BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan dan kualitas sumber daya manusia. merupakan faktor yang menentukan untuk meningkatan kesejahteraan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang harus ditangani dengan serius. Ditinjau dari masalah kesehatan dan gizi, terhadap kekurangan gizi (Hanum, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Anak yang sehat semakin bertambah umur semakin bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. beban permasalahan kesehatan masyarakat. Hingga saat ini polemik penanganan

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan ASI eksklusif atau pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak masih dalam

BAB I PENDAHULUAN. masalah gizi utama yang perlu mendapat perhatian. Masalah gizi secara

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

HUBUNGAN ANTARA UMUR PERTAMA PEMBERIAN MP ASI DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 6 12 BULAN DI DESA JATIMULYO KECAMATAN PEDAN KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. yang berusia antara satu sampai lima tahun. Masa periode di usia ini, balita

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. penurunan tingkat kecerdasan. Pada bayi dan anak, kekurangan gizi akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. masih berada dalam kandungan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, sehingga sering diistilahkan sebagai periode emas sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan zat gizi yang jumlahnya lebih banyak dengan kualitas tinggi.

RETNO DEWI NOVIYANTI J

RIZKY REZITA ANJARSARI J310

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai pada anak-anak maupun orang dewasa di negara

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KADARZI DENGAN ASUPAN ENERGI DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA JAGAN KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memasuki era globalisasi karena harus bersaing dengan negara-negara lain dalam

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Almatsier (2002), zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melalui perbaikan perilaku masyarakat dalam pemberian makanan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Makanan memiliki peranan penting dalam tumbuh kembang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK UMUR 1 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAKUAN BARU KOTA JAMBITAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita adalah masa yang membutuhkan perhatian lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang masih tersebar luas di negara-negara. berkembang termasuk di Indonesia, masalah yang timbul akibat asupan gizi

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian, karena merupakan kelompok yang rawan terhadap

KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Gizi. Disusun oleh : AGUSTINA ITRIANI J

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah gizi, yaitu kurang energi protein (KEP). Adanya gizi

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. semakin baik. Status gizi anak balita akan berkaitan erat dengan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. penting yaitu memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 30

ARIS SETYADI J

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

I. PENDAHULUAN. suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan. terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian balita dalam kurun waktu 1990 hingga 2015 (WHO, 2015).

dibawah usia 5 tahun (Anonim, Kompas, Mei 2005). Hal ini juga golongan masyarakat rentan gizi (Sediaoetama,1999).

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia (SDM). Ketersediaan pangan yang cukup belum dapat digunakan sebagai

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU TENTANG MP-ASI DENGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMBERIAN MP-ASI DI KELURAHAN JEMAWAN, KECAMATAN JATINOM, KABUPATEN KLATEN

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kesehatan dan gizi, sehingga membutuhkan perhatian dan

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya. Untuk menciptakan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. lebih dramatis dikatakan bahwa anak merupakan penanaman modal sosial

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. makanan (Anonim, 2008). Sementara masalah gizi di Indonesia mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 sebesar 34 per kelahiran hidup.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sangat berpengaruh dalam proses pertumbuhan dan. angaka kematian yang tinggi dan penyakit terutama pada kelompok usia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) ialah. menurunkan angka kematian anak (Bappenas, 2007). Kurang gizi merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional sebagai landasan kemajuan suatu bangsa, salah satu ciri bangsa yang maju adalah

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kematian bayi dan anak merupakan ciri yang umum

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. (1) anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya serta dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Stunted merupakan indikator untuk mengukur status gizi seseorang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia mengalami masalah gizi ganda, yaitu masalah gizi kurang

BAB I PENDAHULUAN. harus diperhatikan oleh ibu. Salah satu pemenuhan kebutuhan gizi bayi ialah

BAB I PENDAHULUAN. mampu berperan secara optimal dalam pembangunan. Karena peranan

BAB 1 : PENDAHULUAN. meningkatkan produktifitas anak sebagai penerus bangsa (1). Periode seribu hari,

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang kekurangan gizi dengan indeks BB/U kecil dari -2 SD dan kelebihan gizi yang

