BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Daerah lapisan batas diatas plat rata

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. λ = f (Re, ε/d)... (2.1)

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

STUDI EKSPERIMENTAL DAN NUMERIK ALIRAN DUA FASE (AIR-UDARA) MELEWATI ELBOW 60 o DARI PIPA VERTIKAL MENUJU PIPA DENGAN SUDUT KEMIRINGAN 30 o

STUDI EKSPERIMENTAL DAN NUMERIK KARAKTERISTIK ALIRAN DUA FASE AIR-UDARA MELEWATI ELBOW 75⁰ DARI PIPA VERTIKAL MENUJU PIPA DENGAN SUDUT KEMIRINGAN 15

STUDI EKSPERIMENTAL DAN NUMERIK ALIRAN DUA FASE ( AIR - UDARA ) MELEWATI ELBOW 30 DARI PIPA VERTIKAL MENUJU PIPA DENGAN SUDUT KEMIRINGAN 60

II. TINJAUAN PUSTAKA

POLA ALIRAN DUA FASE (AIR+UDARA) PADA PIPA HORISONTAL DENGAN VARIASI KECEPATAN SUPERFISIAL AIR

PENGARUH REYNOLD NUMBER ( RE ) TERHADAP HEAD LOSSES PADA VARIASI JENIS BELOKAN PIPA ( BERJARI JARI DAN PATAH )

PENGARUH DEBIT ALIRAN TERHADAP HEAD LOSSES PADA VARIASI JENIS BELOKAN PIPA

`BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida

VOID FRACTION DAN PEMETAAN POLA ALIRAN DUA FASE (AIR-UDARA) MELEWATI ELBOW 75 DARI PIPA VERTIKAL MENUJU PIPA MIRING 15

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida

Masalah aliran fluida dalam PIPA : Sistem Terbuka (Open channel) Sistem Tertutup Sistem Seri Sistem Parlel

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA

(TESIS) STUDI EKSPERIMENTAL DAN NUMERIK ALIRAN DUA FASE (AIR UDARA) MELEWATI ELBOW

BAB II LANDASAN TEORI

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI

Losses in Bends and Fittings (Kerugian energi pada belokan dan sambungan)

JUDUL TUGAS AKHIR ANALISA KOEFISIEN GESEK PIPA ACRYLIC DIAMETER 0,5 INCHI, 1 INCHI, 1,5 INCHI

BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4

Pengaruh Variasi Diameter Injektor Konvergen Udara Terhadap Fenomena Flooding Dalam Aliran Dua Fase Gas-Cair Berlawanan Arah Pada Pipa Vertikal

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISA

ALIRAN FLUIDA. Kode Mata Kuliah : Oleh MARYUDI, S.T., M.T., Ph.D Irma Atika Sari, S.T., M.Eng

KARAKTERISTIK ZAT CAIR Pendahuluan Aliran laminer Bilangan Reynold Aliran Turbulen Hukum Tahanan Gesek Aliran Laminer Dalam Pipa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEHILANGAN HEAD ALIRAN AKIBAT PERUBAHAN PENAMPANG PIPA PVC DIAMETER 12,7 MM (0,5 INCHI) DAN 19,05 MM (0,75 INCHI).

Pengaruh Variasi Sudut Water Injector Berbentuk Diffuser Terhadap Fenomena Flooding Pada Aliran Dua Fase Cair Udara Vertikal Berlawanan Arah

Analisis Aliran Fluida Terhadap Fitting Serta Satuan Panjang Pipa. Nisa Aina Fauziah, Novita Elvianti, dan Verananda Kusuma Ariyanto

Aliran Turbulen (Turbulent Flow)

Eksperimental Karakterisitik Pressure Drop pada Aliran Dua Fase Gas-Cairan Melewati Pipa Vertikal

BAB II SIFAT-SIFAT ZAT CAIR

KARAKTERISITIK FLOW PATERN PADA ALIRAN DUA FASE GAS-CAIRAN MELEWATI PIPA VERTIKAL

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

Aliran Fluida. Konsep Dasar

ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA TERTUTUP

PERSAMAAN BERNOULLI I PUTU GUSTAVE SURYANTARA P

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print) B36

BAB II LANDASAN TEORI. bisa mengalami perubahan bentuk secara kontinyu atau terus-menerus bila terkena

Klasisifikasi Aliran:

MODUL PRAKTIKUM MEKANIKA FLUIDA

Panduan Praktikum 2012

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PERHITUNGAN PARAMETER PENSTOCK

HUKUM STOKES. sekon (Pa.s). Fluida memiliki sifat-sifat sebagai berikut.

