BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian Selatan dan Timur Indonesia terdapat

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan

BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

TENTANG KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI MERAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yaitu dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

PERUBAHAN KONDISI FISIK PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 DI DESA GLAGAHARJO PROVINSI DIY

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Rapid Assessment Terhadap Kerusakan Bangunan Akibat Erupsi Merapi Tahun 2010

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan

Bersama ini dengan hormat disampaikan tentang perkembangan kegiatan G. Kelud di Kabupaten Kediri, Blitar dan Malang, Provinsi Jawa Timur.

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

BAB III METODE PENELITIAN

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI PENUTUP. Pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010, Pemerintah Pusat melalui Badan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi Kapasitas Kelembagaan Program Sister Village sebagai Bentuk

KEADAAN UMUM WILAYAH. koorditat 07 º 40 42,7 LS 07 º 28 51,4 LS dan 110º 27 59,9 BT - 110º 28

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah salah satu sumber daya alam yang memiliki manfaat

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

Kajian Struktur Ruang Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Merapi Kabupaten Sleman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertanyaan penelitian; (3) tujuan penelitian; (4) manfaat penelitian; (5) batasan

BAB I PENDAHULUAN. yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan. kualitas karena terdapat kerusakan lingkungan dimana kerusakan

BAB VII PENATAAN RUANG KAWASAN RAWAN LETUSAN GUNUNG BERAPI DAN KAWASAN RAWAN GEMPA BUMI [14]

BAB III LANDASAN TEORI

KONDISI TANAH DAN TEKNIK REHABILITASI LAHAN PASCA-ERUPSI GUNUNG MERAPI. Deddy Erfandi, Yoyo Soelaeman, Abdullah Abas Idjuddin, dan Kasdi Subagyono

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu

II. PENGAMATAN 2.1. VISUAL

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui

Jenis Bahaya Geologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and

BAB I PENDAHULUAN. samudra Hindia, dan Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman 2013

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Secara historis, Indonesia merupakan Negara dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan

PERENCANAAN HUNTAP PAGERJURANG

BAB I PENDAHULUAN 1. Pengantar 1.1. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 merupakan bencana alam besar yang melanda Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. harta benda, dan dampak psikologis. Penanggulangan bencana merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. faktor alam dan non alam yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,

PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkaran gunung api (ring of fire). Posisi tersebut menyebabkan Indonesia

SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNG API GAMALAMA DI PERMUKIMAN KAMPUNG TUBO KOTA TERNATE

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN STATUS POTENSI BENCANA

BAB I PENDAHULUAN I - 1

Perencanaan Partisipatif Kelompok 7

BAB I PENDAHULUAN. oleh geometri global dari lempeng tektonik (Smith, 1996). Letak Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan dengan masih aktifnya proses erupsi dan peningkatan aktifitas

BAB I PENDAHULUAN. Gunungapi Sinabung merupakan gunungapi yang terletak di Dataran Tinggi

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I PENDAHULUAN. Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah

BAB I PENDAHULUAN pulau, terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan di antara dua

Dr.Ir. Gunawan Budiyanto (2) PENDAHULUAN.

Penataan Ruang Berbasis Multipihak Pasca Erupsi Merapi

1.1. G. PUET SAGOE, NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Sumber : id.wikipedia.org Gambar 2.1 Gunung Merapi

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014

DAMPAK ERUPSI GUNUNG MERAPI TERHADAP KERUGIAN EKONOMI PADA USAHA PETERNAKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alam, selain menyimpan potensi kekayaan yang berguna bagi

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 2010 tercatat sebagai bencana terbesar selama periode 100 tahun terakhir siklus gunung berapi teraktif di Pulau Jawa. Letusan Merapi tersebut meluluhlantakan kehidupan masyarakat terdampak meliputi sektor permukiman, infrastruktur, ekonomi, sosial dan budaya. Total kerugian keseluruhan kerugian tersebut menurut laporan BNPB tercatat hingga mencapai Rp. 3,6 Trilyun. Efek letusan Merapi periode tahun 2010 telah menyebabkan perubahanperubahan fisik alam. Perubahan yang terjadi antara lain adalah (1) perubahan kubah puncak Merapi yaitu terjadi pembukaan kawah melebar ke arah selatan sepanjang 400 meter dan mengarah ke Sungai Gendol dan (2) perubahan permukaan lahan dan kedalaman sungai akibat aliran lahar. Dengan adanya perubahan-perubahan fisik alam akibat letusan Merapi tahun 2010 maka dapat diprediksikan bahwa ancaman bencana Merapi ke depan akan lebih mengarah ke wilayah selatan Gunung Merapi mengikuti alur sungai Gendol yang meliputi wilayah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Klaten. Perubahan cakupan wilayah bencana pasca letusan Merapi tahun 2010 menjadi pertimbangan bagi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral untuk menetapkan kawasan rawan bencana terbaru dalam Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi, Provinsi

