PENGAKARAN SETEK BATANG MAWAR MINI (Rosa hybrida L.) MENGGUNAKAN KOMBINASI KONSENTRASI AUKSIN (IBA DAN NAA) YANG BERBEDA. Oleh ESTER YENTINA A

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Mawar

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Jeruk Besar (Pamelo)

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai aneka ragam tanaman hias, baik tanaman hias daun maupun

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica)

I. PENDAHULUAN. keunggulan dalam penggunaan kayunya. Jati termasuk tanaman yang dapat tumbuh

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh konsentrasi dan lama perendaman IAA (Indole Acetic

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan salah satu sumber pangan penting di Indonesia dan di dunia,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis

Tipe perkecambahan epigeal

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

I. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang

KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN RITA RAHARDIYANTI

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tanaman hias khususnya bunga merupakan salah satu komoditas hortikultura

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pisang adalah tanaman herba yang berasal dari kawasan Asia Tenggara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan

I. PENDAHULUAN. Lada (Piper nigrum Linn.) merupakan tanaman rempah-rempah yang memiliki

I. PENDAHULUAN. karbohidrat sehingga dapat dijadikan alternatif makanan pokok. Selain

TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan, termasuk klasifikasi sebagai berikut; divisio : spermatophyta;

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman buah naga adalah sebagai berikut ; Divisi: Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo:

PENGGUNAAN IAA DAN BAP UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS TANAMAN Anthurium andreanum DALAM KULTUR IN VITRO

PENGARUH KONSENTRASI INDOLE BUTYRIC ACID (IBA) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN SETEK PUCUK JAMBU AIR (Syzygium semarangense Burm. F.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Kombinasi BAP dan IBA terhadap Waktu Munculnya Tunas Akasia (Acacia mangium Willd.)

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

I. PENDAHULUAN. Bunga Gladiol (Gladiolus hybridus L) merupakan bunga potong yang menarik

I. PENDAHULUAN. Gladiol merupakan salah satu komoditas hortikultura sebagai penghasil bunga potong

II. TINJAUAN PUSTAKA. Anggrek termasuk dalam famili Orchidaceae. Orchidaceae merupakan famili

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas

PELAKSANAAN PENELITIAN. Disiapkan batang atas ubi karet dan batang bawah ubi kayu gajah yang. berumur 8 bulan dan dipotong sepanjang 25 cm.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengatnatan terhadap parameter saat muncul tunas setelah dianalisis. Saat muncul tunas (hari)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Kabupaten Bantul, Daerah istimewa Yogyakarta. Waktu pelaksanaan dimulai

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Lapangan Terpadu Kampus Gedung Meneng Fakultas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Genus Gladiolus yang tergolong dalam famili Iridaceae ini mempunyai 180 jenis

PENGARUH PEMBERIAN BIO URIN SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill).

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP PERTUMBUHAN JERUK KEPROK (CITRUS NOBILIS LOUR) VAR. PULAU TENGAH: Rensi Novianti dan Muswita

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat Rancangan Percobaan Yijk ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

TINJAUAN PUSTAKA Botani Nenas

PENGARUH KONSENTRASI BAWANG MERAH (Alium cepa L.) TERHADAP PERTUMBUHAN SETEK GAHARU (Aquilaria malaccencis OKEN)

PENGARUH KONSENTRASI BAWANG MERAH (Alium cepa L.) TERHADAP PERTUMBUHAN SETEK GAHARU (Aquilaria malaccencis OKEN)

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Percobaan I: Pengaruh Tingkat Berbuah Sebelumnya dan Letak Strangulasi Terhadap Pembungaan Jeruk Pamelo Cikoneng

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Benih Kedelai. penyediaan benih berkualitas tinggi. Pengadaan benih kedelai dalam jumlah yang

Repositori FMIPA UNISMA

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE. Gambar 2. Bibit Caladium asal Kultur Jaringan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

Transkripsi:

i PENGAKARAN SETEK BATANG MAWAR MINI (Rosa hybrida L.) MENGGUNAKAN KOMBINASI KONSENTRASI AUKSIN (IBA DAN NAA) YANG BERBEDA Oleh ESTER YENTINA A24061038 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

iii RINGKASAN ESTER YENTINA. Pengakaran Setek Batang Mawar Mini (Rosa hybrida L.) Menggunakan Kombinasi Konsentrasi Auksin (IBA dan NAA) yang Berbeda. Dibimbing oleh NURHAJATI ANSORI MATTJIK. Mawar merupakan salah satu bunga yang paling terkenal di dunia. Perbanyakan mawar dapat dilakukan melalui biji, setek, dan okulasi. Penampakan tanaman yang disetek sama dengan induknya dan lebih menarik dibandingkan dengan yang diokulasi. Pertumbuhan dari akar tanaman yang disetek dapat dipacu dengan menggunakan hormon pengakaran yaitu auksin. IBA (indole-3-butyric acid) dan NAA (naphthalene acetic acid) merupakan dua macam auksin yang paling sering digunakan untuk pembentukan akar adventif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi IBA dan NAA yang tepat dan berpengaruh baik terhadap pengakaran setek batang mawar mini (Rosa hybrida L.), serta mengetahui interaksi antara keduanya yang juga akan berpengaruh baik terhadap pengakaran setek batang mawar mini (Rosa hybrida L.) Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Hias (BALITHI) Segunung, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Maret sampai dengan bulan Agustus 2010. Penelitian ini menggunakan rancangan perlakuan faktorial, disusun dalam rancangan lingkungan acak lengkap. Faktor pertama adalah IBA (indole-3-butyric acid) dan faktor kedua adalah NAA (naphthalene acetic acid) masing-masing dengan lima taraf konsentrasi yaitu 0 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm dan 400 ppm. Bahan tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah mawar mini kultivar Romantica Meilandina yang telah berumur 1 tahun. Bagian yang digunakan adalah bagian tengah batang sehingga tidak terlalu tua maupun terlalu muda. Bahan lain yang digunakan adalah IBA (indole-3-butyric acid) dan NAA (naphthalene acetic acid). Pada awal tanam hingga 4 MST setek ditanam di bedeng dengan menggunakan media arang sekam dan pada 4 MST setek

iv dipindahkan ke pot menggunakan media campuran arang sekam, pupuk kandang kuda, dan pasir malang dengan perbandingan (2:1:1). Perlakuan perendaman IBA pada konsentrasi 200 ppm mempercepat waktu munculnya akar dan meningkatkan panjang akar yaitu pada 10.2 hari dan 1.87 cm, dan pada konsentrasi 400 ppm meningkatkan jumlah akar sebesar 11.13. Perlakuan perendaman NAA pada konsentrasi 100 ppm mempengaruhi persentase setek hidup sebesar 60%. Interaksi antara IBA dengan NAA terdapat pada peubah panjang tunas pada kombinasi perlakuan IBA 400 ppm + NAA 100 ppm yaitu sebesar 0.72 cm.

ii PENGAKARAN SETEK BATANG MAWAR MINI (Rosa hybrida L.) MENGGUNAKAN KOMBINASI KONSENTRASI AUKSIN (IBA DAN NAA) YANG BERBEDA Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : Ester Yentina A24061038 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

v Judul Nama NIM : PENGAKARAN SETEK BATANG MAWAR MINI (Rosa hybrida L.) MENGGUNAKAN KOMBINASI KONSENTRASI AUKSIN (IBA DAN NAA) YANG BERBEDA : ESTER YENTINA : A24061038 Menyetujui, Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Nurhajati Ansori Mattjik, MS. NIP. 19460807.197301.2.001 Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr. NIP. 19611101.198703.1.003 Tanggal Lulus:

vi RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 3 Oktober 1988 sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara, anak dari pasangan Bapak Edward Butarbutar dan Ibu Lasminar Gultom. Riwayat pendidikan penulis dimulai tahun 1994 di SD Negeri 11 Cibubur. Setelah lulus penulis melanjutkan studi di SLTP Negeri 147 Jakarta hingga tahun 2003. Kemudian penulis melanjutkan studi di SMU Negeri 99 Jakarta hingga tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Setelah satu tahun melalui Tingkat Persiapan Bersama (TPB), tahun 2007 penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Selama di IPB penulis aktif mengikuti kegiatan Persekutuan Fakultas (PF) Pertanian mahasiswa Kristen. Pada tahun 2008 penulis menjadi Bendahara Persekutuan Fakultas Pertanian hingga tahun 2009. Penulis juga mengikuti kegiatan magang di Indoflowers Nursery selama satu bulan. Penulis melakukan penelitian dengan judul Pengakaran Setek Batang Mawar Mini (Rosa hybrida L.) menggunakan kombinasi Konsentrasi Auksin (IBA dan NAA) yang Berbeda.