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN :

Karakterisasi Pressure Drops Pada Aliran Bubble dan Slug Air Udara Searah Vertikal Ke Atas Melewati Sudden Contraction

DAFTAR NOTASI. A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1)

SIMULASI CFD ALIRAN ANNULAR

PENGARUH DIAMETER NOZEL UDARA PADA SISTEM JET

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA. beberapa sifat yang dapat digunakan untuk mengetahui berbagai parameter pada

ANALISIS FAKTOR GESEK PADA PIPA AKRILIK DENGAN ASPEK RASIO PENAMPANG 1 (PERSEGI) DENGAN PENDEKATAN METODE EKSPERIMENTAL DAN EMPIRIS TUGAS AKHIR

BAB II LANDASAN TEORI

Boundary condition yang digunakan untuk proses simulasi adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 yang mempunyai posisi vertikal sama akan mempunyai tekanan yang sama. Laju Aliran Volume Laju aliran volume disebut juga debit aliran (Q) yaitu juml

PERNYATAAN. Yogyakarta, Februari Penulis. Achmad Virza Mubarraqah. iii

ANALISIS DEBIT FLUIDA PADA PIPA ELBOW 90 DENGAN VARIASI DIAMETER PIPA

FLUIDA. Staf Pengajar Fisika Departemen Fisika FMIPA Universitas Indonesia

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

MODUL KULIAH : MEKANIKA FLUIDA DAN HIROLIKA

KOEFISIEN PERPINDAHAN KALOR DUA FASA UDARA DAN AIR SEARAH DALAM PIPA VERTIKAL PADA DAERAH ALIRAN KANTUNG (SLUG FLOW)

BAB II DASAR TEORI. Fluida atau zat cair (termasuk uap air dan gas) dibedakan dari benda padat

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

Klasifikasi Aliran Fluida (Fluids Flow Classification)

PENGARUH KONSENTRASI GARAM TERHADAP KARAKTERISITIK ALIRAN DUA FASE GAS DAN AIR 3

Tegangan Permukaan. Fenomena Permukaan FLUIDA 2 TEP-FTP UB. Beberapa topik tegangan permukaan

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS

Laporan Praktikum Operasi Teknik Kimia I Efflux Time BAB I PENDAHULUAN

MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK

Menghitung Pressure Drop

Edy Sriyono. Jurusan Teknik Sipil Universitas Janabadra 2013

MEKANIKA FLUIDA DI SUSUN OLEH : ADE IRMA

KAJI EKSPERIMENTAL RUGI TEKAN (HEAD LOSS) DAN FAKTOR GESEKAN YANG TERJADI PADA PIPA LURUS DAN BELOKAN PIPA (BEND)

ALIRAN MELALUI PIPA 15:21. Pendahuluan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ALIRAN PADA PIPA. Oleh: Enung, ST.,M.Eng

8. FLUIDA. Materi Kuliah. Staf Pengajar Fisika Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya

(Indra Wibawa D.S. Teknik Kimia. Universitas Lampung) POMPA

BAB 2 DASAR TEORI. [CO 2 ] = H. pco 2 (2.1) pco 2 = (mol % CO 2 ) x (gas pressure) (2.2)

BAB IV PENGUKURAN KEHILANGAN ENERGI AKIBAT BELOKAN DAN KATUP (MINOR LOSSES)

PENGUKURAN VISKOSITAS. Review Viskositas 3/20/2013 RINI YULIANINGSIH. Newtonian. Non Newtonian Power Law

STUDI EKSPERIMENTAL PENGUKURAN HEAD LOSSES MAYOR (PIPA PVC DIAMETER ¾ ) DAN HEAD LOSSES MINOR (BELOKAN KNEE 90 DIAMETER ¾ ) PADA SISTEM INSTALASI PIPA

Aliran pada Saluran Tertutup (Pipa)

HIDRODINAMIKA BAB I PENDAHULUAN

Ciri dari fluida adalah 1. Mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah

I PUTU GUSTAVE S. P., ST., M.Eng. MEKANIKA FLUIDA

BAB III FLUIDISASI. Gambar 3.1. Skematik proses fluidisasi

Minggu 1 Tekanan Hidrolika (Hydraulic Pressure)

ANALISIS FAKTOR GESEKAN PADA PIPA HALUS ABSTRAK

III PEMBAHASAN. (3.3) disubstitusikan ke dalam sistem koordinat silinder yang ditinjau pada persamaan (2.4), maka diperoleh

Materi Kuliah: - Tegangan Permukaan - Fluida Mengalir - Kontinuitas - Persamaan Bernouli - Viskositas

Pengaruh Diameter Gelembung Hidrogen Terhadap Penurunan Tekanan (Pressure Drop) Pada Saluran Tertutup Segi-Empat

Transkripsi:

BAB II DASAR TEORI 2.1 Klasifikasi Aliran Fluida Fluida adalah zat yang terus menerus mengalami deformasi dibawah penerapan tegangan geser (tangensial) tidak peduli seberapa kecil tegangan geser. Sehingga fluida terdiri dari cairan dan gas (atau fase uap). Perbedaan antara keadaan fluida dan solid jelas jika anda membandingkan perilaku fluida dan solid. Solid berdeformasi ketika tegangan geser diterapkan, tetapi deformasi yang tidak terus meningkat dengan waktu. Aliran fluida dapat dibagi kedalam beberapa bagian diantaranya : 1. Aliran Inviscid dan Viscous Aliran fluida berdasarkan viskositasnya dibagi menjadi dua bagian yaitu aliran inviscid dan viscous. Pada aliran inviscid efek dari viskositas (kekentalan) fluida diabaikan (μ = 0). Sebenarnya aliran fluida dengan viskositas sama dengan nol ini tidak ada. Namun untuk menyederhanakan analisa beberapa fenomena aliran mengabaikan viskositas boleh dilakukan. Untuk aliran fluida dimana viskositas sangat penting atau diperhatikan maka aliran itu disebut aliran viscous. Gambar 2.1 Daerah lapisan batas diatas plat rata 2. Aliran Laminar dan Aliran Turbulent Berdasarkan struktur alirannya, aliran fluida dibedakan menjadi aliran laminar dan aliran turbulen. Untuk aliran laminar kecepatan pada suatu titik akan tetap terhadap waktu. Sedangkan aliran turbulen kecepatannya akan mengindikasikan suatu fluktuasi yang acak. Dalam aliran turbulen, profil kecepatan pada suatu titik dihasilkan dari gerak acak partikel fluida berdasarkan waktu dalam jarak dan arah. Jika kita mengambil kecepatan rata-rata terhadap waktu, maka kecepatan sesaat dapat dihitung dengan menambahkan kecepatan ratarata dengan kecepatan fluktuasi. Laporan Tugas Akhir 2012 6

3. Aliran Kompresibel dan Inkompresibel Aliran di mana perbedaan dalam massa jenis dapat diabaikan disebut inkompresibel. Ketika perbedaan massa jenis aliran yang tidak dapat diabaikan, aliran ini disebut kompresibel. Pada kenyataannya tidak ada fluida yang massa jenisnya konstan, tetapi ada beberapa masalah aliran fluida yang dapat disederhanakan dengan menganggap massa jenisnya konstan. Hal ini tidak mengurangi keakuratan solusi yang didapat. Parameter yang menjadi acuan utama untuk menentukan suatu aliran kompresibel atau tidak, dilihat dari nilai Mach Number (M), yang didefinisikan sebagai rasio antara kecepatan aliran lokal terhadap kecepatan suara lokal. 4. Aliran Internal dan Eksternal Aliran yang dibatasi oleh suatu permukaan batas seperti pipa atau pembuluh disebut aliran internal. Contohnya seperti pada Gambar 2.2. Aliran mengalir pada benda yang terbenam di dalam fluida yang tak berbatas diistilahkan aliran eksternal. Aliran internal dan eksternal keduanya dapat berupa aliran laminer atau turbulen, kompresibel atau inkompresibel. Contoh-contoh aliran eksternal mencakup aliran udara pada pesawat terbang, mobil, gumpalan salju yang turun, atau aliran air disekitar kapal selam dan ikan. Aliran eksternal yang melibatkan udara sering disebut sebagai aerodinamika untuk menunjukkan arti penting dari aliran eksternal yang dihasilkan ketika sebuah objek seperti sebuah pesawat terbang menjelajah atmosfer. Gambar 2.2 Aliran fluida satu fase pada pipa 5. Aliran Dua Fase Aliran 2 fasa adalah aliran yang terjadi dalam suatu sistem yang mengandung gas dan cairan. Aliran 2 fasa dapat dikelompokan menjadi aliran gas-cair dan cair-cair. Kriteria dari 2 fasa yaitu perbedaan densitas dan viskositas. Laporan Tugas Akhir 2012 7

2.2 Persamaan Dasar Aliran Fluida Dalam Pipa 2.2.1 Bilangan Reynolds ( Re ) Bilangan Reynolds digunakan sebagai parameter untuk membedakan antara aliran laminar dangan aliran turbulen.umumnya batas antara aliran laminar dengan turbulen terjadi pada bilangan Reynold sebesar 2100. Berdasarkan hasil pengujian dari HGL. Hagen (1839), penurunan tekanan berubah secara linier dengan kecepatan (U) sampai kira kira 0,33 m/s. Namun di atas sekitar 0,66 m/s penurunan tekanan hampir sebanding dengan kuadrat kecepatan (ΔP U1,75). Pada tahun 1883 Osborne Reynolds menunjukan bahwa penurunan tekanan tergantung pada parameter: Bilangan Reynold dapat mendefinisikan karakteristik dari aliran laminar dan turbulen, dengan persamaan ;... ( 2.1) Dimana: = Kekentalan kinematik fluida ( m 2 /s ) D = Diameter pipa (m) r = jari jari pipa ( m ) ρ = Kerapatan massa jenis fluida(kg/m 3 ) = Kecepatan rata rata ( m/s ) μ = Kekentalan absolute ( Pa.s ) 2.2.2 Densitas (ρ ) Densitas adalah ukuran untuk konsentrasi zat tersebut. Sifat ini ditentukan dengan cara menghitung ratio massa zat yang terkandung dalam suatu bagian tertentu terhadap volume bagian tersebut. Kerapatan (density) merupakan jumlah atau kuantitas dari suatu zat. Nilai kerapatan (density) dapat dipengaruhi oleh temperatur. Semakin tinggi temperatur maka kerapatan suatu fluida semakin berkurang karena disebabkan gaya kohesi dari molekulmolekul fluida semakin berkurang.hubungannya dapat dinyatakan sebagai berikut: ρ=...(2. 2) Dimana : ρ = berat jenis ( kg/m 3 ) m = massa fluida ( kg ) = Volume fluida ( m 3 ) Laporan Tugas Akhir 2012 8

