Penentuan Koefisien Hambatan β Asal Tujuan Transportasi di Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta

dokumen-dokumen yang mirip
PERKIRAAN DISTRIBUSI PERGERAKAN PENUMPANG DI PROVINSI JAWA BARAT BERDASARKAN ASAL TUJUAN TRANSPORTASI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang

Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab.

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN

Juang Akbardin. Program Studi Teknik Sipil, Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Setiabudi No.207 Bandung

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

JUDUL MAKALAH SEMINAR STUDI DEMAND PENUMPANG TRANSPORTASI UDARA MENUJU DAN KELUAR KABUPATEN FAKFAK

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK

Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Terapannya 2016 p-issn : ; e-issn :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

ANALISIS KEBUTUHAN ANGKUTAN KOTA MANADO (STUDI KASUS: TRAYEK PUSAT KOTA MALALAYANG DAN TRAYEK PUSAT KOTA KAROMBASAN)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

GUBERNUR JAWA TENGAH

1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH. TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah)

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

BAB IV GAMBARAN UMUM

PENEMPATAN TENAGA KERJA

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah

ESTIMASI MATRIK ASAL TUJUAN DARI DATA LALU LINTAS DENGAN METODE ESTIMASI INFERENSI BAYESIAN MENGGUNAKAN PIRANTI LUNAK EMME/3

GUBERNUR JAWA TENGAH

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PEDOMAN PENYUSUNAN JAWABAN TERMOHON TERHADAP PERMOHONAN PEMOHON (PERSEORANGAN CALON ANGGOTA DPD)

REKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL JULI 2017

BOKS PERKEMBANGAN KINERJA BPR MERGER DI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,

PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TAHUN MENGGUNAKAN METODE KOHONEN

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan

KALIBRASI MODEL SEBARAN PERGERAKAN (GRAVITY MODEL) MENGGUNAKAN ADD-IN MICROSOFT EXCEL (SOLVER) Rudy Setiawan 1

IR. SUGIONO, MP. Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961

BERITA RESMI STATISTIK

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi

BAB I BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan

GUBERNUR JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

Bab 4 Hasil dan Pembahasan

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal

GUBERNUR JAWA TENGAH,

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 561.4/52/2008 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009

Summary Report of TLAS Trainings in Community Forest on Java Year of Implementation :

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasarkan status sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

MODEL TRIP DISTRIBUTION PENUMPANG DOMESTIK DAN INTERNASIONAL DI BANDARA INTERNASIONAL JUANDA

BAB III PEMBAHASAN. Analisis cluster merupakan analisis yang bertujuan untuk. mengelompokkan objek-objek pengamatan berdasarkan karakteristik yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)

HASIL DAN PEMBAHASAN

APLIKASI PENGGUNAAN METODE KOHONEN PADA ANALISIS CLUSTER (Studi Kasus: Pendapatan Asli Daerah Jawa Tengah Dalam Menghadapi Asean Community 2015)

PROPINSI KOTAMADYA/KABUPATEN TARIF KABUPATEN/KOTAMADYA HARGA REGULER. DKI JAKARTA Kota Jakarta Barat Jakarta Barat

DAFTAR NOMINASI SEKOLAH PENYELENGGARA UN CBT TAHUN 2015

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

APLIKASI TEORI KOMBINATORIAL PADA TANDA NOMOR KENDARAAN BERMOTOR (TNKB) DI INDONESIA KHUSUSNYA KOTA SEMARANG

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beras merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya

EVALUASI PEMBANGUNAN PENDIDIKAN (Indikator Makro)

DIDIT DAMUR ROCHMAN DAN YASSER HADI WIBAWA Teknik Industri Universitas Widyatama

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG. Bab 1 Pendahuluan 1-1

Transkripsi:

Rekaracana Jurnal Online Institute Teknologi Nasional Jurusan Teknik Sipil Itenas.x Vol xx Agustus 2014 Penentuan Koefisien Hambatan β Asal Tujuan Transportasi di Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta RIZAL MUHAMMAD ANSHORI 1, HERMAN 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional 2 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional Email : rizal_gozwa@yahoo.com ABSTRAK Keberadaan pusat kegiatan pembangunan, ekonomi serta laju pertumbuhan penduduk di sekitar kabupaten-kota wilayah Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta mencerminkan kondisi variasi sosiol dan ekonomi yang beranekaragam. Nilai β diperlukan untuk memperkirakan arus sebaran pergerakan dimasa yang akan datang. Hasil data dianalisis dengan metode sintetis untuk mendapatkan gambaran pergerakan aktual. Kemudian data dibentuk model sebaran pergerakan menggunakan model Double Constraint Gravity Model (DCGR).Dengan menggunakan nilai β yang didapat secara empiris maka didapat nilai β aktual. Nilai β ini digunakan untuk menggambarkan sebaran pergerakan yang dibandingkan dengan matriks asal tujuan daerah Jawa Tengah serta D.I Yogyakarta. Kata Kunci : Pemodelan Transportasi, Pertumbuhan penduduk, Asal Tujuan Transportasi Nasional. ABSTRACT The existence of the center for economic development, activities as well as the rate of population growth around the city-county area of Central Java province and Yogyakarta reflectdiverse in social and economic conditions. The value of β is required to estimate the current spread of the movement in the future. The data analyzed by synthetic method to get an overview of the actual movement. Then data distribution model was formed using a Double Constraint model movement of the Gravity Model (DCGR). The actual value of β is obtained by using the value of β that btained empirically. The value of β is used to describe the distribution of movement compared to the original matrix destination area of Central Java and Yogyakarta. Keywords: Transportation Modeling, population growth, the National Transportation Origin Destination. Rekaracana 1

Rizal Muhammad Anshori, Herman 1. PENDAHULUAN Banyak negara sedang berkembang menghadapi permasalahan transportasi. Permasalahan yang terjadi bukan saja disebabkan oleh terbatasnya sistem prasarana dan sarana transportasi yang ada, tetapi sudah ditambah lagi dengan permasalahan lainnya. Perkembangan teknologi transportasi ini dituntut agar transportasi dapat berlangsung secara aman, cepat, nyaman, lancar, serta ekonomis dari segi waktu dan biaya yang sesuai dengan lingkungan. Perkembangan transportasi dapat berubah dengan dilakukannya perubahan sistem transportasi, yang jelas akan mengubah aksesibilitas dari zona tersebut. Untuk mengetahui besarnya bangkitan dan tarikan pergerakan dimasa yang akan datang, diperlukan data arus lalulintas saat ini dan koefisien hambatan. Yang dikenal dengan β. Untuk mengetahui besaran nilai β dimasa yang akan datang maka dilakukan kajian dalam sebuah tugas akhir berjudul Penentuan Koefisien Hambatan β Asal Tujuan Transportasi di Provinsi Jawa Tengah serta D.I Yogyakarta. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Matriks Asal Tujuan (MAT) Total jumlah perjalanan dalam suatu area studi selama periode waktu tertentu, dapat digunakan sebagai indikator kebutuhan transportasi. Salah satunya adalah dalam bentuk matriks asal tujuan (MAT). Contoh matriks asal tujuan pada Tabel 2.1 Tabel 1. Bentuk matriks asal tujuan (MAT) Zona O 1 O 2 O 3 Dst N Oi D 1 T 11 T 12 T 13... T N1 D 1 D 2 T 21 T 22 T 23... T N2 D 2 D 3 T 31 T 32 T 33... T N3 D 3 Dst............... N T N1 T N2 T N3 T NN Sumber: Tamin, 2008 Baris menyatakan zona asal dan kolom menyatakan zona tujuan, sehingga setiap sel matriks menyatakan besarnya pergerakan dari zona asal ke zona tujuan. tasi Oi menyatakan jumlah pergerakan yang berasal dari zona asal i sedangkan Dd menyatakan jumlah pergerakan yang menuju ke zona d. Sel pada diagonal menunjukan pergerakan intrazona. tasi T menyatakan total matriks sedangkang N adalah jumlah zona. tasi T id menyatakan besarnya arus pergerakan (kendaraan, orang, barang) yang bergerak dari zona asal i ke zona tujuan d selama periode waktu tertentu. Beberapa kondisi harus dipenuhi, diantaranya seperti: Total sel matriks untuk setiap baris i harus sama dengan jumlah pergerakan yang berasal dari zona asal i tersebut (Oi) Total sel matriks untuk setiap kolom d harus sama dengan jumlah pergerakan yang menuju ke zona tujuan d(dd) Reka Racana 2