vii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas hikmat, berkat dan anugerahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengakaran Setek Batang Mawar Mini (Rosa hybrida L.) Menggunakan Kombinasi Konsentrasi Auksin (IBA dan NAA) yang Berbeda. Penelitian didasarkan pada kebutuhan informasi akan kombinasi konsentrasi auksin (IBA dan NAA) yang tepat, yang akan berpengaruh baik terhadap pengakaran setek batang mawar mini. Penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak dalam penulisan skripsi ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Nurhajati Ansori Mattjik, MS. sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan serta pengarahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 2. Dr. Dewi Sukma, SP, MSi dan Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MS. sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran untuk perbaikan skripsi ini. 3. Willy B. Suwarno, SP, MSi sebagai pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan akademik. 4. Balai Penelitian Tanaman Hias (BALITHI) yang telah menyediakan tempat dan bahan penelitian. 5. Ir. Yoyo Sulyo, MS dan Yiyin Nsasihin, SP yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama penelitian ini berlangsung di BALITHI. 6. Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan doa, semangat dan dorongan selama ini. 7. Sadewi, Megaria, Hilaria, Diana, Fiona, Rara, Melisda, Yuli, Gladis, Rosi, Zeny, Nehemia, Agus, dan semua rekan AGH atas bantuan dan motivasinya. Semoga karya ilmiah ini berguna bagi semua pihak yang membutuhkan dan sebagai informasi untuk penelitian selanjutnya. Bogor, Mei 2011 Penulis

viii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Hipotesis... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Taksonomi Mawar... 4 Kegunaan dan Syarat Tumbuh Mawar... 5 Setek... 7 Zat Pengatur Tumbuh... 9 Auksin... 10 BAHAN DAN METODE... 12 Waktu dan Tempat... 12 Bahan dan Alat... 12 Metode Penelitian... 12 Pelaksanaan Penelitian... 13 Pengamatan... 14 HASIL DAN PEMBAHASAN... 16 Keadaan Umum... 16 Waktu Munculnya Akar... 19 Jumlah Akar... 21 Panjang Akar... 24 Persentase Setek Hidup... 27 Panjang Tunas... 30 Jumlah Bunga... 32 Bobot Basah dan Bobot Kering Akar... 35 KESIMPULAN DAN SARAN... 38 DAFTAR PUSTAKA... 39

ix DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Produksi Tanaman Hias di Indonesia Tahun 2006-2010 5 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Setek Mawar Mini (Rosa hybrida L.) pada Berbagai Peubah Pengamatan. 3. Waktu Munculnya Akar pada Berbagai Perlakuan Perendaman IBA... 18 20 4. Jumlah Akar pada Berbagai Perlakuan Perendaman IBA.. 22 5. Panjang Akar pada Berbagai Perlakuan Perendaman IBA... 25 6. Persentase Setek Hidup pada Berbagai Perlakuan Perendaman NAA... 7. Interaksi Kombinasi Konsentrasi IBA dan NAA terhadap Panjang Tunas. 27 30

x DAFTAR GAMBAR Nomor 1. Setek Mawar Mini di Lokasi Penelitian Umur 2 MST (a); Setek Mawar Mini Umur 17 MST (b).. Halaman 16 2. Pengaruh Konsentrasi IBA terhadap Waktu Munculnya Akar... 19 3. Waktu Munculnya Akar pada berbagai Perlakuan Perendaman NAA 4. Dasar Setek Mawar saat Masih dalam Bentuk Kalus (1 MST) (a); Akar Mawar Mini yang Sudah Terbentuk (2 MST) (b).. 20 21 5. Pengaruh Konsentrasi IBA terhadap Jumlah Akar. 22 6. Jumlah Akar pada Berbagai Perlakuan Perendaman NAA... 23 7. Pengaruh Konsentrasi IBA terhadap Panjang Akar... 24 8. Panjang Akar pada Berbagai Perlakuan Perendaman NAA... 26 9. Persentase Setek Hidup pada Berbagai Perlakuan Perendaman IBA.. 10. Alat Sensor pada Irigasi Penyemprotan (a); Setek Umur 1 MST yang disemprot dengan Irigasi Penyemprotan (b).. 11. Panjang Tunas pada Berbagai Perlakuan Perendaman IBA pada 5 MST (Minggu Setelah Tanam) 12. Panjang Tunas pada Berbagai Perlakuan Perendaman NAA pada 5 MST (Minggu Setelah Tanam) 13. Pertumbuhan Tunas pada 8 MST (a); Pertumbuhan Tunas pada 9 MST (b) 14. Mawar Mini pada saat Berumur 12 Minggu Setelah Tanam (MST).. 28 29 31 31 32 33 15. Jumlah Bunga pada Berbagai Perlakuan Perendaman IBA 33 16. Jumlah Bunga pada Berbagai Perlakuan Perendaman NAA.. 34 17. Bobot Basah Akar pada Berbagai Perlakuan Perendaman IBA.. 35

xi 18. Bobot Basah Akar pada Berbagai Perlakuan Perendaman NAA 36 19. Bobot Kering Akar pada Berbagai Perlakuan Perendaman IBA 36 20. Bobot Kering Akar pada Berbagai Perlakuan Perendaman NAA.. 37

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Mawar merupakan salah satu bunga yang paling terkenal di dunia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah produksi mawar terus mengalami peningkatan dari tahun 2008 hingga tahun 2010. Pada tahun 2010 jumlah produksi mawar menduduki peringkat kedua setelah krisan, yaitu 120 485 784 tangkai. Peningkatan produksi tersebut merupakan dampak dari peningkatan permintaan konsumen terhadap mawar. Meningkatnya permintaan tanaman hias di dalam negeri disebabkan oleh semakin meningkatnya kesejahteraan dan tanggapan masyarakat terhadap kenyamanan dan keindahan lingkungan (Ashari, 1995). Menurut Dole dan Wilkins (2005) mawar dimanfaatkan sebagai bunga potong, tanaman hias pot atau tanaman lanskap. Mawar yang dimanfaatkan sebagai tanaman hias dalam pot adalah mawar mini. Mawar mini termasuk kelompok polyantha. Mattjik (2009) menyatakan bahwa polyantha merupakan tanaman semak pendek (50-60 cm), memiliki ciri menghasilkan bunga terusmenerus, bunganya bergerombol dengan ukuran kecil, diameter bunga ± 5 cm, daun bunga kelipatan 5, dan warna bunga biasanya merah, kuning, putih, merah jambu, salmon, dan orange. Mawar mini dapat tumbuh tanpa bergantung pada musim. Keunggulan yang dimiliki mawar mini bila dibandingkan dengan mawar potong, yaitu dapat disimpan dalam waktu relatif lama di dalam ruangan, tetapi harus mendapatkan cahaya. Selain itu, mawar mini dapat ditempatkan di dalam ruangan sebagai tanaman utuh dalam pot, sehingga akan memberikan suasana yang segar dan romantis (Handayati dan Effendie, 2003). Perbanyakan mawar mini dapat dilakukan melalui biji, setek, dan okulasi. Perbanyakan melalui biji membutuhkan waktu yang sangat lama dan biasanya dilakukan hanya untuk kegiatan pemuliaan dengan maksud mendapatkan suatu varietas mawar baru yang memiliki sifat unggul tertentu. Konemann (2004) menyatakan bahwa untuk dapat berkecambah dengan baik, benih mawar

2 membutuhkan perlakuan stratifikasi selama 8-12 minggu sebelum ditanam. Dole dan Wilkins (2005) menambahkan bahwa biji hanya digunakan untuk kegiatan pemuliaan atau proyek genetik. Perbanyakan dengan okulasi membutuhkan keahlian khusus yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang sudah terampil. Keterbatasan sistem okulasi yaitu membutuhkan batang bawah yang tepat untuk menunjang pertumbuhan selanjutnya, serta bibit yang dihasilkan dalam kurun waktu tertentu terbatas jumlahnya (Hasek, 1980). Perbanyakan dengan setek dilakukan jika ingin memperoleh tanaman yang sama dengan induknya, tanpa memerlukan suatu keahlian khusus. Penampakan mawar pot yang berasal dari setek lebih menarik jika dibandingkan dengan hasil okulasi. Setek merupakan proses perbanyakan tanaman menggunakan bagian vegetatif dan ketika ditempatkan pada kondisi yang sesuai akan berkembang menjadi tanaman sempurna. Kecepatan pembentukkan akar pada tanaman dipengaruhi oleh kedewasaan jaringan tanaman yang disetek. Jika bahan tanam terlalu muda dan lunak, akan lebih mudah mengalami transpirasi dan tidak tahan kebusukan, sedangkan jika bahan tanam terlalu tua, maka diperlukan waktu yang lama untuk pengakaran (Adriance dan Brisco, 1979). Dole dan Wilkins (2005) menambahkan bahwa pengakaran akan lambat dan perbanyakan akan tertunda jika bahan tanam untuk setek terlalu tua. Pertumbuhan dari akar tanaman yang disetek dapat dipacu dengan hormon pengakaran. Zat pengatur tumbuh (ZPT) yang berfungsi untuk memacu pertumbuhan akar adalah auksin. Kegunaan dari hormon pengakaran yaitu secara keseluruhan meningkatkan persentase pengakaran, mempercepat inisiasi pengakaran, meningkatkan jumlah dan kualitas dari akar, dan mendorong pengakaran yang seragam (Macdonald, 2002). Indole-3-acetic acid (IAA) merupakan satu-satunya auksin aktif yang ditemukan pada tanaman saat ini (Arteca, 2006). Namun, IAA tidak digunakan secara komersial, yang digunakan secara komersial adalah auksin sintetik, yaitu NAA dan IBA (Duane, 2003). Arteca (2006) menambahkan bahwa IBA (indole- 3-butyric acid) dan NAA (naphthalene acetic acid) merupakan dua macam auksin

yang paling sering digunakan untuk pembentukan akar adventif. Dalam penelitian ini digunakan IBA dan NAA terhadap pengakaran setek batang mawar mini. 3 Tujuan 1. Mengetahui konsentrasi IBA yang tepat dan berpengaruh baik terhadap pengakaran setek batang mawar mini (Rosa hybrida L.). 2. Mengetahui konsentrasi NAA yang tepat dan berpengaruh baik terhadap pengakaran setek batang mawar mini (Rosa hybrida L.). 3. Mengetahui interaksi antara IBA dan NAA yang berpengaruh baik terhadap pengakaran setek batang mawar mini (Rosa hybrida L.). Hipotesis 1. Terdapat konsentrasi yang tepat dari IBA yang berpengaruh baik terhadap pengakaran setek batang mawar mini (Rosa hybrida L.). 2. Terdapat konsentrasi yang tepat dari NAA yang berpengaruh baik terhadap pengakaran setek batang mawar mini (Rosa hybrida L.). 3. Terdapat interaksi antara IBA dan NAA yang berpengaruh baik terhadap pengakaran setek batang mawar mini (Rosa hybrida L.)

