anggaran Pendapatan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang penting selain penerimaan bukan pajak. Pembayaran pajak sangat penting bagi negara untuk pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional, serta untuk kesejahteraan rakyat. Karena pajak mempunyai fungsi sebagai budgetair yang artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Perkembangan pendapatan negara dari tahun 2011-2015 dapat dilihat pada tabel 1.1. Tabel 1.1 Pendapatan Negara, 2011-2015 (miliar rupiah) Uraian 2011 LKPP I. Penerimaan Dalam Negeri 1.205,3 1. Penerimaan Perpajakan 873,9 a. Pajak Dalam Negeri 819,8 1) Pajak Penghasilan 431,1 a. Migas 73,1 b. Nonmigas 358,0 2) Pajak Pertambahan Nilai 277,8 3) Pajak Bumi & Bangunan 29,9 4) BPHTB (0,0) 5) Cukai 77,0 2012 LKPP 1.332,3 980,5 930,9 465,1 83,5 381,6 337,6 29,0-95,0 2013 LKPP 1.432,1 1.077,3 1.029,9 506,4 88,7 417,7 384,7 25,3-108,5 2014 LKPP 1.633,1 1.246,1 1.189,8 569,9 83,9 486,0 475,6 21,7-117,5 2015 LKPP 1.758,9 1.370,8 1.319,3 636,0 82,9 553,1 525,0 26,7-125,9 1

2 6) Pajak Lainnya b. Pajak Perdagangan Internasional 1) Bea Masuk 2) Bea Keluar 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak a. Penerimaan SDA 1. Migas a) Minyak bumi b) Gas bumi 2. Non Migas a) Pertambangan umum b) Kehutanan c) Perikanan d) Panas bumi b. Bagian Laba BUMN c. PNBP Lainnya d. Pendapatan BLU II. Penerimaan Hibah 3,9 54,1 25,3 28,9 331,5 213,8 193,5 141,3 52,2 20,3 16,4 3,2 0,2 0,6 28,2 69,4 20,1 5,3 4,2 49,7 28,4 21,2 351,8 225,8 205,8 144,7 61,1 20,0 15,9 3,2 0,2 0,7 30,8 73,5 21,7 5,8 4,9 47,5 31,6 15,8 354,8 226,4 203,6 135,3 68,3 22,8 18,6 3,1 0,2 0,9 34,0 69,7 24,6 6,8 5,2 56,3 35,7 20,6 386,9 241,1 211,7 154,8 56,9 29,4 23,6 5,0 0,3 0,6 40,0 85,0 20,9 2,3 5,7 51,5 37,2 14,3 388,0 236,7 206,8 156,4 50,4 29,9 24,6 4,5 0,3 0,6 41,0 88,3 22,1 3,4 Jumlah 1.210,6 1.338,1 1.438,9 1.635,4 1.762,3 Sumber : Nota Keuangan dan RAPBN 2015 Peran pajak sangat besar untuk pendapatan negara, terlihat jelas bahwa penerimaan perpajakan lebih besar dari penerimaan negara bukan pajak. Penerimaan pajak dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi suatu negara, karena pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga masyarakat mempunyai kemampuan secara finansial untuk membayar pajak. Selain itu besarnya pemungutan pajak, penambahan Wajib Pajak dan optimalisasi penggalian sumber pajak melalui objek pajak juga berperan dalam meningkatkan penerimaan dari pajak. Sumber pendapatan negara dari pajak telah menjadi unsur utama dalam menunjang kegiatan perekonomian di Indonesia yang menggerakkan roda pemerintahan dan penyediaan fasilitas umum bagi masyarakat. Jumlah

3 penerimaan pajak yang sangat dominan di dalam penerimaan dalam negeri tersebut sebenarnya masih bisa lebih besar jumlahnya. Nyatanya secara nominal jumlah tersebut masih jauh dari potensi yang sebenarnya bisa digali. Hal ini bisa disebabkan oleh tingkat kepatuhan Wajib Pajak yang dinilai belum baik. Karena berdasarkan Tabel 1.2 bisa dilihat sebagaimana besar kepatuhan wajib pajak untuk menyampaikan SPT PPh Tahunan dari tahun ke tahun. Tabel 1.2 Rasio Kepatuhan Penyampaian SPT PPh Tahun 2010-2013 Uraian 2010 2011 2012 2013 Wajib Pajak 14.101.933 17.694.317 17.659.278 17.731.736 Terdaftar Wajib SPT SPT Tahunan 8.145.866 9.332.626 9.447.398 9.575.137 PPh Rasio Kepatuhan 57,76% 52,74% 53,50% 54% Sumber : Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Pajak Dari Tabel di atas masih banyak Wajib Pajak yang belum patuh untuk menyampaikan SPT Tahunan PPh. Di tahun 2010 Wajib Pajak Terdaftar Wajib SPT berjumlah 14.101.933, tetapi yang patuh untuk menyampaikan SPT Tahunan PPh hanya 8.145.866 atau 57,76% dari jumlah Wajib Pajak yang terdaftar, bahkan di tahun 2011 perkembangan rasio kepatuhan cenderung menurun, kemudian pada tahun 2012-2013 mengalami peningkatan. Melihat data tersebut ada fenomena menarik. Pemerintah melakukan upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak dari sektor perpajakan. Salah satu cara yang akan dilakukan adalah dengan intensifikasi penyerapan pajak dan perlunya mengambil langkah ekstensifikasi. Mekanisme ekstensifikasi merupakan

