BAB V PENUTUP. saja yang melanggar pasal tersebut haruslah dihukum. Anggota militer. mempermudah tahanan meloloskan diri sepatutnya diterapkan secara

dokumen-dokumen yang mirip
PEMECATAN PRAJURIT TNI

PEMBERHENTIAN DENGAN TIDAK HORMAT PRAJURIT TNI

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER

BAB I PENDAHULUAN. dibesarkan, dan berkembang bersama-sama rakyat Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat sebagai TNI merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sesuai dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat (3) yaitu

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di muka maka penulis

PENJATUHAN PIDANA BERSYARAT DAN MASALAHNYA SERTA KAITANNYA DENGAN PEMBINAAN DISIPLIN PRAJURIT DI KESATUANNYA

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara yang berdasarkan atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah tiang penyangga

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian sudah seharusnya penegakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SUATU TINJAUAN TERHADAP PENERAPAN PASAL 45A UU NO 5 TH 2004 TERHADAP TERDAKWA SEORANG PRAJURIT TNI. Sugeng Sutrisno *

I. PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA

BAB V PENUTUP. Undang Undang Nomor 7 tahun 1946 tentang peraturan tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prajurit TNI adalah warga

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

P U T U S A N NOMOR: PUT / 52-K / PM. II-10 / AD / VIII / 2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

NASKAH PUBLIKASI PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA

BAB IV PENUTUP. akhir penulisan hukum ini penulis akan menyampaikan simpulan dan saran.

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA

URGENSI PERADILAN TATA USAHA MILITER DI INDONESIA. Oleh: Kapten Chk Sator Sapan Bungin, S.H.

I. PENDAHULUAN. Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan salah satu satuan pertahanan yang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 74, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3703)

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata

BAB I PENDAHULUAN. pemberian sanksi atas perbuatan pidana yang dilakukan tersebut. 1. pidana khusus adalah Hukum Pidana Militer.

I. PENDAHULUAN. Orang hanya menganggap bahwa yang terpenting bagi militer adalah disiplin. Ini tentu benar,

2016, No perkembangan peraturan perundang-undangan sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf

P U T U S A N NOMOR : PUT / 45-K / PM.II-10 / AD / VI / 2009

P U T U S A N Nomor : 07-K / PM I-07 / AD / I / 2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 64 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN SITUBONDO

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun yang benar-benar menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu

P U T U S A N NOMOR: PUT / 61-K / PM.II-10 / AD / IX / 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

P U T U S A N Nomor : 75-K/PM.III-12/AD/IV/ 2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB III SANKSI PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA (MILITER)

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan Negara.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

P U T U S A N Nomor : 33 - K/PM I-07/AD/ VI / 2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Pasal 1 angka 3 UUD 1945 merumuskan

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E

LAPORAN SURVEI SOSIAL/PENELITIAN

P U T U S A N Nomor : 10-K/PM.I-07/AD/ I /2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selain sebagai mahkluk individu juga merupakan mahkluk sosial

PEMERIKSAAN PERKARA DESERSI SECARA IN ABSENSIA DI PERSIDANGAN

PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA)

P U T U S A N Nomor : 60 -K/PM I-07/AD/ IX / 2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.604, 2010 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Pengangkatan. Pemberhentian. Asisten Ombudsman. Prosedur.

I.PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 8 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan itu dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya yaitu melalui peranan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak


PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENERAPAN PIDANA TERHADAP ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA YANG MELAKUKAN DESERSI


PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

P U T U S A N Nomor : 15-K/PM I-07/AD/ I / 2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

P U T U S A N Nomor : 35 - K/ PM.I-07 / AD / V / 2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Sistem peradilan hukum di Indonesia dibedakan menjadi empat

P U T U S A N NOMOR : PUT / 10-K / PM.II-10 / AD / II / 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Institusi militer merupakan institusi unik karena peran dan posisinya yang

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari uraian hasil penelitian dan analisa yang telah dilakukan oleh penulis,

P U T U S A N Nomor : 30 - K/PM I-07/AL/ V / 2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 116-K/PM.III-12/AL/IX/2016 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. angkatan bersenjata untuk menjaga keamanan dan kedaulatannya 1. Karena itu

UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 1983/49, TLN 3262]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Hakim telah lama diakui sebagai profesi yang terhormat dimana. potret penegakan hukum dinegara itu, Oleh karena itu pada

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 84, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3713)

NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER

Transkripsi:

142 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pasal 223 KUHP merupakan aturan hukum yang mengatur tentang tindak pidana mempermudah tahanan meloloskan diri, tidak terkecuali pada siapa saja yang melanggar pasal tersebut haruslah dihukum. Anggota militer yang melakukan tindak pidana tersebut diadali di Pengadilan Militer sesuai Undang-Undang 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer. Penerapan Pasal 223 KUHP terhadap oknum anggota militer yang mempermudah tahanan meloloskan diri sepatutnya diterapkan secara semestinya, dikarenakan tuntutan oditur militer yang rendah dari ancaman hukum maksimal serta vonis hukuman yang dijatuhkan hakim kurang sebanding dengan apa yang diperbuat apalagi dilakukan oleh subjek hukum yang khusus dalam hal ini adalah oknum anggota militer. Dalam Putusan Pengadilan Militer II-09 Bandung Nomor : 01-K/PM.II- 09/AD/I/2014 dalam perkara Terdakwa Serka Yosep Shofian hanya dijatuhi pidana penjara 10 (sepuluh) bulan ataupun dalam putusan Putusan Pengadilan Militer II-09 Bandung Nomor : 034-K/PM.II-09/AD/II/2011 dalam perkara Terdakwa Abdurakhman hanya dijatuhi pidana penjara 4 (empat) bulan dengan masa percobaan 6 (enam) bulan, padahal ancaman hukuman dalam Pasal 223 KUHP maksimal 2 tahun 8 bulan penjara.

143 Jika dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2014 Tentang Hukum Disiplin Militer bagi anggota militer yang sudah menjalani hukuman pidananya lalu ia tidak dijatuhi hukum disiplin militer maka tetap saja akan dicatat dalam buku data personel yang bersangkutan bahwa ia telah melakukan tindak pidana tersebut yang akan berpengaruh pada karir anggota militer tersebut seperti penangguhan kenaikan pangkat, penurunan pangkat, mutasi ke Kesatuan lain dan sebagainya yang akan merugikan anggota militer yang bersangkutan. Namun demikian, penerapan Pasal-Pasal KUHP diatas terhadap tindak pidana mempermudah tahanan meloloskan diri oleh oknum anggota militer belum berjalan dengan semestinya. Aparat penegak hukum seharusnya mampu bertindak tegas dalan melaksanakan penegakan hukum demi terciptanya keadilan dan ketertiban. 2. Faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana mempermudah tahanan meloloskan diri yang dilakukan oleh oknum anggota militer tersebut adalah: Pertama Kitab Undang-Undang Hukum Pidana telah mengatur mengenai perbuatan mana yang dapat dipidana, namun dalam hal ini misalnya mempermudah tahanan meloloskan diri oleh oknum anggota militer dikenakan Pasal 223 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 2 tahun 8 bulan penjara, tetapi pada kenyataannya ancaman pidananya tidak pernah maksimal, pada kasus diatas yang dilakukan oleh oknum anggota militer inisial YS untuk mempermudah tahanan meloloskan diri hanya

144 dipenjara 10 bulan saja. Kerena faktor inilah yang menyebabkan lemahnya penegakan hukum terutama faktor hukum yang belum diterapkan secara maksimal. Kedua, dalam kasus mempermudah tahanan meloloskan diri pihak militer khususnya petugas jaga telah lalai dalam menjalankan tugasnya sehingga tahanan dapat meloloskan diri. Hal tersebut seharusnya tidak terjadi apabila ada kesadaran dan profesionalitas dari petugas jaga terhadap tugas yang dipikulnya, hal tersebut tidak boleh terjadi kembali demi menjaga nama baik TNI di masyarakat. Ketiga, faktor terjadinya tindak pidana mempermudah tahanan meloloskan diri tersebut adalah karena kurangnya sarana yang memadai dan perlu ditingkatkan untuk memperbaiki keamanan contohnya CCTV, prajurit yang professional, kendaraan, alat komunikasi dan perlengkapan lainnya yang memudahkan dilakukannya tindakan preventif dan refresif. Keempat, dalam kasus mempermudah tahanan meloloskan diri oleh oknum anggota militer terlihat peran masyarakat dirasa kurang, sebab tahanan yang meloloskan diri tersebut meloloskan dengan cara memanjat dinding Stahtahmil III/SLW yang bersebelahan dengan rumah warga, seharusnya masyarakat sekitar mengetahui apabila ada gerak-gerik yang mencurigakan. Kelima, Di Indonesia kesadaran hukum masyarakatnya cenderung masih kurang dan menganggap pelanggaran hukum itu hanyalah hal biasa. Dalam tubuh TNI sendiri pun masih banyak anggotanya yang belum

