TOLERANSI PEDAGANG LOKAL DALAM AKTIVITAS PERDAGANGAN DI PASAR TRADISIONAL YOUTEFA, ABEPURA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Peranan Ibu Rumah Tangga Terhadap Terciptanya Ruang Publik Di Kawasan Padat Penduduk Pattingalloang Makassar

Koridor Kampung Kota sebagai Ruang Komunikasi Informal

BAB V PENUTUP. maupun kewajiban mereka didalam Pasar Beringharjo. Sikap ini meliputi sikap

Ruang Personal Pemustaka di Ruang Baca Perpustakaan Umum Kota Malang

LAPORAN PENELITIAN SETING PRILAKU PENGUNJUNG DI TAMAN NOSTALGIA KUPANG. Oleh I Kadek Mardika

SUMBU POLA RUANG DALAM RUMAH TINGGAL DI KAWASAN PECINAN KOTA BATU

Keberadaan Fungsi Bangunan Sekitar dalam Membentuk Pemanfaatan Ruang Koridor Jalan di Pusat Kota Pasuruan

GERAK DAN POLA SOSIALISASI MANUSIA DI DALAM RUANG UNTUK MELINDUNGI TERITORIAL LINGKUNGANNYA

Pengaruh Perilaku Masyarakat pada Pembentukan Karakter Pasar Tradisional Melayu Kampar

BAB III TINJAUAN KHUSUS

Pola Aktivitas Pada Ruang Publik Taman Trunojoyo Malang

PEMENUHAN ASPEK KENYAMANAN JALUR PEDESTRIAN PADA LINGKUNGAN PUSAT UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

Konsep Desain Partisi Dengan Sistem Modular Untuk Hunian Dengan Lahan Terbatas Di Surabaya

DESKRIPSI SILABUS SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) MATA KULIAH PERMASALAHAN ARSITEKTUR TA SKS

Pola Aktivitas Pemanfaatan Ruang Luar Kawasan Wisata Songgoriti Batu

Pola Pemanfaatan Ruang Pada Selamatan Desa di Permukiman Perkotaan Studi Kasus: Selamatan Desa RW IV Kelurahan Jajar Tunggal Surabaya

5. BAB V PENUTUP 1. Persepsi pemanfaatan ruang yang muncul dapat berupa respon terhadap setting ruang yang ada.

Perubahan Konsep Dapur Hunian Akibat Kebutuhan Pengguna pada Perumahan (Studi Kasus: Perumahan Vila Bukit Tidar Malang)

POLA RUANG DALAM RUMAH PANGGONG DI KAMPUNG BONTANG KUALA

5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Aspek Arsitektur Kota dalam Perancangan Pasar Tradisional

FAKTOR PENENTU SETTING FISIK DALAM BERAKTIFITAS DI RUANG TERBUKA PUBLIK STUDI KASUS ALUN ALUN MERDEKA KOTA MALANG

PENATAAN RUANG DAGANG PADA RANCANGAN KEMBALI PASAR SUKUN KOTA MALANG

Carmona, M., Heath, T., Oc, T., Tiesdell, S., 2003, Public Places - Urban Spaces, Architectural Press, Oxford.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

KARAKTERISTIK TERITORIALITAS RUANG PADA PERMUKIMAN PADAT DI PERKOTAAN

Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Khusus Tunanetra melalui Pendekatan Orientasi dan Mobilitas di Malang

BENTUKAN VISUAL ARSITEKTUR RUMAH SINOM DI KELURAHAN KERTOSARI PONOROGO

Kajian Karakteristik Fisik Kawasan Komersial Pusat Kota

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 6. 1

Perancangan Lingkungan Pondok Sosial Kota Malang dengan Pendekatan Perilaku

INTEGRASI RUANG PAMER DAN RUANG WORKSHOP STUDIO PERUPA (STUDI KASUS: BLOK B PASAR SENI ANCOL)

PEREMAJAAN PEMUKIMAN KAMPUNG PULO DENGAN PENDEKATAN PERILAKU URBAN KAMPUNG

Perancangan Kembali Pasar Tawangmangu di Kota Malang

LAMPIRAN. Ziesel (1981) didalam bukunya mengatakan bahwa : they do. How do activities relate to one another spatially. And how do spatial

PREFERENSI PEDESTRIAN DITINJAU DARI PENGGUNAAN TROTOAR DI KORIDOR JALAN PEMUDA KOTA MAGELANG

DAFTAR PUSTAKA. Allport, G. W The individual and his religion. New York: McMillan.

