2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pendidikan adalah sistem yang digunakan untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi sekarang ini pendidikan di Indonesia sudah mulai berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. ketidakpastian. Pendidikan sebagai sumber daya insani sepatutnya mendapat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia atau lazim

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep matematika. Akibatnya. prestasi matematika siswa secara umum belum menggembirakan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ratna Purwati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. meringankan kerja manusia. Matematika diberikan kepada siswa sebagai bekal

BAB I PENDAHULUAN. berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dalam pembelajaran matematika mencakup pemahaman konsep, penalaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. utama dalam menguasai pelajaran matematika. Belajar matematika berarti. bermanfaat jika konsep dasarnya tidak dipahami.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sarbaini, Identifikasi Tingkat Berpikir Siswa Berdasarkan Teori Van

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB II KAJIAN TEORI. ada umpan balik dari siswa tersebut. Sedangkan komunikasi dua arah, ialah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syarifah Ambami, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus pembangunan SDM (Sumber Daya Manusia). Matematika juga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Rini Apriliani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI DAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA PADA MATERI PERBANDINGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Komala Dewi Ainun, 2014

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013

2014 PENGARUH CTL DAN DI TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIKA SISWA SD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam menghadapi era globalisasi itu diperlukan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. yang akan dihadapi peserta didik dimasa yang akan datang. menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang terencana untuk

BAB II KAJIAN TEORETIS. A. Kemampuan Komunikasi Matematis, Pembelajaran Matematika. Realistik, Pembelajaran Ekspositori, dan Sikap.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ine Riani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Nora Madonna, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembelajaran matematika bertujuan untuk melatih pola

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Kemampuan yang harus dimiliki siswa adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. rasional yang harus dibina sejak pendidikan dasar. (Hasratuddin, 2010 : 19).

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Melalui pendidikan diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roheni, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan umum pembelajaran matematika yang dirumuskan dalam. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, adalah agar siswa

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kualifikasi guru, penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku dan alat

BAB I PENDAHULUAN. matematika diantaranya: (1) Siswa dapat memahami konsep matematika,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang universal, berada di semua penjuru

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

EKSPERIMENTASI PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN OPERASI HITUNG PECAHAN ANAK TUNANETRA KELAS VI

BAB I. Matematika dan perkembangan teknologi serta informasi tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi yang ada pada manusia tersebut. Pendidikan adalah usaha sadar

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II, Pasal 3. 1 Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN. konsep-konsep sehingga siswa terampil untuk berfikir rasional. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang digunakan untuk mempermudah manusia dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan ide-ide melalui lisan, tulisan,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. adalah nilai yang melebihi dari KKM. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Matematika merupakan salah satu dari mata pelajaran yang wajib dipelajari oleh siswa sekolah dasar. Mata Pelajaran ini bertujuan untuk membentuk manusia Indonesia sepenuhnya dalam spektrum manusia kerja (Standar Isi KTSP 2006, hlm 17). Menurut Permendiknas No. 22 tahun 2006 peran dan fungsi matematika terutama sebagai sarana mengembangkan kemampuan bernalar dalam memecahkan masalah baik pada bidang matematika maupun dalam bidang lainnya. Oleh karena itu matematika adalah ilmu yang digunakan sebagai dasar dalam memecahkan masalah didalam kehidupan manusia. Matematika bukanlah sebuah ilmu yang terisolir hanya karena karakteristik abstraknya, namun dari karakteristik abstrak tersebut matematika melahirkan pola berpikir yang sistematis. Matematika adalah suatu ilmu pengetahuan yang menjadi bagian kehidupan manusia. Andrew (dalam Ariyadi Wijaya, 2012, hlm. 7) mengemukakan proses pembelajaran antara yang dilatih dengan dididik. Kata dilatih lebih menekankan kepada kata know how yang artinya mengetahui bagaimana melakukan sesuatu, sedangkan kata dididik menekankan pada know why yang artinya mengetahui kenapa hal tersebut dapat terjadi. Hal yang berbeda terjadi pada matematika karena dalam pembelajaran matematika proses melatih dan mendidik merupakan dua hal yang seharusnya dipadukan. Sejalan dengan itu maka pemerintah berusaha untuk menciptakan kurikulum yang dapat mengembangkan karakter dan juga kognitif. Berikut ini merupakan tujuan dari mata pelajaran Matematika di Sekolah Dasar yang terdapat dalam kurikulum KTSP 2006, yaitu: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. 1

