II. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. pada tumbuhan lain yang lebih besar dan tinggi untuk mendapatkan cahaya

I. PENDAHULUAN. Kawasan pelestarian alam adalah kawasan yang mempunyai fungsi perlindungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN

TEKNIK PENUNJUKAN DAN PEMBANGUNAN SUMBER BENIH. Dr. Ir. Budi Leksono, M.P.

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok koleksi tumbuhan Taman Hutan Raya Wan Abdul

Penyiapan Benih Unggul Untuk Hutan Berkualitas 1

BUDIDAYA DAN TEKNIS PERAWATAN GAHARU

TINJAUAN PUSTAKA. Bibit Sungkai (Peronema canescens) Sungkai (Peronema canescens) sering disebut sebagai jati sabrang, ki

PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L) DAN. Oleh Administrator Kamis, 09 Februari :51

Getas, 2 Juni 2009 No : Kepada Yth. Hal : Laporan Hasil Kunjungan Kebun Getas PTP Nusantara IX

I. PENDAHULUAN. Dari sebelas Taman Hutan Raya yang ada di Indonesia, salah satu terdapat di

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman. Berdasarkan SK Menhut No.742/Kpts-VI/1992 tanggal 21 Juli 1992, kawasan

BAB I PENDAHULUAN. dapat disediakan dari hutan alam semakin berkurang. Saat ini kebutuhan kayu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis tinggi. Menurut Bermejo et al. (2004) kayu jati merupakan salah satu

Mangga Hibrid Agri Gardina 45 Genjah dan Unik

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

PEMELIHARAAN TANAMAN I. PEMELIHARAAN TANAMAN MUDA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan kehidupan dan peradaban manusia, hutan semakin

I. PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

BAB I PENDAHULUAN. jati memiliki kelas awet dan kelas kuat yang tinggi seperti pendapat Sumarna

PEMBENTUKAN PEMBENTUKAN DAN PEMANGKASAN DAN PEMANGKASAN TRAINING AND PRUNING

TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Eucalyptus spp. Ada beberapa penyakit penting yang sering menyerang tanaman. Eucalyptus spp.

I. PENDAHULUAN. Menurut Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990, taman hutan raya (tahura) adalah

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan

ASPEK BIOLOGI TANAMAN KOPI Oleh : Abd. Muis, SP.

I. PENDAHULUAN. Hutan Register 19 semula ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

PET U N J U K P E L A K S A N A A N STANDAR SUMBER BENIH

Disusun oleh A. Rahman, A. Purwanti, A. W. Ritonga, B. D. Puspita, R. K. Dewi, R. Ernawan i., Y. Sari BAB 1 PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

Bibit Sehat... Kebun Kopi Selamat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dengan demikian untuk memperoleh penotipe tertentu yang diinginkan kita bisa memanipulasi faktor genetik, faktor lingkungan atau keduaduanya.

BAB I PENDAHULUAN. Jati (Tectona grandis Linn F.) merupakan salah satu produk kayu mewah

BAB I PENDAHULUAN. terutama Hutan Tanaman Industri (HTI). jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing) dari suku Dipterocarpaceae

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh

I. PENDAHULUAN. keunggulan dalam penggunaan kayunya. Jati termasuk tanaman yang dapat tumbuh

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL JAKARTA

LATAR BELAKANG JATI PURWOBINANGUN 5/13/2016

Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.)

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) merupakan tanaman yang banyak

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUDIDAYA DURIAN PENDAHULUAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 58 TAHUN 2013 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

BAB I PENDAHULUAN. mengandalkan hidupnya dan bermata pencaharian dari hutan (Pratiwi, 2010 :

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Perhutani sebanyak 52% adalah kelas perusahaan jati (Sukmananto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang menjadi sentra penanaman jati adalah puau Jawa (Sumarna, 2007).

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

E U C A L Y P T U S A.

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.

BUDIDAYA TANAMAN DURIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. kering tidak lebih dari 6 bulan (Harwood et al., 1997). E. pellita memiliki

Kebutuhan pupuk kandang perpolibag = Kebutuhan Pupuk Kandang/polibag = 2000 kg /ha. 10 kg kg /ha. 2 kg =

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Tanaman Hutan. Perbenihan.

