TINJAUAN PUSTAKA. Kota Medan secara geografis terletak di antara ' ' Lintang Utara

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Industri kayu merupakan badan usaha yang mengelola kayu dan

PROFIL INDUSTRI KAYU SEKUNDER DI KOTA MEDAN

VI. RANCANGAN KERJA DAN TATA LETAK. A. Prinsip Rancangan dan Kerja Industri Penggergajian

KEBIJAKAN EKSPOR PRODUK INDUSTRI KEHUTANAN (PIK) By. Hanik Rustiningsih

Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan

ANALISIS MUTU KAYU BENTUKAN (MOULDING) JATI (Tectona grandis L.f.) PADA INDUSTRI MOULDING DI KOTA KENDARI, SULAWESI TENGGARA

JENIS DAN HARGA KAYU KOMERSIAL SERTA PRODUK KAYU OLAHAN PADA INDUSTRI KAYU SEKUNDER PANGLONG DI KOTA MEDAN

1. PENGENALAN ALAT KERJA BANGKU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan alam yang

Gambar 2.1 Baja tulangan beton polos (Lit 2 diunduh 21 Maret 2014)

V. POLA DAN TEHNIK PEMBELAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1 perbandingan bahan Sifat Beton Baja Kayu. Homogen / Heterogen Homogen Homogen Isotrop / Anisotrop Isotrop Isotrop Anisotrop

BAB VI MESIN FRIS DAN PEMOTONG FRIS

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah. Produksi Limbah, 50 %

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, khususnya di negara

PENGENALAN JENIS KAYU Manfaat Pengenalan Jenis Kayu

BAB II METODE PERANCANGAN

PENGGERGAJIAN KAYU. Oleh : Arif Nuryawan, S.Hut, M.Si NIP

MATERI KULIAH PROSES PEMESINAN KERJA BUBUT KOMPLEKS Ulir, Tirus, Eksentrik dan Benda Panjang

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : KAJIAN POTENSI KAYU PERTUKANGAN DARI HUTAN RAKYAT PADA BEBERAPA KABUPATEN DI JAWA BARAT

POROS BERTINGKAT. Pahat bubut rata, pahat bubut facing, pahat alur. A. Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan poros bertingkat ini yaitu :

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

IMPLEMENTASI TEKNOLOGI DALAM PROSES PENCIPTAAN SENI KRIYA KAYU I WAYAN JAGRI DI DESA SINGAPADU

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

BAB IV HASIL PEMBUATAN DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan proses pembuatan rangka pada incinerator terlebih

ANALISA JENIS LIMBAH KAYU PADA INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI KALIMANTAN SELATAN

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang

Ditinjau dari macam pekerjan yang dilakukan, dapat disebut antara lain: 1. Memotong

1. Kurangnya support dari INDUSTRI PENDUKUNG KAPAL khususnya Perabotan atau furnitur kapal

BAB II METODE PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sumberdaya hutan yang

PROSES PERMESINAN. (Part 2) Learning Outcomes. Outline Materi. Prosman Pengebor horisontal JENIS MESIN GURDI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses pertumbuhannya yaitu berkisar antara ºc dan baik di tanam pada

SOAL LATIHAN 2 TEORI KEJURUAN PEMESINAN

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit memiliki umur ekonomis 25 tahun, setelah umur 26 tahun

PERKAKAS TANGAN YUSRON SUGIARTO

BAB IV PROSES PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. harus mempunyai sebuah perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut

KAYULAPIS Teknologi dan Sertifikasi sebagai Produk Hijau

MODIFIKASI ALAT PAHAT KAYU MASINAL UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS USAHA MEBELAIR DI DESA PURWOMARTANI KALASAN YOGYAKARTA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PROSES PEMBUATAN, HASIL PEMBUATAN

BAB II LANDASAN TEORI Alat-alat Pembantu Untuk Meningkatkan Produksi Pada Mesin. dan kecepatannya sayatnya setinggi-tingginya.

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III METODE PERANCANGAN DAN PABRIKASI PROTOTIPE PENGUPAS KULIT SINGKONG BERPENGGERAK MOTOR LISTRIK

SOAL LATIHAN 2 TEORI KEJURUAN PEMESINAN

PROSES SEKRAP ( (SHAPING) Paryanto, M.Pd. Jur. PT Mesin FT UNY

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LOMBA KOMPETENSI SISWA (LKS) SMK SELEKSI TINGKAT PROPINSI BALI BIDANG LOMBA CABINET MAKING PEMERINTAH PROPINSI BALI

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. guna. Alat/mesin pengerol pipa adalah alat/mesin yang digunakan untuk

SMK PGRI 1 NGAWI TERAKREDITASI: A

Perancangan Peralatan Bantu Pembuatan Roda Gigi Lurus dan Roda Gigi Payung Guna Meningkatkan Fungsi Mesin Bubut