2 Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta 2010. Peta kawasan rawan bencana tersebut menjelaskan tingkat kerawanan kawasan di sekitar Gunung Merapi berdasarkan jangkauan ancaman bahaya material berupa awan panas, hujan abu lebat, lontaran batu pijar dan lahar dalam tiga kawasan yaitu KRB III, KRB II dan KRB I. Kawasan Rawan Bencana III merupakan kawasan dengan tingkat kerawanan tertinggi karena posisinya dekat dengan sumber bahaya sehingga berpotensi terlanda material keluaran gunung Merapi berupa awan panas, aliran lava, guguran batu, lontaran batu (pijar), gas beracun dan hujan abu lebat. Oleh karena tingkat kerawanan yang tinggi, maka kawasan tersebut (KRB III) direkomendasikan untuk tidak digunakan sebagai hunian tetap atau permukiman kembali dan perlu tindakan pengurangan kerentanan. Rekomendasi tersebut menjadi acuan bersama bagi para stakeholder sebagai dasar pertimbangan kebijakan maupun program yang dilaksanakan di kawasan tersebut. Untuk memaduserasikan kegiatan ataupun program pembangunan kembali di wilayah bencana pasca erupsi Merapi dan membangun kesepahaman serta komitmen antar stakeholder yang terlibat maka BNPB dan Bappenas telah menuangkan kebijakan dalam dokumen Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Pascabencana Erupsi Merapi di Provinsi D.I. Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2013. Kebijakan terkait dengan permukiman kembali korban bencana yang tertuang dalam dokumen tersebut antara lain adalah pelaksanaan pembangunan hunian tetap pascabencan dengan relokasi bagi penduduk yang terdampak langsung maupun yang tinggal di wilayah

3 Kawasan Rawan Bencana III. Muntahan material Merapi tidak hanya merusak lahan pertanian akan tetapi juga mengubur sejumlah dusun dan merusak ribuan rumah tinggal penduduk. Dalam catatan BNPB tahun 2011 kerusakan di sektor permukiman akibat terjangan material Merapi secara keseluruhan mencapai 2856 rumah rusak berat dengan rincian 2.682 unit di Provinsi D.I.Yogyakarta dan 174 unit di Provinsi Jawa Tengah. Terkait dengan penanganan dampak bencana Merapi tahun 2010 Pemerintah telah menetapkan 3 tahap kegiatan penanganan yaitu: (1) Tanggap Darurat: sejak terjadinya erupsi sampai dengan Desember 2010; (2) Pemulihan Awal: sejak awal Januari sampai dengan akhir April 2011; (3) Rehabilitasi- Rekonstruksi yang dimulai pada Mei 2011. Program pembangunan hunian tetap pasca bencana merupakan salah satu program rekonstruksi pasca bencana sektor permukiman yang dilaksanakan pada tahun anggaran tahun 2011 sampai dengan 2013. Pembangunan kembali sektor permukiman berdasarkan arahan dalam RENAKSI BNPB memperhatikan kebijakan relokasi yang aman bagi permukiman kembali masyarakat berdasarkan penataan ruang dengan pertimbangan aspek mitigasi dan pengurangan risiko bencana. Sesuai RENAKSI BNPB, pembangunan hunian tetap pasca letusan Merapi tahun 2010 dikoordinasikan oleh Kementerian Pekerjaan Umum melalui mekanisme Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas (REKOMPAK).

