PERBEDAAN STATUS GIZI USIA 0-6 BULAN BAYI YANG DIBERI ASI EKSKLUSIF DAN TIDAK EKSKLUSIF DI BPS SURATNI BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi proses pertumbuhan fisik dan perkembangan yang sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. bahwa terdapat perbedaan yang mencolok Angka Kematian Balita (AKB)

BAB I PENDAHULUAN. otak dimulai dalam kandungan sampai dengan usia 7 tahun (Menteri Negara

HUBUNGAN USIA PENYAPIHAN DENGAN STATUS GIZI BALITA DI DUKUH PUNDONG SRIHARDONO BANTUL YOGYAKARTA TAHUN INTISARI

BAB I PENDAHULUAN. peka menerangkan derajat kesehatan masyarakat. Salah satu masalah

ARIS SETYADI J

PENGARUH PENYULUHAN MP ASI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN IBU DALAM PEMBERIAN MP ASI DI PUSKESMAS SAMIGALUH I

BAB 1 : PENDAHULUAN. meningkatkan produktifitas anak sebagai penerus bangsa (1). Periode seribu hari,

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

PERBEDAAN PERKEMBANGAN MOTORIK BAYI USIA 0-6 BULAN ANTARA YANG DIBERI ASI DENGAN YANG DIBERI PASI DI DESA GLAGAH JATINOM KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kalender atau 40 minggu atau 280 hari (Megasari, 2015). Kehamilan secara umum

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK UMUR 1 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAKUAN BARU KOTA JAMBITAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian multi-center yang dilakukan UNICEF menunjukkan bahwa MP-

HUBUNGAN DUKUNGAN MERTUA DENGAN PERILAKU PEMBERIAN ASI EKSLUSIF DI PUSKESMAS SEWON I BANTUL BULAN DESEMBER 2013 JULI 2014 NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare merupakan salah satu penyebab morbiditas dan. Secara nasional, target Sustainable Development Goals (SDGs) untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan fisik maupun mental sehingga proses tumbuh. kembang dapat berlangsung secara optimal. Kebutuhan dasar yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. A. Latar Belakang. Dalam Al-Qur an terkandung segala bentuk tata kehidupan, mulai dari. Qur an surat Al- Baqarah dan surat Yunus yang artinya :

BAB I PENDAHULUAN. dan minuman tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan dan

BAB I PENDAHULUAN. digantikan oleh apapun juga. Pemberian ASI ikut memegang peranan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian (ASI) masih jauh dari yang diharapkan. Menurut Survei Demografi

BAB I PENDAHULUAN. lebih dramatis dikatakan bahwa anak merupakan penanaman modal sosial

76 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. ISSN (elektronik) PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara dan jumlah yang tidak memenuhi kebutuhan. 2

PERBEDAAN POLA PEMBERIAN MAKANAN PADA BALITA UMUR 3-5 TAHUN BERDASARKAN DOMISILI DI KOTA DAN DESA DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makanan utama bayi. Pada awal kehidupan, seorang bayi sangat

BAB I PENDAHULUAN. dapat diperkirakan, dan diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi

MENARA Ilmu Vol. X Jilid 2 No.70 September 2016

protein, natrium, klorida, dan besi untuk memenuhi kebutuhan bayi yang prematur.

HUBUNGAN PERILAKU IBU DALAM PEMBERIAN MP-ASI DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA BULAN DI DESA TAMANMARTANI KALASAN SLEMAN YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. obstetrik dan ginekologi di suatu wilayah adalah dengan melihat Angka

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR BALITA DI KELURAHAN BRONTOKUSUMAN KECAMATAN MERGANGSAN YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pembangunan kesehatan dan gizi masyarakat adalah terwujudnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Air Susu Ibu (ASI) sangat bermanfaat untuk imunitas, pertumbuhan dan

Trisna Ebtanastuti 2, Anjarwati 3 INTISARI

BAB I PENDAHULUAN. harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan

BAB 1 : PENDAHULUAN. sedini mungkin, bahkan sejak masih dalam kandungan. Usaha untuk mencapai

STUDI KOMPARASI PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN PEMBERIAN MP ASI DINI TERHADAP STATUS GIZI PADA BAYI USIA 6 8 BULAN DI DESA CATURHARJO SLEMAN

STUDI TENTANG DIARE DAN FAKTOR RESIKONYA PADA BALITA UMUR 1-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KALASAN SLEMAN NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja pada undang-undang yang mengatur tentang ibu menyusui.