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Overhead Crane Overhead Crane merupakan gabungan mekanisme pengangkat secara terpisah dengan rangka untuk mengangkat

BAB IV MESIN SEKRAP. Laporan Akhir Proses Produksi ATA 2010/2011. Pengertian Mesin Sekrap

PEMBAHASAN. Gambar 1.1 Guilitene Hidrolis

DASAR PROSES PEMOTONGAN LOGAM

PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI MEKANIK JURUSAN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN

A. KELOMPOK DATA BERKAITAN FUNGSI PRODUK RANCANGAN

TUGAS MATA KULIAH PERANCANGAN ELEMEN MESIN

III. METODE PROYEK AKHIR. dari tanggal 06 Juni sampai tanggal 12 Juni 2013, dengan demikian terhitung. waktu pengerjaan berlangsung selama 1 minggu.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III RANCANGAN DAN PROFIL GIG! GERGAJI A. Tipe Gigi

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

MATERI KULIAH PROSES PEMESINAN KERJA BUBUT. Dwi Rahdiyanta FT-UNY

MAKALAH PELATIHAN PENGOPERASIAN MESIN SANGRAI MLINJO

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai

2.6. Mesin Router Atas

III. KEGIATAN BELAJAR 3 PEMBUATAN POLA DAN INTI. Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan pembuatan pola dan inti pada proses pengecoran.

MESIN PENGGURDI DAN PENGEBOR

BAB IV PROSES PEMBUATAN MESIN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III PERANCANGAN SISTEM ATAP LOUVRE OTOMATIS

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

BAB II METODE PERANCANGAN

RANCANG BANGUN MESIN PEMECAH BIJI KEMIRI DENGAN SISTEM BENTUR

BAB II METODE PERANCANGAN

BAB IV PROSES PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

WORKING PLAN SIMPLE WALL SHELF S001

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. bahan baku industri terus meningkat jumlahnya, akan tetapi rata-rata pertumbuhan

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perencanaan mesin adalah proses atau usaha yang dilakukan tiap

ASPEK SOSIAL EKONOMI JENIS: SUNGKAI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR: 14 TAHUN 1996 T E N T A N G HUTAN RAKYAT DAN HUTAN MILIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANALISIS MESIN PEMOTONG BAGIAN ATAS GELAS PLASTIK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

commit to user BAB II DASAR TEORI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. lain lain. Pendirian CV Surya Gemilang Jaya tidak bisa lepas dari peran bapak H.

c = b - 2x = ,75 = 7,5 mm A = luas penampang v-belt A = b c t = 82 mm 2 = 0, m 2

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI, KEGUNAAN DAN NILAI TAMBAH KAYU DARI HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN BOGOR

PROFIL INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA UTARA IWAN RISNASARI, S. HUT PROGRAM ILMU KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN. 1. Data Uji Kinerja Alat Penepung dengan Sampel Ubi Jalar Ungu

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

KAJIAN SISTEM DAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI KALIMANTAN SELATAN

d. memahami pekerjaan teknik secara benar, aman, dan sadar lingkungan; e. memahami pembuatan produk teknik berdasarkan rancangan sendiri dan atau

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kota Medan secara geografis terletak di antara 2 0 27'-2 0 47' Lintang Utara dan 98 0 35'-98 0 44' Bujur Timur. Posisi Kota Medan ada di bagian utara Provinsi Sumatera Utara dengan topografi miring ke arah utara dan berada pada ketinggian tempat 2,5-37,5 m di atas permukaan laut. Luas wilayah Kota Medan adalah 265,10 km 2 secara administratif terdiri dari 21 Kecamatan dan 151 Kelurahan dengan jumlah penduduk 1.899.327 jiwa (Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, 2009). Identifikasi Bidang Usaha Potensial Perekonomian Kota Medan tahun 2000 didominasi oleh kegiatan perdagangan, hotel dan restoran (35,02%), yang disusul oleh sektor industri pengolahan sebesar 19,70%. Dari besaran nilai kedua sektor tersebut maka dapat dikatakan bahwa potensi unggulan yang paling mungkin berkembang di Kota Medan adalah sektor perdagangan dan industri. Seperti diketahui, dengan status Medan sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia maka wajar bila arahan pembangunan kota lebih menitikberatkan pada kedua sektor tersebut, apalagi dengan didukung oleh sarana dan prasarana yang ada. Sarana dan prasarana perhubungan di Kota Medan terdiri atas prasarana perhubungan darat, laut, udara. Transportasi lainnya adalah kereta api. Disamping itu juga telah tersedia prasarana listrik, gas, telekomunikasi, air bersih dan Kawasan Industri Medan (KIM) I (Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, 2009).