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

PENYAKIT-PENYAKIT PENTING PADA TANAMAN HUTAN RAKYAT DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang luas berisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pandangan al-qur an, mempelajari dan mengamati fenomena

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

TUGAS AKHIR KARYA ILMIAH PELUANG USAHA PERKEBUNAN KARET MATA KULIAH LINGKUNGAN BISNIS

III. METODOLOGI PENELITIAN

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Pengamatan Selintas Serangan Hama dan Penyakit Tanaman Keadaan Cuaca Selama Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pohon Plus Pohon induk merupakan pepohonan terpilih di antara pepohonan yang ada di suatu areal pengelolaan hutan yang di tunjuk sebagai pohon tempat pengambilan organ generatif (biji) atau organ vegetatif untuk bahan tanaman. Pohon induk disebut juga pohon plus, mengingat pohon tersebut memiliki sifat-sifat unggul yang tampak pada ekspresi fenotipenya (Indriyanto, 2008). Menurut Zobel dan Talbert (1987) dalam booklet seleksi pohon plus, pohon plus merupakan pohon yang telah direkomendasikan sebagai tegakan breeding atau populasi produksi yang ditetapkan berdasarkan beberapa kriteria. Sedangkan menurut Departemen Kehutanan (2006), Pohon plus adalah suatu pohon yang memiliki penampakan lebih baik dari rata-rata pohon yang terdapat disekitarnya dan terlihat dengan jelas. Menurut Santoso (1991) yang dikutip oleh Indriyanto (2008), beberapa sumber bahan tanaman yang baik antara lain pohon plus, tegakan benih, area pengumpulan benih, kebun benih semai, kebun benih klon, kebun benih pangkas dan bank klon.

7 Pohon plus adalah sebuah pohon yang direkomendasikan untuk produksi atau kebun persilangan setelah proses pemilihan (Schmidt, 1993). Secara sederhana pohon plus sering didefinisikan sebagai individu pohon yang diinginkan sesuai dengan tujuan perbaikan sifat di dalam program pemuliaan pohon (Departemen Kehutanan, 2006). B. Ciri-ciri Pohon Plus/Induk Menurut Darjadi dan Hardjono (1976) dan Fandeli (1976) yang dikutip oleh Indriyanto (2008), setiap pohon yang akan dipilih sebagai pohon plus/induk harus memiliki sifat-sifat unggul, antara lain sebagai berikut. a. Bentuk batang, tajuk dan pertumbuhannya bagus. b. Tajuk pohon mendapat cahaya dari arah samping dan atas. c. Pohon tersebut telah diketahui masa berbunga dan berbuahnya. d. Pohon tersebut tidak tertekan atau ternaungi oleh pohon-pohon di sekitarnya. e. Pohon tersebut dalam kondisi sehat (tidak teserang oleh hama ataupun penyakit). Pohon plus merupakan suatu individu pohon yang memiliki kualitas bagus dengan memiliki sifat-sifat yang unggul seperti bentuk batang lurus, tumbuh cepat, diameter besar, batang silindris tidak mengerucut, tajuk sempit, percabangan kecil dengan sudut mendatar, serta tahan terhadap hama dan penyakit tanaman (Departemen Kehutanan, 2006). Secara fenotipe, pohon plus memiliki keunggulan dalam pertumbuhan, bentuk, kualitas kayu dan

8 beberapa karakter lain yang diinginkan dan tampak dapat diadaptasikan (Schmidt, 1993). Menurut Rochmini (1994), karakter umum yang biasa dipergunakan dalam seleksi pohon plus antara lain sebagai berikut. 1. Petumbuhan riap 2. Bentuk batang 3. Kemampuan pruning secara alami yang bagus 4. Tajuk sempit, rapi dan bagus bentuknya 5. Sehat (tahan penyakit) 6. Sudah mengalami pembungaan (mampu berbunga) 7. Kualitas kayu bagus. C. Metode Penunjukkan Pohon Plus Beberapa metode penunjukkan pohon plus yang dapat digunakan adalah sebagai berikut (Departemen Kehutanan, 2006). 1. Metode okuler Adalah metode yang paling sederhana, pada metode ini pemilihan pohon plus tanpa pengukuran organ pohon atau penilaian sifat, tetapi penilaian sifatnya hanya berdasarkan pada kenampakan bahwa pohon tersebut bagus dan sehat. 2. Metode pohon pembanding Pemilihan pohon plus dengan metode ini dilakukan dengan cara membandingkan calon pohon plus dengan pohon-pohon di sekitarnya berdasarkan atas beberapa ciri yang ditetapkan.