PENDAHULUAN. Setiap manusia mengalami siklus kehidupan mulai dari dalam. kandungan (janin), berkembang menjadi bayi, tumbuh menjadi anak,

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya sesuai untuk kebutuhan bayi. Zat-zat gizi yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan dalam pembangunan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas Sumber Daya Manusia. (SDM), karena keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. mengancam kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat diperlukan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. rangka mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas, terlebih pada

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Diare merupakan penyakit dengan tanda - tanda perubahan frekuensi buang air

BAB I PENDAHULUAN. usia dini sangat berdampak pada kehidupan anak di masa mendatang. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental

BAB I PENDAHULUAN. depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2025 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 adalah mengumpulkan. dan menganalisis data indikator MDG s kesehatan dan faktor yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. B. PENILAIAN STATUS GIZI Ukuran ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi darik pengaruh 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB V PEMBAHASAN. stunting pada balita ini dilaksanakan dari bulan Oktober - November 2016 di

BAB I PENDAHULUAN. kurang dalam hal pemberian makanan yang baik (Akhsan, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan nutrisinya baik dalam segi mutu ataupun jumlahnya. Untuk bayi 0-

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang dimulai sejak janin berada di kandungan sampai anak berusia 2 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung maupun tidak langsung. Status gizi secara langsung

1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat terpenuhi. Namun masalah gizi bukan hanya berdampak pada

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemampuan dan kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor yang menentukan untuk meningkatan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan bangsa. Unsur gizi merupakan faktor penting dalam membentuk SDM yang berkualitas. Tingginya prevalensi kejadian kurang gizi berpengaruh terhadap rendahnya kualitas SDM. Kekurangan gizi dapat mengakibatkan beberapa efek serius seperti kegagalan pertumbuhan fisik serta tidak optimalnya proses perkembangan dan kecerdasan anak. Apabila masalah kekurangan gizi terus terjadi maka hal ini dapat menjadi faktor penghambat pembangunan nasional (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2007). Indonesia masih mengalami masalah gizi ganda, yaitu masalah gizi kurang dan gizi lebih. Secara umum masalah gizi di Indonesia, terutama kekurangan energi protein (KEP) masih lebih tinggi daripada Negara ASEAN lainnya (Supariasa et al., 2012). Kelompok penduduk yang paling rentan terhadap gangguan kesehatan dan gizi adalah anak balita. Status gizi anak balita merupakan hal penting yang harus diketahui oleh setiap orangtua. Hal ini didasarkan fakta bahwa kurang gizi yang terjadi pada masa emas bersifat irreversible (tidak dapat pulih). Rentang usia 1-2 tahun merupakan masa kritis bagi anak karena pada usia ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat (Nurlinda, 2013). Kekurangan gizi pada masa ini dapat berdampak pada perkembangan otak, sehingga mempengaruhi kecerdasan anak 1

(Marimbi, 2010). Penyebab langsung dari gizi kurang adalah ketidakcukupan intake zat gizi dan infeksi namun faktor penyebabnya sangat kompleks, yaitu faktor pribadi, sosial, budaya, psikologis, ekonomi, politik, dan pendidikan. Apabila pengaruh faktor ini tidak berubah dan terus berlangsung maka risiko terjadinya malnutrisi akan lebih besar. Bila situasi ini berjalan dalam waktu yang lama dan berat hal ini dapat berakibat kematian ( Syafiq et al., 2012). Menurut Satoto, faktor yang cukup dominan yang menyebabkan meluasnya keadaan gizi kurang adalah perilaku yang salah dikalangan masyarakat dalam memilih dan memberikan makanan kepada anggota keluarganya, terutama kepada anak-anak. Anak balita merupakan konsumen pasif yang sangat tergantung orang lain untuk memenuhi kebutuhan zat gizinya. Konsumsi pangan anak dipengaruhi oleh pola asuh yang dilakukan keluarga terutama ibu dalam memberi makan bagi anak (Suprihatin, 2004). Pola asuh makan diantaranya meliputi aspek pemberian makanan, pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif, dan umur penyapihan (Fivi, 2006). Pemberian makanan meliputi kualitas dan kuantitas makanan yang diberikan pada anak. Pemberian makanan (feeding) dan perawatan (caring) yang tepat melalui pola asuh yang dilakukan ibu akan berpengaruh terhadap optimalnya pertumbuhan dan perkembangan anak. Pemberian makanan yang kurang tepat dapat menyebabkan asupan makan balita tidak adekuat sehingga berdampak menjadi kekurangan gizi (Istiany et al., 2013). Aspek selanjutnya sebagai bagian dari pola asuh makan yang menjadi penyebab timbulnya status gizi kurang pada balita diantaranya adalah praktek pemberian ASI, waktu penyapihan yang terlalu dini, dan pemberian makanan pengganti yang tidak sesuai dengan kebutuhan anak baik dalam 2