Bentuk Yuridis Perusahaan Menurut Fuad et al. (2005) menyebutkan bahwa beberapa bentuk badan usaha yang dikenal di Indonesia adalah perusahaan perseorangan, firma, perseroan komanditer (CV), perseroan terbatas (PT), badan usaha milik negara (BUMN) dan koperasi. Pemilihan bentuk badan usaha harus disesuaikan dengan modal yang tersedia. Misalnya perusahaan perorangan pada umumnya memiliki kegiatan berskala kecil sampai menengah, sehingga perusahaan jenis ini kurang mendapat kepercayaan dari penyedia modal. Sebagai akibatnya, kemungkinan untuk memperoleh dana juga terbatas. Di sisi lain, perusahaan-perusahaan yang memiliki modal besar biasanya mempunyai pilihan dan penggunaan dana yang tepat. Menurut Madura (2001) menyebutkan bahwa mendirikan perusahaan perseorangan relatif mudah. Perusahaan perseorangan tidak harus mendirikan badan hukum. Pemilik cukup mendaftarkan perusahaannya ke pemerintah daerah, yang biasanya bisa via pos surat. Pemilik juga perlu mengajukan suatu lisensi pekerjaan untuk menjalankan bisnis. Salah satu bentuk perusahaan perseorangan diantaranya adalah panglong. Menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1985) dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia bahwa panglong memiliki definisi sebagai perusahaan penebangan kayu (diusahakan oleh orang-orang cina).

Industri Pengolahan Kayu Pada masa orde baru, kewenangan perizinan industri pengolahan kayu dikuasai oleh pemerintah pusat (sentralistik), dibawah kewenangan Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Upaya mempercepat tumbuhnya industri pengolahan kayu juga didukung dengan kemudahan birokrasi. Meskipun fakta membuktikan bahwa industri pengolahan kayu belum juga mampu memberikan kontribusi yang proporsional terhadap penerimaan negara, jika dibandingkan dengan kerusakan yang ditimbulkan. Pada periode 1966-1980, berkembangnya produksi kayu hutan alam mencapai 220% pertahun dengan ekspor kayu bulat hutan alam sebagai andalan. Periode 1981-1990, tingkat persediaan produksi kayu hutan alam mulai menurun, menjadi rata-rata sebesar 141% pertahun, dimana pada periode 1981-1984, ekspor log hutan alam masih dilakukan. Periode 1991-2001, hutan alam hanya mampu menyediakan rata-rata 88% pertahun dari total konsumsi kayu bulat legal industri kayu. Pada periode 1985-1997 larangan ekspor kayu bulat hutan alam diberlakukan yang kemudian ekspor kayu bulat hutan alam tersebut dibuka lagi pada periode 1998-2001. Periode 2002-2004, kontribusi suplai kayu dari hutan alam diturunkan secara regulatif oleh pemerintah, yang hanya rata-rata sebesar 20% pertahun terhadap total konsumsi bulat legal untuk industri kayu. Kebijakan tersebut diikuti oleh larangan ekspor kayu bulat hutan alam (Greenomics, 2004). Menjamin keberadaan dan kelestarian hutan alam, Departemen Kehutanan telah mengambil beberapa kebijakan yaitu mengurangi peran hutan alam sebagai pemasok kayu untuk industri perkayuan, seperti pulp/kertas, kayu lapis dan industri kayu pertukangan lain. Dengan demikian hutan tanaman industri dan

hutan rakyat merupakan harapan yang diunggulkan mengganti peran hutan alam tersebut (Pasaribu dan Roliadi, 2006). Menurut Dephut (2009) bahwa perkembangan produksi kayu bulat dan kayu olahan 10 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan Produksi Kayu Bulat dan Kayu Olahan No. Tahun Kayu Bulat (m 3 ) Kayu Gergajian (m 3 ) Kayu Lapis (m 3 ) Wood Working (m 3 ) Block Board (m 3 ) 1 2 3 4 5 6 7 8 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 1997/1998 1998/1999 1999/2000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 29.520.322 19.026.944 20.619.942 13.798.240 11.155.400 9.004.105 11.423.501 13.548.938 24.222.638 21.792.144 2.613.452 2.707.221 2.060.163 2.789.543 674.868 623.495 762.604 432.967 1.471.614 679.247 6.709.835 7.154.729 4.611.878 4.442.735 2.101.485 1.694.405 6.110.556 4.514.392 4.533.749 3.811.794 141.589 6.510 10.472 299.412 278.088 71.681 161.814 387.503 131.297 39.100 600.734 661.954 427.096 321.125 388.004 121.560 436.418 277.396 403.160 189.007 Sumber: Ditjen Bina Produksi Kehutanan Dinas Kehutanan Provinsi Veneer (m 3 ) 1.128.693 1.314.063 1.034.999 668.842 94.228 4.361.044 289.191 155.374 1.012.205 255.759 Pembangunan industri kehutanan (wood based industry) di Indonesia didorong oleh upaya pencapaian tujuan pembangunan ekonomi (i) meningkatkan penghasilan devisa melalui ekspor, (ii) meningkatkan penciptaan lapangan kerja, dan (iii) mencapai nilai tambah. Industri kehutanan selalu dianggap sebagai sektor ekonomi utama yang mempunyai keunggulan comparative karena melimpahnya bahan baku dan upah buruh yang murah. Akibat adanya persepsi keunggulan comparative itulah maka terlihat kecenderungan industri kehutanan Indonesia terus tumbuh dan berkembang. Kapasitas industri terpasang dari tahun ke tahun meningkat dengan pesat. Kondisi ini sebetulnya sudah menggambarkan realitas dimana produksi yang mengandalkan bahan baku kayu berukuran diameter besar dari hutan alam mulai berkurang, sedangkan industri yang tidak mengandalkan ukuran diameter kayu besar (yang bisa ditambahkan dari kayu hutan tanaman dengan daur yang singkat) tetap terus tumbuh (Sumardjani dan Waluyo, 2007).