2 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Adapun pembelajaran matematika di sekolah dasar akan berhasil dengan baik apabila guru memahami perkembangan intelektual anak- anak usia sekolah dasar. Menurut Piaget (dalam Isjoni, 2010, hlm. 36) perkembangan kognitif anak melalui empat tahap, yaitu tahap sensorimotor (0-2 tahun), tahap praopereasional (2-7 tahun), tahap operasional konkret (7-11 tahun) dan tahap operasional formal (> dari 11 tahun). Berdasarkan tahapan tersebut maka anak sekolah dasar berada pada tahap operasional Konkret. Pada tahap ini siswa berpikir atas dasar pengalaman konkret atau nyata yang pernah dialami atau dilihat. Menurut Sumantri dan Sukmadinata (dalam Wardani, 2012, hlm. 25) karakteristik anak usia sekolah dasar, yaitu: (1) senang bermain; (2) senang bergerak; (3) senang bekerja; (4) senang merasakan atau melakukan secara langsung. Karakteristik ini dapat dapat diajdikan landasan dalam mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran bagi siswa sekolah dasar. Pembelajaran perlu direncanakan menggunakan pendekatan pembelajaran yang tepat dengan memeperhatikan karakteristik perkembangan siswa yang melibatkan siswa dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran matematika terdapat Standar Kompetensi yang harus dikuasai siswa. Siswa dituntut untuk menguasainya, sebelum ke materi selanjutnya. Hal ini karena matematika adalah pelajaran yang berjenjang/ bertahap. Bila siswa tidak memenuhi standar kelulusan suatu materi, maka dia akan kesulitan untuk mempelajari materi selanjutnya. Oleh karena itu pemilihan pendekatan

3 pembelajaran dalam mengajarkan matematika dan ketuntasan siswa dalam suatu materi sebelum ke materi selanjutnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan Observasi yang dilakukan peneliti di kelas IV, pada saat Program Latiahn Profesi (PLP) disalah satu sekolah dasar kecamatan Sukajadi, hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika masih sangat rendah. Rendahnya hasil belajar siswa terlihat dari nilai-nilai matematika yang masih di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum). Nilai dari KKM sekolah untuk mata pelajaran matematika yaitu 68. Berdasarkan ulangan harian yang dilakukan oleh guru kelas mengenai materi pecahan, dari 27 siswa hanya ada 8 orang atau sekitar 29,62% yang dapat mencapai KKM, sedangkan 19 siswa lainnya atau sekitar 70,37% tidak dapat mencapai KKM. Pada saat diterangkan mayoritas siswa mendengarkan dengan baik dan seperti memahami perkataan guru didepan kelas. Namun ketika diminta mengejakan soal latihan hampir seluruh siswa tidak dapat menjawab dengan benar. Hal ini terjadi karena cara mengajar guru yang masih konvensional dan belum menggunakan pendekatan pembelajaran yang inovatif sehingga siswa kurang mampu termotivasi dalam proses pembelajaran dan pengaruh pembelajaran terhadap lingkungannya. Cara mengajar guru yang otoriter dan terkesan galak, membuat siswa memperhatikan karena tertekan. Selain itu, berdasarkan pengamatan peneliti kemampuan siswa dalam menguasai materi sebelumnya seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian belum dikuasai dengan baik sehingga mempengaruhi pemahaman materi selanjutnya yaitu penjumlahan pecahan. Dari data diatas dapat dianalisis bahwa dalam proses pembelajaran siswa hanya mendapatkan pengetahuan saja. Sehingga siswa hanya mengetahui cara, rumus dan hasil tanpa mengetahui manfaat dan penerapan dalam kehidupan sehari hari. Seperti perkataan Andrew (dalam Ariyadi, 2012, hlm. 20) meyakini bahwa banyak siswa cenderung dilatih untuk melakukan perhitungan matematika daripada dididik untuk berpikir matematis. Rendahnya hasil belajar, dan masih ada beberapa siswa yang tidak memenuhi standar kelulusan menunjukan bahwa tujuan dan hasil belajar yang diharapkan pada pembelajaran matematika belum tercapai. Untuk pemecahan permasalahan tersebut peneliti tertarik untuk melakukan tindakan perbaikan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan pembelajaran

4 yang dapat meningkatkan kualitas pelajaran, pemahaman siswa, keterampilan guru dan hasil belajar. Pemecahan masalah diperkuat Nurhadi (dalam Hermawan, dkk, 2007, hlm.155) mengemukakan : Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehiduapan mereak sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dalam pelaksanaannya, pembelajaran kontekstual bukan hanya sekedar mendengarkan dan mencatat, akan tetapi belajar merupakan suatu proses berpengalaman secara langsung. Melalui proses berpengalaman itu diharapkan pemahaman siswa terjadi secara utuh. Dengan pendekatan kontekstual, siswa akan bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa saja. Pendekatan kontekstual merupakan strategi yang dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna. Dalam belajar matematika, yang kenyataannya merupakan ilmu abstrak, tidak semua materi dapat dikaitkan dengan pengalaman di lingkungan anak. Selain itu lingkungan dan latar belakang anak yang berbeda dapat mempengaruhi pola pikir anak sehingga penyusunan pemahaman menjadi berbeda- beda dan dapat menyebabkan miss concept. Oleh karena itu kita harus menekankan pada pembelajaran realistik. Karena Realistik belum tentu kontekstual dan kontekstual sudah pasti realistik. Makan munculah alternatif yaitu Realistic Mathematics Education (RME). Pernyataan Freudentall (dalam Ariyadi, 2012, hlm. 20) bahwa matematika merupakan suatu bentuk aktivitas manusia melandasi pengembangan Pendidikan Matematik Realistik (Realistic Mathematics Education). Pendidikan matematika realistik merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran matematika. Di Belanda. Kata realistic banyak disalah artikan sebagai real-world, yaitu dunia nyata. Banyak pihak yang menganggap bahwa pendidikan matematika realistik adalah suatu pendekatan pembelajaran yang harus selalu menggunakan masalah sehari-hari. Menurut Van den Heuvel-Panhuizen (dalam Arwijaya, 2012, hlm. 20) penggunaan kata realistic berasal dari bahasa belanda zich realiseren yang