jenis dan jumlahnya (Suhardjo dalam Zai, 2003). Pemberian ASI pada bayi di 6 bulan pertama kehidupannya merupakan makanan yang mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan tubuh. Makanan yang diberikan terlalu dini justru dapat meningkatkan penyakit infeksi pada bayi yang secara langsung berpengaruh terhadap status gizi bayi (Waryana, 2010). ASI juga mengandung banyak zat kekebalan tubuh, faktor bifidus yang penting untuk merangsang pertumbuhan bakteri Lactobacillus bifidus guna membantu melindungi usus bayi dari peradangan atau penyakit infeksi yang disebabkan beberapa jenis bakteri merugikan (Riksani, 2012). Penelitian dari Susanty et al., 2012 menyatakan terdapat hubungan antara pola pemberian ASI berdasarkan frekuensi (OR=3,75) dan lama menyusui sehari (OR=3,05) dan merupakan faktor risiko kejadian gizi buruk. Penelitian lainnya dari Kramer et al., (2003) membuktikan bahwa pemberian ASI eksklusif dapat menurunkan risiko infeksi gastrointestinal dan tidak ada efek yang merugikan bagi kesehatan di tahun pertama kehidupannya. Menyapih secara harfiah berarti membiasakan, maksudnya bayi secara berangsur-angsur dibiasakan mengkonsumsi makanan orang dewasa. Selama masa penyapihan makanan bayi akan berubah dari ASI saja ke makanan yang lazim dikonsumsi keluarga. Malnutrisi lebih sering terjadi pada masa ini bila dibandingkan periode 4-6 bulan karena tidak sedikit ibu yang tidak mengerti kebutuhan bayi, belum mampu menyediakan makanan yang bernilai gizi baik (Badriah, 2011). Penyapihan lebih baik pada usia anak mencapai 24 bulan karena zat gizi dan antibodi dalam ASI diproduksi sampai anak usia 2 tahun. Balita seharusnya mendapat MP ASI untuk mencegah kekurangan zat gizi pada masa penyapihan. Masa penyapihan dapat 3

menjadi pada waktu yang berbahaya bagi bayi. Bayi yang kurang gizi mungkin akan menjadi lebih buruk keadaanya pada masa penyapihan. Makanan yang tidak cukup dan adanya penyakit membuat bayi tidak tumbuh dengan baik (Syukriawati, 2011). Pemberian ASI dan MP ASI yang tepat akan mempengaruhi konsumsi zat gizi sesuai dengan kebutuhan anak sehingga konsumsi yang baik dapat mempengaruhi status gizi anak menjadi baik ( Zai, 2003). Hal ini dibuktikan dengan penelitian Septiana et al., (2010) yang menyatakan terdapat hubungan antara pola pemberian MP ASI dengan status gizi balita. Konsumsi makanan yang tidak tepat akan berdampak pada status gizinya, artinya pemberian energi dan protein yang kurang dari kebutuhan dalam jangka waktu yang lama akan menghambat pertumbuhan, bahkan mengurangi cadangan energi dan protein sebagai sumber energi dalam tubuh, sehingga terjadi keadaan gizi kurang maupun buruk (Podjiadi dalam Syukriawati, 2011). Penelitian dari Saha et al., (2008) memberikan bukti efek positif praktek pemberian makan bayi yang baik terhadap pertumbuhan di masa kanak-kanak. Dengan kata lain semakin baik pola asuh maka tingkat konsumsi juga semakin baik dan akhirnya akan mempengaruhi keadaan gizi anak. Status gizi sangat terkait dengan faktor sosial ekonomi, dalam hal ini adalah tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan keluarga. Semakin tinggi pendidikan dan pengetahuan terdapat kemungkinan semakin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, pola pengasuhan anak dan keluarga serta semakin banyak memanfaatkan pelayanan yang ada (Waryana, 2010). Menurut Atmarita dan Fallah (2004) tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang untuk mengimplementasikan 4

