BAB I PENDAHULUAN. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya

IMPLEMENTASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

2012, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Penang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Repubik Indonesia,

Oleh: DEPUTI VI/KESBANG KEMENKO POLHUKAM RAKORNAS FKUB PROVINSI DAN KAB/KOTA SE INDONESIA

2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang P

C. Partisipasi Kewarganegaraan sebagai Pencerminan Komitmen terhadap Keutuhan Nasional

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang memiliki beragam suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan dan kepercayaannya. Hal tersebut ditegaskan dalam UUD 1945

Bercumbu Dengan Konflik RUU Penanganan Konflik Sosial Sebagai Solusi Penanggulangan Konflik di Indonesia

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. karena hubungan-hubungan serupa itu mengandaikan sekurang-kurangnya satu

TUGAS AKHIR KONFLIK DI INDONESIA DAN MAKNA PANCASILA

Bercumbu Dengan Konflik RUU Penanganan Konflik Sosial Sebagai Solusi Penanggulangan Konflik di Indonesia

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah bangsa yang besar dan majemuk yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam suku, bahasa, adat istiadat dan agama. Hal itu merupakan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN HARI JADI KETAPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari deskripsi dan pembahasan hasil penelitian pada bab IV, dapat peneliti

I. PENDAHULUAN. Bentrok antara kedua desa, yaitu Desa Balinuraga dengan Desa Agom, di

kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dan Satu Pemerintahan (Depag RI, 1980 :5). agama. Dalam skripsi ini akan membahas tentang kerukunan antar umat

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Plenary Session III : State and Religion-Learning from Best Practices of each Country in Building the Trust and Cooperation among Religions

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

2.4 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia,

B. Arti Penting Persatuan dan Kesatuan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Republik Indonesia (NRI) memiliki wilayah yang sangat luas

I. PENDAHULUAN. mempunyai cara-cara hidup atau kebudayaan ada di dalamnya. Hal

MEMBANGUN INTEGRASI NASIONAL DENGAN BINGKAI BHINNEKA TUNGGAL IKA

BAB 1 KEUTUHAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan ISSN Vol. 1, No. 1, Juni 2017

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari masyarakat desa itu sendiri sesuai dengan apa yang sudah disepakati

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sudah setengah abad lebih Indonesia merdeka, masyarakat Indonesia yang merupakan bangsa yang multi

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa

MANUSIA, KERAGAMAN DAN KESETARAAN. by. EVY SOPHIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I (Times New Roman 16, Bold) PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai sebuah negara yang masyarakatnya majemuk, Indonesia terdiri

LETAK ADMINISTRATIB LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia memiliki suku, adat istiadat, bahasa, agama, ras, seni dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) PENANGANAN KONFLIK SOSIAL

PERAN KEPALA DAERAH DALAM MENINGKATKAN KOORDINASI PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DI PROVINSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Igneus Alganih, 2014 Konflik Poso (Kajian Historis Tahun )

INTERAKSI antar etnis di DESA ARGAKENCANA. Skripsi

BAB V PENUTUP. mempertahankan identitas dan tatanan masyarakat yang telah mapan sejak lama.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia, sesuatu yang sangat unik, yang tidak dimiliki oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kelurahan Gadang Kota Banjarmasin adalah masyarakat yang majemuk.

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN SOSIALISASI PERKUATAN DAN PENGEMBANGAN WAWASAN KEBANGSAAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. satu negara multikultural terbesar di dunia. Menurut (Mudzhar 2010:34)

BAB. III METODE PENELITIAN. dikembangkan kebenarannya, maka diperlukan metode dalam penelitian tersebut, hal

TUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG

2012, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Penang

I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan bermasyarakat dan bemegara serta dalam menjalankan

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL. BAB

SAMBUTAN KETUA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN PADA PERINGATAN HARI LAHIR PANCASILA SAYA INDONESIA, SAYA PANCASILA. Jakarta, 1 Juni 2017

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 83 TAHUN 2017 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

Assalamu alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh, Salam Sejahtera Untuk Kita Semua,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Peningkatan Kesalehan Sosial demi Terjaganya Harmoni Sosial

13MKCU. PENDIDIKAN PANCASILA Makna dan aktualisasi sila Persatuan Indonesia dalam kehidupan bernegara. Drs. Sugeng Baskoro,M.M. Modul ke: Fakultas

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaan merupakan cabang ilmu. cita cita bangsa. Salah satu pelajaran penting yang terkandung dalam

WAWASAN NUSANTARA. Dewi Triwahyuni. Page 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Rosania Mega Fibriana, 2014 Perkembangan nila-nilai kerukunan ummat beragama pada masyarakat majemeuk

