Kajian Hidro-Klimatologi Daerah Cirebon-Indramayu-Majalengka- Kuningan (Ciayu Majakuning)

dokumen-dokumen yang mirip
BAHAN AJAR : PERHITUNGAN KEBUTUHAN TANAMAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL STANDAR PADA DAERAH IRIGASI MUARA JALAI KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

Penentuan Masa Tanam Kacang Hijau Berdasarkan Analisis Neraca Air di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun

PENERAPAN METODE THORNTHWAITE UNTUK MENGESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI DI DAS CITARUM MENGGUNAKAN DATA TERRA-MODIS

ANALISIS PENENTUAN WAKTU TANAM PADA TANAMAN KACANG TANAH

Evapotranspirasi Rekayasa Hidrologi Universitas Indo Global Mandiri

Tata cara perhitungan evapotranspirasi potensial dengan panci penguapan tipe A

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

The water balance in the distric X Koto Singkarak, distric Solok. By:

I. PENDAHULUAN. jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali.

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

PENENTUAN MASA TANAM KEDELAI BERDASARKAN ANALISIS NERACA AIR DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA

Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Sumedang.

Keywords: evapotranspiration, TurcLungbein, BanleyCriddle, irrigation

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

III. DATA DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 2.11 Kapasitas Lapang dan Titik Layu Permanen

ANALISA KETERSEDIAAN AIR

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi

Evapotranspirasi. 1. Batasan Evapotranspirasi 2. Konsep Evapotranspirasi Potensial 3. Perhitungan atau Pendugaan Evapotranspirasi

DAFTAR ISI. Halaman JUDUL PENGESAHAN PERSEMBAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam ekonomi Indonesia. Potensi

PENGARUH TOPOGRAFI TERHADAP CURAH HUJAN MUSIMAN DAN TAHUNAN DI PROVINSI BALI BERDASARKAN DATA OBSERVASI RESOLUSI TINGGI

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR

ANALISIS NERACA AIR DAS WURYANTORO SUB DAS BENGAWAN SOLO HULU 3 TUGAS AKHIR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

PENGEMBANGAN PROGRAM ALOKASI AIR(PAA) BERBASIS OPEN OFFICE CALC. Arif Faisol 1), Indarto 2) :

ANALISA KEBUTUHAN AIR IRIGASI DAERAH IRIGASI SAWAH KABUPATEN KAMPAR

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Januari 2015 di Jurusan

JURUSAN TEKNIK & MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

MASA TANAM KEDELAI BERDASARKAN ANALISIS NERACA AIR DI KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA

Oleh : I.D.S Anggraeni *), D.K. Kalsim **)

ANALISIS FENOMENA PERUBAHAN IKLIM DAN KARAKTERISTIK CURAH HUJAN EKSTRIM DI KOTA MAKASSAR

PENGARUH MONSUN MUSIM PANAS LAUT CHINA SELATAN TERHADAP CURAH HUJAN DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk mengairi sawah,ladang,perkebunan dan lain-lain usaha pertanian.usaha

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

ANALISIS SURPLUS-DEFISIT AIR DAERAH IRIGASI PAMUKKULU KABUPATEN TAKALAR, SULAWESI SELATAN

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

PENENTUAN WAKTU TANAM SEMANGKA (CITRULLUS VULGARIS) BERDASARKAN NERACA AIR LAHAN DI KECAMATAN MENDOYO KABUPATEN JEMBRANA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman yang menghendaki tanah yang gembur dan kaya

Optimalisasi Pemanfaatan Sungai Polimaan Untuk Pemenuhan Kebutuhan Air Irigasi

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR

Dari data klimatologi yang diambil dari stasiun pengamatan Landasan Udara Abdul Rahman Saleh didapatkanlah rata-rata ETo nya adalah 3,77 mm/day.

PENDUGAAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN DAN NILAI KOEFISIEN TANAMAN (K c. ) KEDELAI (Glycine max (L) Merril ) VARIETAS TANGGAMUS DENGAN METODE LYSIMETER

ANALISIS POTENSI ENERGI MATAHARI DI KALIMANTAN BARAT

Optimization of Cropping Patterns on Rainfed Land in Cimanggung Sub-District Of Sumedang District

Minggu 1 : Daur Hidrologi Minggu 2 : Pengukuran parameter Hidrologi Minggu 3 : Pencatatan dan pengolahan data Hidroklimatologi

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

APLIKASI PLUG-IN SIMAI UNTUK MENGHITUNG KEBUTUHAN AIR (Studi Kasus Daerah Irigasi (DI) Sampean Baru)

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1.

Analisis Ketersediaan Air terhadap Potensi Budidaya Kedelai (Glycine max (L) Merril) di Daerah Irigasi Siman

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

Misal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2013 di

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M. Eng 2012 BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR

ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN

KESEIMBANGAN AIR DI KECAMATAN TELUK PAKEDAI, KABUPATEN KUBU RAYA, KALIMANTAN BARAT

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN FEBRUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI MALIKUSSALEH-ACEH UTARA. Oleh Febryanto Simanjuntak S.Tr

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

PREDIKSI NERACA AIR PERTANIAN DENGAN METODE MOCK PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI KEDUANG

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 KATA PENGANTAR

REKAYASA HIDROLOGI SELASA SABTU

ANALISA NERACA AIR LAHAN WILAYAH SENTRA PADI DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

WATER BALANCE DAS KAITI SAMO KECAMATAN RAMBAH

III. NERACA AIR 3.1. NERACA AIR WILAYAH PENDAHULUAN HUJAN. Tujuan Instruksional khusus: Mampu menjelaskan Neraca air di mintakat perakaran.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

Laju dan Jumlah Penyerapan Air

ANALISIS KESEIMBANGAN AIR PADA BENDUNG BRANGKAL GUNA MEMENUHI KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI SIWALUH KABUPATEN KARANGANYAR

ANALISIS KARAKTERISTIK INTENSITAS CURAH HUJAN DI KOTA BENGKULU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RENCANA PENJADWALAN PEMBAGIAN AIR IRIGASI DAERAH IRIGASI PAGUYAMAN KANAN KABUPATEN BOALEMO PROVINSI GORONTALO

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kata kunci: faktor penyesuai, evapotranspirasi, tomat, hidroponik, green house

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PULAU-PULAU KECIL DI DAERAH CAT DAN NON-CAT DENGAN CARA PERHITUNGAN METODE MOCK YANG DIMODIFIKASI.

Bulan Januari-Februari yang mencapai 80 persen. Tekanan udara rata-rata di kisaran angka 1010,0 Mbs hingga 1013,5 Mbs. Temperatur udara dari pantauan

Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

Jurnal Biologi Indonesia 5 (3):355-361 (2009) Kajian Hidro-Klimatologi Daerah Cirebon-Indramayu-Majalengka- Kuningan (Ciayu Majakuning) Dodo Gunawan Pusat Penelitian dan Pengembangan, Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta email : dgunawan@bmg.go.id ABSTRACT Case Study of Hidro-Climatology at Cirebon-Indramayu, Majalengka- Kuningan (Ciayu Majakuning). Case Study Water balance calculation has been conducted in the region of Cirebon, Indramayu, Majalengka and Kuningan or abbreviated nicely as the Ciayu-MajaKuning region. The hidro-climatological component such as evapotranspiration and precipitation were calculated using the NOAH Land-Surface Model (LSM). Model output of monthly data used in the calculation span in the period of 2001-2007. The model has grid box or model resolution of 25 km x 25 km. From the calculation, it is obtained that the average of evapotranspiration in this region is 3.1 mm/day or 90 m/month. The maximum value of 3.8 mm/day is occurred in May whereas the minimum value of 2.8 mm/day is occurred in December. The highest monthly precipitation occurred in the mountain region (Kuningan) of 450-500 mm/month. In this study area, the period of August-November is the water deficit while the period of December-July is the water surplus period in term of water balance. From district division point of view, Indramayu is the driest area, and gradually following the topography height, Kuningan district is the wettest area. Implication of these results to water management aspect is that the dry Area such as Indramayu needs more water supplies by irrigation for agriculture. The sustainable of hydrology cycle path way from Kuningan and Majalengka as the water resources because of highly precipitation to the downstream area (Indramayu and Cirebon) where the precipitation are less is very important in this region. Key words: Water balance, evapotranspiration, hydrology cycle, NOAH-Land-Surface Model PENDAHULUAN Berbagai jenis kegiatan seperti pertanian, pariwisata, perikanan, energi dll sangat tergantung pada iklim maupun berbagai hal yang berkaitan dengan air termasuk neraca air. Untuk itu peran perencanaan pengembangan wilayah sedapat mungkin disesuaikan dengan potensi alam yang dimilikinya termasuk potensi hidro-klimatologinya. Namun, dalam pengkajian potensi iklim dan hidrologi suatu daerah, data iklim dan hidrologi seringkali menjadi kendala karena data yang diperlukan biasanya sulit diperoleh sebab tidak terdapat stasiun pengamatan iklim. Padahal untuk menentukan kajian hidrologi hanya diperlukan data sederhana yang meliputi data penguapan dan curah hujan. Menggunakan minimal dua data dasar tersebut sistem neraca air di suatu kawasan dapat dengan mudah diketahui. Kondisi tidak adanya data evapotransporasi telah diperkirakan oleh badan pangan dan pertanian dunia (Food and 355