4 Pemerintah memberikan dua alternatif pilihan relokasi untuk masyarakat korban bencana Merapi tahun 2010 yaitu melalui mekanisme; 1. relokasi hunian tetap kolektif menggunakan lokasi yang disediakan oleh pemerintah yaitu menggunakan tanah-tanah yang menjadi milik pemerintah daerah seperti tanah kas desa. 2. relokasi mandiri atau inisiatif masyarakat adalah menggunakan lokasi yang diinginkan oleh masyarakat sendiri baik secara kolektif maupun secara individu sepanjang lokasi tersebut tidak termasuk dalam wilayah KRB III. Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman yang terletak di bagian selatan Merapi merupakan wilayah dengan tingkat kerusakan sektor perumahan yang paling parah terkena dampak erupsi dan aliran awan panas. Berdasarkan data dari penelitian sebelumnya oleh Syafrudin (2011) menyatakan bahwa bencana Merapi tahun 2010 telah mengakibatkan kerusakan rumah sebanyak 2.526 unit dan bangunan fasilitas permukiman sebanyak 182 unit meliputi lima desa administratif di Kecamatan Cangkringan. Disebutkan bahwa meliputi radius ± 7 Km dari puncak Merapi yaitu di Desa Kepuharjo dan Umbulharjo merupakan daerah dengan kerusakan bangunan sangat parah dimana kondisi rumah dan bangunan lain telah hancur dan rata dengan tanah ataupun hilang tanpa bekas. Sebagian Kecamatan Cangkringan merujuk pada Peta Kawasan Rawan Bencana termasuk dalam areal yang terdampak langsung dan wilayah KRB III sehingga harus direlokasikan. Program relokasi hunian tetap untuk korban Merapi pada awalnya sempat mendapat penolakan dari masyarakat. Beberapa alasan penolakan yang sempat

5 mengemuka ke publik antara lain adalah masalah kejelasan status lahan masyarakat baik tanah pertanian maupun bekas rumah hunian serta adanya ikatan budaya dan sosial yang kuat terbentuk turun temurun antara masyarakat dengan gunung Merapi. Setelah melalui proses yang cukup panjang akhirnya sebagian dari masyarakat di Kecamatan Cangkringan memberi respon positif dan secara sukarela mengikuti program relokasi. Akan tetapi sebagian masyarakat lainnya tetap menolak ide tersebut dan memilih membangun kembali hunian tetap di atas tanah yang mereka miliki dulu. Pembangunan hunian tetap relokasi pasca letusan Merapi tahun 2010 dengan dinamikanya merupakan isu aktual yang menarik untuk diteliti. Pembangunan hunian tetap pasca bencana tidak hanya sekedar pembangunan fisik semata akan tetapi juga sebagai kesempatan untuk membangun kehidupan yang lebih aman dan lebih baik dari kondisi sebelumnya (build back safer & build back better). Pembangunan hunian tetap pasca bencana Merapi tahun 2010 memuat isu kontemporer yang dapat memperkaya khasanah kajian tentang permukiman kembali pasca bencana. Peneliti tertarik untuk meneliti lebih mendalam mengenai proses pembangunan kawasan hunian tetap pasca bencana Merapi dengan menggunakan metode studi kasus. Peneliti ingin mengetahui lebih lanjut bagaimanakah proses pembangunan kawasan hunian tetap relokasi pasca bencana Merapi tahun 2010 di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman sebagai sebuah studi kasus penanganan kawasan permukiman pasca bencana.

6 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah proses rekonstruksi hunian tetap pasca bencana Gunung Merapi tahun 20120 dengan mekanisme relokasi di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman? 2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi proses rekonstruksi hunian tetap pasca bencana Merapi tahun 2010 dengan mekanisme relokasi di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan proses rekonstruksi hunian tetap pasca bencana Merapi tahun 2010 dengan mekanisme relokasi di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi proses rekonstruksi hunian tetap pasca bencana Merapi tahun 2010 dengan mekanisme relokasi di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. 1.4 Manfaat penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1. Masyarakat korban bencana Merapi pada khususnya dan korban bencana lain terkait dengan permukiman kembali pasca bencana. 2. Pemerintah sebagai bahan pertimbangan dalam penanganan bencana alam terutama yang berkaitan dengan kebijaksanaan relokasi. 3. Pengembangan ilmu berkaitan dengan pemukiman kembali masyarakat pasca bencana.