4 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Mawar Mawar berasal dari dataran Cina, Timur Tengah dan Eropa Timur. Dalam perkembangannya, menyebar luas di daerah-daerah beriklim dingin (sub-tropis) dan panas (tropis) (Diamond, 1990). Terdapat ribuan varietas dari mawar, masingmasing memiliki aroma yang berbeda-beda, jumlah petal yang berbeda, begitu juga warna dan nama yang berbeda. Dalam sistematika tumbuhan (taksonomi), mawar diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub-Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Rosanales Famili : Rosaceae Genus : Rosa Mawar termasuk tanaman tahunan (perennial) yang mempunyai struktur batang berkayu keras, berduri, bercabang banyak, menghasilkan bunga dan biji terus-menerus (Rukmana, 1995). Selama siklus hidupnya, tanaman mawar terus tumbuh seolah-olah tidak terbatas dan masa produksinya berulang-ulang. Mawar berdasarkan cara tumbuhnya dibedakan menjadi dua, yaitu merambat dan semak. Tipe pertumbuhan semak dibagi dalam tiga kelompok yaitu polyantha, floribunda dan hybrid tea (Dole dan Wilkins, 2005). Mawar mini termasuk dalam kelompok polyantha. Widyawan dan Prahastuti (1994) menyatakan bahwa Polyantha merupakan jenis mawar taman yang sangat beraneka ragam, bunganya kecil dengan garis tengah sekitar 5 cm dan di dekat pucuk cabangnya terdapat banyak ranting yang masing-masing memiliki sekuntum bunga. Mattjik (2009) menambahkan bahwa Polyantha merupakan tanaman semak pendek (50-60 cm), memiliki ciri menghasilkan bunga terus-menerus, bunganya bergerombol dengan

5 ukuran kecil, diameter bunga ± 5 cm, daun bunga kelipatan 5 dan warna bunga biasanya merah, kuning, putih, merah jambu, salmon dan orange. Meskipun mawar memiliki sangat banyak jenis yang berbeda-beda, namun hanya sedikit yang dapat dijadikan tanaman pot. Polyantha sejauh ini merupakan kelompok yang paling baik untuk dijadikan tanaman pot berdasarkan ukuran tanaman, bentuk dan tampilan bunganya (Hammer, 1992). Kegunaan dan Syarat Tumbuh Mawar Mawar merupakan salah satu tanaman hias bunga yang paling terkenal di dunia (Dole dan Wilkins, 2005). Permintaan tanaman hias mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Meningkatnya permintaan tanaman hias di dalam negeri disebabkan oleh semakin meningkatnya kesejahteraan dan tanggapan masyarakat terhadap kenyamanan dan keindahan lingkungan (Ashari, 1995). Tabel 1. Produksi Tanaman Hias di Indonesia Tahun 2006-2010 Tanaman Tahun (Tangkai) 2006 2007 2008 2009 2010 Krisan 63 716 256 66 979 260 99 158 942 107 847 072 120 485 784 Mawar 40 394 027 59 492 699 39 131 603 60 191 362 82 643 413 Sedap malam 30 373 679 21 687 493 25 180 043 51 047 807 59 340 715 Anggrek 10 703 444 9 484 393 15 430 040 16 205 949 16 897 181 Sumber: www.bps.go.id Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah produksi mawar terus mengalami peningkatan dari tahun 2008 hingga tahun 2010. Pada tahun 2010 jumlah produksi mawar menduduki peringkat kedua setelah krisan, yaitu 120 485 784 tangkai. Peningkatan produksi tersebut merupakan dampak dari peningkatan permintaan konsumen terhadap tanaman mawar. Widyawan dan Prahastuti (1994) menyatakan bahwa mawar termasuk bunga yang paling disenangi di seluruh dunia dan sering dipakai sebagai lambang keindahan, ketenangan, kedamaian, dan pemujaan juga dapat dimanfaatkan sebagai bunga potong dan tanaman hias, serta sebagai bunga tabur dan bahan industri kosmetika atau pewangi makanan. Dole dan Wilkins (2005) menambahkan bahwa mawar biasanya dimanfaatkan sebagai bunga potong,

6 tanaman hias dalam pot atau tanaman bedengan. Bunga merupakan hasil utama tanaman mawar. Gardner et al. (1985) menyatakan bahwa proses pembungaan sangat dikendalikan oleh lingkungan terutama fotoperiode, suhu dan faktor genetik terutama pengatur tumbuhan, hasil fotosintesa dan pasokan hara. Tanaman mawar dapat tumbuh dari dataran rendah hingga dataran tinggi di daerah tropis (Mattjik, N. A., 2009). Tanaman mawar yang dibudidayakan di daerah yang beriklim sejuk (dataran tinggi) warna bunganya lebih cerah dengan ukuran bunga yang lebih besar (Ashari, 1995). Mawar dapat ditanam di lapang maupun di rumah kaca. Cahaya, suhu dan karbon dioksida merupakan faktor yang perlu diperhatikan untuk mawar yang ditanam di rumah kaca. Karena cahaya, suhu dan karbon dioksida merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan mawar yang tumbuh di dalam rumah kaca (Dole dan Wilkins, 2005). Mattjik (2009) menyatakan bahwa tanaman mawar merupakan tanaman terbuka (full sun), membutuhkan intensitas cahaya sampai 3000 fc, dengan lama penyinaran 12 jam untuk daerah tropis. Cahyono (1990) menyatakan bahwa tanaman mawar membutuhkan cahaya/penyinaran matahari penuh sepanjang hari, karena bila tempatnya terlindung akan mudah terserang cendawan dan pertumbuhannya kurang baik. Bila ditanam di rumah kaca intesitas cahaya yang dibutuhkan antara 300-1000 fc (60-200 µmol m -2 s -1 ) (Dole dan Wilkins, 2005). Mawar mini dapat tumbuh dengan baik pada suhu 18-24 C, suhu yang baik untuk pengakaran mawar yaitu 23-24 0 C dan umumnya memerlukan karbon dioksida 700-1000 ppm (Dole dan Wilkins, 2005). Kelembaban udara yang baik untuk tanaman mawar sekitar 60-75%. Beberapa penyakit yang menjadi masalah bagi tanaman mawar adalah bercak daun cendawan (Fungus leaf spot), Embun tepung (powdery mildew), karat (Rust), dan tumor atau puru (Crown gall) (Mattjik, N. A., 2009). Sanitasi dan pengendalian lingkungan merupakan hal yang mutlak diperlukan pada produksi mawar pot (Dole dan Wilkins, 2005).

7 Setek Tanaman dapat diperbanyak secara seksual dengan biji, atau secara aseksual dengan setek, sambung, okulasi atau dengan cara vegetatif lain (Alam dan Chong, 2006). Pada tanaman mawar perbanyakan dengan biji membutuhkan waktu yang relatif lama dan biasanya dilakukan hanya untuk kegiatan pemuliaan. Konemann (2004) menyatakan bahwa untuk dapat berkecambah dengan baik, benih mawar membutuhkan perlakuan stratifikasi selama 8-12 minggu sebelum ditanam. Dole dan Wilkins (2005) menambahkan bahwa biji hanya digunakan untuk kegiatan pemuliaan atau proyek genetik. Perbanyakan dengan okulasi membutuhkan keahlian khusus yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang sudah terampil. Keterbatasan sistem okulasi yaitu membutuhkan batang bawah yang tepat untuk menunjang pertumbuhan selanjutnya, serta bibit yang dihasilkan dalam kurun waktu tertentu terbatas jumlahnya (Hasek, 1980). Perbanyakan dengan setek dilakukan jika ingin memperoleh tanaman yang sama dengan induk, dengan waktu yang lebih singkat dan tidak memerlukan suatu keahlian khusus. Setek merupakan proses perbanyakan tanaman menggunakan bagian vegetatif dan ketika ditempatkan pada kondisi yang sesuai akan berkembang menjadi tanaman sempurna (Adriance dan Brisco, 1979). Setek terbagi atas setek akar, batang dan daun. Setek batang terdiri dari hardwood, semi hardwood, softwood, dan herbaceous setek. Perbanyakan dengan setek digunakan secara luas untuk tujuan komersial pada banyak industri bunga, industri tanaman hias daun, dan untuk perbanyakan spesies buah tertentu. Perbanyakan dengan setek merupakan merupakan salah satu cara perbanyakan yang penting untuk regenerasi klon dari banyak tanaman hortikultura termasuk di dalamnya buah, bunga dan tanaman hias (Hartmann, 1990). Faktorfaktor yang mempengaruhi pertumbuhan setek adalah kondisi fisiologis tanaman induk (stock plant), umur tanaman induk, jenis bahan setek, waktu pengambilan setek, zat pengatur tumbuh (ZPT), adanya tunas dan daun, umur bahan setek, dan kondisi lingkungan (Dawson dan King, 1994). Adriance dan Brisco (1979) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kedewasaan jaringan yang disetek dengan dan kecepatan membentuk akar, Jika