pengetahuannya dalam perilaku khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Dengan demikian pendidikan ibu akan berkaitan dengan sikap dan tindakan ibu dalam menangani masalah kurang gizi pada balitanya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ulfani et al.,(2011) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan berhubungan dengan status gizi kurang. Kondisi status pekerjaan ibu juga dapat mempengaruhi status gizi. Ibu yang bekerja akan menyebabkan tersitanya waktu yang dicurahkan untuk mengurus anaknya sehingga perhatian yang diterima oleh anak akan berkurang dan akibatnya makanan yang dimakan oleh anak kurang mendapat perhatian (Kusumaningrum, 2003). Prevalensi gizi kurang secara nasional pada tahun 2013 adalah 19,6%, terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4%) dan tahun 2010 (17,9%) terlihat meningkat (Riskesdas, 2013). Berdasarkan data pemantauan status gizi yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Sukoharjo pada tahun 2014 diketahui prevalensi balita gizi kurang di Puskesmas Mojolaban yaitu sebesar 7,05% dan 0,79% gizi buruk. Wilayah kerja Puskesmas Mojolaban terbagi menjadi 15 desa dan berdasarkan data pemantauan status gizi desa yang memiliki prevalensi gizi kurang paling banyak terjadi di desa Tegalmade yaitu sebesar 12,66% (DKK Sukoharjo, 2014). Berdasarkan latar belakang diatas peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian mengenai faktor risiko berkaitan dengan kejadian gizi kurang pada anak usia 24-36 bulan di desa Tegalmade Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo. 5

B. Rumusan masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah ada faktor risiko berkaitan dengan gizi kurang pada anak usia 24-36 bulan di desa Tegalmade Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui faktor risiko berkaitan dengan kejadian gizi kurang pada anak usia 24-36 bulan di desa Tegalmade Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo. 2. Tujuan khusus a. Mendiskripsikan status ASI eksklusif dan umur penyapihan pada anak usia 24-36 bulan di desa Tegalmade Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo b. Mendiskripsikan tingkat pendidikan ibu pada anak usia 24-36 bulan di desa Tegalmade Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo c. Mendiskripsikan status pekerjaan ibu pada anak usia 24-36 bulan di desa Tegalmade Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo. d. Mengetahui risiko status ASI eksklusif dan umur penyapihan terhadap kejadian gizi kurang pada anak usia 24-36 bulan di desa Tegalmade Kecamatan Mojolaban Kabupaten sukoharjo. e. Mengetahui risiko tingkat pendidikan ibu terhadap kejadian gizi kurang pada anak usia 24-36 bulan di desa Tegalmade Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo. 6

f. Mengetahui risiko status pekerjaan ibu terhadap kejadian gizi kurang pada anak usia 24-36 bulan di desa Tegalmade Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo. g. Menginternalisasi nilai-nilai keislaman pada proses penelitian khususnya mengenai ayat Al-Qur an yang bekaitan dengan variabel penelitian. D. Manfaat 1. Bagi orangtua balita Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai status gizi pada balita khususnya di desa Tegalmade Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo. 2. Bagi Puskesmas Mojolaban Penelitian ini sebagai informasi dan masukan bagi instansi kesehatan mengenai faktor yang berkaitan gizi kurang pada balita, sehingga dapat dijadikan evaluasi program pencegahan terjadinya gizi kurang pada balita khususnya di Puskesmas Mojolaban Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo. 3. Bagi peneliti lain Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan dapat digunakan sebagai bahan acuan dan masukan bagi penelitian selanjutnya. 7