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

Rumah Impian Mahasiswa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Stephen Carr dibedakan menjadi¹: pagar, tanaman, dan berlokasi dijalan utama pusat kota.

Analisis Pemasaran Karet Rakyat di Kabupaten Sijunjung. Oleh : Lismarwati. (Di bawah bimbingan Yonariza dan Rusda Khairati) RINGKASAN

Physical Milieu Ruang Komunal Desa Adat (Pakraman) Tenganan Pegeringsingan Bali

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. keberadaan elemen-elemen fisik atau yang disebut juga setting fisik seiring

POLA LETAK STRUKTUR PONDASI PADA RUMAH LAMA PEKANBARU

Pengaruh Interior Toko Oen Malang terhadap Perilaku Pengunjung

Sirkulasi Bangunan Rumah Tinggal Kampung Kauman Kota Malang

Karakteristik Spasial Area Masuk Utama pada Bangunan Stasiun (Studi Kasus: Stasiun-Stasiun di Wilayah Malang)

Hubungan Karakteristik Penduduk dengan Pemilihan Ruang Publik di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari, karena kedua hal tersebut adalah kebutuhan yang

CHANGES IN THE PHYSICAL SETTING OF OPEN SPACE IN ACCOMMODATING A VARIETY OF ACTIVITIES IN THE CREATIVE KAMPONG OF DAGO POJOK

POLA AKTIVITAS PADA RUANG PUBLIK TAMAN BUNGKUL SURABAYA

Identifikasi Ragam Aktivitas Outdoor : Karakteristik Pedestrian Mall di Jalan Dalem Kaum, Bandung

DAFTAR ISI. Halaman. 1.1 Latar Belakang Penelitian Identifikasi Masalah Maksud dan Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian.

BAB 1 SKOUW WUTUNG. A. Sejarah

IDENTIFIKASI JALUR PEJALAN KAKI DI KAWASAN WATERFRONT, SENG HIE, PONTIANAK

Kualitas Walkability Jalur Pedestrian Pada Koridor Jalan Permindo, Padang Berdasarkan Persepsi Masyarakat

Evaluasi Kesesuaian Fungsi Ruang pada Ruang Baca Perpustakaan Pusat Universitas Brawijaya

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan

Aksesbilitas Lansia di Panti Werdha Hargodedali Surabaya

RUANG SOSIAL RUMAH TRADISIONAL BAANJUNGAN DI BANJARMASIN

PELESTARIAN BANGUNAN MASJID TUO KAYU JAO DI SUMATERA BARAT

KAJIAN PENGGUNAAN RUANG PUBLIK DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR PERILAKU

Balai Materia Medica di Batu (Perancangan Ulang dengan Penerapan Prinsip Konservasi Air)

Evaluasi Penataan Ruang Kawasan Pengrajin Keramik Berwawasan Lingkungan Perilaku di Kelurahan Dinoyo, Kota Malang

Pola Aktivitas Pengunjung dalam Ruang Penghubung Kawasan Stasiun Depok Baru dan Terminal Margonda

Persepsi Visual Audience pada Penataan Interior Auditorium

Perilaku PKL dalam Memanfaatkan Ruang Publik di Pasar Banyumanik

BAB V PENUTUP. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masuknya kebudayaan baru dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Aktivitas Pengrajin Gerabah di Desa Pagelaran

BAB III METODE PENELITIAN

Teritori Ruang Dagang Bazar di Tangerang Selatan

POLA RUANG DALAM BANUA TONGKONAN DAN BANUA BARUNG- BARUNG DI DUSUN TONGA, KELURAHAN PANTA'NAKAN LOLO, TORAJA UTARA

Studi Evaluasi Elemen Pendukung Taman Dalam Mendukung Aktifitas Pengguna. Studi Kasus : Taman Lawang, Jakarta Pusat