2.2.3 Laju Aliran Massa Debit air adalah volume fluida yang dikeluarkan tiap detiknya, persamaannya sebagai berikut: Q=...(2. 3) Dari debit yang telah dihitung selanjutnya akan didapat kecepatan aliran fluida, sebagai berikut; Q=V. A maka V =...(2.4) Setelah diketahui besar kecepatan aliran fluida, selanjutnya dapat menghitung besar laju aliran massa fluida sebagai berikut ; ṁ = ρ x V x A...(2.5) Dimana; Q = debit aliran ( m 3 /s ) ρ = berat jenis ( kg/m 3 ) V = kecepatan aliran ( m/s ) A = luas penampang ( m 2 ) dengan A = ᴨ D 2 = volume fluida ( m 3 ) D = diameter pipa ( m ) ṁ = laju aliran massa fluida (kg/s) 2.2.4 Faktor Gesekan ( λ ) Perbandingan antara wall shear stress, τw terhadap energi kinetik persatuan volume (ρv/2gc), akan menghasilkan bilangan tak berdimensi. Penurunan tekanan merupakan fungsi dari faktor gesekan (λ) dan kekasaran relatif dari dinding pada (ε/d) yang disebut sebagai faktor gesekan. λ = f (Re, ε/d)... (2.6) Untuk aliran laminar Energi yang hilang = 64 =...(Giles: 1986:102) Jadi untuk aliran laminar di semua pipa untuk semua fluida, λ adalah λ =...(2.7) Laporan Tugas Akhir 2012 9

Untuk aliran turbulen Untuk pipa halus Blasius menerangkan untuk angka Re antara 3000 100.000 λ=...(2.8) 2.2.5 Kecepatan Superficial Gas - Liquid Perubahan aliran dua fasa, dapat dianaliasis dari kecepatan superficial gas ( Usg) dan kecepatan liquid nya ( Usl ) kecepatan superfisial liquid atau gas di definisikan sebagai rasio dari laju aliran massa liquid atau gas volumetrik dengan luas penampang pipa (Cross section area), untuk menganalisannya dibutuhkan variable variable sebagai berikut. Lajualiranmassatotalmelaluitabungadalahjumlah dari massa tahapalirandua fasa ṁ = ṁ G + ṁ L... ( 2.9) Dimana; ṁ = massa laju alir total ( kg/s ) ṁ G =massa laju alir gas ( kg/s ) ṁ L = massa laju alir air ( kg/s ) Cross section area keseluruhan, didapat dengan menjumlahkan cross section gas dan cross section liquid. A = A G + A L... (2.10) Dimana ; A = Luas area total ( m 2 ) A G = Luas area fasa gas ( m 2 ) A L = Luas area fasa air ( m 2 ) Laju massa dapat dihitung dengan persamaan;...( 2.11)...(2. 12)...( 2.13) Volume aliran dinyatakan sebagai berikut, Q G = A G. u G = G G.v G... (2.14) Laporan Tugas Akhir 2012 10

Q L = A L. u L = G L.v L... (2.15) Rasio massa aliran, dapat disebut pula kualitas dari fraksi, dinyatakan dengan rumus sebagai berikut;...(2.16) Sehingga untuk mendapatkan kecepatan superficial gas dan liquid, digunakan persamaan, = G G.v G... (2.17) G L.v L... (2.18) Dimana ; x = fraksi dari kualitas atau kekeringan ṁ = laju aliran massa ( kg/s ) v L = volume spesifik ( m 3 /kg ) G = kecepatan massa aliran ( kg/m 2.s ) 2.3 Pola Aliran Pada Pipa Horizontal 2.3.1 Pola Aliran Dua Fasa Macam pola alir tersebut diantaranya ; a) Aliran Gelembung(bubble) dimana gelembung gas cenderung untuk mengalir pada bagian atas tabung (tube).. Gambar 2.3 Aliran Gelembung(bubble) b) Aliran Kantung (plug), dimana gelembung gas kecil bergabung membentuk kantung gas. Gambar 2.4Aliran Kantung ( plug) Laporan Tugas Akhir 2012 11

c) Aliran strata(stratified), dimana permukaan bidang sentuh cairan gas sangat halus, tetapi pola aliran seperti ini biasanya tidak terjadi. Batas fasanya hampir selalu bergelombang. Gambar 2.5Aliran Strata(stratified) d) Aliran Strata bergelombang(stratified wave), di mana amplitudo gelombang meningkat karena kenaikan kecepatan gas. Gambar 2.6Aliranstrata bergelombang (stratified wave) e) Aliran Sumbat (slug), dimana Amplitudo gelombang biasanya besar hingga menyentuh bagian atas tube. Gelembung terbentuk dengan ukuran sebesar diameter kolom. Gelembung-gelembung kecil mengikuti dibelakangknya. Gambar 2.7Aliran Sumbat(slug) f) Aliran Cincin(annular), sama dengan pada tabung vertikal hanya liquid film lebih tebal didasar tabung dari pada bagian atas. Gambar2.8Aliran cincin(annular) 2.3.2 Pola Aliran dalam Kecepatan Superfisial Weisman dkk ( 1979 ) mengkaji sifat benda yang mengalir dalam pipa ( Kekentalan cairan, kepadatan cairan, tegangan permukaan, dan kepadatan gas ) dan diameter pipa dalam ( 1,27 cm to 5,08 ( 0,5 in sampai 2 in)) pada dua fasa pada pipa horizontal. Data pola aliran pipa dua fasa dapat ditunjukan seperti pada gambar 2.7 secara keseluruhan digambarkan dengan U SG dan U S, dan hubungan tersebut ditujukan dalam memprediksi batas peralihan fasa. Laporan Tugas Akhir 2012 12