Kayu merupakan komponen terpenting dalam pembangunan perumahan dan bangunan gedung lainnya di Indonesia. Menurut data statistik, dalam satu tahun tercatat tidak kurang dari 2 juta m 3 kayu gergajian yang diproduksi untuk memenuhi kebutuhan pembangunan perumahan dan permukiman. Pada kenyataannya, jumlah kayu gergajian yang diperlukan jauh dari di atas angka tersebut karena banyak sekali kayu-kayu yang dipergunakan sebagai bahan konstruksi bangunan yang dihasilkan dari industri kecil rakyat yang tidak tercatat. Sebagaimana diketahui bahwa ketersediaan kayu semakin menurun baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Pada tahun 1980-an kayu bangunan didominasi jenisjenis kayu tertentu seperti kapur, kempas, jati, merbau dan ulin yang termasuk jenis-jenis kayu kelas kuat dan kelas awet cukup (Rudi, 2002). Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa. Industri sekunder adalah industri yang bahan mentah diolah sehingga menghasilkan barang-barang untuk diolah kembali. Misalnya adalah pemintalan benang sutra, komponen elektronik, dan sebagainya (Organisasi Komunitas dan Perpustakaan Online Indonesia, 2006). Suatu produk dibuat melalui proses pengolahan dari bahan baku menjadi barang setengah jadi dan akhirnya menjadi barang jadi (finished goods) berdasarkan mutu yang diciptakan. Secara umum pengertian produksi adalah suatu proses di mana barang atau jasa diciptakan (production is the process by which goods and services are created). Proses produksi terjadi karena adanya

interaksi antara berbagai faktor produksi seperti input (berupa bahan baku, tenaga kerja, mesin, dan sebagainya) bersatu padu untuk menciptakan barang (jasa) yang mempunyai nilai tambah dan nilai guna yang lebih tinggi yang diperlukan konsumen. Hal ini perlu ditekankan bahwa konsep memproduksi barang dengan cara asal jadi harus sepenuhnya ditinggalkan (Nurdin, 2009). Jenis Kayu Berbagai jenis kayu yang banyak dipakai sebagai bahan bangunan, diantaranya adalah: 1. Kayu jati: cocok untuk pintu dan jendela, mebel, konstruksi berat terutama yang tidak terlindung, 2. Kayu kalimantan: jenisnya; kamper, kruing, bangkirai, meranti, laban dan sebagainya, cocok untuk segala macam konstruksi bangunan terutama yang terlindung dari pengaruh panas dan air, 3. Kayu glugu (kelapa): masih banyak dipakai untuk membuat kuda-kuda rumah,terutama pohonnya yang sudah benar-benar tua, 4. Kayu nangka, sawo, mahoni, rasamala: masih banyak digunakan rumah-rumah di desa (Puspantoro, 1992). Menurut Martawijaya et al. (1995) ada 30 jenis kayu perdagangan diantaranya agathis (Agathis spp), balau (Shorea spp. dan Hopea spp.), bangkirai (Shorea laevis Ridl), bintangur (Calophyllum spp.), durian (Durio spp.), eboni (Diospyros celebica), gerunggang (Cartoxylon arbosences BI), jati (Tectona grandis L.f), jelutung (Dyera spp), kapur (Dryobalanops spp), keruing