9 3. Sistem garis-dasar (base-line system) Pemilihan pohon plus dilakukan atas dasar variabel bebas dan tak bebas, misalnya menggunakan tinggi pohon dari 10 sampai dengan 20 pohon dominan atau kodominan pada suatu umur tertentu, selanjutnya dibuat garis regresi. Jika kandidat pohon plus dapat melampaui nilai rata-rata atau terletak di atas garis regresi, maka pohon tersebut dapat ditetapkan sebagai pohon plus. 4. Metode standard absolute Suatu sifat (misal diameter batang, tinggi pohon) dibandingkan dengan tabel volume pada tabel bonita tertentu pada daerah tertentu. D. Seleksi Pohon Seleksi pohon merupakan suatu proses pemurnian hutan yang dilakukan dengan memilih individu-individu pohon dengan sifat tertentu dan baik, serta disukai untuk dikembangbiakkan. Sifat-sifat pohon yang biasanya diseleksi antara lain tinggi pohon yang unggul, diameter batang pohon yang unggul, daya lepas cabang yang baik, batang yang lurus, percabangan yang mendatar, tajuk yang sempit, tajuk yang padat dan simetris terhadap sumbu batang, tahan terhadap hama dan penyakit, tahan terhadap kekeringan, dan mempunyai kualitas kayu yang baik (Indriyanto, 2010). Seleksi pohon dapat dilakukan dengan tiga cara, antara lain sebagai berikut (Indriyanto, 2010). 1. Seleksi massa yaitu pemilihan pohon-pohon yang didasarkan atas penilaian sifat fenotipe individu pohon dalam populasi. Seleksi ini paling sering

10 dipergunakan pada tahap permulaan dari program pemuliaan dan pada kegiatan penetapan pohon-pohon induk untuk membangun TB, APnB, KBS, dan KBK. 2. Seleksi famili yaitu pemilihan pohon-pohon yang didasarkan atas penilaian sifat fenotipe induk betinanya. 3. Seleksi berulang yaitu pemilihan pohon-pohon hasil keturunan dari pohonpohon induk hasil seleksi massa ataupun seleksi famili, oleh karena itu seleksi ini disebut dengan seleksi dua tahap. E. Kriteria Penilaian Seleksi Pohon Plus Menurut Djamhuri dkk. (2006), untuk menilai pohon kandidat yang dipilih ada beberapa kriteria yang digunakan, antara lain sebagai berikut. 1. Tinggi pohon minimal sama dengan rata-rata tinggi pohon pembanding/ pohon-pohon yang tumbuh di dalam tegakan. 2. Diameter batang minimal 10% lebih besar dibandingkan rata-rata diameter pohon pembanding/pohon-pohon yang tumbuh di dalam tegakan. 3. Batang bebas cabang minimal 50% dari tinggi pohon. 4. Panjang bentuk batang yang lurus dan silindris minimal 50% dari tinggi bebas cabang. 5. Diameter cabang maksimal 50% dari diameter batang tempat kedudukan cabang yang bersangkutan. 6. Sudut cabang minimal 50 derajat. 7. Pohon sehat (tidak terserang hama dan penyakit) dengan persentase luas tanda-tanda serangan penyakit <20%.

11 8. Kemampuan pemangkasan alami minimal sedang (LCR>30%--50%). Jumlah skor hasil penghitungan yang dilakukan terhadap setiap karakter calon pohon plus pada setiap metode minimal 60. Bila kondisi calon pohon plus cukup baik sehingga jumlah pohon yang memiliki skor minimal 60 cukup banyak, maka kriteria skor minimal dapat dinaikkan. Penetapan pohon plus dibatalkan walaupun memiliki skor minimal 60 jika salah satu kriteria bernilai 0 (Departemen Kehutanan, 2006). Seleksi untuk pohon plus sebaiknya dikonsentrasikan pada ciri yang memiliki heritabilitas moderat sampai kuat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bentuk batang, kualitas kayu, dan ketahanan terhadap penyakit memiliki heritabilitas lebih tinggi daripada kecepatan tumbuh, kualitas tajuk dan dahan (Schmidt, 1993). F. Pengukuran Pohon 1. Pengukuran Tinggi Menurut Simon (1996), tinggi pohon merupakan salah satu parameter yang mempunyai arti penting dalam penaksiran hasil hutan. Secara khusus tinggi pohon dapat dihubungkan dengan umur tanaman untuk menentukan kelas kesuburan tanah (bonita). Tinggi rata-rata pohon dominan pada hutan tanaman dapat dinamakan peninggi. Dalam melakukan pengukuran tinggi pohon biasanya dikenal beberapa macam tinggi pohon yaitu.