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG ASI EKSKLUSIF DI DESA BUTUH KECAMATAN TENGARAN KABUPATEN SEMARANG

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU BALITA TENTANG ASI EKSKLUSIF TERHADAP PEMBERIAN PASI PADA BAYI USIA 0-6 BULAN DI BPS NY. DIYAH SIDOHARJO SRAGEN

HUBUNGAN STATUS GIZI IBU DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI PUSKESMAS UMBULHARJO I YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh: Tri Wahyuni

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA BAYI UMUR 0-6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KASIHAN I BANTUL YOGYAKARTA

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI MENGGUNAKAN DOT DENGAN KEBERHASILAN ASI EKSLUSIF PADA IBU MENYUSUI DI POSYANDU WILAYAH PUSKESMASDANUREJAN I YOGYAKARTA

TUTORIAL DAN PENDAMPINGAN ASI EKSKLUSIF SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN IMUN DAN KECERDASAN ANAK SEJAK DINI BAGI IBU-IBU PKK KECAMATAN BANDUNG TULUNGAGUNG

Widi Apriani Putri 1) Ai Sri Kosnayani, dan Lilik Hidayanti 2)

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi gizi kurang pada balita (BB/U<-2SD) memberikan. gambaran yang fluktuatif dari 18,4 persen (2007) menurun menjadi 17,9

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Diare merupakan penyakit dengan tanda - tanda perubahan frekuensi buang air

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan ditunjukkan pada upaya penurunan angka

HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI DENGAN STATUS GIZI BAYI UMUR 1-6 BULAN DI DESA TEGALARUM KECAMATAN BOROBUDUR KABUPATEN MAGELANG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Untuk menjadi seseorang yang dewasa dengan motorik yang baik,

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

BAB V PEMBAHASAN. kesehatan ibu, yang akhirnya akan memengaruhi perilaku hidup sehat (Rossen et

GAMBARAN PERBEDAAN PERTUMBUHAN ANAK BATITA YANG DIBERIKAN ASI EKSKLUSIF DENGAN TIDAK DIBERIKAN ASI EKSKLUSIF DIGAMPONG LAMBHUK KOTA BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara

PENGARUH PELATIHAN PEMBERIAN MAKAN PADA BAYI DAN ANAK TERHADAP PENGETAHUAN KADER DI WILAYAH PUSKESMAS KLATEN TENGAH KABUPATEN KLATEN

1 Universitas Indonesia

PERAN AYAH DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR DI PUSKESMAS KOTAGEDE I YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Anak yang sehat semakin bertambah umur semakin bertambah tinggi

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU MENYUSUI TENTANG KERUGIAN SUSU FORMULA DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI BPS MEI MUHARTATI YOGYAKARTA TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehari-hari. Makanan atau zat gizi merupakan salah satu penentu kualitas kinerja

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN PERKEMBANGAN BAYI USIA 9-12 BULAN DI PUSKESMAS GAMPING I SLEMAN NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat sebagai makanan bayi (Maryunani, 2012). diberikan sampai usia bayi 2 tahun atau lebih (Wiji, 2013).

HUBUNGAN PERSEPSI IBU TERHADAP DUKUNGAN BIDAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KERJA PUSKESMAS DANUREJAN I YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Ananda, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan dan kualitas sumber daya manusia. merupakan faktor yang menentukan untuk meningkatan kesejahteraan

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN IBU PRIMIGRAVIDA DENGAN PEMBERIAN ASI PADA BAYI UMUR 6-12 BULAN DI BPM KUSNI SRI MAWARTI DESA TERONG II KEC.

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan ASI eksklusif atau pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi

BAB I PENDAHULUAN. penurunan tingkat kecerdasan. Pada bayi dan anak, kekurangan gizi akan menimbulkan

SIKAP IBU BEKERJA YANG MEMILIKI BAYI 0-6 BULAN TENTANG ASI EKSKLUSIF DI PUSKESMAS KEBAKKRAMAT I KARANGANYAR. Yanti 1, Ika Tristanti 2

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 sebesar 34 per kelahiran hidup.

Nisa khoiriah INTISARI

SUYANI PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG D IV SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH YOGYAKARTA

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN. By: IRMA NURIANTI. SKM, M.Kes

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP ASI) DINI DENGAN KEJADIAN KONSTIPASI PADA BAYI DIBAWAH UMUR 6 BULAN

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB I PENDAHULUAN atau 45% dari total jumlah kematian balita (WHO, 2013). UNICEF

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam tumbuh kembang, karena terbukti memiliki manfaat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU IBU MENYUSUI DALAM PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DI SURADADI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. saja sampai usia 6 bulan yang disebut sebagai ASI esklusif (DepKes, 2005). bulan telah ditetapkan dalam SK Menteri Kesehatan No.

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk meningkatkan mutu sumber daya yang sehat,

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan empat sasaran pembangunan kesehatan, satu diantaranya menurunkan prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan. perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja, dan

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA 1-3 TAHUN DI PADUKUHAN PUCANGANOM DESA WEDOMARTANI NGEMPLAK SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI) EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI UMUR 0-6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADANG HANYAR

BAB I PENDAHULUAN. dan menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita. World Health

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG ASI EKSKLUSIF DENGAN PERILAKU PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI PUSKESMAS DEPOK I SLEMAN YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal serta melindungi anak dari

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah individu yang unik dan memerlukan perhatian khusus untuk

BAB I PENDAHULUAN. finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan dalam pembangunan kesehatan

Sugiarti dan Vera Talumepa

HUBUNGAN POLA MAKAN IBU MENYUSUI DENGAN STATUS GIZI BAYI UMUR 0-6 BULAN DI BPS ATIK PUJIATI SUTARTO SLEMAN TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan perkembangannya (Hariweni, 2003). Anak usia di bawah lima tahun (Balita) merupakan masa terbentuknya

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting diperhatikan oleh ibu. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi

Transkripsi:

PERBEDAAN STATUS GIZI USIA 0-6 BULAN BAYI YANG DIBERI ASI EKSKLUSIF DAN TIDAK EKSKLUSIF DI BPS SURATNI BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh Rani Ayu Hapsari NIM. 2000428 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG DIV SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH YOGYAKARTA TAHUN 202

HALAMAN PERSETUJUAN PERBEDAAN STATUS GIZI USIA 0-6 BULAN BAYI YANG DIBERI ASI EKSKLUSIF DAN TIDAK EKSKLUSIF DI BPS SURATNI BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Oleh : Pembimbing : Yuli Isnaeni, S.Kp., M.Kep., Sp.Kom Tanggal :... Tanda Tangan :...

PERBEDAAN STATUS GIZI BAYI USIA 0-6 BULAN YANG DIBERI ASI EKSKLUSIF DAN TIDAK EKSKLUSIF DI BPS SURATNI BANTUL YOGYAKARTA Rani Ayu Hapsari, Yuli Isnaeni INTISARI Latar Belakang : Hasil laporan Kabupaten se Yogyakarta, kasus gizi buruk pada tahun 2009 jumlah kasus bayi dengan gizi buruk yaitu sejumlah.78 atau 0.52%. Untuk Kabupaten Bantul sendiri terdapat kasus bayi dengan gizi buruk sejumlah 203 anak atau 0,35%. Keadaan ini mencerminkan presentasi gizi buruk masih cukup tinggi. Pada bulan Februari 202 di BPS Suratni Bantul terdapat 30 bayi, 5 (50%) bayi dengan status gizi baik dan diberikan ASI eksklusif, 5 (6,6%) bayi dengan status gizi baik dan tidak diberikan ASI eksklusif 9 (30%) dengan status gizi kurang dan tidak diberikan ASI eksklusif, dan (3,3%) dengan keadaan status gizi buruk. Hasil Penelitian : Status gizi bayi usia 0-6 bulan yang diberi ASI eksklusif di BPS Suratni Bantul Yogyakarta sebagian besar adalah baik yaitu 2 orang (80%). Status gizi bayi usia 0-6 bulan yang tidak diberi ASI eksklusif di BPS Suratni Bantul Yogyakarta sebagian besar adalah kurang yaitu orang. Hasil uji Mann- Withney didapatkan nilai Z sebesar -3,290 dengan signifikansi (p) 0,00. Kesimpulan : Ada perbedaan status gizi bayi usia 0-6 bulan yang diberi ASI eksklusif dan tidak eksklusif di BPS Suratni Bantul Yogyakarta. Kata Kunci Kepustakaan Jumlah halaman : ASI eksklusif, status gizi, bayi usia 0-6 bulan : 2 buku (2002-20), jurnal, 5 internet : 6 halaman, 7 tabel, 2 gambar Latar Belakang Kurang gizi menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun mental, mengurangi tingkat kecerdasan, kreatifitas dan produktifitas penduduk. Timbulnya krisis ekonomi yang berkepanjangan telah menyebabkan penurunan kegiatan produksi yang drastis akibatnya lapangan kerja berkurang dan pendapatan perkapita turun. Hal ini jelas berdampak terhadap status gizi dan kesehatan masyarakat karena tidak terpenuhinya cakupan konsumsi makanan dan timbulnya berbagai penyakit menular akibat lingkungan hidup yang tidak sehat. Ketidaktahuan tentang cara pemberian makanan bayi dan anak serta adanya kebiasaan merugikan kesehatan, secara langsung dan tidak langsung menjadi

penyebab utama terjadinya masalah kurang gizi pada anak. Khususnya pada umur dibawah dua tahun (Dinkesjogja, 2009). Data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) menunjukkan bahwa prevalensi gizi kurang menurun dari 37,5% (989) menjadi 24,6% (2000). Namun kondisi tersebut tidak diikuti dengan penurunan prevalensi gizi buruk bahkan prevalensi gizi buruk cenderung meningkat (Dinkesjogja, 2009). Status gizi di daerah istimewa Yogyakarta pada tahun 2006 terdiri dari 242 balita yang mengalami kejadian gizi buruk di kota Yogjakarta. 260 balita di kabupaten Kulon Progo, 275 balita di kabupaten Sleman, terendah sebanyak 08 balita di Kabupaten Gunung Kidul dan tertinggi di Kabupaten Bantul sebanyak 44 balita (Profil Kesehatan prop DIY, 2007). Pada tahun 2007, keadaan tersebut sedikit berubah namun daerah Bantul masih menempati peringkat teratas kedua yaitu sebesar 295 balita (Profil Prop. DIY, 2008). Kabupaten Bantul adalah salah satu kabupaten di DIY yang mempunyai angka kejadian gizi buruk dan balita di bawah garis merah yang cukup besar, masing-masing 0,73% dan 3,09%. Menurut Kepala Dinas Kesehatan Bantul, kasus ini disebabkan pola pemberian makan yang kurang memperhatikan gizi seimbang karena banyak orang tua yang kurang teratur dalam memberi makan anak juga karena penyakit bawaan (Dinas Kesehatan Bantul, 2009) ASI merupakan santapan pertama dan utama bagi bayi baru lahir serta terbaik dan alamiah, mengandung semua zat gizi sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi secara optimal. Permasalahan dalam pemberian ASI eksklusif adalah masih rendahnya pemahaman ibu, keluarga, dan masyarakat tentang ASI. Kebiasaan memberikan makanan pendamping atau minuman secara dini dari sebagian masyarakat juga memberi pemicu dari kurang berhasilnya pemberian ASI eksklusif (Baskoro, 2008:23-24). Menurut Eisenberg (2007) bayi yang tidak diberi ASI secara eksklusif sangat rentan terserang penyakit. Penyakit yang bisa disebabkan karena kegagalan pemberian ASI eksklusif antara lain meningkatkan risiko kematian, infeksi saluran pencernaan (muntah, mencret), infeksi saluran pernapasan, meningkatkan gizi buruk. Selain itu bayi yang tidak diberikan ASI secara eksklusif juga akan

mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Secara umum bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif akan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan disamping mengalami gizi buruk. BPS Suratni merupakan salah satu BPS di Kabupaten Bantul yang memberikan pelayanan kesehatan kepada ibu dan anak. Secara umum kondisi status gizi bayi usia 0-6 bulan yang periksa di BPS Suratni tergolong baik. Hal tersebut nampak dari perbandingan umum dari berat badan bayi yang masih normal. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan Februari 202 di BPS Suratni Bantul terdapat 30 bayi, 5 (50%) bayi dengan status gizi baik dan diberikan ASI eksklusif, 5 (6,6%) bayi dengan status gizi baik dan tidak diberikan ASI eksklusif 9 (30%) dengan status gizi kurang dan tidak diberikan ASI eksklusif, dan (3,3%) dengan keadaan status gizi buruk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan status gizi bayi usia 0-6 bulan yang diberi ASI eksklusif dan tidak eksklusif di BPS Suratni Bantul Yogyakarta. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional komparasi dengan pendekatan waktu cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki bayi berusia 0-6 bulan yang berkunjung ke BPS Suratni Bantul berjumlah 40 orang. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik sampling jenuh didapatkan 40 responden. Analisis data yang digunakan adalah uji statistik Mann-Withney Hasil Penelitian Dan Pembahasan Karakteristik responden Tabel 4.. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan pendidikan No. Pendidikan Diberi ASI eksklusif Tidak diberi ASI esklusif f % f %. 2. 3. SMA D3 S 9 5 60 33,3 0 4 6 2 Jumlah 5 00 5 00

Tabel 4.. memperlihatkan bahwa sebagian besar responden berpendidikan SMA yaitu 9 orang (60%) untuk responden yang bayinya diberi ASI eksklusif dan 0 orang (6%) untuk responden yang bayinya tidak diberi ASI eksklusif. Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Pekerjaan No. Pekerjaan Diberi ASI eksklusif Tidak diberi ASI esklusif f % f %. 2. 3. 4. 5. IRT Buruh PNS Swasta Wiraswasta 5 7 33,3 4 0 3 2 9 0 20 3,3 60 Jumlah 5 00 5 00 Tabel 4.2. memperlihatkan bahwa sebagian besar responden pekerja swasta yaitu 7 orang (4%) untuk responden yang bayinya diberi ASI eksklusif dan 9 orang (60%) untuk responden yang bayinya tidak diberi ASI eksklusif. Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Penghasilan No. Penghasilan Diberi ASI eksklusif Tidak diberi ASI esklusif f % f %. 2. 3. 750 ribu juta -,5 juta 6 8 40 63,3 8 4 3 53,3 2 20 >,5 juta Jumlah 5 00 5 00 Tabel 4.3. memperlihatkan bahwa sebagian besar responden mempunyai penghasilan keluarga >,5 juta yaitu 8 orang (63,3%) untuk responden yang bayinya diberi ASI eksklusif dan penghasilan 750 ribu juta yaitu 8 orang (63,3%) untuk responden yang bayinya tidak diberi ASI eksklusif. Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin Bayi No.. 2 Jenis kelamin Diberi ASI eksklusif Tidak diberi ASI esklusif bayi f % f % Laki-laki 9 60 7 4 Perempuan 6 40 8 53,3 Jumlah 5 00 5 00

Tabel 4.4. memperlihatkan bahwa sebagian besar responden adalah lakilaki yaitu 9 orang (60%) untuk responden yang bayinya diberi ASI eksklusif dan perempuan yaitu 8 orang (63,3%) untuk responden yang bayinya tidak diberi ASI eksklusif. Status gizi bayi usia 0-6 bulan yang diberi ASI eksklusif di BPS Suratni Bantul Yogyakarta Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi status gizi bayi usia 0-6 bulan yang diberi asi eksklusif di BPS Suratni Bantul Yogyakarta No. Status gizi f %. 2. 3. Kurang Baik Lebih 2 2 3,3 80 Jumlah 5 00 Tabel 4.5. memperlihatkan bahwa sebagian besar responden mempunyai anak dengan status gizi baik yaitu 2 orang (80%) dan yang paling sedikit mempunyai anak dengan status lebih yaitu orang (%). Bayi yang diberi ASI secara eksklusif, maka kebutuhan nutrisinya akan terpenuhi karena ASI merupakan makanan terbaik bayi. Kandungan dalam ASI sudah lengkap dan mencukupi kebutuhan nutrisi bayi selama periode 6 bulan pertama kehidupan bayi. Perilaku ibu dalam memberikan ASI eksklusif pada bayinya yang berusia kurang dari 6 bulan merupakan implentasi dari kandungan al-qur an. Ketika seorang ibu sedang menyusui, si ibu biasanya membelai, mengusap kepala bayi, dan mengeluarkan kata-kata yang memenuhi kebutuhan awal untuk stimulasi otak dan pendidikan anak. Asih terkait dengan pertumbuhan seorang anak untuk menjadi manusia yang mencintai sesamanya serta perkembangan spiritual yang baik. Dengan menyusui secara dini, maka bayi pun secara dini akan mampu bersosialisasi sehingga emosionalnya akan lebih stabil. Asuh terkait dengan kepandaian seseorang yang berhubungan dengan pertumbuhan otak. Untuk tumbuh, diperlukan nutrisi dan ASI yang mengandung zat pertumbuhan

otak (seperti DHA, AA, taurin, dan laktosa), dimana zat itu tidak terdapat dalam susu sapi biasa (info-sehat.com, 2008). Status gizi bayi usia 0-6 bulan yang tidak eksklusif di BPS Suratni Bantul Yogyakarta Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi status gizi bayi usia 0-6 bulan yang tidak diberi asi eksklusif di BPS Suratni Bantul Yogyakarta No. Status gizi f %. 2. 3. Kurang Baik Lebih 4 0 2 73,3 0 Jumlah 5 00 Tabel 4.6. memperlihatkan bahwa sebagian besar responden mempunyai anak dengan status gizi baik yaitu orang (73,3%) dan yang paling sedikit mempunyai anak dengan status kurang yaitu 4 orang (2%). Menurut Eisenberg (2007) bayi yang tidak diberi ASI secara eksklusif sangat rentan terserang penyakit. Penyakit yang bisa disebabkan karena kegagalan pemberian ASI eksklusif antara lain meningkatkan risiko kematian, infeksi saluran pencernaan (muntah, mencret), infeksi saluran pernapasan, meningkatkan gizi buruk. Selain itu bayi yang tidak diberikan ASI secara eksklusif juga akan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Secara umum bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif akan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan disamping mengalami gizi buruk. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Etik Susmiyatun Widayati tahun 2004, yang meneliti tentang Hubungan Usia Pemberian Makanan Pendamping ASI Dengan Status Gizi Bayi Umur 6-2 Bulan di Desa Girirejo Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul Tahun 2004. Bayi yang diberikan MP ASI sebelum berusia 6 bulan akan mengalami kekurangan energi kronik yang menyebabkan menderita kurang gizi.