4 maksimalisasi penyerapan pajak dengan menggali potensi pajak yang belum terserap (Afriyadi, 2014). Saat ini, pemerintah melirik sektor UMKM yang dinilai memiliki potensi yang besar untuk pemasukan pajak, dimana omset dan labanya memang jauh lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan besar. Namun nyatanya saat ini keberadaan usaha ini hampir dapat dijumpai di sepanjang jalan yang mampu memberikan sumbangsih yang berarti bagi pertumbuhan ekonomi. Kementerian Koperasi dan UKM menyatakan, jumlah UMKM di Indonesia kini mencapai 56,5 juta unit atau 99,9% dari total unit usaha Indonesia. Bahkan sektor ini telah menyerap 110,8 juta orang tenaga kerja atau 97,16 % dari total tenaga kerja Indonesia. Dapat dilihat pada gambar 1.1 di bawah ini. Usaha Besar Usaha Menengah Usaha Kecil Usaha Mikro 2.84 0.01 13.59 2.94 0.09 9.68 4.09 1.11 35.81 40.92 90.12 98.79 0 20 40 60 80 100 Kontribusi Terhadap PDB (%) Tenaga Kerja (%) Unit Usaha (%) Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM, 2013 Gambar 1.1 Kontribusi UMKM Terhadap PDB Nasional Tahun 2012 Dari data di atas, menunjukkan sebagian besar penerimaan pajak didominasi oleh UMKM sebesar 59,08 %, yaitu Usaha mikro 35,81%, Usaha

5 Kecil 9,68%, Usaha Menengah 13,59% dan sisanya sebesar 40,92 % dari Usaha Besar. Jika dilihat dari gambar 1.1, menunjukkan bahwa UMKM memiliki kontribusi yang besar terhadap PDB Nasional. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan kontribusi UMKM terhadap penerimaan pajak, terdapat miss-match dimana kontribusi UMKM pada penerimaan perpajakan sangat kecil, yaitu kurang dari 1% dari total penerimaan pajak. Ketidakimbangan kontribusi UMKM tersebut merupakan suatu indikasi bahwa tingkat ketaatan UMKM dalam memenuhi kewajiban perpajakan masih sangat rendah (www.kemenkeu.go.id). Dalam upaya untuk mendorong pemenuhan kewajiban perpajakan secara sukarela (voluntary tax compliance) serta mendorong kontribusi penerimaan Negara dari UMKM, pada tanggal 12 Juni 2013 Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dan / atau Badan yang memiliki Peredaran Bruto Tertentu, yaitu penghasilan yang kurang dari 4,8 M terbatas pada penghasilan dari usaha. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini merupakan aplikasi dari model presumptive regime dalam perpajakan. Presumptive regime sendiri merupakan suatu bentuk pendekatan pengenaan pajak yang diterapkan dalam ekonomi yang pelakunya masih memiliki keterbatasan kemampuan administrasi dan pembukuan. Untuk itu perlu ada desain pemajakan khusus, dengan tujuan meminimalisir cost of compliance (Ibrahim, 2014).

6 Materi pokok yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 yaitu mengenai pengenaan pajak penghasilan yang bersifat final dan penetapan besaran tarif pajak terhadap penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. Pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat final tersebut ditetapkan dengan berdasarkan pertimbangan perlunya kesederhanaan dalam pemungutan pajak, berkurangnya beban administrasi bagi Wajib Pajak maupun Dirjen Pajak, serta memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter (Pohan, 2013). Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 menyebutkan bahwa peraturan ini diperuntukkan khusus bagi Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu. Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) PP Nomor 46 Tahun 2013 disebutkan bahwa subjek dalam PP ini bisa berupa Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan, tetapi tidak termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT). Baik Wajib Pajak orang pribadi maupun badan, keduanya harus merupakan pelaku usaha yang menerima penghasilan bruto tidak lebih dari Rp 4,8 miliar dalam 1 tahun pajak. Kemudian, jika dikaitkan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Undang-Undang UMKM), maka dapat diketahui bahwa penggolongan UMKM berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013 ini berbeda dengan penggolongan UMKM berdasarkan PP Undang-Undang UMKM. Berikut ini penggolongan kelompok UMKM berdasarkan omzet: a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang lain perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro, yaitu