Dodo Gunawan Agriculture Organization, FAO) sehingga mereka merekomendasikan cara lain untuk memperoleh nilai evapotranspirasi dengan menghitung dari unsur iklim yang tersedia dari hasil pengukuran suhu udara, kecepatan angin, radiasi matahari, kelembaban udara. Air di permukaan tanah dan tanaman yang basah dapat meninggalkan permukaan tersebut melalui proses evaporasi (E). Hilangnya air dari permukaan disebabkan karena perubahan molekul air dari fase cair menjadi fase uap. Proses tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain radiasi matahari, suhu, kelembaban udara dan kecepatan angin. Proses lain adalah traspirasi (T) yaitu air yang hilang dari jaringan tanaman melalui celah yang sangat kecil pada daun yang dikenal dengan stomata atau mulut daun. Transpirasi seperti halnya juga evaporasi tergantung pada ketersediaan energi untuk merubah fase cair menjadi fase uap dan dipengaruhi oleh parameter iklim. Gabungan antara kedua proses yang terpisah tersebut dinamakan evapotranspirasi (ET). Evaporasi dan tanspirasi terjadi secara simultan dan tidak ada cara yang mudah untuk memisahkan kedua proses tersebut (Savva & Frenken 2002). Untuk melakukan penghitungan evapotranspirasi, tanaman dapat dilakukan dengan menggunakan metode Penman-Monteith yaitu salah satu metode yang direkomendasi FAO untuk menghitung evapotranspirasi acuan (ETo). Pengukuran ETo secara tidak langsung dilakukan dengan menggunakan panci penguapan dengan mempertimbangkan faktor tanaman sebagai koefisien untuk transpirasi. Sementara metode pengukuran langsung yang mendekati keadaan proses sebenarnya dari evapotranspirasi hanya menggunakan alat yang disebut lysimeter. Namun karena pengukuran evapotranspirasi secara langsung dengan lysimeter maupun melalui pengukuran penguapan air dari panci kelas A tidak selalu tersedia di setiap stasiun pengamatan iklim, maka FAO merekomendasikan formula untuk menduga evapotranspirasi dan neraca air dengan menggunakan parameter iklim yang tersedia mudah diamati di setiap stasiun iklim dan melakukan pendugaan menggunakan sebuah persamaan pendugaan evapotranspirasi melalui metode Penman-Monteith (FAO 1984) Melalui evapotransiprasi dan neraca air maka pada penelitian ini dicoba untuk mengetahui kondisi hidro-klimatologi kawasan yang berada di daerah Jawa Barat bagian timur yaitu Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan dan berbatasan dengan Jawa Tengah. BAHAN DAN CARA KERJA Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari keluaran model permukaan NOAH (Mitchell 2005) dan tersedia secara online pada URL berikut: http:// agdisc.gsfc.nasa.gov:80/dods/ GLDAS_NOAH025_M. Periode data yang digunakan adalah bulanan dari Januari 2001-Desember 2007. Pengolahan data dilakukan dengan metode aritmatik untuk perhitungan rata-rata bulanan setiap parameter iklim. Neraca air diperoleh dari pengurangan curah 356

Tinjauan Kondisi Hidro-Klimatologi Daerah hujan dengan evapotoranspirasi. Untuk melihat pola distribusi neraca air di wilayah kajian, data disajikan secara spasial, sedangkan untuk melihat pola penyebaran musiman,perhitungan neraca air disajikan secara temporal (bulanan). HASIL Hasil analisa data untuk menggambarkan kondisi hidro-klimatologi daerah Indramayu-Cirebon-Majalengka- Kuningan disajikan sebagai berikut : Curah Hujan Curah hujan rata-rata bulanan periode 2001-2007 dapat dilihat pada Gambar 1. Dari gambar tersebut tampak bahwa distribusi curah hujan bulanan meningkat secara spasial dari daratan rendah di Cirebon dan Indramayu ke pegunungan di daerah Kuningan dan Majalengka. Curah hujan antara 450-500 mm/bulan terdapat di daerah Kuningan dimana terdapat Gunung Ciremai. Pola penyebaran curah hujan secara temporal menunjukkan bahwa pada periode Desember-Juni curah hujan bulanan lebih tinggi dibandingkan periode Juli- November. Fluks Panas Laten Nilai rata-rata bulanan panas laten dapat dilihat pada Gambar 2. Dari Gambar 3 tersebut terlihat bahwa jumlah panas laten yang tinggi terjadi pada periode April-Oktober berkisar dari 60 160 Watt m -2. Sementara pada bulan November Maret, jumlah panas laten lebih rendah yaitu berkisar dari 20-90 Watt m -2. Distribusi secara spasial menunjukkan bahwa pada periode penguapan tinggi (periode April-Oktober) panas laten lebih besar di daerah dataran rendah dibanding pegungungan. Untuk periode jumlah panas laten rendah (November Maret) jumlah panas laten rendah terdapat di daerah dataran rendah. Evapotranspirasi Jumlah air yang menguap dari permukaan tanah dan tanaman (evapotranspirasi) rata-rata bulanan dapat dilihat pada Gambar 3. Dari gambar tersebut tampak bahwa evapotranspirasi pada periode bulan Maret Oktober berkisar antara 60-135 mm/bulan, sementara pada periode November Februari rata-rata evapotranspirasi berkisar 30-120 mm/bulan. Penyebaran secara spasial menunjukkan bahwa jumlah penguapan terbalik dengan jumlah curah hujan, dimana di wilayah pegunungan jumlah evapotranspirasi lebih sedikit dibanding dengan dataran rendah. Selain dihitung dalam jumlah bulanan, data evapotranspirasi juga disajikan dalam jumlah penguapan harian. Ratarata evapotranspirasi harian adalah 3.1 mm/hari, dengan nilai maksimum 3.8 mm/ hari terjadi pada bulan Mei dan nilai minimum 2.8 mm/hari terjadi pada bulan Desember Neraca Air Dari jumlah curah hujan dan evapotranspirasi sebagaimana yang disajikan pada Gambar 1 dan 3, maka dapat ditentukan nilai neraca air yang merupakan selisih antara curah hujan sebagai masukan dan evapotranspirasi sebagai air yang meninggalkan sistem. 357

Dodo Gunawan Neraca air yang disajikan adalah keseimbangan secara meteorologi karena tidak mempertimbangkan jumlah air dalam bentuk irigasi. Nilai dari neraca air bulanan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4 yaitu terdapat nilai neraca air surplus (curah hujan lebih besar dari evapotranspirasi) dan nilai neraca air defisit. Nilai neraca air defisit terdapat pada bulan Agustus-Oktober, sementara nilai neraca air surplus terjadi pada bulan Desember-Juli. Tingkat surplus air berfluktuasi secara spasial yang menunjukkan semakin ke arah dataran tinggi (Kuningan dan Majalengka), surplus air semakin besar. Sementara itu distribusi nilai neraca air defisit berada di daerah Cirebon dan Indramayu sebagai daerah dataran rendah. PEMBAHASAN Pola distribusi curah hujan di daerah kajian menunjukan spasial curah hujan makin tinggi sesuai ketinggian tempat. Hal ini dikarenakan proses pembentukan hujan yang salah satu faktornya adalah adanya pegunungan yang dikenal dengan tipe hujan orografi. Di daerah Ciayu- Maja-Kuning hal ini dapat terjadi karena terdapat Gunung Ciremai di daerah Kuningan, yang memungkinkan uap air yang terangkat ke udara mengikuti ketinggian permukaan dan berkondensasi membentuk awan sehingga terjadi curah hujan dengan jumlah yang lebih besar di daerah pegunungan dibandingkan dataran rendah. Bila dilihat dari pola sebaran secara temporal, tampak bahwa penyebaran pola hujan bulanan dipengaruhi oleh sirkulasi monsun Asia dan Australia. Monsun Asia terjadi pada periode Oktober-Maret yang membawa banyak uap air sehingga periode munson Asia di daerah Jawa dikenal sebagai periode musim hujan Keadaan sebaliknya adalah periode monsun Australia. Di daerah kajian, curah hujan bulanan di atas 150 mm/bulan sebagai batas musim hujan dan kemarau (BMG 2007) terjadi di bulan Desember-Juni. Sementara pada periode Juli-November, curah hujan di sebagian besar kurang dari 150 mm/bulan yang menandakan periode musim kemarau. Pola penyebaran secara spasial untuk evapotranspirasi menunjukkan pola sesuai dengan ketinggian, dimana penguapan lebih tinggi terjadi di daerah dataran rendah sedangkan di daerah pegunungan penguapan lebih rendah. Rendahnya evapotranspirasi di daerah pegunungan adalah sesuai dengan lebih rendahnya nilai panas laten di daerah pegunungan dibandingkan dataran rendah. Distribusi jumlah penguapan secara temporal menunjukkan pola yang sama dengan curah hujan, dimana pada bulan April-Oktober penguapan lebih besar dibanding periode November- Maret. Periode tersebut sesuai dengan periode musim kemarau dan musim hujan walaupun tidak kongruen dengan periode distribusi temporal curah hujan. Dari kedua parameter hidroklimatologi yang telah dibahas tersebut di atas, telah dihitung nilai neraca air yang merupakan selisih curah hujan dan penguapan (Gambar 4). Pola distribusi spasial nilai neraca air di daerah Ciayu Maja Kuning sesuai dengan pola distribusi spasial curah hujan, yaitu pada 358