STUDI SISTEM TERITORIAL DI PASAR BERINGHARJO. AlifaMiftyFala Drs. Ismael Setiawan, M.M

KEMAMPUAN SISWA TENTANG INTEGRASI MATEMATIKA DALAM PERMAINAN TRADISIONAL ANAK-ANAK SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. yang terletak di bantaran Sungai Deli, Kelurahan Kampung Aur, Medan. Jika

INTEGRASI FUNGSI WISATA PADA FASILITAS AGROINDUSTRI (Studi Kasus : Kusuma Agrowisata, Batu dan Taman Buah Mekarsari, Kab. Bogor)

PENATAAN INTERIOR UNIT HUNIAN RUMAH SUSUN SEWA SURABAYA SEBAGAI HASIL DARI PROSES ADAPTASI BERDASARKAN PERILAKU PENGHUNI

POLA PERMUKIMAN RUMAH BERLABUH MASYARAKAT SERUI ANSUS DI KOTA SORONG

TERITORI RUANG PADA RUMAH PRODUKTIF BATIK DI KAUMAN, PEKALONGAN JAWA TENGAH

GOOD PUBLIC SPACE INDEX Teori dan metode

DINAMIKA PEMANFAATAN RUANG PEJALAN KAKI DI JALAN BABARSARI KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan dari penelitian dinamika aktifitas di ruang pejalan kaki di Jalan

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Tarik Kawasan Situ Cileunca sebagai Kawasan Wisata

EVALUASI PURNA HUNI (EPH): ASPEK PERILAKU RUANG DALAM SLB YPAC MANADO

Sistem Penghawaan Alami Ruang Produksi Batik Barong Gung di Tulungagung

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya konsep spasial Lamin

Bahasa tak sekadar sistem tanda: Berkenalan dengan. Ludwig Wittgenstein. Mata kuliah Bahasa Indonesia Riko, S.S.

Penanganan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pada Korban Bencana Lumpur Sidoarjo dengan Pendekatan Arsitektur Perilaku

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.2 Variabel Penelitian, Fokus Penelitian, Alur Berfikir Variabel Penelitian

PERENCANAAN BANGUNAN INFRAKSTRUKTUR PENDIDIKAN (GAZEBO) FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO

KAJIAN ELEMEN LANSKAP SEKOLAH DASAR DI KOTA MEDAN SKRIPSI OLEH SITI RAUZELIA DELANY

PENATAAN DAN PENGEMBANGAN SENTRA BATIK & TENUN DI PEKALONGAN DENGAN PENEKANAN DESAIN SUSTAINABLE SETTLEMENT

MASJID BERBASIS MASYARAKAT DAN SIGNIFIKANSINYA SEBAGAI RUANG PUBLIK

LATAR BELAKANG DAN MOTIVASI BERWIRAUSAHA PEDAGANG SAYUR DI PASAR INDUK PUSPA AGRO KABUPATEN SIDOARJO

ABSTRAK. Kata Kunci : Ruang publik, Yaroana Masigi, Pelestarian

SYSTEM OF SETTING MASYARAKAT KAMPUNG SANGIR DI MUARA SARIO MANADO

Transkripsi:

TOLERANSI PEDAGANG LOKAL DALAM AKTIVITAS PERDAGANGAN DI PASAR TRADISIONAL YOUTEFA, ABEPURA Viva Virginia Suhartawan 1, Abraham Mohammad Ridjal 2, Indyah Martiningrum 2 1 Mahasiswa Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya 2 Dosen Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Jalan MT. Haryono 167 Malang 65145, Indonesia Alamat Email penulis: vivavirginia1@gmail.com ABSTRAK Pasar Youtefa memiliki jumlah pedagang ±2.821 pedagang yang berasal dari berbagai suku asal, dengan persentase 24% pedagang lokal (masyarakat asli), dan 76% pedagang pendatang. Walaupun berbeda, keduanya dapat berjualan pada satu lokasi yang sama, yaitu kondisi dimana pedagang masyarakat asli berjualan didekat area berjualan pedagang pendatang. Pada kondisi ini terdapat persinggungan antara kedua jenis pedagang dengan perbedaan seting ruang pedagang yang dibentuk oleh masing-masing pedagang. Oleh sebab itu, studi ini bertujuan untuk mengetahui bentuk toleransi pedagang lokal terhadap pedagang pendatang sehingga keduanya dapat berjualan pada satu lokasi yang sama. Aspek-aspek yang dapat mempengaruhi terbentuknya ruang aktivitas masing-masing pedagang diantaranya adalah aspek seting, pelaku, aktivitas dan waktu. Berdasarkan hasil analisis, aspek yang paling berpengaruh dalam membentuk ruang aktivitas pedagang adalah aspek seting yang terdiri dari elemen-elemen pembentuk ruang dagang baik secara tetap (fixed element), semi tetap (semifixed element), serta tidak tetap (non-fixed element) yang dibentuk oleh pedagang dalam melakukan aktivitas jual beli. Dimana pedagang lokal menggunakan los pedagang dengan elemen pembentuk ruang berjualan yang bersifat semi tetap (semifixed element), sedangkan pedagang pendatang menggunakan elemen pembentuk ruang bersifat tetap (fixed element) yang melingkup ruang kios permanen. Selain seting, bentuk toleransi lainnya yaitu berupa jenis komoditi yang dijual antar pedagang dapat berbeda antara kedua jenis pedagang. Kata kunci: ruang aktivitas, seting, pedagang, pasar tradisional ABSTRACT Pasar Youtefa has approximately ±2.821 merchants that come from various ethnic groups with presentation 24% of them are local merchants, and 76% of them are immigratif merchants. Although so, both of them can do trading activity in a similar location, where local merchants sell their products side by side with immigrant merchants. In this condition, there is an intersection between both merchants with their difference of space setting that shaped by their ownselvs. Thus, this study aims to know the tolerance from of local merchants to immigrant merchants so that both of them can do trading activity in a similar location. There are aspects that are able to influence forming merchant s activity space. Such as setting, doer, activity and time. So that, based on analysis result, the most influencing aspect in forming merchant s activity space is seting aspect that consists of several elements forming trading space in form of fixed element, semifixed element, and non fixed element that can be formed by merchats in their trading activity. Local merchants use shed with forming element walking space which tend to be semifixed element. In the other hand, immigrant merchants use fixed element that cover kiosk space. In addition to setting, another tolerance form is kind of commodity between both merchants are different. Keywords: activity space, setting, merchant, traditional market

1. Pendahuluan Pasar Youtefa merupakan Pasar Regional yang menyediakan bebagai macam kebutuhan terutama kebutuhan sandang dan pangan area kota Jayapura dengan luas wilayah 12 Ha dan jumlah pedagang cukup banyak yang berasal dari berbagai suku asal, dan diarahkan sebagai pusat grosir untuk melayani Pasar-pasar Induk di wilayah Kota Jayapura. Kegiatan utama yang dapat dijumpai pada pasar yaitu kegiatan jual beli yang melibatkan pedagang dan pembeli. Pedagang pada Pasar Youtefa dapat dibagi menjadi dua yaitu pedagang lokal (masyarakat asli) dan pedagang pendatang. Keduanya memiliki karakter dan cara berjualan yang berbeda-beda yang tercipta karena kebiasaan dan budaya setempat. Dengan keberagaman suku pedagang, terdapat kondisi dimana merupakan persinggungan area berjualan antara pedagang pendatang dan pedagang lokal. Hal ini dapat berjalan dengan baik dengan adanya perbedaan seting ruang berjualan terhadap aktivitas berdagang masing-masing pedagang. Sehingga dengan adanya fenomena perilaku pedagang lokal terhadap pedagang pendatang dalam aktivitas berjualan merupakan fenomena menarik untuk diteliti berkaitan dengan bentuk toleransi antar pedagang. 2. Metode Objek dalam studi ialah pasar tradisional Youtefa, Abepura. Metode pengumpulan data primer dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung dilapangan dan wawancara dengan teknik riset observasi natural (Haryadi, et al. 1995). Observasi perilaku pedagang mencangkup kegiatan dan sikap posturalnya menggunakan metode place-centered mapping (Sommer, 1986), observasi kondisi fisik dan spasial, dengan jenis penelitian dekskriptif eksploratif. Kemudian penentuan variabel penelitian didasarkan pada teori-teori yang digunakan yaitu seting aktivitas (Barker dalam Lang, 1987). Fokus dalam studi ini adalah seting aktivitas pedagang. Aktivitas yang dimaksud ialah aktivitas berjualan yang dilakukan oleh pedagang lokal yang memiliki cara berjualan yang berbeda dengan para pedagang lain pada umumnya. Ruang di dalam studi ini diartikan sebagai seting atau wadah manusia dalam beraktivitas. Unit amatan dalam penelitian ini adalah titik-titik amatan yang telah ditentukan. Titik-titik amatan ini berdasarkan intensitas ruang aktivitas oleh para pedagang di dalam Pasar Youtefa Abepura. Unit analisis yang digunakan yaitu sesuai dengan teori yang dijelaskan oleh Barker dalam Lang (1987) yaitu mengenai seting aktivitas. Unit-unit amatan tersebut terdiri dari: a. Aktivitas; b. Pelaku; c. Seting fisik; dan d. Waktu. Fenomena perilaku berdagang yang dibentuk melalui seting dan aktivitas pedagang dari masing-masing pelaku dikelompokan dan dianalisis aspek aspek yang merupakan bentuk toleransi pedagang lokal sebagai temuan penelitian. 3. Hasil dan Pembahasan Objek dalam studi ini ialah Pasar Youtefa di Abepura tepatnya di Jalan Pasar Youtefa, Distrik Abepura, Kota Jayapura, Papua.