Perbedaan status gizi bayi usia 0-6 bulan yang diberi ASI eksklusif dan tidak eksklusif di BPS Suratni Bantul Yogyakarta Tabel 4.7. Perbedaan status gizi bayi usia 0-6 bulan yang tidak diberi asi eksklusif dan diberi ASI eksklusif di BPS Suratni Bantul Yogyakarta Variabel Mann- Z Asymp. Sig. (2- Exact Sig. [2*(-tailed Whitney U tailed) Sig.)] Status gisi 43.000-3.290 0,00 0,003 Hasil uji statistik Mann Whitney didapatkan nilai Z sebesar -3,290 dengan taraf signifikanasi (p) 0,00 sehingga memberikan kesimpulan ada perbedaan status gizi bayi usia 0-6 bulan yang tidak diberi asi eksklusif dan diberi ASI eksklusif di BPS Suratni Bantul Yogyakarta Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2008) dengan judul penelitian hubungan frekuensi pemberian ASI dengan status gizi bayi umur 0-6 bulan di Puskesmas Ngampilan Yogyakarta Tahun 2008. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa semakin sering bayi diberikan ASI maka status gizinya akan semakin baik. Bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif kemungkinan akan mengalami berbagai komplikasi yang membahayakan keselamatan bayi. Menurut Eisenberg (2007) bayi yang tidak diberi ASI secara eksklusif sangat rentan terserang penyakit. Penyakit yang bisa disebabkan karena kegagalan pemberian ASI eksklusif antara lain meningkatkan risiko kematian, infeksi saluran pencernaan (muntah, mencret), infeksi saluran pernapasan, meningkatkan gizi buruk. Selain itu bayi yang tidak diberikan ASI secara eksklusif juga akan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Secara umum bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif akan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan disamping mengalami gizi buruk. Bayi yang mendapat ASI umumnya tumbuh dengan cepat pada 2-3 bulan pertama kehidupannya, tetapi lebih lambat dibanding bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif. Dalam minggu pertama kehidupan sering ditemukan penurunan berat badan sebesar 5% pada bayi yang mendapat susu formula dan 7% pada bayi

yang mendapat ASI. Apabila terjadi masalah dalam pemberian ASI, penurunan berat badan sebesar 7% dapat terjadi pada 72 jam pertama kehidupan. Suatu penelitian kohort Boyd-Orr yang pertamakali mempelajari dampak jangka panjang dari pemberian ASI pada masa bayi terhadap panjang badan pada masa kanak-kanak dan dewasa, memperlihatkan anak yang mendapat ASI pada masa bayinya secara bermakna lebih tinggi dibanding mereka yang mendapat susu formula. Masa tiga tahun pertama merupakan masa yang sangat penting bukan hanya pada pertumbuhan fisik seorang anak tetapi juga pada perkembangan kecerdasan dan keterampilan motorik, mental, sosial dan emosional. Keberhasilan perkembangan anak ditentukan oleh keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan otaknya; hal ini dapat dipantau melalui pengukuran lingkar kepala secara berkala. Jadi dapat dikatakan bahwa nutrisi, selain mempengaruhi pertumbuhan, juga mempengaruhi perkembangan otak, dan ASI adalah nutrisi yang terbaik untuk perkembangan otak manusia. Menyusui akan meningkatkan hubungan atau ikatan batin antara ibu dan anak. Ikatan batin yang erat, mesra, dan selaras yang diciptakan seawal dan sepermanen mungkin sangat penting, karena () turut menentukan perilaku anak di kemudian hari, (2) menstimulasi perkembangan otak anak, (3) merangsang perhatian anak kepada dunia luar, (4) menciptakan kelekatan (attachment) antara ibu dan bayi. Pemenuhan kebutuhan emosi ini (asih) dapat dilakukan dengan melakukan kontak sedini mungkin, yaitu dengan mendekapkan bayi pada ibunya sesegera mungkin setelah lahir (inisiasi dini). Keadaan ini akan menimbulkan kontak fisik (kontak kulit), psikis (kontak mata), suara, dan penciuman sedini mungkin yang turut memegang peran penting terhadap keberhasilan menyusui. Interaksi yang timbul pada saat ibu menyusui bayi akan meningkatkan hubungan batin ibu dan anak, menimbulkan rasa aman pada bayi yang kelak akan meningkatkan rasa kepercayaan diri seorang anak. Ikatan batin ibu dan anak yang erat juga dapat mengurangi kejadian penyiksaan, penelantaran, dan penolakan kehadiran anak. Dengan mendekap bayi