(Dipterocarpus spp), mahoni (Swietenia spp), matoa (Pometia spp), medang (semua famili Lauraceae kecuali genus Eusideroxylon), mentibu (Dactylocladus stenostachys Oliv), meranti kuning (Shorea spp.), meranti putih (Shorea spp.), merawan (Hopea spp), mersawa (Anisoptera spp), nyatoh (Ganua sp., Palaquium spp., Payena spp), palapi (Heritiera spp), pasang (Litocarpus spp., dan Quercus spp.), pulai (Alstonia spp.), ramin (Gonystylus spp.), rengas (Gluta spp), resak (Vatica spp), sonokeling (Dalbergia latifolia Roxb), sonokembang (Pterocarpus indicus Willd), sungkai (Peronema canescens Jack). Pada saat sekarang ini dengan meningkatnya permintaan akan kayu untuk perumahan dan gedung, penyediaan kayu yang kualitas tinggi mengalami penurunan. Kualitas kayu terutama kelas awet makin langka didapatkan, maka pada era sekarang dalam penggunaan kayu untuk pembangunan perumahan dan gedung mulai didominasi jenis-jenis kayu yang kurang awet. Peningkatan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 2,5% per tahun mengakibatkan meningkatnya permintaan akan bahan kayu konstruksi dan untuk mebel. Dalam tahun 2000 saja seperti dilaporkan oleh Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, bahwa Indonesia telah membangun lebih dari 700 ribu unit rumah per tahun, dengan kebutuhan kayu 2,2 juta m 3. Kebutuhan kayu tersebut dihitung hanya untuk bahan konstruksi rumah baru tanpa memperhitungkan kebutuhan kayu untuk renovasi rumah-rumah yang rusak (Rudi, 2002). Rendemen Pada industri penggergajian, pengertian rendemen adalah perbandingan volume kayu gergajian yang dihasilkan dan volume log yang digunakan, secara umum dalam satuan persen. Nilai rendemen dapat digunakan sebagai kriteria

keberhasilan proses produksi, sebagai dasar perhitungan biaya produksi (harga pokok) dan untuk mengetahui besarnya limbah yang terjadi dalam proses penggergajian. Pengukuran rendemen di lapangan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara percobaan penggergajian dan cara statistik (Dephutbun, 1999). Tinggi rendahnya rendemen dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi dalam suatu kilang penggergajian. Walau tidak satupun kilang penggergajian yang sama satu dengan yang lain, namun faktor yang mempengaruhi rendemen umumnya sama antar satu kilang penggergajian dengan yang lainnya. Dephutbun (1999) yang menyebutkan faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Keadaan Log Keadaan log yang mempengaruhi rendemen adalah diameter, panjang, taper, kebundaran dan kualitas log. Rendemen semakin meningkat dengan bertambahnya diameter log. Kekecualian dari hubungan tersebut dapat terjadi bila log tersebut terlalu besar, biasanya ditemui pada kayu keras tropis. Log ini biasanya sudah terlalu tua, banyak mengandung bagian yang tidak sehat atau gerowong. Log yang panjang pada hakekatnya tidak mempengaruhi rendemen dengan asumsi tapernya nol sehingga dapat diperoleh kayu gergajian dengan panjang penuh (full lenght lumber). Akan tetapi semakin panjang log biasanya mengandung taper semakin besar sehingga rendemen menurun. Penurunan rendemen sangat nyata pada panjang lebih dari 5 m. Hal ini karena banyak kayu yang hilang menjadi sebetan. Hubungan antara taper dan rendemen adalah semakin besar taper maka rendemen semakin turun. Log yang berkualitas rendah akan menghasilkan rendemen yang rendah pula. Hal ini terutama

disebabkan bagian kayu yang cacat harus dibuang untuk meningkatkan kekuatan dan penampilan kayu gergajian sehingga rendemen menurun. 2. Lebar Irisan Gergaji (Kerf) Penurunan lebar irisan gergaji akan meningkatkan nilai rendemen karena mengurangi limbah serbuk gergaji dan kemungkinan penambahan sortimen sebagai akibat akumulasi pengurangan lebar irisan gergaji. Sebagai contoh, pengurangan lebar irisan dari 9,5 mm menjadi 7,1 mm akan meningkatkan rendemen sekitar 7 %. 3. Ukuran Kayu Gergaji Kilang penggergajian akan memproduksi ukuran kayu gergajian yang dimensinya cukup besar maka lintasan gergaji dibuat semakin sedikit sehingga serbuk gergaji yang terbuang semakin kecil. Hal ini menyebabkan rendemen yang diperoleh semakin besar. Walaupun demikian semakin banyak campuran sortimen yang dibuat dengan berbagai macam ukuran maka rendemen dapat pula meningkat. Hal ini disebabkan semakin banyaknya kayu dapat dimanfaatkan dari sebetan. 4. Ukuran Kasar Kayu Gergajian Basah Ukuran kasar kayu gergajian basah pada dasarnya mengandung beberapa spilasi (allowance). Spilasi ini merupakan ukuran yang dilebihkan pada waktu menggergaji agar ukuran akhir sortimen sesuai dengan ukuran permintaan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan ukuran permintaan secara tepat maka ukuran akhir harus ditambahkan dengan spilasi penyusutan kayu, spilasi penyusutan dan variasi penggergajian yang dalam istilah teknis disebut sebagai ukuran kayu gergajian basah atau ukuran target (target size). Dengan spilasi

yang berlebihan menyebabkan ukuran target menjadi besar dan mengakibatkan ukuran akhir akan menjadi ukuran-lebih (over size) atau sebaliknya akan menjadi ukuran-kurang (under size). Keadaan ini akan menyebabkan turunnya rendemen baik karena penurunan mutu maupun penolakan (rejected). 5. Personel Personel yang paling menentukan rendemen penggergajian adalah saw master dan operator mesin gergaji. Keputusan personel ini dalam menentukan pembelahan log sangat mempengaruhi rendemen yang akan diperoleh. Oleh karena berbagai macam ragam log yang masuk ke dalam kilang penggergajian maka saw master dan operator mesin harus membuat beribu-ribu keputusan setiap hari. Kelelahan, keterbatasan pengetahuan atau kemampuan, atau kurang hati-hati dapat menghasilkan keputusan yang kurang baik. Dalam beberapa kasus, demikian banyak variabel yang harus dipertimbangkan dalam waktu yang pendek sehingga saw master atau operator yang paling baik sekalipun hampir-hampir tidak mungkin membuat keputusan maksimum. 6. Kondisi dan Pemeliharaan Mesin Pada kondisi mesin yang baik, bagian-bagian peralatannya akan berfungsi dan beroperasi dengan lancar serta memberikan akurasi yang tinggi dibandingkan dengan mesin yang kurang baik. Semua mesin-mesin tersebut di atas apabila tidak dipelihara dengan baik maka ketepatan kerja semakin lama semakin menurun. Hal ini menyebabkan variasi penggergajian dari mesin tersebut semakin lama semakin tinggi. Semakin tinggi variasi penggergajian rendemen semakin rendah.

Tipe-Tipe Kayu Gergajian dan Teknologinya Perubahan kayu bulat ke kayu gergajian, suatu proses sederhana dalam bentuknya yang elementer, terdiri atas penggergajian papan dari kayu bulat, membuat persegi pinggir-pinggirnya dengan menggergaji dan memotongnya menurut ukuran panjang. Proses tersebut dapat diselesaikan dengan kekuatan tangan apabila perlu, dengan cara pengolahan kayu gergajian seperti yang dilakukan disejumlah negara-negara kurang maju di dunia. Tetapi perusahaan penggergajian modern sekarang ini telah menjadi proses teknik yang tinggi yang menggunakan pengamat elektronik dan komputer untuk mengatur langkahlangkah penting dalam operasinya. Ekonomi yang mengharuskan bahwa sebanyak mungkin kayu gergajian diperoleh dari kayu bulat, dengan menggunakan metode yang mampu membuat laju produksi tinggi (Bowyer et al., 2003). Alat Manual Menurut Willy (2005) bahwa mistar, besi siku (try-square), bor, palu, obeng, penjepit (cramp), pahat dan lain-lain merupakan peralatan sederhana yang membutuhkan kemahiran dalam menggunakannya. Peralatan pendukung tersebut merupakan alat untuk menyempurnakan sambungan, mengecek mutu bahan terhadap rupa, kontur dan kecukupan dimensi. Gergaji tangan (hand saw) terdapat berbagai macam jenis ukuran dan variasi handle, dan mata gergaji. Dua jenis handle yang sering digunakan adalah kayu dan plastik. Sedangkan mata gergaji, bila mata gergaji pendek, seragam dan rapat maka berfungsi sebagai gergaji potong (crosscut saw), dan bila mata gergaji besar kecil, serta bersiku besar maka berfungsi sebagai gergaji belah (rip saw).

Inti dari beragam alat potong tersebut menjaga agar potongan gergaji lurus, tipis, siku dan kontinu. Alat Masinal 1. Mesin Potong/Gergaji Lingkar (Cross-cutting Saw dan Edging Saw) Pengoperasian mesin gergaji lingkar umumnya tidak membawa kesulitan namun tetap diperlukan tentang jenis-jenis dan sifat kayu. Bila tidak maka akan banyak kayu terbuang karena kesalahan menguasai cara potong terhadap ragam kayu. Hasil setinggi-tingginya tergantung pada baik atau tidaknya daun gergaji. Menurut Koch (1964) menyebutkan bahwa gergaji lingkar digunakan dalam seluruh tahapan pengerjaan kayu dari industri primer penggergajian hingga toko perabotan dan bengkel perumahan. Prinsip kerja dan penggunaan dari mesin gergaji pita tidak jauh berbeda dengan gergaji lingkar. 2. Mesin Ketam/Serut Mesin ketam atau serut sangat membantu dalam proses penghalusan kayu, cost-saving dan time-saving. Dapat pula dengan pilihan mata pisau tertentu membuat groove, untuk celah kaca jendela, ataupun pintu. Perlu keterampilan khusus karena ketidakstabilan dalam menahan getaran akan menghasilkan gagal serut/tatal yang sangat buruk bagi sebuah kayu. Suara mesinnya merupakan yang paling bising diantara seluruh jenis mesin, dan menghasilkan serpihan sampah kayu/serutan yang sangat banyak. Sebaiknya mulai dengan sisi yang cekung. Penting pula diketahui keadaan mesin, kecepatan putar pisau. Mesin yang sudah tua dengan bantalan peluru sudah longgar dan goyang atau daun meja yang miring dapat menghasilkan ketaman yang buruk. Kecepatan putar minimal 4.500 per/menit.

3. Mesin Bor (Drill) Mesin bor bekerja dengan putaran mata bor searah jarum jam dengan berbagai ukuran, dan jenis pisau disesuaikan dengan bahan, berbagai jenis kayu, besi, tembok beton, granite. Kecepatan putar mata bor lebih dari 1000 rpm tanpa beban. Perlu kemahiran khusus untuk menghasilkan permukan kayu agar tetap halus, serta kejelian dalam mengatur derajat vertikal bor. 4. Mesin Girik (Router) Mesin untuk membuat pola lubang celah dengan bentuk atau pola tertentu pada kayu seperti sekoneng, bentuk lubang persegi pada tengah kayu, atau pola ukir seperti gambar atau tulisan. Mesin yang menghasilkan bentuk dengan rupa kedalaman, profil, serta dapat mencetak figur-figur atau ornamen. Dengan menyertakan model fixture nya sehingga gerakan mata pisau akan mengikuti fixture-nya. Prinsip kerja pisau seperti mata bor vertikal yang berputar kencang dan memakan kayu menjadi serpihan, hanya saja belum dapat membentuk sudut siku persegi, sehingga harus dibantu tahap berikutnya oleh tatah/pahat. Kecepatan pisau lebih dari 27000 rpm. 5. Mesin Profil (Moulding Machine) Mesin profil dapat digunakan untuk menghasilkan cornice, plinth serta edging mengikuti mall yang telah dibuat terlebih dahulu, dan prinsip kerja mesin menyerupai mesin router. 6. Mesin Ampelas (Sander)

Mesin bekerja dengan prinsip gerak orbital (4000 s/d 5000 orbit per menit), dengan memasang lembaran ampelas pada mesin kemudian menggerakannya ke sekeliling permukaan. Kelalaian posisi, seperti miring, dapat membuat permukaan kayu tergores (scratch) sehingga semakin sulit untuk dikembalikan seperti semula. Sulit menjangkau celah atau rongga tertentu pada furniture, khususnya ukiran. Jenis lainnya adalah ampelas dengan bentuk tabung kecil untuk menjangkau sudut yang sulit dijangkau, namun dalam beberapa hal masih jauh lebih baik menggunakan tangan. Budianto (1987) menyebutkan bahwa perlu diperhatikan jenis mesin yang akan dipergunakan. Mesin-mesin tunggal yang ada dipasaran dapat dibedakan atas: 1. Mesin Standar (general purposes machine) merupakan mesin dasar pada jalur proses produksi, mesin yang harus ada atau paling banyak digunakan untuk mengerjakan benda kerja yang bervariasi (job order), contoh: mesin ketam perata, mesin ketam penebal, mesin gergaji potong. Mesin ini tidak otomatis dan menuntut keahlian operator. 2. Mesin Spesial (special purpose machine) merupakan mesin otomatis yang bekerja langsung pada satu fungsi atau pengerjaan. Tidak banyak dibutuhkan keahlian operator, cukup seorang ahli yang mengatur pada persiapan produksi saja, setelah itu hanya diperlukan pengawasan. Contoh: Mesin multispindle, yang berporos 6, Mesin pres panas. Faktor-Faktor Pemilihan Mesin