5 berarti untuk dibayangkan sehingga kata tersebut lebih mengacu pada suatu situasi yang bisa dibayangkan (to imagine) oleh siswa. Menurut Freudenthal (dalam Arwijaya, 2012, hlm. 20) mengungkapkan bahwa kebermaknaan konsep matematika merupakan konsep utama dari Realistic Mathematics Education (RME). Proses belajar siswa hanya akan terjadi jika pengetahuan (knowledge) yang dipelajari bermakna bagi siswa. Suatu masalah realistik tidak harus selalu masalah yang ada di dunia nyata dan bisa ditemukan sehari- hari. Suatu masalah disebut realistik jika masalah tersebut dapat dibayangkan (imaginable) atau nyata (real) dalam pikiran siswa. Suatu rekaan cerita, permainan atau bahkan bentuk formal matematika dapat digunakan dalam Realistic Mathematics Education (RME). Traffers (dalam Arwijaya, 2012, hlm. 21) merumuskan lima karakteristik Realistic Mathematics Education (RME), yaitu: a) Penggunaan konteks; b) Penggunaan model untuk matematisasi progresif; c) Pemanfaatan hasil konstruksi siswa; d) Interaktivitas; e) Keterkaitan Sesuai dengan Permendiknas RI nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses yang mengamanatkan bahwa proses pembelajaran sebaiknya dilakukan melalui proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Jika ditinjau dari sudut pandang Realistic Mathematics Education (RME), ketiga macam proses tersebut merupakan karakteristik dari Realistic Mathematics Education (RME). Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa Realistic Mathematics Education (RME) untuk pelajaran matematika sejalan dengan kurikulum yang telah dibuat pemerintah. Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti berupaya melaksanakan penelitian dengan judul Penerapan Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) untuk Meningkatkan Hasil Belajar pada Materi Pelajaran Penjumlahan Pecahan Siswa Kelas IV Sekolah Dasar

6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dideskripsikan, maka dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah perubahan rencana pelaksanaan pembelajaran dengan Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) untuk meningkatkan hasil belajar pada materi pelajaran penjumlahan pecahan siswa kelas IV sekolah dasar? 2. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) untuk meningkatkan hasil belajar pada materi pelajaran penjumlahan pecahan.siswa kelas IV sekolah dasar? 3. Bagaimana peningkatan hasil belajar dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) pada materi pelajaran penjumlahan pecahan.siswa kelas IV sekolah dasar? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini antara lain: 1. Untuk mengetahui perubahan rencana pelaksanaan pembelajaran dengan Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) untuk meningkatkan hasil belajar pada materi pelajaran penjumlahan pecahan siswa kelas IV sekolah dasar. 2. Untuk memperoleh gambaran mengenai pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) untuk meningkatkan hasil belajar pada materi pelajaran penjumlahan pecahan.siswa kelas IV sekolah dasar. 3. Untuk memperoleh gambaran mengenai seberapa besar peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) pada materi pelajaran penjumlahan pecahan siswa kelas IV sekolah dasar.

7 D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pebelajaran dan manfaat diantaranya sebagai berikut: 1. Bagi siswa a. Meningkatkan pemahaman matematis siswa mengenai penjumlahan pecahan. b. Membiasakan siswa mengkontruksi sendiri pemahamannya. c. Membiasakan siswa berpikir kritis. d. Melatih siswa untuk mencapai standar kompetensi yang sama. e. Meningkatkan hasil belajar siswa. 2. Bagi guru a. Mendapatkan pengalaman dan pengetahuan tentang pendekatan Realistic Mathematics Education (RME). b. Hasil penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan mutu pelajaran matematika terutama dalam menerapkan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) di sekolah dasar. 3. Bagi sekolah a. Dapat memberikan manfaat dalam peningkatan pembelajaran dikelas. b. Dengan adanya mutu pembelajaran yang bagus sehingga kualitas sekolah menjadi meningkat. c. Merupakan inovasi dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar.