BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu bangsa tergantung dari tingkat penguasaan ilmu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Melalui pendidikan diharapkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA. (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dan prinsip-prinsip yang saling berkaitan satu sama lain. Guru tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Taufik Rahman, 2015

42. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB A)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat bantu, maupun sebagai ilmu (bagi ilmiyawan) sebagai pembimbing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya

BAB I PENDAHULUAN. ditinjau dari prosesnya, pendidikan adalah komunikasi, karena dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. siswa, karena itu matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembelajaran matematika bertujuan untuk melatih pola

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari seperti mengenal garis, bangun datar dan bangun ruang. Geometri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Rosdakarya, 2010), Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), 2.

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

43. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunarungu (SMPLB B)

BAB I PENDAHULUAN. Adapun yang menjadi penyebab yaitu pembelajaran terpusat kepada guru dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Rini Apriliani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting

BAB I PENDAHULUAN. berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas atau

Pernyataan ini juga di ungkapkan oleh Bambang R (dalam Rbaryans, 2007) yang menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. dan teknologi. Matematika juga dapat digunakan dalam kehidupan sehari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat di sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. Matematika lahir karena adanya kebutuhan untuk menyelesaikan masalah di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Khaeratun Nisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

I. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan formal yang sedang banyak diminati masyarakat, yaitu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syarifah Ambami, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

KTSP Perangkat Pembelajaran SMP/MTs, KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) Mapel Matematika kls VII s/d IX. 1-2

BAB I PENDAHULUAN. Matematika sebagai ilmu yang timbul dari pikiran-pikiran manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

48. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Politeknik sebagai perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan Queen and Servant of Science, maksudnya

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting. Manusia tidak

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ine Riani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. paling digemari dan menjadi suatu kesenangan. Namun bagi sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini mengalami kemajuan yang

BAB I PENDAHULUAN. penalaran logis, sistematis, kritis, cermat, kreatif dan inovatif dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran

BAB I PENDAHULUAN. matematika di sekolah memiliki tujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh informasi dengan cepat, melimpah dan mudah. Siswa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

2015 PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG MENDAPATKAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN. perkembangan ilmu dan teknologi suatu negara. Ketika suatu negara memiliki

I. PENDAHULUAN. didiknya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan berusaha secara terus menerus dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali, termasuk mereka yang memiliki kelainan, seperti yang tertuang pada UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 5 : Ayat (1) : Setiapwarga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Ayat (2) : Warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual,dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus Sekolah luar biasa (SLB) sebagai suatu lembaga pendidikan formal bagi anak luar biasa mempunyai tugas pokok yaitu membantu siswa mencapai perkembangan yang optimal sesuai dengan tingkat dan jenis keluarbiasaannya. Anak tunanetra mendapatkan layanan pendidikan formal di sekolah luar biasa bagian A. Di SLB bagian A, anak tunanetra belajar berbagai pelajaran dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hampir sama dengan anak pada umumnya. Salah satu mata pelajaran yang dipelajari oleh anak tunanetra adalah matematika. Rendri Irawan, 2011 Pengaruh Metode Brainstorming Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

Matematika dipelajari oleh siswa (termasuk siswa tunanetra) di sekolah mulai dari tingkat pedidikan dasar, sebagaimana yang dikemukan oleh Sadulloh (2003: 66) bahwa : pada pendidikan dasar diberikan pengetahuan yang esensial sebagai dasar dan bekal pendidikan umum, penguasaan bahasa tertentu, matematika dan dasardasar metode dan teknik berpikir ilmiah. Karena matematika sangat berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari maupun pekerjaan, apalagi perkembangan zaman semakin menuntut ilmu pengetahuan matematika, daya nalar dan sebagainya. Sebagian orang beranggapan bahwa dalam belajar matematika identik dengan berhitung. Padahal dalam berlajar matematika bukan hanya berhitung saja, akan tetapi siswa dituntut untuk lima aspek kemampuan. Sebagai mana yang terdapat dalam draf panduan KTSP mata pelajaran matematika, (BNSP, 2006), mata pelajaran matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Matematika menempati posisi pertama sebagai mata pelajaran yang sulit dan kurang diminati oleh siswa. Kesulitan dan minat siswa dalam belajar matematika sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya prestasi siswa dalam belajar matematika. Pernyataan tersebut sejalan dengan apa yang diungkapkan 2

oleh Ruseffendi (Hafriani, 2004) bahwa sikap dan minat siswa terhadap matematika sejalan dengan prestasinya dalam belajar matematika. Apabila seorang siswa memiliki sikap dan minat yang positif terhadap matematika maka prestasi dalam matematiknya pun akan tinggi. Kesulitan yang dihadapi oleh siswa dalam matematika ini terutama dalam aspek pemecahan masalah. Sebagaimana yang ungkapkan oleh Cawley, Miller dan School (Suherman, 2005: 145) dalam studinya terhadap siswa tingkat lanjutan menemukan, bahwa mereka mempuyai masalah dalam aspek problem solving (pemecahan masalah). Di antara berbagai cabang matematika, geometri menempati posisi yang paling memprihatinkan. Kesulitan-kesulitan siswa dalam belajar geometri terjadi mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Rizal (2008) mengungkapkan bahwa kesulitan belajar ini menyebabkan pemahaman yang kurang sempurna terhadap konsep-konsep geometri yang pada akhirnya akan menghambat proses belajar geometri selanjutnya. Geometri menempati posisi khusus dalam kurikulum matematika karena banyaknya konsep-konsep yang termuat di dalamnya. Dari sudut pandang psikologi, geometri merupakan penyajian abstraksi pengalaman visual dan spasial, misalnya bidang, pola, pengukuran dan pemetaan. Sedangkan dari sudut pandang matematik, geometri menyediakan pendekatan-pendekatan untuk pemecahan masalah, misalnya gambar-gambar, diagram, sistem koordinat, vektor, dan transformasi. Geometri juga merupakan sarana untuk mempelajari struktur matematika. 3

Tujuan pembelajaran geometri adalah agar siswa memperoleh rasa percaya diri mengenai kemampuan matematikanya, menjadi pemecah masalah yang baik, dapat berkomunikasi secara matematik, dan dapat bernalar secara matematik. Selain itu, tujuan pembelajaran geometri adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, mengembangkan intuisi keruangan, menanamkan pengetahuan untuk menunjang materi yang lain, dan dapat membaca serta menginterpretasikan argumen-argumen matematik. Anak tunanetra memiliki kemampuan pemecahan masalah yang rendah dalam belajar geometri dibandingkan anak pada umumnya. Hal ini dapat terlihat dalam belajar sehari-hari, dimana anak tunanetra tidak dapat menyelesaikan soal pemecahan masalah. Jangankan untuk menyelesaikan soal pemecahan masalah, untuk soal berhitung biasa anak tunanetra sudah cukup kesulitan. Berdasarkan hasil pengamatan, rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika anak tunanetra dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya hasil belajar sebelumnya dan derajat kewaspadaan. Sebagaimana yang dikemukan oleh Davidoff (1988) bahwa terdapat faktor yang mempengaruhi keterampilan seseorang dalam memecahkan masalah, yaitu hasil belajar sebelumnya dan derajat kewaspadaan. Bila suatu pengalaman masa lalu dapat membantu kita untuk memecahkan masalah pada saat ini, maka peristiwa ini disebut transfer positif. Memang seringkali terjadi bahwa pengalaman masa lalu dapat memperkaya kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah. Dalam transfer positif ini dikatakan bahwa seorang individu pada masa lalunya telah membentuk perangkat atau dapat dikatakan bahwa mereka telah mempelajari apa-apa yang harus dipelajari. 4

Berdasarkan fakta dilapangan, guru-guru SLB bagian A dalam kegiatan pembelajaran matematika masih berpusat guru sehingga pengajaran terlalu membatasi kegiatan siswa, tidak sesuai dengan kurikulum yang menekan kegiatan pembelajaran lebih berpusat pada siswa. Selain itu, guru-guru bidang studi matematika selalu memberikan pembelajaran matematika hanya sebatas perhitungan biasa dan penjelasan mengenai rumus-rumus, tetapi untuk penjelasan konsep pemecahan masalah kurang diperhatikan. Hasil belajar sebelumnya tidak dapat memberikan pengalaman yang positif terhadap kemampuan pemecahan siswa tunanetra. Kehilangan fungsi penglihatan berpengaruh terhadap derajat kewaspadaan siswa tunanetra dalam menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah. Karena dalam pemecahan masalah seringkali juga membutuhkan adanya peranan dari derajat kewaspadaan (arousal), karena dalam kehidupan sehari-hari kita dalam menghadapi persoalan atau mempelajari sesuatu hal seringkali membutuhkan perangsangan terlabih dahulu. Lebih lanjut Veragawati (2009:48) menjelaskan bahwa perangsangan itu antara lain adalah pemusatan perhatian, emosi, kebutuhan, ketelitian dan alasan-alasan lainnya. Peningkatan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika sangat penting sekali, sebagaimana yang diungkapkan Ariel (Suherman, 2005: 155) bahwa pentingnya pengembangan keterampilan dalam pemecahan masalah bagi seluruh siswa adalah untuk membantu meraih kesuksesan dalam keahliankeahlian perhitungan dan penggunaan fakta-fakta menyelesaikan algoritma. 5

Untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh siswa tunanetra dalam belajar matematika terutama dalam pemecahan masalah matematika adalah dengan menerapkan metode pembelajaran yang tepat. Guru sebagai pendidik sekaligus pengajar harus terampil dalam memilih dan menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa dan karakteristik materi yang dipelajari agar proses pembelajaran lebih berkualitas. Sebagai mana yang dikemukakan oleh Djudjuri (Abdurahman, 2003: 145) dalam penelitiannya menyimpulkan, bahwa upaya peningkatan kualitas proses pembelajaran dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan hakikat ilmu atau mata pelajaran yang diajarkan, sesuai dengan karakteristik siswa dan hakikat belajar. Salah satu metode yang dapat meningkatkan dan menumbuh-kembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dalam pembelajaran matematika, serta dapat merangsang siswa untuk mengeluarkan seluruh ideidenya adalah teori Osborn atau lebih dikenal metode brainstorming atau metode sumbang saran. metode brainstorming atau metode sumbang saran ini mengutamakan supaya siswa dapat mengeluarkan ide-ide kreatif dalam memecahkan masalah sesuai dengan bahasa ataupun pemahamannya sendiri dari informasi yang didapat. Kegiatan pembelajaran dengan menerapkan metode brainstorming menjadikan kegiatan pembelajaran berpusat pada. Siswa-siswa diberi kebebasan untuk menggali atau mengeksplorasi pengetahuannya sendiri dalam mengerjakan soal dan tidak harus terpaku pada satu cara, melainkan dengan berbagai cara. 6

Peran guru dalam kegiatan pembelajaran sebagai fasilitator, yaitu hanya mengarahkan seluruh siswa untuk dapat mengeluarkan ide-ide dalam menyelesaikan soal atau masalah matematika dan mengungkapkan ide-ide tersebut. Atas dasar itulah peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Metode Brainstorming terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Tunanetra dalam Pembelajaran Geometri Tingkat SMPLB di SLB A-N Citeureup. B. Identifikasi Masalah Identifikasi masalah berdasarkan latar belakang di atas adalah sebagai berikut: 1. Kemampuan pemecahan siswa tunanetra dalam pembelajaran geometri masih rendah. 2. Siswa tunanetra memiliki kesulitan dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah. 3. Guru bidang studi matematika di SLB A selalu memberikan pembelajaran matematika hanya sebatas perhitungan biasa dan penjelasan mengenai rumusrumus. 4. Guru bidang studi matematika di SLB A kurang memperhatikan penjelasan konsep pemecahan masalah dalam pembelajaran gemetri bagi siswa tunanetra. 5. Kegiatan pembelajaran matematika di SLB A berpusat guru. 7