Pengertian Damang diatur dalam Pasal 1 angka (24) Peraturan. Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 1 Tahun 2008 adalah:

PERSPEKTIF PEMERINTAH ATAS HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT HUKUM ADAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan aspirasi yang berbeda-beda satu sama lain tetapi memiliki kedudukan setara,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Adicita itu pulalah yang merupakan dorongan para pemuda Indonesia

KONFLIK ANTAR UMAT BERAGAMA

I. PENDAHULUAN. dan undang-undang yang berlaku. Meskipun menganut sistem hukum positif,

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 34 TAHUN 2015 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INOONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA

BAB I PENDAHULUAN. yang cenderung kepada kelezatan jasmaniah). Dengan demikian, ketika manusia

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman etnik yang ada di Indonesia dapat menjadi suatu kesatuan

NILAI-NILAI DAN NORMA BERAKAR DARI BUDAYA BANGSA INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Assalamu alaikum warohmatullahi wabarokaatuh Salam sejahtera bagi kita semua;

STRUKTUR KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA DAN SMK/MAK

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya bangsa dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Wilayah negara yang terbentang luas dari Sabang sampai ke Merauke, memiliki sumber daya alam (natural resources) yang melimpah seperti untaian zamrud di khatulistiwa dan juga sumber daya budaya (cultural resources) yang beraneka ragam bentuknya (Koentjaraningrat, 1980). Kemajemukan di indonesia merupakan warisan budaya yang tidak ternilai harganya, namun semua itu menjadi berbeda ketika kemajemukan tidak dihadapi secara dewasa dan penuh dengan pemaknaan positif dalam kehidupan berbangsa dan bertanah air. Semua kekayaan menjadi ancaman bagi keutuhan persatuan suatu negara yang sedang dalam fase berkembang. Dari satu sisi, secara teori multi budaya tersebut merupakan potensi budaya yang dapat mencerminkan jati diri bangsa. Secara historis, multi budaya tersebut telah dapat menjadi salah satu unsur yang menentukan dalam pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, multi budaya

2 juga menjadi modal budaya (cultural capital) dan kekuatan budaya (cultural power) yang menggerakkan dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara. Akan tetapi, dari sisi lain, multi budaya juga berpotensi untuk menimbulkan konflik yang dapat mengancam integrasi bangsa. Karena konflik antar budaya dapat menimbulkan pertikaian antar etnis, antar penganut agama, ras maupun antar golongan yang bersifat sangat sensitif dan rapuh terhadap suatu keadaan yang menjurus ke arah dis-integrasi bangsa. Fenomena ini dapat terjadi, apabila konflik tersebut tidak dikendalikan dan diselesaikan secara arif dan bijaksana oleh pemerintah bersama seluruh komponen anak bangsa. Kondisi masyarakat Indonesia yang berdimensi majemuk dalam berbagai sendi kehidupan, seperti budaya, agama, ras dan etnis, berpotensi menimbulkan konflik. Ciri budaya gotong-royong yang telah dimiliki masyarakat Indonesia dan adanya perilaku musyawarah dan mufakat, bukanlah jaminan untuk tidak terjadinya konflik. Semua etnis pada akhirnya menuju pada usaha untuk menciptakan kebaikan manusia, baik di keluarga maupun masyarakat luas. Jika hal itu dianggap sebagai misi (mission) etnis, maka etnis manapun juga tidak akan menimbulkan persoalan bila etniknya mengajarkan moral secara pribadi, maka tidak akan terjadi konflik. Tetapi sayangnya etnis saat ini tidak sesederhana itu, karena menjalankan misi etnis ini, diperlukan suatu aparat, suatu kendaraan, suatu organisasi. Dengan demikian organisasi primordial menjadi sebuah kebutuhan.

