BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembelajaran bahasa Jawa antara lain untuk melestarikan budaya Jawa dan membentuk budi pekerti generasi bangsa. Hal tersebut tertuang dalam standar isi kurikulum 2013 mata pelajaran bahasa Jawa Provinsi Jawa Tengah tahun 2014 yang memasukkan nilai-nilai spiritual, sosial, pengetahuan serta keterampilan dalam setiap kompetensi dasar yang ingin dicapai. Hal ini membuktikan bahwa tujuan pembelajaran bahasa Jawa tidak hanya untuk tujuan kognitif saja akan tetapi juga untuk membentuk spiritual, sosial serta keterampilan generasi bangsa dalam melestarikan, mengembangkan dan mengaplikasikan bahasa Jawa dalam kehidupannya. Diharapkan melalui upaya tersebut dapat menghasilkan generasi bangsa yang berbudi pekerti luhur. Untuk mencapai tujuan tersebut maka guru menggunakan media pembelajaran, yaitu cerita rakyat. Cerita rakyat merupakan karya sastra yang tidak asing bagi setiap generasi muda. Hal ini dikarenakan cerita rakyat merupakan hasil dari tradisi lisan yang selalu diceritakan secara turun-temurun. Bagi setiap generasi muda, mendengarkan cerita rakyat adalah hiburan yang menyenangkan, dan tanpa mereka sadari sebenarnya mereka sudah mendapatkan manfaat yang lebih dari sekedar hiburan. Manfaat tersebut ialah tumbuhnya sikap positif, bertambahnya wawasan, bertambahnya kekayaan batin, serta bertambahnya kosakata-kosakata baru yang tentunya bermanfaat untuk perkembangan kognitif dan sosialnya. Dengan menggunakan folklor anak dapat memahami keanekaragaman budaya yang ada disekitarnya. Pemahaman itu yang akan menumbuhkan sikap saling menghargai antar suku, agama, dan bangsa. Hal itu dapat dikaitkan dengan penelitian Lichman (2015: 4) yang menyatakan, Participant s folklore is used as a key for understanding each other and establishing positive partnerships between diverse cultural, religious, and national groups. Folklor digunakan sebagai kunci untuk memahami satu sama lain dan membangun hubungan yang positif antara beragam budaya, agama dan 1
2 bangsa. Bagi orang tua menyajikan cerita rakyat untuk anaknya ialah tradisi turuntemurun sampai saat ini. Pernyataan tersebut dibuktikan dengan banyaknya bacaan cerita rakyat yang beredar di masyarakat, baik yang dibukukan maupun yang dimuat di harian atau majalah. Buku-buku dengan judul Misteri Keyong Mas, Reyog Ponorogo, Cindhe Laras, Ciung Wanara, Legenda Banyuwangi, Andhe-andhe Lumut, Timun Mas lan Buto Ijo, Jaka Tarub, Rara Jonggrang, Sangkuriang, Candhi Borobudur dan masih banyak lagi telah mewarnai pasar buku di Indonesia. Berdasarkan fakta-fakta di atas dapat disimpulkan bahwa cerita rakyat memang patut dan sesuai untuk dijadikan media pembelajaran menanamkan budi pekerti luhur yang dapat dilakukan semenjak dini. Untuk dapat memahami nilai-nilai kebaikan yang terkandung dalam buku cerita rakyat maka sangat diperlukan kesantunan berbahasa di dalam penyajiannya. Kesantunan berbahasa tercermin dalam tata cara berkomunikasi secara verbal atau tata cara berbahasa. Tata cara berbahasa ini termasuk pilihan kata sampai pada tataran kalimat, tata bahasa, pilihan ragam, dan intonasi. Tata cara berbahasa yang dimaksud pada penelitian ini hanya terbatas pada pilihan kata sampai pada tataran kalimat, tata bahasa dan pilihan ragam. Hal ini dikarenakan dalam penggunaan bahasa Jawa terdapat istilah honorifik. Honorifik bahasa Jawa yaitu tingkat tutur atau dapat disebut dengan undhausuk. Undha-usuk adalah ragam bahasa Jawa yang digunakan untuk menghormati mitra tutur. Hal ini dipengaruhi oleh adanya lapisan masyarakat, dan tingkatan umur. Penggunaan bahasa selalu berhubungan dengan nilai budaya pemakainya dan adat sopan santunnya. Apabila seorang penutur bahasa Jawa ingin berlaku santun, maka ia harus menggunakan honorifik (bentuk hormat). Honorifik selalu digunakan dalam pemilihan kata hingga tataran kalimat bahasa Jawa yang disesuaikan dengan kondisi lapisan masyarakat serta tingkatan umur. Jenis tingkat tutur bahasa Jawa ada dua yaitu ngoko (low honorifics) dan krama (high honorifics). Kedua ragam bahasa tersebut memiliki tempat masingmasing untuk digunakan dengan tujuan untuk menghormati lawan tutur. Gunarwan (1994: 89-90) mengatakan bahwa di dalam masyarakat tutur Jawa, kepada seorang yang berstatus sosial tinggi, penutur berkewajiban menggunakan
3 bentuk-bentuk honorifik (yang menunjukkan hormat) jika tidak, ujarannya akan terdengar tidak santun menurut norma berbahasa masyarakat tutur Jawa. Aturan penggunaan honorifik akan mempengaruhi pilihan kata sampai dengan kalimat yang akan tertuang dalam dialog para tokohnya. Dialog antar tokoh tersebut penting untuk diteliti dengan tujuan mengetahui kesantunan berbahasa yang sesuai dengan aturan penggunaan honorifik bahasa Jawa. Selain menggunakan indikator honorifik bahasa Jawa, kesantunan berbahasa dapat dilihat dari adanya pematuhan terhadap maksim-maksim kesantunan, skala kesantunan serta strategi kesantunan yang digunakan dalam sebuah tuturan. Beberapa indikator tersebut yang menentukan kesantunan sebuah tuturan yang ada di dalam buku cerita rakyat berbahasa Jawa yang akan dijadikan sebagai materi ajar. Pemilihan buku ajar yang baik haruslah memberikan contoh serta efek yang baik bagi perkembangan kebahasaan maupun psikologis anak. Menurut Rahmanto (1988: 27) tiga aspek penting yang tidak boleh dilupakan jika kita ingin memilih bahan pengajaran sastra, yaitu: pertama dari sudut bahasa, kedua dari segi kematangan jiwa (psikologi), dan ketiga dari sudut latar belakang kebudayaan siswa. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa bahasa ialah hal yang paling penting dan utama sebagai bahan pertimbangan pemilihan materi ajar. Berdasarkan observasi semula, ketika peneliti melakukan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 3 Sukoharjo, peneliti melihat bahwa guru hanya menggunakan cerita rakyat yang sudah tersedia di buku teks saja. Sejatinya selain buku teks pelajaran, guru dapat menggunakan buku referensi maupun buku bacaan yang lainnya. Tentunya hal itu juga akan membuat pembelajaran lebih menarik serta dapat memperluas wawasan siswa mengenai kekayaan cerita rakyat Indonesia. Pernyataan ini didukung dengan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 425 tahun 2012 yang menetapkan buku teks pelajaran, buku pengayaan/referensi, dan buku bacaan muatan lokal bahasa Jawa untuk SD/MI, dan SMP/MTs. Dalam SK tersebut Gubernur telah menetapkan beberapa buku pengayaan dan buku bacaan muatan lokal bahasa Jawa.
4 Beberapa buku pengayaan dan bacaan yang telah ditetapkan yaitu Ajisaka karya P. Mulya Hadipura, dkk, Damarwulan karya Sunjaya, Ki Ageng Sela karya Sunjaya, Adege Kraton Surakarta Hadiningrat karya Sukirman Hadiwirodarsono, dan masih banyak lagi. Mengacu pada SK Gubernur tersebut dapat disimpulkan bahwa selain buku teks pelajaran, buku pengayaan serta buku bacaan perlu dan penting untuk digunakan. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti menggunakan objek penelitian buku pengayaan yang berjudul Andhe-andhe Lumut karya Sunjaya. Alasan penulis memilih cerita tersebut karena cerita Andhe-andhe Lumut sudah sangat populer bagi masyarakat suku Jawa, ceritanya sangat menarik, sering dijadikan bahan naskah drama dalam pembelajaran sandiwara di sekolah karena ceritanya yang bagus, mudah dipahami, dan mengandung banyak ajaran moral yang patut diteladani oleh generasi penerus bangsa. Ajaran moral yang terdapat dalam cerita rakyat tersebut masih relevan dengan kehidupan sekarang sehingga peserta didik dapat lebih mudah untuk memahaminya. Sayangnya dalam buku cerita rakyat tersebut masih ditemukan beberapa kalimat yang tidak santun. Ketidaksantunan kalimat tersebut ditentukan dari pelanggaran indikator penilaian kesantunan serta beberapa ketidaktepatan dalam penggunaan honorifik bahasa Jawa. Hal itu dapat dikaitkan dengan simpulan penelitian Gunarwan (2003: 222) bahwa kesalahan kosakata juga terjadi karena responden tidak menggunakan honorifik untuk situasi yang seharusnya menggunakannya, yaitu di dalam situasi yang ditandai oleh semantik kekuasaan [+K]. Cerita Andhe-andhe Lumut ini di dalamnya syarat akan kekuasaan karena bersifat istana sentris. Cerita tersebut berisi tentang kehidupan istana sehingga banyak ditemukan penggunaan honorifik bahasa Jawa Krama. Diharapkan dari penelitian ini dapat mendeskripsikan dan menjelaskan kesantunan pada tindak tutur dalam cerita rakyat Andhe-andhe Lumut karya Sunjaya dari yang paling santun sampai tuturan yang paling tidak santun. Namun demikian, penelitian ini hanya membahas tindak tutur asertif, tindak tutur direktif, dan tindak tutur ekspresif oleh Searle (Leech, 1993: 164) yang lebih mendominasi di dalam setiap tuturan para tokoh. Pentingnya kesantunan dalam cerita rakyat untuk diteliti dikarenakan selama ini penelitian dengan objek cerita rakyat masih