145 memiliki kesadaran hukum. Karena itulah kasus mempermudah tahanan melolokan diri oleh oknum anggota militer masih saja terjadi. Berdasarkan teori asosiasi diferensial tingkah laku jahat tersebut dapat dipelajari melalui interaksi dan komunikasi, yang dipelajari dalam kelompok tersebut adalah teknik untuk melakukan kejahatan dan alasanalasan (nilai-nilai, motif, rasionalisasi, serta tingkah laku) yang mengandung perbuatan jahat tersebut. Terlihat pada permasalahan diatas adanya komunikasi dan interaksi antara pelaku dan terpidana sebelum meloloskan diri dari tahanan. Dengan merencanakan pelarian dan memberikan informasi situasi dan keadaan sebelum meloloskan diri dari tahanan serta membantu pelariannya tersebut. Kemudian faktor lainnya seperti Faktor Internal yang meliputi tipe kepribadian, keimanan ketakwaan, pemahaman terhadap hukum, moril. Kemudian faktor Eksternal yang meliputi faktor kepemimpinan, situasi lingkungan kerja dan pangkalan, serta beban tugas. 3. Upaya yang dapat dilakukan oleh Pihak TNI agar kejadian serupa tidak terulang kembali dengan cara sebagai berikut: a. Upaya pencegahan dengan cara preventif yaitu dilakukan untuk mencegah terjadinya atau timbulnya kejahatan yang pertama kali. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara meningkatkan pembekalan hukum disetiap kesatuan baik terhadap komandan maupun terhadap anak buah atau anggotanya dengan menegakkan hukum, disiplin dan tata tertib di Kesatuan. Selain itu pemahaman pribadi militer yang baik berdasarkan

146 Sapta Marga, Sumpah Prajurit, Delapan Wajib TNI, Sebelas Asa Kepemimpinan TNI yang merupakan pedoman bagi setiap militer. Kemudian meningkatkan efektifititas pengawasan melekat atau pengawasan internal sebagai salah satu fungsi komando. Selain itu juga dibutuhkan peran aktif dari semua pihak yaitu pemerintah, masyarakat dan instansi-instansi lainnya b. Upaya represif sebagai upaya penanggulangan dengan cara menindak pelaku kejahatan sesuai perbuatannya. Dalam kasus mempermudah tahanan melolosakan diri yang dilakukan oleh oknum anggota militer, pihak militer sudah membuktikan profesionalitasnya dengan menghukum pelaku tersebut. Diharapkan penindakan bagi para pelanggar hukum kedepannya dapat ditingkatkan kembali. B. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut: 1. Aparat penegak hukum dalam hal ini pihak militer haruslah menegakkan aturan hukum sesuai Pasal 223 KUHP yang mengatur tindak pidana mempermudah tahanan meloloskan diri dalam hal ini dilakukan oleh oknum anggota militer, pihak militer haruslah bersikap tegas ketika ada anggotanya yang melakukan suatu pelanggaran hukum dan baik oditur militer yang menuntut dan hakim yang menjatuhkan vonis seharusnya menerapkan hukuman secara maksimal demi terciptanya keadilan karena militer adalah subjek hukum khusus maka diharapkan setiap anggota

147 militer yang melakukan tindak pidana haruslah dikenakan pemberatan sesuai Pasal 52 KUHP. Dan petugas jaga yang lalai yang menyebabkan tahanan meloloskan diri haruslah diadili sesuai Pasal 426 KUHP. 2. TNI merupakan institusi yang memiliki tanggungjawab besar terhadap masyarakat luas. Seharusnya TNI dapat memberikan teladan yang baik bagi masyarakat, serta mentaati Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku terutama Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2014 Tentang Hukum Disiplin Militer dan sebagainya. Bahwa TNI mempunyai pedoman bagi setiap anggotanya untuk selalu menjunjung dan mematuhi yang tercantum dalam halaman depan KUHPM yaitu : Sapta Marga, Sumpah Prajurit, Delapan Wajib TNI, Sebelas Asas Kepemimpinan, Pedoman Kepribadian TNI. Dari hal-hal tersebut diatas seharusnya dapat memberikan pedoman bagi para anggota TNI agar senantiasa menjalankan tugasnya dengan baik, selain itu juga dibutukan peran serta masyarakat dan pemerintah dalam mengawasi dan memberikan masukan kepada pihak TNI apabila ada kejadian serupa maupun tindakan-tindakan yang melanggar hukum. 3. Semua pihak baik pihak TNI, pemerintah maupun masyarakat harus ikut andil dalam pencegahan kejahatan khususnya dalam kasus mempermudah tahanan meloloskan diri yang dilakukan oleh oknum anggota militer. Diharapkan pemerintah memberikan anggaran yang dibutuhkan oleh pihak

148 TNI dalam upaya peningkatan penegakan hukum agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Masyarakat diharapkan berperan aktif dalam pencegahan kejahatan dengan cara melaporkan kepada yang berwenang apabila ada gerak-gerik atau tindakan-tindakan yang mencurigakan khusunya yang dilakukan oleh anggota militer. Pihak Militer diharapkan pada saat terpidana memasuki atau pindah ruang tahanan hendaknya mata terpidana dalam keadaan tertutup agar yang bersangkutan tidak mengetahui situasi sekitar serta menindak tegas anggotanya yang melakukan pelanggaran disiplin ataupun tindak pidana khususnya tindak pidana mempermudah tahanan meloloskan diri serta diadili tanpa pilihpilih dan tegas sesuai Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku demi terciptanya ketertiban dan keadilan bagi seluruh warga negara dan menjaga nama baik TNI di masyarakat.