3 Secara umum, kehidupan dan pergaulan antar etnis tampil harmonis akan tetapi hal ini bukan berarti tidak pernah terjadi ketegangan, dan dewasa ini beberapa daerah di Indonesia sangat sering terjadi konflik baik itu antar suku atau agama, yang disebabkan perbedaan-perbedaan kecil, dan perbedaan kecil tersebut menjadi masalah yang akhirnya sulit untuk dikendalikan. Sangat wajar ketika ketegangan dan persinggungan terjadi dalam suatu masyarakat yang beragam, sebab bagaimanapun juga dalam masyarakat majemuk mesti terdapat persaingan dan justru dalam persaingan tersebut terdapat dinamika yang membentuk kedewasaan dalam mengatasi persoalanpersoalan yang muncul. Kemajemukan pada masyarakat multi etnis merupakan kunci dalam kemajuan daerah tersebut, itu dikarenakan perbedaan etnis justru membangun nilai gotong royong dalam masyarakat guna terbinanya nilai kekeluargaan dimasyarakat yang penuh perbedaan. Dalam beberapa hal memang agama dan etnis sangat berbeda yang satu dengan yang lain, namun perbedaan tersebut bukanlah jurang yang membentuk skat pembatas nilai keharmonisan. Dalam beberapa etnis atau budaya, ada yang mencampur-baurkan nilai agama dengan nilai budaya, sebagai contoh sederhana, masyarakat etnis Jawa Abangan yang masih kental akan nilai agama yang menyatu dengan kepercayaan dalam budaya mereka. Selain itu juga, etnis Bali yang masih menyatukan nilai agama dengan budaya dan hampir tidak ada batasan. Seharusnya semua itu membuat keberagaman etnis bisa dikendalikan dalam

4 kerangka doktrin agama yang menyatu dengan budaya dan menjadi pembatas tindakan anarkis suatu etnis. Perbedaan etnis merupakan kekayaan masyarakat indonesia, oleh sebab itu kita bisa mengenal perbedaan dan membuka pikiran kita dalam perspektif yang lebih luas tanpa harus kita pergi dari lingkungan tempat tinggal kita. Selain itu juga masyarakat yang multi etnis akan membuat etnis mereka secara internal lebih baik dan berkembang tanpa terkungkung oleh zaman yang terus berkembang. Dari perspektif antropologi, konflik merupakan fenomena sosial yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, terlebih lagi dalam masyarakat yang berbentuk multi budaya. Selain itu, konflik adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan bersama. Oleh karena itu, yang perlu dilakukan adalah bagaimana konflik itu dikendalikan dan diselesaikan secara damai dan bijaksana, agar tidak menimbulkan dis-integrasi sosial dalam kehidupan masyarakat. Kebijakan penanganan konflik sosial yang terjadi di berbagai daerah di nusantara kini diwadahi atau diatur terbaru dalam UU No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Kebijakan ini lahir karena maraknya konflik sosial yang terjadi di Indonesia. Berdasarkan data yang dimiliki Kemendagri, jumlah konflik sosial pada 2010 sebanyak 93 kasus. Kemudian menurun pada 2011 menjadi 77 kasus. Namun kemudian meningkat pada 2012 menjadi 89 kasus hingga akhir Agustus (Sumber: antaranews.com, 26 September 2012).

5 Pasal 4 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial menjelaskan mengenai Penanganan Konflik Sosial yang dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu Pencegahan Konflik, Penghentian Konflik, dan Pemulihan Pascakonflik. Pencegahan Konflik dilakukan antara lain melalui upaya memelihara kondisi damai dalam masyarakat; mengembangkan penyelesaian perselisihan secara damai; meredam potensi Konflik; dan membangun sistem peringatan dini. Penanganan Konflik pada saat terjadi Konflik dilakukan melalui upaya penghentian kekerasan fisik; penetapan Status Keadaan Konflik; tindakan darurat penyelamatan dan pelindungan korban; dan/atau pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI. Selanjutnya, Penanganan Konflik pada pascakonflik, Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban melakukan upaya Pemulihan Pascakonflik secara terencana, terpadu, berkelanjutan, dan terukur melalui upaya rekonsiliasi; rehabilitasi; dan rekonstruksi. Undang-Undang ini juga mengatur mengenai peran serta masyarakat dan pendanaan Penanganan Konflik. Pasal 10 UU No. 7 Tahun 2012 mengamanahkan dalam rangka pencegahan konflik maka Pemerintah Daerah diharapkan membangun sistem peringatan dini untuk mencegah: (a) Konflik di daerah yang diidentifikasi sebagai daerah potensi Konflik; dan/atau (b) perluasan Konflik di daerah yang sedang terjadi Konflik.