Gambar 2.9map for horizontal flow (Weisman et al. 1979) 2.2.3 Penentuan Konfigurasi Aliran Berdasarkan hasil analisa mekanisme transisi maka Taitel dan Dukler mengusulkan diagram pada gambar 2.8 yang sesuai dengan observasi berikut ini: 1. Transisi A, antara aliran strata cincin atau peralihan (intermittent). Transisi ini timbul bila terjadi gelombang pada permukaan bebas dimana liquid menjadi tidak stabil. Ketidak stabilan ini merupakan efek pengisapan diatas gelombang terhadap efek gravitasi. Taitel dan dukler berspekulasi formasi dari gelombang akan membawa ke formasi dari pola aliran lain dengan mekanisme a. Pada nilai h rendah, gelombang akan menyapu dan mengelilingi tube membentuk cincin. b. Pada nilai h yang besar, gelombang terbentuk pada batas fase dan disapu oleh fase gas atau menyentuh permukaan atas tube yang membawanya ke regim peralihan. Modelisasi dilakukan dengan sistem koordinat : F =... (2.19) X =... (2.20) Laporan Tugas Akhir 2012 13

i =... (2.21) Jika Re < 2000 maka C f = 16/Re... (2.22) Jiks Re > 2000 maka C f = 0,079 Re -1/4... (2.23) Keterangan : = Massa jenis gas (kerapatan), kg/m 3 = Massa jenis liquid (kerapatan), kg/m 3 U g d = kecepatan Superfisial gas (m/s) = diamerer (m) = gradien penurunan tekanan, N/m g = Gaya gravitasi, 9,81 m/s 2 C f = Koefisien gesek dengan d, diameter tabung (tube) dan dan penurunan tekanan akibat gesekan liquid dan gas yang diukur bila liquid atau gas sendiri yang mengalir dalam saluran. 2. Transisi B, antara aliran peralihan dengan cincin. Mulai dari aliran strata didapatkan aliran peralihan bilalevel permukaan bebas berada diatas tabung (tube). Bila tidak maka akan didapatkan aliran cincin. Dengan ide sederhana tersebut maka memungkinkan Taitel dan Dukler kriteria transisi yang berbentuk gars lurus dengan X = 1,6. 3. Transisi C Antara aliran strata licin dengan strata gelombang. Taitel dan Dukler menggunakan teori Jeffrey relatif terhadap timbulnya gelembung permukaan bebas. Transis ini dinyatakan dengan koordinat : K = ( )...(2.24) Keterangan : = Massa jenis gas (kerapatan), kg/m 3 = Massa jenis liquid (kerapatan), kg/m 3 U g = kecepatan Superfisial gas (m/s) Laporan Tugas Akhir 2012 14

U l = kecepatan Superfisial liquid (m/s) = viskositas kinematik, m 3 /kg g = Gaya gravitasi, 9,81 m/s 2 dan X berasal dari persamaan (2.20) 4. Transisi D, antara aliran peralihan dengan aliran gelembung timbul pada saat agitasi turbulen menghalangi gas untuk mempertahankan ketinggiannya dalan tabung (tube) karena efek mampu ambang. Taitel dan Dukler sampai pada sebuah transisi dengan koordinat sebagai berikut : T =... (2.25) Gambar 2.10 Diagram pola aliran Untuk pipa Horizontal (Taitel dan Dukler,1976) Laporan Tugas Akhir 2012 15

Gambar 2.11 Diagram pola aliran Untuk pipa Horizontal (Taitel dan Dukler,1986) 2.4 Pola Aliran Pada Pipa Vertikal 2.4.1 Pola Aliran Dua Fasa Gelembung Sumbat Acak Cincin Gambar 2.12 Pola Aliran Pada Pipa Vertikal(Hewitt, 1982) 1. Aliran Gelembung (bubble), dalam aliran gelembung(bubble), fasa gas tersebar dan selalu menuju ke sumbu saluran dalam fasa cairan secara kontinyu dan memiliki ukuran yang uniform. Pada gambar 2.10, fasa gas tersebar sebagai gelembung (bubble)dalam cairan. Dengan bertambahnya laju aliran gas ukuran gelembung (bubble)bertambah dan cenderung untuk menempati pusat saluran. Aliran bubble ini dibedakan dua pola, yaitu gelembung (bubble)yang tersebar serta tidak berhubungan satu dengan lainnya dan gelembung (bubble)yang bersama dalam ikatan yang kuat satu dengan lainnya. Pada aliran ke bawah juga dijumpai aliran gelembung (bubble)tetapi kurang stabil dibandingkan dengan ke atas, dan biasanya berkumpul di pusat saluran (untuk aliran ke atas, gelembung biasanya tersebar). Cincin Kabut tetes liquid Laporan Tugas Akhir 2012 16

2. Aliran Sumbat/ kantung (slug/plug), Bila laju aliran gas diperbesar, gelembung (bubble)akan menyatu dan mempunyai ukuran hampir mendekati pipa, wujud gelembung (bubble)berbentuk bulat seperti kepala topi yang memanjang dan gas dalam gelembung (bubble)dipisahkan dari dinding pipa dengan lapisan film yang turun secara perlahan-lahan. Aliran cairan dipisahkan oleh adanya gelembung (bubble)secara terus-menerus. Aliran Sumbat (slug)ini bergerak sepanjang saluran, cairan di depannya terdorong bergerak berlawanan dengan sumbat gas menuju ke bawah pada keadaan ini masih dapat dibedakan batas kantung udara yang tidak terisi oleh cairan. 3. Aliran Acak (churn), bila kecepatan gas ditambah maka sumbat gas cenderung untuk bersatu dengan lainnya dan menjadi berbuih dalam aliran turbulen yang tinggi. Cairan menepi ke dinding dan berulang-ulang kembali ke tengah. Pola aliran ini ditandai dengan beberapa fluktuasi tekanan. Pada aliran saluran berdiameter besar, ketidakstabilan ini akhirnya mengakibatkan hancurnya aliran sumbat dan sebagai gantinya timbul aliran Acak (churn). 4. Aliran Cincin(annular), dalam aliran Cincin(annular)lapisan film akan muncul pada dinding pipa sedangkan gas atau uap pada bagian tengah pipa secara kontinyu. Film cairan mungkin berisi gelembung (bubble)dan inti gas mampu mengangkut butir cairan. Gelombang dapat muncul di permukaan film cairan dan ini merupakan sumber pengangkutan butir cairan, yaitu dengan adanya film cairan yang turun pada dinding saluran 5. Aliran Cincin kabut tetes liquid (wispy-annular), dimana konsentrasi tetesan dalam gas bertambah dan akhirnya bergabung membentuk gumpalan. 2.4.2 Pemetaan Flow Regime Aliran Dua Fasa Gas-Liquid Pada Pipa Vertikal Diagram Taitel dan Dukler (gambar 2.11) paling sering digunakan untuk menentukan konfigurasi pola aliran pada pipa vertikal. Taitel dan Dukler (1977) melakukan penelitian pada pipa vertikal berdiameter dalam 2,5 cm untuk mendapatakan flow regime maps. Pada konfigurasi pola aliran pada pipa vertikal ini menggunakan sistem koordinat, dimana koordinat absis sebagai kecepatan superficial gas (m/s), dan koordinat ordinat sebagai kecepatan superficial liquid (m/s) dengan titik koordinat ini kita dapat menentukan peta aliran yang terjadi berdasarkan kecepatan superficial gas (m/s) dan kecepatan superfisial liquid (m/s). Laporan Tugas Akhir 2012 17

Gambar 2.13 Peta flow regime dua fasa untuk pipa vertikal (Taitel dan Dukler, 1976) 2.5 Tinjauan Pustaka 2.5.1 Aliran Dua fasa pada Pipa vertikal Dari Hasil Penelitian Aliran Dua Fasa pada pipa vertikal dengan diameter 46mm yang Dilakukan oleh Sugandi Widia Permana, A.Md (2011) Dihasilkan data sebagai berikut: Gambar 2.14 Flow Regime Maps Pipa Vertikal(Widya Permana, Gandi. 2011) Dari Peta pola aliran pipa vertical di atas dapat diketahui nilai Usl yaitu antara 0,19 0,26 m/s sedangkan nilai Usg berkisar antara 4-8,9 m/s. Laporan Tugas Akhir 2012 18

Gambar 2.15 Konfigurasi bentuk pola aliran pada pipa vertical (Widya Permana, Gandi. 2011) 2.5.2 Aliran Dua fasa pada Pipa Horizontal Dari Hasil Penelitian Aliran Dua Fasa pada pipa horizontal dengan diameter 46mm yang Dilakukan oleh Antariksta Pebriani (2011) Dihasilkan data sebagai berikut: Peta Aliran Pipa Horizontal UsL (m/s) 0,26 0,25 0,24 0,23 0,22 0,21 0,2 0,19 0,18 0,17 0,16 0,15 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 5,5 6 6,5 7 7,5 8 8,5 9 9,5 USG (m/s) statified wave slug plug bubble Gambar 2.16 Grafik Pola Aliran Pipa Horizontal (Pebrianti, Antariksta. 2011) Dari Peta pola aliran pipa horizontal di atas dapat diketahui nilai Usl yaitu antara 0,19 0,255 m/s sedangkan nilai Usg berkisar antara 0,5-9 m/s. Laporan Tugas Akhir 2012 19

Gambar 2.17 Konfigurasi bentuk pola aliran pada pipa Horizontal (Pebrianti, Antariksta. 2011) 2.5.3 Aliran Dua Fasa Pada Elbow Priyo Heru Adiwibowo (2009) meneliti tentang Pengaruh belokan elbow 45 0 dengan R/D = 0,7 terhadap pressure drop, pola aliran dan distribusi void fraction terhadap aliran dua fase pada pipa vertikal menuju miring 45 0, dilakukan secara eksperimental dan numerik. Pipa transparan (Plexiglas) dengan diameter dalam 36 mm, panjang 3000 mm dengan air dan udara sebagai fluida kerja digunakan dalam penelitiannya. Variasi yang dilakukan kecepatan superficial cairan mulai 0,3 m/s 1,1 m/s dan variasi β adalah 0,05 0,2. Hasil penelitan dapat disimpulkan bahwa pengaruh elbow 45 0 pada transisi flow patern setelah elbow dipengaruhi oleh kecepatan superficial cairan. Pressure drop pada pipa uji vertikal terjadi penurunan dengan bertambahnya kualitas volumetrik gas. Sedangkan pressure drop pada elbow 45 O terjadi penurunan dengan bertambahnya kualitas volumetrik gas tetapi tidak sebesar pada pipa vertikal. Dengan bertambahnya kualitas volumetrik gas pada pipa miring terjadi penurunan pressure drop untuk setiap kecepatan superficial cairan. Studi Eksperimental dan Numerik Gas-Cairan Aliran Dua Fase Melewati Elbow 45 o Dari ArahVertikal ke Posisi Miring 45 o. Di = 36 mm ; R/D = 0,7 θ = 45 USL = 0,3 1,1 m/s β = 0,05 0,2 Laporan Tugas Akhir 2012 20

Eksperimental Pressure Drop ΔP (kpa) 6,6 6,5 6,4 6,3 6,2 6,1 6 5,9 5,8 5,7 0 0,05 0,1 0,15 0,2 Resl 49488 40490 31492 22494 13497 Kualitas Volumetrik gas β Gambar 2.18 Grafik hasil penelitian (Heru Adiwibowo, Priyo. 2009) Benard (2006) meneliti aliran dua fase melewati belokan 90 0 pada pipa vertikal menuju pipa horisontal dengan diameter dalam pipa yang digunakan adalah 0,026 m. Pressure drop pada posisi vertical inlet tangent menunjukkan beberapa perbedaan yang signifikan pada pipa vertikal. Karena adanya elbow yang menyebabkan aliran inlet terhambat sehingga menaikkan tekanan dan jumlah fase liquid pada vertical inlet riser dan perbedaan struktur dari flow regime dibandingkan dengan pipa vertikal lurus tanpa adanya gangguan belokan. Sedangkan horizontaloutlet tangent memberikan hasil yang sesuai dengan literatur pada umumnya. Sebuah korelasi empiris untuk pressure drop pada elbow dihasilkan dari persamaan Reynoldsnumber. Tetapi penelitian ini hanya terbatas pada R/D=0,6539 dan D = 24 mm serta batasan Reynolds number pada ReSG= 2000-30000 dan ReSL= 2800-9800. Seungjin Kim (2007) meneliti tentang pengaruh geometri dari elbow 90 o pada distribusi dari parameter lokal aliran dua fase dan karakteristrik transport-nya di horizontal bubbly flow. Untuk akurasi data agar lebih detail penggunaan parameter lokal aliran dua fase dengan double-sensor conductivity probe pada empat lokasi axial yang berbeda. Pengaruh elbow tampak jelas pada kedua distribusi dan perkembangan dari paramater lokal. Elbow menaikkan dengan jelas interaksi bubble yang signifikan pada perubahan di daerah konsentrasi interfacial. Selanjutnya, pengaruh elbow yang signifikan menyebabkan osilasi aliran di kedua arah vertikal dan horisontal dari pipa melintang. Hal yang perlu ditambahkan adalah pengamatan secara visual dengan alat visualisasi kamera atau teknik pengamatan lain sehingga pola aliran yang terjadi dapat dianalisa dan dihubungkan dengan parameter lain. Laporan Tugas Akhir 2012 21

Seungjin Kim (2008) menemukan sebuah investigasi pressure drop minor losses aliran dua fase melewati elbow 45 0 dan 90 0 pada aliran buble horizontal. Diameter dalam pipa yang digunakan 50,3 mm dan untuk elbow 45 0 terpasang pada L/D = 353,5 dari inlet campuran aliran dua fase. Ada 15 kondisi aliran yang diujikan. Pada penelitian ini persamaan yang digunakan konvensi Lockhart-Martenelli dengan parameter C= 30 pada elbow 45 0 dan 90 0 memprediksi cukup baik untuk aliran dua fase frictional pressure loss antara inlet dan exit dari elbow 450 dan 900 secara eksperimen. Meskipun untuk memprediksi aliran elbow kurang bagus karena tidak menghitung penambahan loss pada flow restrictions. Pada persamaan baru dengan parameter C = 65 dan minor loss factor k = 0,58 dan k = 0,35 untuk elbow 450 dan 90 0 diperoleh data yang baik. Dibandingkan dengan data eksperimen dan persamaan baru adalah ±2,1% dan ±1,3% untuk elbow 450 dan 900. Tetapi penelitian yang dilakukan masih dalam posisi horisontal dan tidak menampilkan visualisasi. Yudi Sukmono (2009) meneliti tentang Pengaruh belokan elbow 90 0 dengan R/D = 0,6 terhadap pressure drop, pola aliran dan distribusi void fraction terhadap aliran dua fase pada pipa vertikal menuju horisontal, dilakukan secara eksperimental dan numerik. Pipa transparan (Plexiglas) dengan diameter dalam 36 mm, panjang 3000 mm dengan air dan udara sebagai fluida kerja digunakan dalam penelitiannya. Variasi superficial liquid velocity (Usl) mulai 0,3 m/s 1,1 m/s serta variasi β 0,05 0,2 sehingga dapat dilihat perubahan pola aliran yang terjadi. Hasil pengukuran pressure drop didapat beberapa hasil yaitu pressure drop pipa vertikal akan semakin turun pada β yang semakin tinggi pada setiap variasi Usl. Sedangkan pressure drop pada elbow menuju pipa horizontal memiliki kecenderungan naik pada Usl dengan β yang semakin besar tetapi turun pada Usl rendah. Untuk nilai pressure drop pada pipa horizontal memiliki kecenderungan naik pada setiap Usl dengan nilai β yang semakin besar akibat pengaruh elbow yang kuat setelah keluar dari outlet elbow yang ditunjukkan pada hasil visualisasi. Laporan Tugas Akhir 2012 22

Gambar 2.19 Grafik Hasil Penelitian (Sukmono, Yudi. 2009) Nay Zar Aung (2009) melakukan penelitian secara eksperimen dan numerik terhadap aliran dua fase (udara-air) setelah melewati elbow 90 0 dari vertikal menuju harisontal. Menggunakan pipa acrylic horisontal dan vertikal yang dihubungkan dengan elbow yang mempunyai R/D=2,5. Dengan variasi kecepatan superficial cairan (USL) dari 0,3 m/s sampai dengan 1,1 m/s dan volumetric gas quality (β) dari 0,05 sampai dengan 0,2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efek dari elbow terhadap flow pattern sangat jelas pada kecepatan superficial liquid tinggi. Fase liquid dan gas mengalami separasi mulai dari inlet elbow. Fase liquid dengan kecepatan tinggi mengenai outer surface dari elbow bend, sementara fase gas akan terkonsentrasi pada sisi inner surface. Terdapat aliran bubbly sampai jarak tertentu pada pipa horisontal. Berdasar pada visualisasi pola aliran, teridentifikasi adanya daerah mixed flow patterns yang menerangkan adanya efek pada elbow bend terhadap flow pattern transition. Pressure drop di bidang uji vertikal bertambah dengan meningkatnya bilangan Reynolds superficial gas (ReSG) dan berkurang dengan volumetric gas quality pada bilangan Reynolds yang sama. Pressure drop di bidang uji horisontal bertambah dengan bertambahnya bilangan Reynolds superficial gas (ReSG) dan volumetric gas quality. Efek elbow terhadap pressure drop kelihatan pada bidang uji horisontal. Abd. Halim (2009) melakukan penelitian tentang Pengaruh belokan elbow 90 0 dengan meter bend (R/D = 0) terhadap pressure drop dan distribusi void fraction berdasarkan flow patern pada aliran dua fase pada pipa vertikal menuju horisontal, dilakukan secara Laporan Tugas Akhir 2012 23

eksperimental dan numerik. Pipa transparan (Plexiglas) dengan diameter dalam 36 mm, panjang 3000 mm dengan air dan udara sebagai fluida kerja digunakan dalam penelitiannya. Pengujian dilakukan dengan memberikan variasi superficial liquid velocity (Usl) mulai 0,5 m/s 1,1 m/s serta variasi volumetric gas quality (β) adalah 0,05 0,2. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pengaruh elbow pada formasi flow patern akan sangat tampak pada kecepatan superficial liquid yang tinggi, fase liquid dengan kecepatan tinggi mengenai outer surface dari elbow bend, sementara fase gas akan terkonsentrasi pada sisi inner surface disebabkan tekanan yang tinggi pada outer surface. Gaya sentrifugal dan secondary flow akibat dari efek elbow bend akan mempercepat bubble bergerak keluar dari elbow tanpa dapat saling bergabung satu sama lain sampai jarak sejauh 10D dari downstream elbow. Pressure drop di bidang uji vertikal menurun dengan meningkatnya bilangan Reynolds superficial gas (ReSG). Pressure drop karakteristik elbow meter bend dan bidang uji horisontal mengalami peningkatan dengan meningkatnya bilangan Reynolds liquid dan volumetric gas quality. Efek elbow sangat berpengaruh terhadap pressure drop di bidang uji horisontal. Laporan Tugas Akhir 2012 24