Gambar 1. Lokasi dan batasan area Pasar Youtefa Abepura Sumber: Google Maps 2016 Gambar 2. Persebaran pedagang lokal dan pendatang Pasar Youtefa memiliki luas 12 Ha dengan batas wilayah yakni: sebelah utara dan selatan daerah permukiman, sebelah barat dan timur daerah pertokoan (ruko). Dari data jumlah pedagang yang terdaftar secara resmi oleh pihak pengelola pasar, terdapat ±2.821 pedagang dengan persentase 76% pedagang pendatang dan 24% pedagang lokal yang berasal dari berbagai suku, serta melayani masyarakat dari Kabupaten Keerom, Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura. Suku asal pedagang pendatang yang berjualan pada pasar adalah Jawa, dan kebanyakan diantaranya adalah pedagang yang berasal dari Makassar. Sedangkan suku asal pedagang lokal diantaranya merupakan suku Serui, Biak, Sorong, Nafri, Pegunungan Bintang, Wamena, Koya, Genyem, Jayapura, Dani, Paniai, dan Yahukimo. Wilayah studi adalah pasar yang cukup luas karena menampung pedagang dari berbagai macam kabupaten dan daerah. Masing-masing pedagang memiliki kebiasaan yang berbeda-beda dalam melakukan aktivitas berjualan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor budaya, serta nilai-nilai yang ada pada masing-masing daerah asal tempat tinggal. Gambar 3. Kondisi eksisting pedagang pendatang Gambar 4. Persentase jumlah pedagang Pasar Youtefa Sumber: Dinas Pengelola Pasar Youtefa (2014-2015) Gambar 5. Kondisi eksisting pedagang lokal Kios-kios dan los-los yang ada sebagian besar menggunakan material kayu dan atap dengan material seng atau terpal. Kios pada pasar menggunakan material permanen

seperti dinding bata, atau kayu dan atap seng, sedangkan los-los pada pasar menggunakan material seperti kayu dan terpal. Seting aktivitas pedagang dalam melakukan aktivitas berdagang kemudian dapat dikelompokkan berdasarkan teori yang digunakan Barker dalam Lang (1987), sehingga dapat diperoleh aspek-aspek yang menjadi amatan, yakni: 3.1. Seting Area Berdagang Gambar 6. Aspek pembentuk seting aktivitas dan keterkaitannya Seting merupakan aspek yang paling utama dalam menentukan ruang aktivitas pedagang. Seting area ruang berjualan masing-masing pedagang dapat dibentuk oleh pelaku karena cara berjualan tiap pedagang dapat berbeda-beda berdasarkan suku pedagang dan kebiasaan dalam berjualan. Elemen pembentuk ruang oleh pedagang pendatang merupakan elemen-elemen pembentuk ruang yang bersifat tetap (fixed element) seperti dinding bata, penutup atap, dan lantai. Atap seng dengan struktur kayu pada kios sebagai fixed element pembentuk ruang berdagang, dan etalase, meja juga kursi sebagai semifixed element pembentuk ruang berdagang. Gambar 7. Ruang berjualan pedagang pendatang Gambar 8. Seting area berjualan pada kios Elemen pembentuk ruang oleh pedagang lokal merupakan elemen-elemen pembentuk ruang semi tetap (semifixed element) seperti karung sebagai alas dagangan, meja, kursi, dan atap nonpermanen. Atap payung atau terpal yang digunakan untuk peneduh pada los sebagai fixed element pembentuk ruang dagang, karung alas dagangan,