Penentuan Koefisien Hambatan β Asal Tujuan Transportasi di Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta 2.2 Model Gravity (GR) Metode ini berasusmsi bahwa ciri bangkitan dan tarikan pergerakan berkaitan dengan beberapa parameter zona asal, misalnya populasi dan nilai sel MAT yang berkaitan juga dengan aksebilitas (kemudahan) sebagai fungsi jarak, waktu, atau pun biaya. Newton menyatakan bahwa (F id ) gaya tarik atau tolak antara dua kutub massa berbanding lurus dengan massanya, m i dan m d, dan berbanding terbalik kuadratis dengan jarak antara kedua massa tersebut. Model UCGR Model ini sedikitnya mempunyai satu batasan, yaitu total pergerakan yang dihasilkan harus sama dengan total pergerakan yang diperkirakan dari tahap bangkitan pergerakan. Model ini bersifat tanpa-batasan, dalam arti bahwa model tidak diharuskan menghasilkan total yang sama dengan total pergerakan dari dan ke setiap zona yang diperkirakan oleh tahap bangkitan pergerakan. Model tersebut dapat dituliskan sebagai: T id = O i. D d. A i. B d. f(c id ) (1) A i = 1 untuk seluruh i dan B d = 1 untuk seluruh d. O i, D d = faktor bangkitan pergerakan f(c id )= faktor penghambat transportasi, jarak, waktu, biaya A i, B d = faktor penyeimbang Model PCGR Dalam model ini, total pergerakan global hasil bangkitan pergerakan yang dihasilkan dengan permodelan ; begitu juga, bangkitan pergerakan yang dihasilkan model harus sama dengan hasil bangkitan pergerakan yang diinginkan. Akan tetapi, tarikan pergerakan tidak perlu sama. Untuk jenis ini, model yng digunakan persis sama dengan persamaan dibawah, tetapi dengan syarat batas yang berbeda, yaitu B d = 1 untuk seluruh d dan A i = untuk seluruh i Model ACGR Dalam hal ini, total pergerkan secara global harus sama dan juga tarikan pergerakan yang didapat dengan pemodelan harus sama dengan hasil tarikan pergerakan yang diinginkan. Sebaliknya, bangkitan pergerakan yang didapat dengan pemodelan tidak harus sama. Untuk jenis ini, model yang digunakan persis sama dengan persamaan PCGR, tetapi dengan syarat batas yang berbeda, yaitu A i = 1 untuk seluruh i dan B d = untuk seluruh d. Model DCGR Dalam hal ini, bangkitan dan tarikan pergerakan harus selalu sama dengan yang dihasilkan oleh tahap bangkitan pergerakan. Model yang digunakan persis sama dengan persamaan PCGR, tetapi dengan syarat atas : B d = untuk semua d dan A i = untuk semua i Rekaracana 3

Rizal Muhammad Anshori, Herman Kedua faktor penyeimbang (A i dan B d ) menjamin bahwa total baris dan kolom dari matriks hasil pemodelan harus sama dengan total baris dan kolom dari matriks hasil bangkitan pergerakan. 2.3 Root Mean Square Error (RMSE) Indikator uji statistik RMSE adalah suatu indikator kesalahan yang didasarkan pada total kuadratis dari simpangan antar pasangan nilai sel MAT yang dapat didefinisikan pada rumus: RMSE = N = Jumlah baris atau kolom matriks Tid = nilai sel matriks hasil model dan hasil observasi. (2) 3. ISI DAN PEMBAHASAN Identifikasi Masalah dan Menentuan Topik Studi Pustaka Pemilihan Lokasi Studi Pengumpulan Data MAT 2011 Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta dan data jarak antar kota dalam propinsi. Menentukan β Cari selisih nilai MAT model dengan MAT hasil pengamatan yang terkecil dengan merubah-rubah nilai β Membandingkan MAT model dengan MAT hasil pengamatan Buat grafik antara nilai RMSE dengan β agar terlihat mana nilai β yang paling kecil Didapat nilai β Kesimpulan dan saran Gambar 1. Diagram alir metode pelaksanaan penelitian. Reka Racana 4