Di Indonesia, banyak sekali perusahaan yang mempunyai mesin industri kayu modern, tetapi mesin-mesin itu tidak dapat digunakan secara maksimal. Kesalahan tersebut sebenarnya sangat kompleks. Yang terutama, waktu pemilihan dan pembelian mesin tersebut tidak memperhatikan keadaan dan situasi bengkel dan perusahaan. Suatu investasi yang sia-sia dan lebih parah lagi dapat menghambat jalur proses produksi yang sudah berjalan, karena masalah tempat. Penyusunan mesin-mesin produksi tanpa rencana perkembangan usaha sangat mengacaukan sistem produksi, terutama pada produksi seri (Budianto, 1987). Pandangan pada Mesin dalam Proses Produksi Kedudukan dan fungsi mesin sangat menentukan proses produksi. Jalurjalur jalan benda kerja dari suatu mesin ke mesin yang lain memerlukan perencanaan, terutama pada sistem produksi job-order yang memerlukan rencana waktu bulanan menurut urutan order yang akan dikerjakan. Perhitungan kapasitas mesin merupakan dasar perencanaan proses produksi. Maka besarnya kapasitas mesin merupakan hal yang penting untuk diperhatikan (Budianto, 1987). Dalam suatu perusahaan kayu, mesin-mesin merupakan bagian terbesar modal perusahaan. Karena itu wajarlah, bila perawatan menuntut perhatian penuh. Ada mesin yang sudah hancur dalam 3 sampai 5 tahun. Ada pula yang setelah 15 tahun masih berjalan lancar baik. Semua mesin harus dibersihkan setiap minggu sekali. Bukan hanya bagian luar yang dapat terlihat dari saja. Justru pada bagian dalam mesin terdapat banyak tempat (roda gigi, poros mesin) yang sering mengakibatkan macetnya mesin bila tidak dibersihkan dengan teliti. Bagian mesin yang gilap tidak boleh selalu dibersihkan dengan minyak tanah saja. Pembersihan

dengan minyak tanah, ulir atau drat dapat berakibat permukaan menjadi kasar, dan lapisan kasar itu sukar sekali dihilangkan (Lerch, 1991). Menurut Lerch (1991) menyebutkan bahwa motor mesin elektro sekali seminggu harus dibersihkan dengan kipas mesin (tangan atau elektro) pada kumparannya untuk menghilangkan debu yang melekat. Satu kali setahun mesin harus dibersihkan menyeluruh. Beberapa kali bagian mesin harus dilepas. Bagianbagian yang berputar harus dicuci dahulu dan kemudian diberi lemak. Pada motor yang banyak terkena debu (mesin ampelas misalnya), baiklah kalau tutup-tutup motor bagian luar dilepas, agar kumparan-kumparan dapat dibersihkan dengan baik. Pembersihan dilakukan dengan kain yang dibasahi bensin. Untuk melumas bantalan peluru digunakan lemak yang tidak mengandung asam, tetapi jangan terlalu penuh. Sering bantalan peluru menjadi panas, bukan karena kurang lemak, melainkan justru kebalikannya, terlalu banyak lemak. Cukup tiap dua sampai tiga minggu sekali ditambahkan lemak sedikit (1-2 kali putaran pada press lemak). Pemeliharaan mesin dan alat pembangunan menolong agar kecelakaan terjadi sejarang mungkin. Pekerjaan pemeliharaan yang teratur juga menghindarkan kerusakan yang berat dan biaya perbaikan yang tinggi. Alat-alat dan suku cadang mesin yang biasanya dibeli dari luar negeri mahal sekali sehingga pemeliharaan penggunaan mesin dan alat pembangunan secara teratur akan bermanfaat. Pemeliharaan mesin dan alat tersebut dapat dibagi atas: pembersihan, pencegahan kerusakan, termasuk pelumasan dan perlakuan pemeliharaan dan pencegahan (Frick, 1990).

Istilah-istilah yang digunakan pada pekerjaan pemeliharaan dapat didefinisikan sebagai berikut: perawatan, inspeksi, perbaikan dan pemeliharaan pencegahan. 1. Perawatan Tindakan-tindakan bagi perlindungan dalam keadaan baik. Perawatan terdiri atas: pelumasan, pembersihan dan penyetelan yang tepat. 2. Inspeksi Kontrol dan pertimbangan keadaan sebagai dasar penentuan pekerjaan perbaikan revisi. 3. Perbaikan Tindakan-tindakan bagi penyediaan keadaan baik. Perbaikan terdiri atas: perbaikan dan revisi. 4. Pemeliharaan pencegahan Inspeksi dan service dilakukan secara teratur pada waktu tertentu, walaupun mesin atau alat masih dalam keadaan baik. Tujuan pekerjaan pemeliharaan ialah pencegahan kerusakan beserta butirbutir lainnya seperti berikut: 1. Penetapan standar dan nilai inventaris. Ketentuan ini berarti agar alat dan mesin pembangunan, kendaraan dan sebagainya (inventaris) selalu dapat digunakan dan gangguan oleh kerusakan agak jarang terjadi 2. Minimalisasi ongkos-ongkos perbaikan, gangguan dan alat-alat pengganti (Frick, 1990).