juga meja dan kursi sebagai semifixed element, serta batu sebagai non-fixed element yang dapat membentuk ruang berdagang pedagang dan menandai area berjualan. Gambar 9. Ruang berjualan pedagang lokal Gambar 10. Seting area berjualan pada los 3.2. Pedagang Lokal dan Pendatang pada Setting Pelaku merupakan aspek kedua dalam pembentukkan ruang aktivitas. Pedagang selaku pelaku utama dapat terbagi menjadi pedagang masyarakat asli dan pedagang pendatang didalam Pasar Youtefa. Kedua pelaku ini memiliki perbedaan cara berjualan dengan seting yang berbeda. Pada dasarnya pedagang lokal lebih nyaman dan menyukai cara berjualan yang bersifat terbuka (outdoor), sedangkan pedagang pendatang cenderung berjualan pada kios tertutup (indoor). Aspek pelaku sangat terkait dengan jenis aktivitas yang berlangsung. Kegiatan jual beli oleh masing-masing jenis pedagang dapat dibedakan oleh jenis komoditi yang dijual. 3.3. Aktivitas berdagang Aspek aktivitas adalah aspek ketiga yang berperan dalam pembentukan ruang aktivitas pedagang. Jenis aktivitas yang berbeda dapat berlangsung dalam satu waktu bersamaan. Gambar 11. Hubungan antar aspek amatan Dalam melakukan kegiatan jual beli, masing-masing pedagang memiliki aktivitas berdagang yang berbeda-beda berdasarkan jenis pelakunya. Pedagang lokal menjual jenis barang dagangan yang merupakan hasil kebun pada los-los terbuka, sedangkan pedagang pendatang menjual barang dagangan berupa alat-alat rumah tangga, kebutuhan pokok sehari-hari, dan lain sebagainya pada kios yang bersifat tertutup.

Gambar 12. Aktivitas berdagang pedagang pendatang pada kios Gambar 13. Aktivitas berdagang pedagang lokal pada los Gambar 14. Aktivitas berdagang pedagang lokal di depan kios pedagang pendatang Gambar 15. Keterkaitan antar aspek unit amatan pembentuk ruang aktivitas pedagang Aspek-aspek pembentuk ruang aktivitas dalam teori seting aktivitas saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Berdasarkan analisis hasil observasi perilaku pedagang dalam aktivitas berdagang pasa Pasar Youtefa, aspek yang paling berpengaruh dalam membentuk ruang aktivitas pedagang adalah aspek seting. Aspek aktivitas dalam kegiatan jual-beli dapat dipengaruhi oleh pelaku atau sebaliknya. Sedangkan aspek seting dipengaruhi oleh aktivitas dan pelaku karena cara berdagang masing-masing pedagang dapat berbeda-beda berdasarkan suku asal dalam kebiasaan berjualan. Pedagang lokal cenderung menandai tempat area berjualan dengan elemen-elemen penanda ruang semi tetap (semifixed element) dan area berjualan pedagang pendatang ditandai dengan keberadaan elemen pembentuk ruang yang bersifat tetap (fixed element). Dapat dikatakan kedua jenis pedagang ini masing-masing memiliki cara berjualan yang secara tidak sengaja terbentuk oleh budaya dan karakter yang berbeda. 3.4. Persinggungan antara pedagang Tabel 1. Persinggungan antara pedagang Pedagang lokal >< Pedagang pendatang Masing-masing pelaku pedagang memiliki batas area jual, sehingga aktivitas jual beli dapat berlangsung pada satu lokasi yang sama dengan masing-masing elemen pembentuk ruang fisik pedagang yang berbeda-beda. (Sumber: Hasil analisis, 2016) Walau dalam satu lokasi yang sama, kedua jenis pedagang ini dapat melakukan aktivitas berjualan secara berdekatan. Salah satu bentuk toleransi pedagang yaitu dengan perbedaan jenis barang yang di jual.

4. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis seting aktivitas masing-masing pedagang, yang menjadi bentuk toleransi pedagang lokal terhadap pedagang pendatang sehingga dapat berjualan pada satu lokasi yang sama di Pasar Youtefa Abepura, yaitu: 1. Seting Seting ruang berjualan antar pedagang jelas berbeda sehingga dapat dibatasi los pedagang adalah seting untuk pedagang lokal, sedangkan kios adalah seting untuk pedagang pendatang. Selain itu, elemen pembentuk ruang terkait seting berdagang juga berbeda-beda. Pedagang lokal cenderung menandai tempat berjualan dengan elemen-elemen penanda ruang semi tetap (semifixed element), dan Area berjualan pedagang pendatang ditandai dengan keberadaan elemen penanda ruang tetap (fixed element) yang melingkup ruang kios. 2. Jenis komoditi jual dan aktivitas berdagang Perbedaan seting pada pedagang masyarakat asli dan pendatang dapat ditandai dengan aktivitas dan cara berjualan serta jenis komoditi yang dijual. Jenis komoditi barang dagangan antara kedua pedagang berbeda. Pedagang lokal menjual barang dagangan yang berupa hasil kebun, sedangkan pedagang pendatang menjual alat-alat rumah tangga, dan kebutuhan pokok sehari-hari. Kenyamanan aktivitas berdagang masing-masing pedagang juga berbeda. Pedagang lokal berjualan dengan cara lesehan/duduk/berdiri pada los yang bersifat terbuka, sedangkan pedagang pendatang berjualan dengan cara duduk/berdiri pada kios. Pemerintah sebaiknya mendukung dan mendorong usaha pedagang khususnya pedagang lokal agar terus berkembang dengan mengembangkan usaha ataupun dagangan penduduk lokal tanpa menghilangkan hak-hak dan kebiasaan adat yang ada. Dengan cara memberikan tempat khusus berdagang yang layak untuk pedagang dengan memperhatikan masing-masing kebiasaan dan cara berjualan dalam berdagang. Masyarakat Papua yang tidak dapat terlepas dari adat istiadat diharapkan mampu bersaing dalam dunia usaha atau pekerjaan tanpa membatasi diri dengan adat dan terus mengembangkan motivasi berdagang dengan berbagai fasilitas yang di sediakan Pemerintah di pasar Youtefa Abepura. Daftar Pustaka Altman,I. 1975. The Environmental and Social Behavior. Calivornia: Books/Cole Publishing Company Arikunto, S 2002. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta. Haryadi, B Setiawan. 1995, Arsitektur Lingkungan dan Perilaku, Dirjen Dikti, Depdikbud RI. Hermanto, Heri. 2008, Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Perubahan Fungsi Ruang Di Serambi Pasar Induk Wonosobo, MTA Undip Laurens, Joyce Marcella. 2004. Arsitektur dan Perilaku Manusia, Grasindo, Jakarta. Lang, Jon. 1987. Creating Architectural Theory, Van Nostrand Reinhold Company, New York. Miles, B.B., dan A.M. Huberman. 1992, Analisa Data Kualitatif, UI Press Jakarta Moleong, Lexy J. 2007, Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung Prabowo, Hendro. 1998. Arsitektur, Psikologi, dan Masyarakat. Gunadarma, Jakarta

Rapoport, Amos, 1983, The Meaning of Built Environment a Non Verbal Comunication Approuch, London, Sage Publications Sommer, R., 1986. A Practical Guide to Behavioral Research: Tools and Techniques, Oxford University Press. Zeizel John, 1991, Inquiry By Design: Tools for Environment-Behavior Research, Camridge University Press, Camridge