pada saat menyusui, mengajaknya berbicara dengan penuh kasih sayang, seorang ibu sudah memenuhi kebutuhan bayi akan stimulasi (asah), dan secara tidak langsung juga berdampak pada pemenuhan kebutuhan psikologis ibu. Stimulasi merupakan hal yang sangat penting dalam tumbuh kembang anak. Anak yang banyak mendapat stimulasi terarah akan cepat berkembang dibanding anak yang kurang atau bahkan tidak mendapat stimulasi. Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan terlihat anak yang mendapat ASI jauh lebih matang, lebih asertif, dan memperlihatkan progresifitas yang lebih baik pada skala perkembangan dibanding mereka yang tidak mendapat ASI. Suatu penelitian di Honduras memperlihatkan bayi yang mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan dapat merangkak dan duduk lebih dahulu dibanding mereka yang sudah mendapat makanan pendamping ASI pada usia 4 bulan. Selain meningkatkan hubungan batin ibu dan anak, menyusui sering dihubungkan dengan peningkatan perkembangan neuro-kognitif anak, terutama pada bayi yang lahir dengan berat lahir rendah dan bayi yang mendapat ASI lebih lama. Perkembangan kognitif anak dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Orang tua memegang peran untuk menciptakan lingkungan yang mendukung stimulasi yang diperlukan untuk perkembangan kognitif anak, selain menyediakan nutrisi yang adekuat. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:. Status gizi bayi usia 0-6 bulan yang diberi ASI eksklusif di BPS Suratni Bantul Yogyakarta sebagian besar responden adalah gizi baik yaitu 2 orang (80%). 2. Status gizi bayi usia 0-6 bulan yang tidak eksklusif di BPS Suratni Bantul Yogyakarta sebagian besar adalah kurang yaitu orang (73,3%). 3. Ada perbedaan status gizi bayi usia 0-6 bulan yang tidak diberi asi eksklusif dan diberi ASI eksklusif di BPS Suratni Bantul Yogyakarta ditunjukkan dengan nilai Z sebesar -3,290 dengan taraf signifikanasi (p) 0,00. Saran

Bagi bidan agar memotivasi ibu yang memiliki bayi usia 0-6 bulan untuk memberikan ASI eksklusif sehingga dapat memperbaiki status gizi balita. Bagi responden agar dapat memberikan ASI eksklusif kepada bayinya yang berusia kurang dari 6 bulan dan menghindari susu formula selama ASI masih mencukupi kebutuhan bayi. Daftar Pustaka Baskoro, Anton, (2008). ASI panduan praktis ibu menyusui.banyu media, Yogyakarta. dinkesjogja, 2009, Dinas Kesehatan Propoinsi DIY, www.dinkes.jogjaprov.go.id/index.php/cdownload/.../40.html Eisenberg, E. Murkoff, HE. Hathaway, SE. 2007. Bayi Pada Tahun Pertama Yang Anda Hadapi Bulan Per Bulan. Jakarta: Arcan. Etik Susmiyatun Widayati, 2004, Hubungan Usia Pemberian Makanan Pendamping ASI Dengan Status Gizi Balita Umur 6-2 Bulan Di Desa Girirejo Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul Tahun 2004, Karya Tulis Ilmiah, tidak dipublikasikan Putri, 2008, Hubungan Frekuensi Pemberian ASI Dengan Status Gizi Bayi Umur 0-6 bulan di Puskesmas Ngampilan Yogyakarta Tahun 2008, Karya Tulis Ilmiah, tidak dipublikasikan