7 1.5 Lingkup Studi Kasus Untuk memperjelas dan memfokuskan permasalahan yang dibahas, maka penulis membatasi obyek penelitian pada program hunian tetap pasca bencana Merapi tahun 2010 melalui mekanisme relokasi yang telah dilaksanakan dari bulan februari 2011 sampai bulan Desember tahun 2012. Adapun batasan lokasi penelitian adalah di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lingkup studi kasus proses pembangunan kawasan hunian tetap pasca bencana Merapi Tahun 2010 adalah sebagaimana gambar 1.1. 1.6 Keaslian penelitian Pilar utama penelitian adalah lokus, fokus dan metode penelitian. Penelitian tentang Gunung Merapi telah banyak dilakukan antara lain: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Dwita Had Rahmi (1996) berjudul Evaluasi Purna Huni Perumahan di lokasi Pemukiman Kembali Korban Bencana Gunung Merapi. Lokus : Relokasi Sudimoro. Fokus : Mengetahui persepsi penghuni dan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan penghuni terhadap kondisi lingkungan dan rancangan tata ruang. Metode : Deskriptif.

8 Bencana Merapi Tahun 2010 Rumah rusak DIY : 2682 Jateng : 602 Pemenuhan kebutuhan dasar sektor permukiman Tanggap Darurat Barak Pengungsian Oktober 2010 -April 2011 1. Rekomendasi KRB III tidak dapat digunakan untuk hunian kembali 2. Perbup Sleman Nomor 20 Tahun 2011 tentang 9 dusun yang tidak dapat dihuni lagi 3. Renaksi Rehab Rekon Merapi BNPB Juli 2011 Tahap Pemulihan Dini Hunian Sementara Januari 2011- Desember 2012 Tahap Rekonstruksi Hunian Tetap Juli 2011- Desember 2013 Kembali hunian awal Relokasi Kelompok Tanah Kas Desa Hunian Tetap Relokasi Relokasi Kelompok Tanah Mandiri Studi Kasus Proses Pembangunan Kawasan Huntap Di Kecamatan Cangkringan Relokasi Tanah Mandiri Individu Relokasi swasta Gambar 1.1 Skema Studi Kasus Proses Pembangunan Hunian Tetap Pasca Bencana Merapi Tahun 2010

9 2. Tri Wibawawanti (2003) Kajian perilaku penduduk dalam memanfaatkan ruang permukiman relokasi pasca bencana merapi di dusun Sudimoro Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman. Lokus : Relokasi Sudimoro, Kecamatan Pakem, Kabuapten Pakem. Fokus : Perilaku penghuni dalam memanfaatkan ruang permukiman relokasi Sudimoro dan kendala yang dihadapi. Metode : Deskriptif kualitatif. 3. Abdur Rahman (2011) Gap between resettlement policy of sleman Regency and Victim's preferences after mount merapi eruption in 2010. Lokus : Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Pakem Fokus : Adanya gap antara kebijakan pemerintah dan preferensi korban selama proses evakuasi dan permukiman kembali para korban. Berdasarkan analisis faktor menunjukan bahwa preferensi bermukim dipengaruhi keamanan erupsi merapi, hubungan sosial, atribut personal, kesenangan terhadap lingkungan, dan pekerjaan. Metode: : Deduktif kuantitatif dan kualitatif 4. Toni Wahyu Kusuma (2011) Perubahan tata fisik dan tata kehidupan sosial ekonomi masyarakat setelah erupsi gunung merapi tahun 2010 di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokus : Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.

10 Fokus : Kerusakan fisik mengubah tatanan kegiatan sosial ekonomi, ketidakpastian dan kesulitan ekonomi, derita batin dan ketidaktenangan, hubungan sosial renggang. Metode : Induktif kualitatif. 5. Syafrudin (2011) Pola kerusakan permukiman lereng merapi pasca erupsi Merapi Nopember 2010 di Kecamatan Cangkringan. Lokus : Kecamatan Cangkringan Fokus : Mencari pola kerusakan pemukiman di lereng Merapi pasca erupsi Merapi pada bulan Oktober-Nopember 2011 Metode : Deskriptif eksplanatori 6. Harry Priyanto Putra (2012) Pembangunan Huntara Pasca Bencana Merapi di Kabupaten Sleman. Lokus : Kecamatan Cangkringan. Fokus : Deskripsi perencanaan dan pembangunan huntara pasca bencana Merapi tahun 2010 model pemerintah dan swasta. Metode : Deskriptif eksplorasi. 7. Wiwit Setyowati (2010) Konsep Spasial Permukiman Dusun Pelemsari, Umbulharjo, Cangkringan Yogyakarta. Lokus : Dusun Pelemsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Fokus : Gambaran deskriptif ideografis konsep permukiman Dusun Pelemsari berdasarkan sosiokultural kekerabatan. Metode : Kualitatif Naturalistik