Penentuan Koefisien Hambatan β Asal Tujuan Transportasi di Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta 3.1 Pemilihan Lokasi Studi Kriteria yang ditetapkan untuk menentukan lokasi penelitian adalah daerah yang mempunyai sebaran pergerakan antar kota, sehingga daerah studi ini diharapkan mempunyai model perencanaan transportasi dan sebaran pergerakan yang terbaik sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan 3.2 Metode Pengumpulan Data Sekunder Data-data sekunder yang diperlukan untuk penelitian ini terdiri dari dua kelompok yaitu data jumlah Asal Tujuan Transpotasi Nasional 2011 (ATTN) untuk Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta dan data parameter sosial-ekonomi. Data jumlah Asal Tujuan Transportasi Nasional merupakan data yang didapat dari Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo). Untuk data parameter sosial-ekonomi seperti jarak antar kota dalam provinsi merupakan data yang didapat dari internet. 3.3 Indikator Uji Statistik Penaksiran MAT dari data arus lalu lintas yang dihasilkan dengan menggunakan pendekatan penaksiran model kebutuhan akan transportasi akan menghasilkan arus lalu lintas yang semirip mungkin dengan data arus lalulintas hasil pengamatan. Akan tetapi, hal yang terpenting di sini selain dari tingkat kemiripan dari arus lalu lintas yang dihasilkannya, juga tingkat kemiripan dari MAT hasil penaksiran jika dibandingkandengan MAT hasil pengamatan. Tingkat akurasi MAT hasil penaksiran sangatlah tergantung dari beberapa faktor seperti model kebutuhan akan transportasi yang digunakan, metode penaksiran, teknik pembebanan lalu lintas, data arus lalu lintas, dan beberapa faktor lainnya. 3.4 Sistem Zona Pada pemodelan jaringan jalan, zona dapat diartikan sebagai titik awal dan akhir suatu perjalanan. Dalam hal ini digunakan sitem zona batas wilayah administrasi dalam provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta. Dalam wilayah provinsi Jawa Tengah terdapat 30 kabupaten dan 7 kota besar. Tabel 2. Sistem Zona Zona Kabupaten/ Kota Zona Kabupaten / Kota Zona Kabupaten / Kota Zona Kabupaten / Kota 1 Cilacap 18 Jepara 10 Sukoharjo 27 Kota Surakarta 2 Purbalingga 19 Demak 11 Wonogiri 28 Kota Salatiga 3 Banjarnegara 20 Temanggung 12 Karanganyar 29 Kota Semarang 4 Kebumen 21 Kendal 13 Sragen 30 Kulon Progo 5 Purworejo 22 Batang 14 Blora 31 Bantul 6 Wonosobo 23 Pekalongan 15 Rembang 32 Gunung Kidul 7 Magelang 24 Pemalang 16 Pati 33 Sleman 8 Boyolali 25 Tegal 17 Kudus 34 9 Klaten 26 Brebes Kota Yogyakarta Rekaracana 5