8 setek terlalu lunak dan muda, lebih mudah mengalami transpirasi dan tidak tahan kebusukan dan jika jaringan terlalu tua diperlukan waktu yang lama untuk pengakaran. Dole dan Wilkins (2005) menambahkan bahwa pengakaran akan lambat dan perbanyakan akan tertunda jika setek terlalu tua. Pembentukan akar adventif terdiri dari beberapa tahap, yaitu inisiasi sel-sel meristematik, diferensiasi sel-sel meristematik tersebut menjadi akar primordia, serta pertumbuhan dan perkembangan akar baru (Hartmann, 1990). Pada masa pengakaran lingkungan tumbuh diusahakan untuk tetap terjaga kelembabannya. Seringkali munculnya akar didahului oleh pembentukan kalus, akan tetapi adanya kalus tak merupakan tanda bahwa setek dapat menghasilkan akar (Hartman, 1990). Kalus adalah kumpulan sel parenkim yang bentuknya tidak beraturan dalam tahap lignifikasi yang bervariasi. Pembentukan kalus dan pembentukan akar tersendiri satu dengan lain, meskipun keduanya berhubungan dengan pembelahan sel (Hartman, 1990). Lakitan (1996) menambahkan bahwa pembentukan akar adventif dapat timbul dari dua sumber: 1) jaringan kalus (wounded root). Akar yang keluar dari jaringan kalus akan lebih kuat dan lebih baik daripada akar yang keluar dari setek yang tidak berkalus. 2) bakal akar (morfologi atau akar primordial). Akar primer dari kalus muncul di daerah kambium vaskular (Febrijanti, 1999). Akar merupakan bagian tumbuhan yang biasanya tertanam di dalam tanah sebagai penegak dan penyerap air dan hara. Fungsi dari akar adalah menyerap unsur hara dan air yang diperlukan dalam metabolisme tanaman (Sitompul & Guritno, 1995). Menurut Schuurman dan Goedewaagen (1971) bahwa jumlah akar menunjukkan kemampuan dalam melakukan penyerapan unsur hara. Tanaman dengan jumlah akar yang banyak akan meningkatkan penyerapan unsur hara dan air yang dapat mendukung pertumbuhan dari tanaman pula. Hartmann et al., (1997) menambahkan bahwa akar sebagai organ tumbuh geotrofik, selain berfungsi sebagai penegak batang, juga berperan sebagai organ penghisap hara dalam mendukung laju pertumbuhan. Perakaran yang baik akan mampu menopang pertumbuhan dari tanaman. Panjang akar menunjukkan batas kemampuan tanaman untuk menjangkau wilayah tertentu dalam penyerapan unsur hara, sehingga semakin panjang akar

9 memungkinkan setek untuk menyerap unsur hara, mineral dan air lebih banyak daripada akar yang pendek (Schuurman dan Goedewagen, 1971). Semakin bertambah panjang akar maka tanaman akan lebih kokoh dan air serta garamgaram mineral di dalam media tumbuh akan mudah diserap untuk disalurkan ke batang dan daun (Darliah, et al., 1994). Suhu dan kelembaban merupakan hal yang penting dalam pengakaran. Salah satu hal yang dapat menjaga kelembaban tanaman adalah dengan memberikan irigasi yang teratur. Irigasi semprot dan pengkabutan menyemprotkan air langsung ke setek untuk mengurangi transpirasi dan menjaga turgiditas setek sehingga memungkinkan perkembangan akar (Dole dan Wilkins, 2005). Penyemprotan pada siang hari dapat menyebakan kelembaban yang berlebihan, sehingga dapat menghambat pengakaran dan memacu perkembangan pathogen (Dole dan Wilkins, 2005). Sanitasi dan pengendalian lingkungan merupakan pencegahan terhadap perkembangan pathogen yang menyebabkan penyakit. Penyakit harus dikendalikan pada semua tahap pertumbuhan. Selanjutnya, karena setek diambil dari tanaman produksi, penyakit seringkali ikut terbawa ke keturunan berikutnya (Dole dan Wilkins, 2005). Zat Pengatur Tumbuh Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik bukan nutrisi yang dalam konsentrasi rendah (< 1 µm) dapat mendorong, menghambat atau secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan (Wattimena, 1988). Ahli biologi tumbuhan telah mengidentifikasi 5 tipe utama zat pengatur tumbuh yaitu auksin, sitokinin, giberelin, asam absisat, dan etilen. Menurut Weaver (1972) terdapat 3 cara aplikasi zat pengatur tumbuh yang sering digunakan yaitu: (1) commercial powder preparation (pasta), (2) dilute solution soaking method (perendaman), dan (3) concentrated solution dip method (pencelupan cepat). Pemakaian zat pengatur tumbuh pada setek dapat menstimulasi akar, meningkatkan presentase pengakaran dan memberikan keseragaman waktu perakaran. Auksin merupakan zat pengatur tumbuh yang menstimulasi pengakaran.

10 Zat pengatur tumbuh yang paling baik untuk merangsang akar adalah IBA dan NAA (Weaver, 1972). IBA memiliki aktivitas auksin yang lemah, zat kimia bersifat stabil dan tetap berada pada daerah pemberian perlakuan, translokasinya lemah berlangsung lebih lambat sehingga bahan aktifnya akan tertahan di dekat tempat aplikasinya dan NAA memiliki sifat lebih beracun dari IBA dengan penggunaan konsentrasi yang tinggi harus dihindari karena dapat menyebabkan pelukaan pada tanaman (Weaver, 1972). Auksin Auksin merupakan kelas hormon tumbuhan yang pertama kali ditemukan, awalnya diketemukan pada urine manusia. Istilah auksin berasal dari bahasa Yunani auxein yang berarti tumbuh (Arteca, 2006). Sintesis auksin terjadi di daun, diangkut melalui sel, pergerakannya sampai ke batang. Pengangkutan dari batang ke akar mungkin juga melalui jaringan floem (Zong, et al., 2008). Auksin adalah satu-satunya kelas hormon tumbuhan yang mempengaruhi pengakaran dan digunakan secara komersial untuk menstimulasi pengakaran adventif (Arteca, 2006). Zong et al. (2008) menambahkan bahwa peran utama auksin pada perbanyakan tanaman adalah menstimulasi akar pada setek batang dan daun dan meningkatkan cabang akar. Kegunaan dari hormon pengakaran yaitu secara keseluruhan meningkatkan persentase pengakaran, mempercepat inisiasi pengakaran, meningkatkan jumlah dan kualitas dari akar, dan mendorong pengakaran yang seragam (Macdonald, 2002). Auksin yang secara alami ada dalam tubuh tumbuhan adalah Indole-3- Acetic Acid (IAA), namun IAA tidak digunakan secara komersil (Arteca, 2006). Zong et al. (2008) menyatakan bahwa semenjak diketahui bahwa IAA cepat rusak dengan cahaya dan mikroorganisme, IAA tidak digunakan lagi secara luas dalam perbanyakan tanaman. Arteca (2006) menyatakan bahwa IBA (indole-3-butyric acid) dan NAA (naphthalene acetic acid) merupakan dua macam auksin yang paling sering digunakan untuk pembentukan akar adventif. NAA memiliki sifat yang lebih tahan, tidak terdegradasi dan lebih murah. Menurut Zaer dan Mapes (1985), NAA memiliki sifat lebih stabil dibanding IAA dan tidak mudah teroksidasi oleh enzim.

11 Zong et al. (2008) menambahkan bahwa IBA dan NAA lebih tahan terhadap degradasi mikroba dan tanaman, IBA dan NAA terlihat lebih baik dan efektif lebih lama daripada IAA dan oleh karena itu digunakan secara lebih luas pada industri hortikultura untuk perbanyakan tanaman. Auksin pada konsentrasi rendah akan memacu pertumbuhan akar adventif sedangkan pada konsentrasi tinggi mendorong terbentuknya kalus (Pierik, 1987). Zong et al. (2008) menambahkan bahwa meskipun dibutuhkan dan berguna untuk menginduksi akar primordial, auksin pada konsentrasi yang tinggi seringkali menghambat pertumbuhan akar primordial dan pemanjangan akar pada setek batang dan mikrosetek. Arteca (2006) menyatakan bahwa auksin terlibat dalam banyak proses fisiologi tanaman seperti menginduksi pemanjangan sel, fototropisme, gravitropisme, dominansi apikal, inisiasi akar, produksi etilen, perkembangan buah, ekspresi seks dan pengendalian gulma.

12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Hias (BALITHI) Segunung, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dengan ketinggian 1100 m di atas permukaan laut. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Agustus 2010. Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah mawar mini kultivar Romantica meilandina yang telah berumur 1 tahun. Bahan lain yang digunakan adalah IBA (indole-3-butyric acid) dan NAA (naphthalene acetic acid), aquades, arang sekam, pupuk kandang kuda, pasir malang, pupuk urea (25:7:7 & 16:16:16), Gandasil-B dan pestisida. Alat yang digunakan adalah pisau setek, cutter, irigasi semprot, timbangan digital, oven, timer, dan penggaris. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan perlakuan faktorial, disusun dalam rancangan lingkungan acak lengkap. Faktor pertama adalah IBA (indole-3-butyric acid) dan faktor kedua adalah NAA (naphthalene acetic acid) masing-masing dengan lima taraf konsentrasi yaitu 0 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm dan 400 ppm. Terdapat 25 kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan, sehingga terdapat 75 satuan percobaan. Pada setiap satuan percobaan terdapat 10 batang setek, sehingga terdapat 750 batang setek. Model linier aditif yang digunakan: Yijk = µ + i + βj + ( )ij + ijk Keterangan : Yijk = Nilai pengamatan pengaruh konsentrasi IBA ke-i, konsentrasi NAA ke-j, dan ulangan ke-k µ = Nilai rataan umum

13 i = Pengaruh konsentrasi IBA ke-i, {i = 1, 2,,25} βj = Pengaruh konsentrasi NAA ke-j, {j = 1, 2,,25} ( )ij = Pengaruh interaksi konsentrasi IBA ke-i, dengan konsentrasi NAA ke-j ijk = Pengaruh galat percobaan konsentrasi IBA ke-i, konsentrasi NAA ke-j dan ulangan ke-k Data yang diperoleh diuji dengan uji F. Perlakuan yang berpengaruh nyata diuji lanjut dengan DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5 %. Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilaksanakan di dalam rumah kaca dan dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu: 1. Persiapan Kegiatan yang dilakukan meliputi persiapan bahan tanam, bak pengakaran dan rumah kaca. Bahan tanam yang digunakan sehat, tidak terlalu tua atau pun terlalu muda, yang berumur sekitar 1 tahun. Bak pengakaran dipetakpetakan sesuai dengan kebutuhan jumlah perlakuan, merendam sekam dengan fungisida kemudian mengisi bak pengakaran dengan sekam untuk menghindari serangan cendawan. Rumah kaca dibersihkan untuk mendukung pertumbuhan dari setek. 2. Pengambilan setek batang Potong bahan tanam dengan pisau setek, pemotongan setek dilakukan miring sebesar 45 0. Hal tersebut dilakukan untuk memperluas bidang setek. Setiap satu setek terdiri dari 2 buku dan 1 daun. Setek diambil dari bagian tengah batang. Sebelum diberi perlakuan, setek direndam di dalam ember yang berisi air untuk menghindari transpirasi yang berlebihan. 3. Pembuatan larutan perlakuan (IBA dan NAA) Larutan auksin diperoleh melalui mengencerkan IBA dan NAA dengan aquades.

14 4. Perlakuan auksin Pada setiap perlakuan, setek direndam dengan IBA atau NAA selama 15 menit. Setelah pengaplikasian tanam setek pada bak pengakaran sedalam 3 cm. 5. Pemindahan ke pot Saat setek berumur 4 minggu, dilakukan pemindahan ke pot. Media yang digunakan adalah arang sekam, pasir malang dan kotoran kuda dengan perbandingan (2:1:1). 6. Pemeliharaan Setek yang telah ditanam untuk irigasinya menggunakan irigasi semprot otomatis. Pemupukkan dilakukan setelah pemindahan setek ke pot, dengan dosis 1 gr/l, setiap pot memperoleh 300 ml setiap aplikasi. Pemupukan NPK mutiara (25:7:7) dilakukan 2 minggu sekali saat 4 8 MST, kemudian tanaman diberikan pupuk NPK mutiara (16:16:16) seminggu sekali pada 9-10 MST. Pada saat tanaman mulai memasuki fase generatif dan tanaman dipupuk dengan gandasil-b pada 11-19 MST setiap minggunya untuk mendukung fase generatif dari tanaman. Pengamatan Pengamatan dilakukan dengan berbagai peubah, antara lain : 1. Waktu munculnya akar Pengamatan dilakukan setiap hari setelah 7 HST, untuk mengetahui waktu munculnya akar pertama kali. 2. Jumlah akar Pengamatan dilakukan pada 2-4 MST, pada akar yang telah memiliki panjang minimal 2 mm, dihitung hanya jumlah akar utama. 3. Panjang akar Pengamatan dilakukan pada 2-4 MST, pada akar yang telah memiliki panjang minimal 2 mm, diukur dari pangkal setek hingga akar terpanjang. 4. Persentase setek hidup Pengamatan dilakukan pada 2 MST dan 5 MST 5. Panjang tunas

15 Pengamatan dilakukan pada 5-13 MST, diukur dari pangkal tunas hingga ujung tunas. 6. Jumlah bunga Pengamatan dilakukan pada 7-20 MST, merupakan akumulasi jumlah bunga selama 13 minggu pengamatan. 7. Bobot basah akar Pengamatan dilakukan pada 21 MST, merupakan bobot keseluruhan akar setiap setek. 8. Bobot kering akar Pengamatan dilakukan pada 21 MST, diperoleh dengan pengovenan akar pada suhu 70 C, selama 48 jam. Pengamatan waktu munculnya akar, jumlah akar dan panjang akar bersifat dekstruktif. Setek yang telah diamati tidak digunakan lagi sebagai bahan pengamatan pada pengamatan berikutnya.

16 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian dilaksanakan di lokasi dengan ketinggian 1100 m di atas permukaan laut. Suhu di dalam rumah kaca berkisar antara 12-37 0 C dengan kelembaban 39.5-96%. Perbedaan suhu maupun kelembaban pada siang hari dengan malam hari cukup signifikan. Namun, perbedaan tersebut tidak mempengaruhi pertumbuhan dari tanaman mawar mini karena mawar mini dapat tumbuh di dataran rendah maupun di dataran tinggi dengan perbedaan suhu yang memang signifikan. Tanaman mawar merupakan tanaman yang mudah diperbanyak dengan setek. Daya tumbuh mawar yang disetek pada minggu kedua dan kelima percobaan mencapai 70% dan 60%. Tanaman mawar mulai mengeluarkan akar pada minggu pertama setelah setek, mengeluarkan tunas pada minggu kedua dan menghasilkan bunga pada minggu ketujuh. (a) Gambar 1. Setek Mawar Mini di Lokasi Penelitian Umur 2 MST (a); Setek Mawar Mini Umur 17 MST (b). Penelitian dilakukan di dalam rumah kaca. Meskipun demikian, tanaman tidak terhindar dari serangan hama maupun penyakit. Hal tersebut karena di dalam rumah kaca juga terdapat induk dari setek dan tanaman mawar mini lain yang berbeda kultivar. Hama maupun penyakit yang terdapat pada tanaman induk dapat dengan mudah menyerang. Hama yang menyerang adalah kutu daun, tungau, thrips, ulat grayak, kumbang dan laba-laba. (b)

17 Pada saat pertengahan penelitian curah hujan cukup tinggi dan suasana di dalam rumah kaca pun cukup lembab. Hal tersebut mengakibatkan tanaman mawar terserang penyakit embun tepung yang disebabkan oleh cendawan Oidium sp. Penyebaran penyakit tersebut relatif sangat cepat yang menyebabkan rontoknya tunas-tunas muda, bahkan menimbulkan kematian setek. Pada beberapa perlakuan yang seluruh seteknya mati dilakukan penyulaman, begitu juga pada perlakuan-perlakuan yang jumlah seteknya tidak cukup untuk memenuhi pengamatan selanjutnya. Penyulaman dilakukan pada minggu ketiga setelah tanam. Pupuk yang diberikan selama kegiatan pemeliharaan adalah pupuk NPK mutiara (25:7:7), dilanjutkan dengan NPK mutiara (16:16:16) dan pupuk gandasil- B pada saat tanaman sudah berbunga. Hal tersebut dilakukan untuk mendukung setiap fase pertumbuhan dari tanaman. Pada saat tanaman berumur 4 minggu setelah tanam (MST), tanaman dipindahkan ke pot. Media yang digunakan adalah arang sekam, kotoran kuda dan pasir malang (2:1:1). Setelah tanaman dipindahkan ke pot pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik. Pengamatan berakhir setelah 21 minggu setelah tanam (MST).

Peubah yang diamati selama penelitian berlangsung yaitu waktu munculnya akar, jumlah akar, panjang akar, persentase setek hidup, panjang tunas, jumlah bunga, bobot kering akar dan bobot basah akar. Seluruh data yang diperoleh diuji dengan F-Hitung. Tabel 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Setek Mawar Mini (Rosa hybrida L.) pada Berbagai Peubah Pengamatan Peubah Umur (MST) IBA NAA IBA*NAA KK (%) Respon Waktu munculnya akar 1-2 ** tn tn 31.80 K** Jumlah akar Panjang akar Persentase hidup 2 * tn tn 47.87 L** 3 tn tn tn 43.63 tn 4 tn tn tn 38.79 tn 2 ** tn tn 49.28 L** 3 tn tn tn 45.13 tn 4 tn tn tn 45.12 tn 2 tn tn tn 34.01 tn 5 tn * tn 42.68 L** Panjang tunas 5 tn tn * 26.22 tn Jumlah bunga 7-20 tn tn tn 31.24 tn Bobot basah akar 21 tn tn tn 58.51 tn Bobot kering akar 21 tn tn tn 44.84 tn Keterangan : * = Berbeda nyata pada taraf 5% ** = Sangat berbeda nyata pada taraf 1% tn = Tidak berbeda nyata L = Linier K = Kuadratik Seluruh data yang berbeda nyata kemudian diuji lanjut dengan DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%. 18

19 Waktu Munculnya Akar Pengamatan waktu munculnya akar dilakukan setiap hari setelah 7 hari setelah tanam (HST), selama 8 hari dan pada saat tersebut setek dari semua perlakuan telah berakar. Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa IBA berpengaruh sangat nyata terhadap waktu munculnya akar yang ditunjukkan dengan respon kuadratik yaitu dengan persamaan Y = (3 10-5 )x 2 0.016x + 12.526 dan nilai R² = 0.8778. Waktu munculnya akar dengan nilai rataan terkecil menunjukkan perlakuan yang paling cepat mengeluarkan akar, sebaliknya waktu munculnya akar dengan nilai rataan terbesar menunjukkan perlakuan yang paling lama mengeluarkan akar. Waktu munculnya akar (hari) 14 12 10 8 6 4 2 0 y = (3 10-5 )x 2-0,016x + 12,526 R² = 0,8778 0 100 200 300 400 Konsentrasi IBA (ppm) IBA Gambar 2. Pengaruh Konsentrasi IBA terhadap Waktu Munculnya Akar Perlakuan IBA 200 ppm menunjukkan waktu munculnya akar yang paling cepat yaitu selama 10.2 hari dan perlakuan IBA 0 ppm (tanpa auksin) menunjukkan waktu munculnya akar yang paling lama yaitu selama 12.4 hari. IBA berpengaruh terhadap waktu inisiasi akar dikarenakan sifat dari IBA yang tetap berada pada daerah pemberian perlakuan, translokasinya lemah, berlangsung lebih lambat sehingga bahan aktifnya akan tertahan di dekat tempat aplikasinya (Weaver, 1972).

Tabel 3. Waktu Munculnya Akar pada Berbagai Perlakuan Perendaman IBA Perlakuan Auksin I 0 I 1 I 2 I 3 I 4 ---------------------------------------- hari ------------------------------------------ IBA 12.4a 11.6ab 10.2c** 10.8bc 11.4ab Keterangan: ** : Sangat berbeda nyata pada taraf 1% I 0 : IBA 0 ppm I 1 : IBA 100 ppm I 2 : IBA 200 ppm I 3 : IBA 300 ppm I 4 : IBA 400 ppm Berdasarkan data terlihat bahwa setek yang diberikan perlakuan auksin waktu munculnya akar lebih cepat dibandingkan dengan setek yang tanpa diberi perlakuan auksin. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Zong et al. (2008) bahwa peran utama auksin pada perbanyakan tanaman adalah menstimulasi akar pada setek batang dan daun dan meningkatkan cabang akar. 20 Waktu Munculnya Akar (hari) 11,6 11,4 11,2 11 10,8 10,6 10,4 11,53 11,53 11,33 11,2 10,8 N0 N1 N2 N3 N4 Perlakuan Gambar 3. Waktu Munculnya Akar pada berbagai Perlakuan Perendaman NAA Keterangan: N 0 : NAA 0 ppm N 1 : NAA 100 ppm N 2 : NAA 200 ppm N 3 : NAA 300 ppm N 4 : NAA 400 ppm Berdasarkan hasil analisis data juga diketahui bahwa NAA tidak berpengaruh nyata dan tidak terdapat interaksi antara IBA dan NAA terhadap waktu munculnya akar. Terlihat pada gambar diatas bahwa waktu yang diperlukan setek untuk munculnya akar pertama kali tidaklah berbeda nyata antara perlakuan

21 yang satu dengan yang lain. Perlakuan NAA 100 ppm memiliki nilai rataan terendah yaitu 10.8 hari dan perlakuan NAA 200 ppm dan NAA 400 ppm memiliki nilai rataan tertinggi yaitu 11.53 hari. (a) Gambar 4. Dasar Setek Mawar Saat Masih dalam Bentuk Kalus (1 MST) (a); Akar Mawar Mini yang Sudah Terbentuk (2 MST) (b). Pada saat minggu pertama setelah tanam yang terbentuk pada daerah pengaplikasian auksin adalah kalus (Gambar. 4a). Kalus yang terbentuk kemudian akan berdiferensiasi menjadi akar. Lakitan (1996) menyatakan bahwa pembentukan akar adventif dapat timbul dari dua sumber: 1) jaringan kalus (wounded root). 2) bakal akar (morfologi atau akar primordial). Akar primer dari kalus muncul di daerah kambium vaskular (Febrijanti, 1999). Meskipun dibutuhkan dan berguna untuk menginduksi akar primordial, auksin pada konsentrasi yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan akar primordial dan pemanjangan akar pada setek batang dan micro setek (Zong, et al., 2008). Informasi mengenai konsentrasi yang tepat yang dapat mendukung pertumbuhan dari setek tanaman mawar sangatlah dibutuhkan. (b) Jumlah Akar Akar yang diamati adalah akar primer, dengan panjang minimal 2 mm. Pengamatan dilakukan dari minggu kedua hingga minggu keempat setelah tanam (2-4 MST). Berdasarkan hasil analisis data, diketahui bahwa pada minggu kedua setelah tanam IBA berpengaruh nyata terhadap jumlah akar dengan respon linier dengan persamaan Y = 0.012x + 6.26 dan nilai R² = 0.828.

22 Penambahan konsentrasi IBA sampai pada konsentrasi 400 ppm masih dapat meningkatkan jumlah akar dan akan terus meningkat pada pemberian konsentrasi yang lebih tinggi. 12 10 Jumlah akar 8 6 4 2 0 0 100 200 300 400 Konsentrasi IBA (ppm) y = 0,012x + 6,26 R² = 0,828 IBA Gambar 5. Pengaruh Konsentrasi IBA terhadap Jumlah Akar Perlakuan IBA 400 ppm memiliki nilai rataan tertinggi yaitu 11.13 yang menandakan perlakuan tersebut memberikan jumlah akar terbanyak pada minggu kedua dan perlakuan dengan nilai rataan terendah terdapat pada IBA 100 ppm yaitu 6.40 yang menunjukkan perlakuan tersebut memiliki jumlah akar paling sedikit. Tabel 4. Jumlah Akar pada Berbagai Perlakuan Perendaman IBA Auksin Minggu Setelah Tanam (MST) 2 3 4 I 0 6.71bc 10.67a 12.53a I 1 6.40c 11.67a 14.13a IBA I 2 9.93ab 14.27a 15.20a I 3 9.40abc 14.07a 13.53a I 4 11.13a* 13.13a 13.93a Keterangan: * : Berbeda nyata pada taraf 5% I 0 : IBA 0 ppm I 1 : IBA 100 ppm I 2 : IBA 200 ppm I 3 : IBA 300 ppm I 4 : IBA 400 ppm Hal diatas sesuai dengan pernyataan Macdonald (2002) yang menyatakan bahwa kegunaan dari hormon pengakaran yaitu secara keseluruhan meningkatkan

23 persentase pengakaran, mempercepat inisiasi pengakaran, meningkatkan jumlah dan kualitas dari akar, dan mendorong pengakaran yang seragam. Pada minggu ketiga dan keempat setelah tanam perlakuan IBA tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah akar. Pada minggu ketiga dan keempat nilai rataan tertinggi terdapat pada perlakuan IBA 200 ppm yaitu sebesar 14.27 dan 15.20. Sedangkan, nilai rataan terendah terdapat pada perlakuan IBA 0 ppm (tanpa auksin) sebesar 10.67 dan 12.53. Jumlah Akar 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 10,9 9,1 8,7 7,9 7,1 16 15,2 14,113,8 14 12,112,3 12,3 12,2 11 N0 N1 N2 N3 N4 2 3 4 Minggu Setelah Tanam (MST) Gambar 6. Jumlah Akar pada Berbagai Perlakuan Perendaman NAA Keterangan: N 0 : NAA 0 ppm N 1 : NAA 100 ppm N 2 : NAA 200 ppm N 3 : NAA 300 ppm N 4 : NAA 400 ppm Berdasarkan hasil analisis data diketahui juga bahwa NAA tidak memberikan pengaruh yang nyata dan tidak terdapat interaksi antara IBA dan NAA terhadap peubah jumlah akar baik pada minggu ketiga maupun minggu keempat. Pada minggu ketiga pengamatan nilai rataan tertinggi terdapat pada perlakuan NAA 200 ppm sebesar 16 dan nilai rataan terendah terdapat pada perlakuan NAA 400 ppm yaitu 11. Pada minggu keempat, pengamatan nilai rataan tertinggi terdapat pada perlakuan NAA 400 ppm sebesar 15.2 dan terendah pada perlakuan NAA 0 ppm yaitu 12.2. Zong et al. (2008) menyatakan bahwa peran auksin yang utama adalah menstimulasi akar dan meningkatkan jumlah akar. Fungsi dari akar adalah

24 menyerap unsur hara dan air yang diperlukan dalam metabolisme tanaman (Sitompul & Guritno, 1995). Jumlah akar menunjukkan kemampuan dalam melakukan penyerapan unsur hara (Schuurman dan Goedewaagen, 1971). Tanaman dengan jumlah akar yang banyak akan meningkatkan penyerapan unsur hara dan air yang dapat mendukung pertumbuhan dari tanaman pula. Hartmann et al., (1997) menambahkan bahwa akar sebagai organ tumbuh geotrofik, selain berfungsi sebagai penegak batang, juga berperan sebagai organ penghisap hara dalam mendukung laju pertumbuhan. Perakaran yang baik akan mampu menopang pertumbuhan dari tanaman. Panjang Akar Pengamatan panjang akar sama seperti halnya pengamatan jumlah akar yaitu pada akar primer yang telah memiliki panjang akar 2 mm. Pada pengamatan minggu kedua diketahui bahwa IBA berpengaruh sangat nyata terhadap panjang akar dengan dengan persamaan Y = 0.001x + 1.108 dan nilai R² = 0.429. Penambahan konsentrasi IBA sampai dengan konsentrasi 400 ppm masih dapat meningkatkan panjang akar dan akan terus meningkat pada pemberian konsentrasi yang lebih tinggi. Hal tersebut dikarenakan IBA memiliki aktivitas auksin yang lemah, zat kimia bersifat stabil dan tetap berada pada daerah pemberian perlakuan, translokasinya lemah berlangsung lebih lambat sehingga bahan aktifnya akan tertahan di dekat tempat aplikasinya (Weaver, 1972). 2 Panjang akar (cm) 1,5 1 0,5 0 0 100 200 300 400 Konsenrasi IBA (ppm) y = 0,001x + 1,108 R² = 0,429 IBA Gambar 7. Pengaruh Konsentrasi IBA terhadap Panjang Akar

Pada minggu kedua perlakuan IBA 200 ppm memiliki nilai rataan tertinggi pada peubah panjang akar sebesar 1.87 cm. Panjang akar terendah pada minggu kedua dimiliki oleh perlakuan IBA 0 ppm (tanpa auksin) yaitu 1.02 cm. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Arteca (2006) bahwa auksin dapat menstimulasi inisiasi akar dan panjang akar. Hartmann dan Kester (1983) menambahkan bahwa IBA tidak menyebabkan racun pada tanaman karena mempunyai kisaran konsentrasi yang lebar dan efektif dalam menstimulir akar pada sejumlah besar spesies tanaman. Pada minggu ketiga dan keempat pengamatan perlakuan perendaman IBA tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar. Pada minggu ketiga sama seperti halnya minggu kedua, nilai rataan tertinggi terdapat pada perlakuan IBA 200 ppm sebesar 3.5 cm. Pada minggu keempat, nilai rataan tertinggi terdapat pada perlakuan IBA 0 ppm (tanpa auksin) yaitu 4.77 cm. Nilai rataan terendah baik pada minggu ketiga maupun keempat terdapat pada perlakuan IBA 400 ppm, sebesar 2.75 cm dan 3.69 cm. Tabel 5. Panjang Akar pada berbagai Perlakuan Perendaman IBA Auksin Minggu Setelah Tanam (MST) 2 3 4 I 0 1.02c 3.27a 4.77a I 1 1.18bc 3.12a 4.5a IBA I 2 1.87a** 3.5a 3.96a I 3 1.29bc 3.41a 4.67a I 4 1.71ab 2.75a 3.69a Keterangan: * : Sangat berbeda nyata pada taraf 1% I 0 : IBA 0 ppm I 1 : IBA 100 ppm I 2 : IBA 200 ppm I 3 : IBA 300 ppm I 4 : IBA 400 ppm Berdasarkan hasil uji lanjut diketahui juga bahwa NAA tidak berpengaruh nyata dan tidak terdapat interaksi antara IBA dan NAA terhadap panjang akar. Terlihat seperti pada gambar dibawah, bahwa nilai rataan pada masing-masing perlakuan baik pada minggu kedua, ketiga maupun minggu keempat tidak berbeda nyata. Pada minggu kedua dan keempat nilai rataan tertinggi terdapat pada perlakuan NAA 200 ppm yaitu 1.6 cm dan 5.2 cm. Pada minggu ketiga, nilai rataan tertinggi terdapat pada perlakuan NAA 100 ppm yaitu 3.7 cm. 25

26 Panjang Akar (cm) 6 5 4 3 2 1 1,5 1,6 1,3 1,3 1,2 3,7 3,6 2,9 3,1 2,8 5,2 4,8 4,3 4,2 3,1 N0 N1 N2 N3 0 2 3 4 N4 Minggu Setelah Tanam (MST) Gambar 8. Panjang Akar pada Berbagai Perlakuan Perendaman NAA Keterangan: N 0 : NAA 0 ppm N 1 : NAA 100 ppm N 2 : NAA 200 ppm N 3 : NAA 300 ppm N 4 : NAA 400 ppm Berdasarkan gambar diatas juga terlihat bahwa baik pada minggu kedua, ketiga maupun minggu keempat nilai rataan terendah terdapat pada perlakuan NAA 400 ppm yaitu 1.2 cm, 2.8 cm, dan 3.1 cm. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Zong et al. (2008) bahwa meskipun dibutuhkan dan berguna untuk menginduksi akar primordial, auksin pada konsentrasi yang tinggi seringkali menghambat pertumbuhan akar primordial dan pemanjangan akar pada setek batang dan mikrosetek. Kemungkinan konsentrasi yang diberikan terlalu tinggi, sehingga menghambat pemanjangan akar. Pertumbuhan dari setek juga tidak hanya dipengaruhi oleh konsentrasi auksin yang diberikan, tetapi juga dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan setek adalah kondisi fisiologis tanaman induk (stock plant), umur tanaman induk, jenis bahan setek, waktu pengambilan setek, zat pengatur tumbuh (ZPT), adanya tunas dan daun, umur bahan setek, dan kondisi lingkungan (Dawson dan King, 1994). Tanaman dengan kondisi optimum pertumbuhan akarnya akan berlangsung dengan baik. Panjang akar menunjukkan batas kemampuan tanaman untuk menjangkau wilayah tertentu dalam penyerapan unsur hara, sehingga semakin panjang akar memungkinkan setek untuk menyerap unsur hara, mineral dan air lebih banyak

27 daripada akar yang pendek (Schuurman dan Goedewagen, 1971). Menurut Goldsworthy dan Fisher (1992) panjang akar telah diterima sebagai ukuran menilai daya penyerapan sistem akar. Tanaman yang memiliki akar yang panjang akan memiliki kemampuan menyerap hara dan air lebih baik bila dibandingkan dengan tanaman yang akarnya pendek dan juga mampu mencari air pada lokasi yang sulit untuk mencapai air. Semakin bertambah panjang akar maka tanaman akan lebih kokoh dan air serta garam-garam mineral di dalam media tumbuh akan mudah diserap untuk disalurkan ke batang dan daun (Darliah, et al., 1994). Persentase Setek Hidup Persentase setek hidup menyatakan jumlah setek yang masih hidup saat pengamatan terhadap jumlah setek awal penelitian yang dinyatakan dalam persen. Pengamatan dilakukan pada minggu kedua dan minggu kelima. Pengamatan pada minggu kedua dilakukan untuk mewakili persentase hidup setek saat masih berada di bedengan dan pada minggu kelima untuk mewakili persentase hidup setek pada saat setek sudah di pot. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa NAA berpengaruh nyata terhadap persentase setek hidup pada minggu kelima dengan respon linier dengan persamaan Y = 0.0027x + 60.667. Sehingga dapat dikatakan bahwa konsentrasi NAA sampai dengan 400 ppm masih dapat meningkatkan persentase setek hidup tanaman dan akan terus meningkat pada pemberian konsentrasi yang lebih tinggi. Tabel 6. Persentase Hidup setek pada berbagai Perlakuan Perendaman NAA Auksin Minggu Setelah Tanam (MST) 2 5 I 0 70a 57.33ab I 1 70a 60a* IBA I 2 68a 58.67a I 3 60.67a 40c I 4 61.33a 41.33bc Keterangan: * : Berbeda nyata pada taraf 5% N 0 : NAA 0 ppm N 1 : NAA 100 ppm N 2 : NAA 200 ppm N 3 : NAA 300 ppm N 4 : NAA 400 ppm

28 Pada minggu kelima nilai rataan tertinggi terdapat pada perlakuan NAA 100 ppm sebesar 60% dan nilai rataan terendah terdapat pada perlakuan NAA 300 ppm yaitu 40%. Terlihat pada tabel di atas bahwa perlakuan NAA pada minggu kedua tidak berpengaruh nyata terhadap persentase setek hidup. Perlakuan NAA 0 ppm dan NAA 100 ppm memiliki persen setek hidup tertinggi yaitu sebesar 70% dan perlakuan NAA 300 ppm memiliki nilai rataan terendah yaitu 60.67%. Persentase Hidup (%) 80 60 40 20 0 74,67 71,33 62,67 62 59,33 60 45,33 52 2 5 54,67 45,33 I0 I1 I2 I3 I4 Minggu Setelah Tanam (MST) Gambar 9. Persentase Setek Hidup pada Berbagai Perlakuan Perendaman IBA Keterangan: I 0 : IBA 0 ppm I 1 : IBA 100 ppm I 2 : IBA 200 ppm I 3 : IBA 300 ppm I 4 : IBA 400 ppm Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui juga bahwa IBA tidak berpengaruh nyata dan tidak terdapat interaksi antara IBA dan NAA baik pada minggu kedua maupun pada minggu kelima. Pada minggu kedua dan minggu kelima setelah tanam terlihat bahwa perlakuan IBA 0 ppm memiliki nilai rataan tertinggi yaitu sebesar 74.67% dan 60% yang menandakan jumlah setek yang hidup pada perlakuan tersebut adalah yang terbanyak. Sedangkan, Nilai rataan persentase setek hidup terendah terdapat pada perlakuan IBA 400 ppm untuk minggu kedua dan IBA 100 ppm dan IBA 400 ppm pada minggu kelima, yaitu 59.33% dan 45.33%. Penurunan persentase setek hidup sebagian besar disebabkan oleh serangan dari penyakit embun tepung yang diakibatkan oleh cendawan Oidium sp. Tanaman yang terserang akan mengalami kerontokan daun, baik daun-daun muda maupun daun tua. Ketika daun-daun telah rontok, kemudian setek mulai