Tinjauan Kondisi Hidro-Klimatologi Daerah Gambar 1. Curah hujan bulanan (mm/bulan) rata-rata periode 2001-2007. Gambar 2. Fluks Panas Laten (Watt m -2 ) bulanan rata-rata periode 2001-2007 359

Dodo Gunawan Gambar 3. Evapotranspirasi bulanan (mm/bulan) rata-rata periode 2001-2007 Gambar 4. Neraca Air Bulanan (mm/bulan) rata-rata periode 2001-2007. 360

Tinjauan Kondisi Hidro-Klimatologi Daerah saat periode surplus lebih banyak air di daerah pegunungan dibandingkan dataran rendah, demikian pula pada saat defisit, nilainya dipegunungan lebih kecil dibanding daratan rendah. Pola distribusi neraca air antara surplus dan defisit ini terkait sekali dengan pola disitribusi temporal yaitu periode defisit pada saat musim kemarau dan periode surplus pada saat musim hujan, tepatnya periode surplus di bulan Desember-Juni dan periode defisit terjadi pada Juli-November. KESIMPULAN Kondisi hidro-klimatologi daerah Ciayu Maja Kuning menunjukkan bahwa curah hujan berdistribusi secara spasial dari daerah Cirebon dan Indramayu sebagai daerah dataran rendah dengan jumlah curah hujan bulanan yang rendah dibandingkan dengan daerah Majalengka dan Kuningan sebagai daerah pegunungan dengan curah hujan bulanan yang lebih tinggi. Distribusi secara temporal menunjukkan bahwa daerah Ciayu Maja Kuning memiliki pola musim hujan dan kemarau yang jelas yang dipengaurhi oleh pola sirkulasi monsun. Pola distribusi temporal evapotranspirasi sesuai dengan pola monsun, sehingga neraca air sebagai selisih antara curah hujan dan evapotranspirasi menunjukkan kondisi surplus di musim hujan dan kondisi defisit pada musim kemarau. Secara spasial kondisi surplus lebih tinggi di daerah Majalengka dan Kuningan di banding Cirebon dan Indramayu. Demikian pula saat kondisi defisit, nilai defisit jauh lebih banyak di Cirebon dan Indramayu dibanding daerah Majalengka dan Kuningan. Implikasi terhadap siklus hidrologi, hasil penelitian ini menyimpulkan pentingnya jalur siklus hidrologi di daerah Majalengka dan Kuningan sebagai sumber mata air karena curah hujan lebih tinggi untuk mengalirkan air hujan melalui sungai ke daerah Cirebon dan Indramayu karena memiliki curah hujan yang lebih rendah dan demikian berpotensi defisit air yang tinggi. Model permukaan NOAH mampu mensimulasi parameter hidro-klimatologi dengan indikator pola distribusi spasial dan terutama temporal berupa distribusi monsunal yang sesuai dengan kondisi yang terjadi di wilayah Cirebon,- Indramayu-Majalengka-Kuningan. DAFTAR PUSTAKA BMG. 2007. Prakiraan Musim Kemarau 2007 di Indonesia. Badan Meterologi dan Geofisika. Jakarta. FAO. 1984. Crop water requirements. By: J. Doorenbos and W.O. Pruitt. FAO Irrigation and Drainage Paper 24. Rome, Italy. Mitchell,K. 2005.The Community NOAH Land-Surface Model (LSM). User s Guide Public Release Version 2.7.1. Available online at ftp://ftp.emc.ncep.noaa.gov/mmb/ gcp/ldas/noahlsm/ver_2.7.1 Savva, A.P.& K.Frenken. 2002. Crop Water Requirements and Irrigation Scheduling. Water Resources Development and Management Officers FAO Sub-Regional Office for East and Southern Africa. 361