Rizal Muhammad Anshori, Herman 3.5 Data Trip Generation Data Trip Generation dibagi menjadi 2 jenis. Trip Attraction dan Trip Production. Trip Attraction untuk pergerakan manusia, sedangkan Trip Production untuk pergerakan barang. Pada kasus ini digunakan jenis Trip Attraction. Tabel 3. Matriks Aksesibilitas Cid Jarak (km) Zona Σ Zona Σ 1 Cilacap 7928 18 Jepara 5720 2 Purbalingga 6607 19 Demak 4414 3 Banjarnegara 5040 20 Temanggung 4243 4 Kebumen 6356 21 Kendal 4493 5 Purworejo 4977 22 Batang 5653 6 Wonosobo 5229 23 Pekalongan 5870 7 Magelang 3970 24 Pemalang 6534 8 Boyolali 4769 25 Tegal 7175 9 Klaten 4421 26 Brebes 7451 10 Sukoharjo 4982 27 Kota Surakarta 4532 11 Wonogiri 5511 28 Kota Salatiga 4361 12 Karanganyar 5022 29 Kota Semarang 3811 13 Sragen 5869 30 Kulon Progo 4434 14 Blora 7425 31 Bantul 4357 15 Rembang 6741 32 Gunung Kidul 5116 16 Pati 5533 33 Sleman 4058 17 Kudus 5028 34 Kota Yogyakarta 4091 3.6 Data Matriks Asal Tujuan (MAT) Hasil Pengumpulan data jumlah sebaran pergerakan merupakan data yang diperoleh dari informasi MAT kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah serta D.I Yogyakarta pada tahun 2011. Data jumlah pergerakan kendaraan Asal Tujuan Transportasi Nasional merupakan data yang didapat dari Departemen Perhubungan. Reka Racana 6

Penentuan Koefisien Hambatan β Asal Tujuan Transportasi di Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta Tabel 4. MAT Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta Zona Σ Zona Σ 1 Cilacap 22769888,78 18 Jepara 19091109,14 2 Purbalingga 14434821,86 19 Demak 23309182,84 3 Banjarnegara 19376122,32 20 Temanggung 17262660,6 4 Kebumen 24048515,43 21 Kendal 19022948,74 5 Purworejo 20338358,77 22 Batang 13265314,86 6 Wonosobo 17555516,76 23 Pekalongan 20549997,19 7 Magelang 34207686,02 24 Pemalang 25195418,64 8 Boyolali 24827719,94 25 Tegal 37164294,71 9 Klaten 33345012,82 26 Brebes 27432892,62 10 Sukoharjo 20033185,88 27 Kota Surakarta 14282156,45 11 Wonogiri 20684691,87 28 Kota Salatiga 3951588,868 12 Karanganyar 34285150,78 29 Kota Semarang 30823361,89 13 Sragen 16494277,53 30 Kulon Progo 14529196,12 14 Blora 11144210,35 31 Bantul 30099126,62 15 Rembang 9074357,682 32 Gunung Kidul 22067087,2 16 Pati 21566214,93 33 Sleman 33985590,96 17 Kudus 17006503,88 34 Kota Yogyakarta 32879408,6 3.7 Data Jarak Antar Zona Hasil Pengumpulan data zona merupakan data statistik pada tahun 2011 yang diperoleh secara langsung dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah (dalam buku Jawa Tengah Dalam Angka Tahun 2011). Data Jarak antar zona di provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada Gambar 4.2 serta Tabel 4.4 Tabel 5. Data Bangkitan Pergerakan Penumpang Tahun 2011 (smp/jam) Kabupaten / Bangkitan Tarikan Kabupaten / Bangkitan Tarikan kota Pergerakan Pergerakan kota Pergerakan Pergerakan 1 Cilacap 16.395.297 22.769.889 18 Jepara 21.547.327 19.091.109 2 Purbalingga 13.774.527 14.434.822 19 Demak 21.973.727 23.309.183 3 Banjarnegara 15.760.329 19.376.122 20 Temanggung 14.634.979 17.262.661 4 Kebumen 16.337.204 24.048.515 21 Kendal 15.486.551 19.022.949 5 Purworejo 13.020.520 20.338.359 22 Batang 12.048.735 13.265.315 6 Wonosobo 12.019.810 17.555.517 23 Pekalongan 19.417.840 20.549.997 7 Magelang 27.614.918 34.207.686 24 Pemalang 38.704.107 25.195.419 8 Boyolali 16.966.084 24.827.720 25 Tegal 27.054.878 37.164.295 9 Klaten 18.903.295 33.345.013 26 Brebes 20.692.763 27.432.893 10 Sukoharjo 16.913.908 20.033.186 27 Kota Surakarta 9.670.657 14.282.156 11 Wonogiri 15.306.094 20.684.692 28 Kota Salatiga 5.149.967 3.951.589 12 Karanganyar 15.782.604 34.285.151 29 Kota Semarang 34.195.707 30.823.362 13 Sragen 10.980.982 16.494.278 30 Kulon Progo 16.428.953 14.529.196 14 Blora 8.114.098 11.144.210 31 Bantul 7.787.924 13.009.913 15 Rembang 8.764.684 9.074.358 32 Gunung Kidul 14.063.123 22.067.087 16 Pati 16.835.111 21.566.215 33 Sleman 11.541.559 33.985.591 17 Kudus 17.815.922 17.006.504 34 Kota Yogyakarta 20.434.033 32.879.409 Rekaracana 7

Rizal Muhammad Anshori, Herman 3.8 Fungsi Hambatan F(Cid) Dalam Fid ada hal yang harus diketahui yaitu Fid harus dianggap sebagai ukuran aksesibilitas (kemudahan) antara zona i dengan zona d. Jenis fungsi hambatan yang dapat digunakan dalam model gravity, yaitu: F(Cid) = Cid (fungsi pangkat) β = (3) Dimana Cid yang digunakan adalah matriks jarak. Total dari matriks Cid Jawa Tengah dan D.I Yogykarta adalah 157,1981 Maka β yang digunakan adalah = 0,0127228 3.9 Model DCGR Dalam model DCGR, bangkitan dan tarikan pergeraan harus selalu sama dengan yang dihasilkan oleh tahapan bangkitan pergerakan. Model yang digunakan persis sama dengan persamaan (2.1). kedua faktor penyeimbang (Ai dan Bd) menjamin bahwa total baris dan kolom dari matriks hasil bangkitan pergerakan. Persamaan Ai dan Bd didapatkan secara berulang-ulang dan dapat dengan mudah dicek bahwa Tid sudah memenuhi batasan persamaan. B d = 1 untuk seluruh d dan A i = untuk seluruh i Ai = = 22769888,78 hitung A1,A2 sampai seluruh data. Total seluruh data = 23605157239, kemudian dibagi 1 = 4,23636E-11 Maka didapat nilai Ai = 4,23636E-11 Setelah memasukan nilai β = 0,0127228, maka nilai Ai dan Bd harus sama dengan total pergerakan. Dalam arti nilai Ai dan Bd diulang sampai nilai nya tidak berubah lagi. Peng ulang an Tabel 6. Nilai Ai dan Bd A1 A2 A3 A4 A5 B1 B2 B3 B4 B5 1 4,30E-11 8,20E-11 2,90E-15 6,90E-11 3,20E-11 1,00E+00 1,00E+00 1,00E+00 1,00E+00 1,00E+00 3 5,30E-10 1,00E-09 1,90E-09 9,50E-10 3,80E-10 5,10E-02 5,90E-02 5,60E-02 6,80E-02 9,60E-02 5 4,90E-10 9,30E-10 1,80E-09 9,90E-10 5,50E-10 3,20E-02 5,30E-02 8,90E-02 6,20E-02 7,90E-02 7 3,10E-10 6,40E-10 1,20E-09 6,00E-10 4,70E-10 4,60E-02 9,50E-02 1,80E-01 8,60E-02 9,00E-02 9 5,00E-10 9,50E-10 1,80E-09 1,00E-09 5,90E-10 3,30E-02 5,10E-02 8,10E-02 6,40E-02 8,40E-02 11 5,00E-10 9,50E-10 1,80E-09 1,00E-09 6,50E-10 3,10E-02 5,10E-02 8,70E-02 6,20E-02 7,60E-02 13 5,00E-10 9,50E-10 1,80E-09 1,00E-09 6,70E-10 3,10E-02 5,10E-02 8,70E-02 6,20E-02 7,40E-02 15 5,00E-10 9,50E-10 1,80E-09 1,00E-09 6,80E-10 3,10E-02 5,10E-02 8,70E-02 6,20E-02 7,30E-02 17 5,00E-10 9,50E-10 1,80E-09 1,00E-09 6,80E-10 3,10E-02 5,10E-02 8,70E-02 6,20E-02 7,30E-02 19 5,00E-10 9,50E-10 1,80E-09 1,00E-09 6,80E-10 3,10E-02 5,10E-02 8,70E-02 6,20E-02 7,30E-02 Reka Racana 8