6 Sistem peringatan dini sebagaimana dimaksud dapat berupa penyampaian informasi mengenai potensi Konflik atau terjadinya Konflik di daerah tertentu kepada masyarakat. Pemerintah Daerah dapat membangun sistem peringatan dini sebagaimana dimaksud melalui media komunikasi. Kabupaten Lampung Selatan dapat dijadikan cermin kehidupan bagi daerahdaerah memiliki konflik agama atau etnis yang berkepanjangan tanpa ada titik temu perdamaian, seperti banyak terjadi di daerah-daerah yang ada di Indonesia, dan untuk mengatasi hal-hal yang tidak diinginkan maka dibentuk forum-forum dialog yang sifatnya terbuka untuk warga masyarakat. Seperti pertemuan yang dihadiri oleh kepala-kepala dusun dan sesepuh untuk membicarakan masalah-masalah yang terjadi di lingkungan sekitar melalui forum kerukunan umat beragama. Kabupaten Lampung Selatan memiliki 17 (tujuh belas) kecamatan dan sedikitnya 251 (dua ratus lima puluh satu) desa di dalamnya juga 31 (tiga puluh satu) pulau mengelilinginya, diseluruh kecamatan mempunyai keanekaragaman agama dan etnis yang berkembang pasca kolonisasi pertama pada tahun 1905 ketika pemerintahan kolonial belanda baik itu secara kelompok, spontan ataupun sisipan dan transmigrasi pertama pada tahun 1948 setelah negara merdeka dari penjajahan jepang (BPS Lamsel 2011). Kecamatan Palas merupakan salah satu kecamatan di Lampung Selatan yang memiliki 21 desa yang dihuni oleh bermacam-macam suku dan etnis yang memiliki adat istiadat yang berbeda sehingga sering terjadi konflik antar golongan dan kondisi konflik tersebut dibiarkan terpelihara oleh pemerintah

7 dengan tidak menyelesaikan akar permasalahan secara serius. Dari serangkaian konflik yang pernah terjadi di Kecamatan Palas, penyelesaian hanya dilakukan secara sepihak, yaitu pemerintah dengan etnis yang bertikai, bukan antara kedua etnis kelompok yang didamaikan secara musyawarah dan mufakat sehingga dapat menimbulkan potensi konflik yang berkepanjangan. Terkait permasalahan konflik sosial, Kecamatan Palas merupakan salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten Lampung Selatan yang pernah terjadi konflik sosial. Konflik yang pernah terjadi di Kecamatan Palas diantaranya konflik antarsuku yang sudah sering terjadi di kecamatan tersebut, konflik antar suku yang terakhir terjadi pada tahun 2009 yang melibatkan antara suku Semendo (Desa Palas Pasemah) dengan suku Bali (Desa Bali Agung), dimana konflik antar suku yang melibatkan warga kedua desa tersebut berawal dari perselisihan yang terjadi antar pemuda sehingga mengakibatkan terjadinya konflik antar desa. Menurut informasih yang didapat pada pra-riset konflik yang terjadi antara kedua desa tersebut bukanlah hal yang pertama terjadi melainkan sudah beberapa kali terjadi konflik yang melibatkan kedua desa tersebut. Akibat yang ditimbulkan dari konflik yang terjadi pada tahun 2009 antara warga masyarakat desa Palas Pasemah dengan warga masyarakat Bali Agung yaitu rusaknya beberapa rumah dan 1 korban meninggal dunia. Berdasarkan uraian latar belakang diatas yang mendeskripsikan fenomena konflik sosial di Kecamatan Palas dikaitkan dengan kondisi yang terjadi di lapangan maka penelitian ini menyoroti anatomi dan mekanisme penyelesaian

8 konflik sosial bernuansa SARA yang terjdi di Desa Palas Pasemah Kecamatan Palas Kabupaten Lampung. B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah penelitian adalah: Bagaimana anatomi konflik sosial dan mekanisme penyelesaiannya konflik bernuansa SARA yang terjadi di Desa Palas Pasemah Kecamatan Palas Kabupaten Lampung Selatan " C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah penelitian tersebut, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1. Mengetahui penyebab terjadinya Konflik Sosial bernuansa SARA yang terjadi di Desa Palas Pasema Kecamatan Palas; 2. Mengidentifikasi Pihak yang terlibat dalam Konflik Sosial yang terjadi di Desa Palas Pasemah; 3. Mendeskripsikan Proses terjadinya Konflik Sosial yang terjadi di Desa Palas Pasemah; 4. Mengetahui Dampak dari konflik Sosial yang terjadi di Desa Palas Pasemah; 5. Mengetahui mekanisme penyelesaian konflik sosial bernuansa SARA yang terjadi di Desa Palas Pasemah Kecamatan Palas.

9 D. Keguanaan Penelitian Kegunaan penelitian ini baik secara akademis maupun praktis adalah : 1. Secara akademis, Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan dan memperkaya khasanah keilmuan Sosiologi, khususnya studi tentang Sosiologi Konflik. 2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan dan masukan bagi pihak Aparatur Desa dan Tokoh Masyarakat serta pihak terkait lainnya untuk memahami dan meningkatkan peran dalam menangani konflik sosial yang terjadi di masyarakat.