29 mengering dan akhirnya mati. Sanitasi dan pengendalian lingkungan merupakan hal yang mutlak dalam produksi tanaman mawar pot. Penyakit seringkali ikut terbawa ke keturunan berikutnya, Pengendalian pada semua tahap pertumbuhan sangatlah dibutuhkan (Dole and Wilkins, 2005). Pencegahan merupakan hal yang sangatlah diperlukan. Pencegahan dapat dilakukan dengan menyemprot tanaman dengan fungisida ketika suasana lingkungan mulai lembab atau saat curah hujan mulai tinggi. (a) Gambar 10. Alat Sensor pada Irigasi Penyemprotan (a); Setek Umur 1 MST yang disemprot dengan Irigasi Penyemprotan (b). Pada umumnya irigasi penyemprotan dikontrol menggunakan pengatur waktu, tetapi interval waktu yang ditetapkan pada waktu cerah. Penyemprotan pada tengah hari dapat menyebakan kelembaban yang berlebihan, dapat menghambat pengakaran dan memacu pertumbuhan pathogen (Dole dan Wilkins, 2005). Pada saat penelitian berlangsung, irigasi penyemprotan disambungkan dengan sensor otomatis yang akan menyemprotkan air ketika alat sensor kering dan tidak menyemprot pada saat keadaan lembab. Sehingga setek terhindar dari penyemprotan yang berlebihan yang dapat menghambat pengakaran dan memacu pertumbuhan pathogen. Suhu yang baik untuk pengakaran mawar yaitu 23-24 0 C (Dole dan Wilkins, 2005). Kelembaban dapat terjaga dengan irigasi yang teratur. Penelitian ini menggunakan irigasi semprot untuk menjaga kelembaban pada saat pengakaran dan untuk mencukupi kebutuhan air tanaman. Irigasi semprot dan pengkabutan menyemprotkan air langsung ke setek untuk mengurangi transpirasi dan menjaga turgiditas setek sehingga memungkinkan perkembangan akar (Dole (b)

30 dan Wilkins, 2005). Irigasi penyemprotan atau pengkabutan harus membasahi bedengan untuk memastikan bahwa semua setek basah seragam dan bebas dari stress kering. Panjang Tunas Peubah ini mulai diamati pada minggu kelima, pengamatan dilakukan setiap minggu hingga minggu ketiga belas. Namun, dikarenakan pertumbuhan untuk setiap minggunya tidak nyata, maka data yang ditampilkan adalah data pada minggu kelima dimana berdasarkan hasil analisis sidik ragam terdapat interaksi antara IBA dan NAA terhadap panjang tunas. Terlihat pada tabel dibawah bahwa nilai rataan tertinggi terdapat pada kombinasi konsentrasi IBA 400 ppm + NAA 100 ppm dengan nilai 0.72 cm. Nilai rataan terendah terdapat pada perlakuan IBA 300 ppm + NAA 400 ppm dan IBA 400 ppm dan NAA 300 ppm yaitu 0.3 cm. Tabel 7. Interaksi Kombinasi Konsentrasi IBA dan NAA terhadap Panjang Tunas IBA N 0 N 1 NAA N 2 N 3 N 4 -------------------------------------- cm -------------------------------------------- I 0 0.53abcd 0.40bcd 0.55abcd 0.40bcd 0.53abcd I 1 0.60abcd 0.50abcd 0.53abcd 0.55abcd 0.7ab I 2 0.53abcd 0.52abcd 0.38cd 0.47abcd 0.38cd I 3 0.67abc 0.55abcd 0.52abcd 0.65abc 0.3d I 4 0.5abcd 0.72a* 0.6abcd 0.3d 0.47abcd Keterangan: * : Berbeda nyata pada taraf 5% I 0 : IBA 0 ppm I 1 : IBA 100 ppm I 2 : IBA 200 ppm I 3 : IBA 300 ppm I 4 : IBA 400 ppm N 0 : NAA 0 ppm N 1 : NAA 100 ppm N 2 : NAA 200 ppm N 3 : NAA 300 ppm N 4 : NAA 400 ppm Pada minggu kelima berdasarkan hasil analisis sidik ragam terlihat juga bahwa IBA tunggal tidak mempengaruhi panjang tunas. Nilai rataan tertinggi terdapat pada perlakuan IBA 100 ppm yaitu sebesar 0.56 cm. Sedangkan, nilai rataan terendah terdapat pada perlakuan IBA 200 ppm yaitu 0.46 cm.

31 Panjang Tunas (cm) 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 0,48 0,56 0,46 0,52 0,52 I0 I1 I2 I3 I4 Perlakuan Gambar 11. Panjang Tunas pada Berbagai Perlakuan Perendaman IBA pada 5 MST (Minggu Setelah Tanam) Perkembangan akar dan tunas setek dipengaruhi oleh kandungan bahan setek. Terutama persediaan karbohidrat dan nitrogen. Hartmann dan Kester (1978) menyatakan bahwa setek yang mengandung karbohidrat tinggi dan nitrogen yang cukup akan membentuk akar dan tunas. Pada kondisi lingkungan tumbuh yang sesuai, setek batang lebih mudah membentuk bagian-bagian vegetatif yang lain dan tumbuh menjadi individu yang sempurna (Hartmann dan Kester, 1978). Panjang Tunas ( cm) 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 0,55 0,54 0,52 0,45 0,43 N0 N1 N2 N3 N4 Perlakuan Gambar 12. Panjang Tunas pada Berbagai Perlakuan Perendaman NAA pada 5 MST (Minggu Setelah Tanam) Berdasarkan hasil analisis data juga diketahui bahwa NAA tunggal tidak mempengaruhi panjang tunas. Terlihat pada tabel di atas nilai rataan tertinggi terdapat pada perlakuan NAA 0 ppm yaitu sebesar 0.55 cm dan nilai rataan terendah terdapat pada perlakuan NAA 400 ppm yaitu sebesar 0.43 cm.

32 (a) Gambar 13. Pertumbuhan Tunas pada 8 MST (a); Pertumbuhan Tunas pada 9 MST (b). Dapat dikatakan bahwa pada awal percobaan auksin berpengaruh terhadap peubah panjang tunas. Perlakuan dengan auksin yang memiliki waktu inisiasi akar yang lebih cepat dibandingkan perlakuan tanpa auksin dapat tumbuh dengan lebih baik. Akar yang dihasilkan pun lebih banyak sehingga dapat mendukung pertumbuhan tanaman melalui serapan air, hara dan garam-garam mineral. Darliah et al. (1994) menambahkan bahwa pertambahan panjang tunas merupakan hasil dari pertumbuhan dan perkembangan sel yang tergantung dari suplai unsur hara yang diberikan oleh akar untuk metabolisme dan sintesis protein. (b) Jumlah Bunga Pengamatan ini dilakukan sejak 7 MST hingga 20 MST, yang dilakukan sekali dalam seminggu. Data yang diperoleh adalah data penambahan jumlah bunga setiap minggunya. Sehingga diperoleh akumulasi jumlah bunga hingga tanaman berumur 20 MST. Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa baik IBA, NAA maupun interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap peubah jumlah bunga. Arteca (2006) menyatakan bahwa auksin terlibat dalam banyak proses fisiologi tanaman seperti menginduksi pemanjangan sel, fototropisme, gravitropisme, dominansi apikal, inisiasi akar, produksi etilen, perkembangan buah, ekspresi seks dan pengendalian gulma. Hal tersebut menandakan bahwa baik IBA maupun NAA secara tidak langsung mempengaruhi pembungaan.

33 Gambar 14. Mawar Mini pada saat Berumur 12 Minggu Setelah Tanam (MST) Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembungaan antara lain fitokrom, fotoperiodisitas, vernalisasi, dan hormon pembungaan. Gardner et al. (1985) menambahkan bahwa proses pembungaan sangat dikendalikan oleh lingkungan terutama fotoperiode, temperatur dan faktor genetik terutama zat pengatur yang ada dalam tumbuhan, hasil fotosintesa dan pasokan hara. Jumlah Bunga 5 4 3 2 1 0 4,12 4,69 4,62 4,75 3,81 I0 I1 I2 I3 I4 Perlakuan Gambar 15. Jumlah Bunga pada Berbagai Perlakuan Perendaman IBA Keterangan: I 0 : IBA 0 ppm I 1 : IBA 100 ppm I 2 : IBA 200 ppm I 3 : IBA 300 ppm I 4 : IBA 400 ppm Nilai rataan jumlah bunga tertinggi pada perlakuan perendaman IBA 400 ppm sebesar 4.75 dan nilai rataan terendah terdapat pada perlakuan perendaman IBA 300 ppm yaitu 3.81. Sedangkan, pada perlakuan perendaman NAA nilai rataan tertinggi jumlah bunga terdapat pada perlakuan NAA 100 ppm sebesar 4.72