Penentuan Koefisien Hambatan β Asal Tujuan Transportasi di Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta 3.10 Hubungan antara nilai β dengan RMSE Sebaran pergerakan dari data yang dihasilkan menggunakan pendeketan penaksiran model keburuhan akan transportasi akan menghasilkan sebaran pergerakan yang semirip mungkin dengan data hasil pengamatan. Setelah didapat nilai model dari β, maka RMSE dapat dihitung dengan cara: RMSE = ( ) (4) N = Jumlah baris atau kolom matriks id dan = nilai sel matriks hasil model dan hasil observasi Dengan nilai β = 0,0127228 RMSE = = 1370,13 Tabel 7. Hubungan antara β dan RMSE β RMSE β RMSE 1 0,00002 6317 18 0,01658 5267 2 0,00018 5963 19 0,01 2951 3 0,00112 4923 20 0,013 1036 4 0,0035 4134 21 0,014 2488 5 0,0051 3983 22 0,015 3577 6 0,0061 3860 23 0,016 4633 7 0,0071 3706 24 0,017 5751 8 0,0081 3510 25 0,018 6999 9 0,0085 3416 26 0,019 8449 10 0,00901 3281 27 0,021 12339 11 0,00918 3231 28 0,022 15056 12 0,01051 2733 29 0,023 18558 13 0,01123 2339 30 0,024 23134 14 0,01272 1370 31 0,025 29175 15 0,01111 2413 32 0,026 37198 16 0,01125 2329 33 0,027 47897 17 0,01456 3111 34 0,0271 49234 Rekaracana 9

Rizal Muhammad Anshori, Herman RMSE β Gambar 2. Grafik hubungan β dengan RMSE Dari grafik hubungan β dengan RMSE diatas didapat model: Tabel 8. Persamaan Model Tahap Persamaan R 2 1 Y = 628883x+1 0,4369 2 Y = 6E + 07 x 2-524527x 0,7862 3 Y = 1E + 10x 3-6E + 08x 2 + 8E + 06x - 30799 0,9889 Dari ketiga persamaan diatas, model ketiga yang mempunyai R 2 yang paling besar, yaitu Y = 1E + 10x 3-6E + 08x 2 + 8E + 06x 30799. Untuk mendapatkan β dengan RMSE terkecil dilakukan diferensial dari persamaan tersebut. Dengan = 0 Didapat x1 = 0,031 dan x2 = 0,00845. Dari hasil x1 dan x2 tersebut, maka β yang terkecil adalah 0.00845 dengan RMSE 2245,602. 4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dari berbagai analisis pada bab-bab sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: a) Berdasarkan hasil Pemodelan Sebaran Pergerakan, dapat disimpulkan bahwa: Model sebaran pergerakan di Provinsi Jawa Tengah dengan menggunakan metode Double Constraint Gravity Model (DCGR) dengan jenis fungsi hambatan Cid Jarak Tid= Oi. Dd..Ai. Bd.exp(0,0127228.Cid ). b) Persamaan model didapat R 2 paling besar dengan persamaan Y = 1E + 10x 3-6E + 8x 2 + 8E + 06x 30799. c) x1 dan x2 dari persamaan model adalah 0,031 dan 0,00845 d) maka β yang terkecil adalah 0.00845 dengan RMSE 2245,602. Reka Racana 10

Penentuan Koefisien Hambatan β Asal Tujuan Transportasi di Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta DAFTAR RUJUKAN, 2011, Jawa Tengah Dalam Angka 2011, Badan Pusat Statistik., 2011, Matriks Asal Tujuan Penumpang 2011 Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta Yogyakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Perhubungan. Tamin, O. Z.(2000), Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Bandung, Institut Teknologi Bandung. Rekaracana 11