C. Batasan Masalah Penilitian ini dibatasi pada masalah sebagai berikut: 1. Bidang yang diteliti hanya mencakup pembelajaran geometri dengan menerapkan metode Brainstrorming bagi siswa tunanetra pada tingkat SMPLB di SLB N-A Citeureup. 2. Pembelajaran geometri hanya pada materi bangun datar persegi panjang dan segitiga. 3. Metode Pembelajaran yang diterapkan adalah Metode Brainstorming. D. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Apakah metode brainstorming berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa tunanetra tingkat SMPLB di SLB N-A Citeureup? Dari rumusan masalah tersebut dapat diuraikan menjadi pertanyaanpertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana aktivitas siswa dalam pembelajaran geometri dengan menerapkan metode brainstorming? 2. Seberapa besar peningkatan kemampuan pemecahan siswa tunanetra setelah belajar geometri dengan menerapkan metode brainstorming? 8

E. Variabel Penelitian 1. Metode Brainstorming Metode sumbang saran (brainstorming) yang dikembangkan oleh Alex Osborn merupakan suatu teknik pemecahan masalah secara kreatif yang terkenal berhasil guna dalam menghasilkan gagasan-gagasan yang baru (Veragawati, 2008). Kelompok kecil (sidang) sumbang saran biasanya terdiri dari 5-10 orang yang menghadapi suatu masalah khusus, dalam arti masalah tidak terlalu luas dan umum. Anggota kelompok diharapkan untuk memberi saran-saran guna memecahkan masalah yang telah dirumuskan. Penggunaan metode ini dengan mengikuti langkah-langkah sebagi berikut : a. Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan b. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut c. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut d. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut e. Menarik kesimpulan artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi. 2. Kemampuan Pemecahan Masalah Kemampuan Pemecahan Masalah adalah kesanggupan menggunakan dasar berpikir untuk memecahkan kesulitan yang diketahui atau yang didefinisikan, mengumpulkan fakta tentang kesulitan tersebut, dan menentukan informasi tambahan yang diperlukan, menyimpulkan dan mengusulkan alternatif pemecahan dan mengujinya untuk kelayakan, secara potensional mereduksi 9

menjadi taraf penjelasan yang lebih sederhana dengan menghilangkan pertentangan serta melengkapi pengujian pemecahan masalah untuk menggeneralisasikannya. Menurut Gagne (Ruseffendi, 1998 : 216) pemecahan masalah adalah tipe belajar yang tingkatannya paling tinggi dan kompleks dibandingkan dengan tipe belajar lainnya. Indikator kemampuan pemecahan masalah matematika adalah sebagai berikut: a. Mampu memahami konsep dan ketentuan matematika b. Mampu memahami perbedaan analogi dan kesukaran c. Mampu untuk mengidentifikasi bagian-bagian khusus dan memilih prosedur dari data yang benar d. Mampu memahami secara detail sesuatu yang tidak cocok e. Mampu memperkirakan dan menganalisis f. Mampu mengevaluasi dan menginterpretasikan secara kuantitatif atau fakta special dan hubungannya. g. Mampu menggenerelasi dasar-dasar dari contoh yang sedikit. F. Hipotesis Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Metode brainstorming berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa tunanetra tingkat SMPLB di SLB N-A Citeureup. Adapun hipotesis statistik satu sisi untuk sisi atas dalam penelitian ini sebagai berikut : 10

H 0 : nilai Sign α, maka H 0 diterima H 1 : nilai Sign < α, maka H 0 ditolak G. Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pengaruh metode brainstorming terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa tunanetra dalam pembelajaran geometri tingkat SMPLB di SLB N-A Citeureup. 2. Untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematika siswa tunanetra tingkat SMPLB di SLB N-A. H. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitan ini diharapkan : 1. Secara keilmuan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan strategi pembelajaran matematika bagi siswa tunanetra tingkat SMPLB. 2. Memberikan gambaran mengenai pengaruh metode brainstorming terhadap peningkatan kemampuan memecahkan masalah matematika siswa tunanetra tingkat SMPLB di SLB N-A Citeureup. 3. Sebagai bahan penelitian selanjutnya dalam pembelajaran matematika bagi siswa tunanetra. 11