5 dititikberatkan pada kesastraannya, belum dari segi kebahasaannya. Segi kesastraaan yang selama ini diteliti, yaitu tentang strukturalisme, sosiologi sastra, psikologi sastra, analisis penokohan dan sebagainya. Salah satu contohnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Suliyanto (2009) dengan judul Cerita Rakyat di Kabupaten Wonogiri (Kajian Struktural dan Nilai-nilai Edukatif). Dalam penelitian tersebut Suliyanto mendeskripsikan cerita rakyat di kabupaten Wonogiri, menganalisis struktur ceritanya serta mendiskripsikan nilai-nilai edukatif (pendidikan) yang terdapat di dalamnya. Dari segi kebahasaan misalnya kesantunan berbahasa belum ada yang meneliti. Selama ini penelitian dari segi kebahasaan yaitu mengenai kesantunan sebagian besar menggunakan subjek pendidikan yang berupa wacana lisan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Purnomo (2012) dengan judul Kesantunan Berbahasa Jawa Siswa SMP Muhammadiyah 1 Surakarta (Suatu Kajian Pragmatik). Dalam penelitian tersebut Purnomo memaparkan bentuk kesantunan dan ketaksantunan tuturan bahasa Jawa, faktor penentu kesantunan tuturan bahasa Jawa dan fungsi kesantunan tuturan bahasa Jawa yang digunakan oleh siswa. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini, yaitu peneliti menggunakan sumber data berupa wacana tulis, yaitu buku cerita rakyat yang akan dianalisis kesantunan pada tindak tuturnya serta relevansinya sebagai materi ajar sebagai sarana mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti bermaksud untuk meneliti lebih dalam mengenai kesantunan pada tindak tutur dalam cerita rakyat karena penelitian-penelitian terdahulu belum ada yang pernah meneliti kesantunan dalam buku cerita rakyat khususnya Andhe-andhe Lumut. Maka dari itulah, peneliti mengambil judul Analisis Kesantunan dalam Cerita Rakyat Andhe-andhe Lumut karya Sunjaya dan Relevansinya sebagai Materi Ajar Memahami Cerita Rakyat Siswa Kelas VII SMP (Suatu Kajian Pragmatik).
6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana wujud kesantunan pada tindak tutur dalam cerita rakyat Andheandhe Lumut karya Sunjaya? 2. Bagaimana relevansi cerita rakyat Andhe-andhe Lumut karya Sunjaya sebagai materi ajar memahami cerita rakyat pada siswa kelas VII SMP? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan wujud kesantunan pada tindak tutur dalam cerita rakyat Andhe-andhe Lumut karya Sunjaya. 2. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan relevansi cerita rakyat Andhe-andhe Lumut karya Sunjaya sebagai materi ajar memahami cerita rakyat pada siswa kelas VII SMP. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini, antara lain: 1. Manfaat Teoretis a. Dapat memperkaya khasanah dalam bidang pragmatik khususnya kesantunan berbahasa pada cerita rakyat. b. Dapat memperkaya khasanah dalam pemilihan materi ajar yang baik. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru 1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan guru dalam pembelajaran memahami cerita rakyat khususnya mengenai kesantunan pada tindak tutur dalam cerita rakyat. 2) Menambah pengetahuan guru untuk dapat memilih materi ajar cerita rakyat yang menarik dan mengandung nilai kesantunan.
7 b. Bagi Peserta Didik Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan meningkatkan minat peserta didik mengenai pembelajaran unggah-ungguh basa dalam cerita rakyat, sehingga dapat menghibur dan menjadi teladan dalam berperilaku sehari-hari. c. Bagi Peneliti Lain Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih mendalam untuk memahami kesantunan pada tindak tutur dalam teks cerita rakyat berbahasa Jawa.