7 memiliki kekayaan bersih maksimal Rp 50 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan maksimal Rp 300 juta. b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil, yaitu memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50 juta hingga Rp 500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta sampai Rp 2,5 miliar. c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Kecil atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria usaha kecil, yaitu memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500 juta hingga Rp 10 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki penjualan tahunan lebih dari Rp 2,5 miliar sampai Rp 50 miliar. Dari pengelompokkan UMKM di atas, diketahui pengusaha yang beromzet Rp 50 miliar setahun pun masih termasuk sebagai pengusaha UMKM. Sementara, pengusaha yang diwajibkan mengikuti ketentuan PP Nomor 46 Tahun 2013, maksimal beromzet Rp 4,8 miliar dalam setahun. Pengusaha yang omzetnya

8 diatas Rp 4,8 miliar setahun, tidak dikenakan PPh Final berdasarkan PP ini, melainkan mengikuti ketentuan yang diatur dalam UU PPh yaitu Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan (Indonesian Tax Review, 2013). Untuk mempermudah Wajib Pajak melakukan kewajiban perpajakannya, pemerintah melakukan reformasi perpajakan yaitu menganut Self Assessment System. Penerapan Self Assessment System akan efektif apabila kondisi kepatuhan sukarela (voluntary compliance) pada masyarakat telah terbentuk. Meskipun demikian dalam implementasinya, suatu negara akan menghadapi kendala terutama terkait kemauan masyarakat untuk membayar pajak. Dalam hal ini akan muncul perilaku tax avoidance dan tax evasion dari masyarakat sebagai wujud dari keengganannya dalam membayar pajak yang dibebankan oleh negara kepadanya, upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak dihadapkan pada kondisi belum optimalnya sistem perpajakan dijalankan. Dalam Self Assessment System yang berlaku saat ini posisi Wajib Pajak sangat penting karena Wajib Pajak diwajibkan untuk melaksanakan kewajiban pajaknya secara mandiri. Kewajiban perhitungan pajak, pembayaran pajak, dan pelaporan pajak dilaksanakan sendiri oleh Wajib Pajak. Dengan demikian Wajib Pajak dituntut untuk mengerti dan memahami tidak hanya peraturan pajak, tetapi juga aspek administrasi dan prosedur perpajakan. Pemenuhan kewajiban ini tidaklah mudah dilakukan Wajib Pajak. Berjalannya sistem ini banyak bergantung pada aturan yang jelas, adil, transparan dan prosedur administrasi tidak berbelitbelit. Selain itu, administrasi perpajakan juga dituntut untuk benar-benar tranparan

9 dan memberikan pelayanan yang baik dan terpuji, sehingga Wajib Pajak dapat melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakannya dengan baik dan bertanggung jawab (Mardiasmo, 2008). Dengan sistem ini sepanjang tidak ditemukan data yang menyimpang, maka otoritas penentuan besarnya jumlah pajak terutang sudah bergeser ke Wajib Pajak. Dengan demikian efektivitas sistem ini banyak bergantung pada seberapa besar kesadaran dan tanggung jawab seorang Wajib Pajak. Kesadaran masyarakat atau kepatuhan pajak akan menjadi hal utama dalam proses jalannya Self Assessment System. Fenomena yang terjadi, perilaku penghindaran pajak cenderung menjadi bagian dari perilaku masyarakat dalam melakukan pemenuhan tindakan kewajiban perpajakannya. Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian selanjutnya yang lebih mendalam mengenai: Pengaruh Kontribusi Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 dan Self Assessment System Terhadap Penerimaan Pajak (Studi Kasus Pada KPP Pratama Bandung Tegallega) 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti mengidentifikasikan masalah sebagai berikut: 1. Apakah Kontribusi Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 berpengaruh terhadap penerimaan pajak? 2. Apakah Self Assessmet System berpengaruh terhadap penerimaan pajak?

10 3. Apakah Kontribusi Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 dan Self Assessment System berpengaruh terhadap penerimaan pajak? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, penulis merumuskan tujuan penelitian, yaitu: 1. Untuk mengetahui pengaruh Kontribusi Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 terhadap penerimaan pajak. 2. Untuk mengetahui pengaruh Self Assessment System terhadap penerimaan pajak. 3. Untuk mengetahui pengaruh Kontribusi Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 dan Self Assessment System terhadap penerimaan pajak. 1.4 Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian, kegunaan penelitian ini yaitu: 1. Bagi Penulis a. Dapat mewujudkan suatu bentuk skripsi, sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian kesarjanaan Jurusan Akuntansi S1 Fakultas Ekonomi pada Universitas Widyatama. b. Diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai Kontribusi Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 dan Self Assessment System serta hubungannya dengan penerimaan pajak.

11 2. Bagi Direktorat Jenderal Pajak Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam menerapkan kebijakan perpajakan secara benar dan konsisten serta dalam melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 untuk meningkatkan penerimaan pajak. 3. Bagi Pihak Lain a. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan bagi tulisan lain yang sejenis dan juga sebagai sumber informasi dalam penelaahan lebih lanjut. b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber referensi khususnya untuk mengkaji topik-topik yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, penulis memperoleh data pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega. Alamat Jalan Soekarno Hatta Nomor 216 Bandung. Penelitian ini dilakukan dari bulan November 2015 sampai dengan selesai.