12 1. Tinggi batang bebas cabang (h b ) yaitu tinggi pohon dari pangkal batang di permukaan tanah sampai ke cabang pertama untuk jenis daun lebar atau crown point untuk jenis konifer, yang membentuk tajuk. 2. Tinggi batang komersil (h m ) yaitu tinggi batang pada saat itu laku dijual dalam perdagangan. 3. Tinggi tunggak (h s ) yaitu tinggi pangkal pohon yang ditinggalkan pada saat waktu penebangan. 4. Tinggi total (h), merupakan tinggi dari pangkal pohon di permukaan tanah sampai puncak pohon. Tinggi total biasanya digunakan untuk menentukan kelas bonita. 2. Pengukuran Diameter Menurut Simon (1996), diameter merupakan parameter pohon yang mempunyai arti penting dalam pengumpulan data tentang potensi hutan. Dalam pengukuran diameter seringkali pengukuran keliling (K) lebih banyak dilakukan kemudian baru di konversi ke dalam rumus D=K/π karena keterbatasan alat. Pengukuran diameter yang biasa dilakukan adalah diameter setinggi dada (1,3 m), karena pengukurannya paling mudah dan mempunyai korelasi yang kuat dengan parameter lain yang penting, seperti luas bidang dasar dan volume batang. Di atas areal yang tidak datar, penentuan tempat setinggi dada, yaitu dimulai dari bagian permukaan yang mana sering menjadi masalah. Dalam hal ini biasanya diambil 1,3 m dari permukaan tanah sebelah atas. Untuk diameter setinggi dada pada pohon berbanir yang tingginya lebih dari 1,3 m dari permukaan tanah biasanya

13 diameter batang diukur pada 30 cm di atas ujung banir. Pengukuran diameter setinggi dada juga menghadapi masalah bila bentuk batang disekitar ketinggian 1,3 m tidak normal, misalnya membesar, mengecil, atau bercabang dua. Untuk pohon yang membesar atau mengecil dilakukan pengukuran dengan cara menghitung rata-rata bentuk normal di atas dan di bawah bagian yang tidak normal tersebut. Untuk pohon yang bercabang, pengukuran diameter pohon bergantung pada letak percabangan itu. Bila percabangan terletak di bawah 1,3 m pengukuran dilakukan di atasnya dan pohon tersebut dianggap terdiri atas dua pohon atau lebih tergantung dari jumlah cabangnya. Bila percabangannya terletak di atas 1,3 m, maka pohon tetap dianggap hanya satu dan pengukuran diameternya dilakukan di bawah percabangan. G. Jenis-Jenis Gangguan Kesehatan Tanaman Hutan Beberapa gangguan penting yang dapat menurunkan kualitas kayu maupun menyebabkan kematian tanaman hutan adalah sebagai berikut. 1. Luka terbuka (open wound) Tanaman yang mengalami kerusakan ini akan terlihat terkelupas kulit batang atau cabangnya termasuk luka patahan tetapi belum terjadi lapuk lanjut. Kerusakan ini lebih cenderung disebabkan oleh hama, misal tupai. Perkembangan luka terbuka ini akan menyebabkan kerusakan yang lebih parah apabila kemudian berasosiasi dengan penyakit atau adanya angin kencang.

14 2. Kanker batang (stem cancers) Tanaman yang terserang akan mengalami kerusakan pada batang pokok atau cabang. Kerusakan berupa benjolan/pembengkakan jaringan batang dan serat kayu. Patogen penyebab kanker lebih aktif pada area dengan curah hujan tinggi dimana banyak terdapat tanaman rentan. 3. Bercak daun (leaf spot) Gejala penyakit ini adalah terdapat bercak yang awalnya berwarna kuning muda di sisi bawah daun, gejala lanjutan bercak berubah menjadi kuning tua. Gejala lain, terbentuk sejenis tepung berwarna jingga yang terdiri dari jamur Urediospora penyebab penyakit. Daun kemudian gugur dan akhirnya menyebabkan tanaman mati. 4. Gugur daun (defoliasi) Salah satu penyebab penyakit ini adalah jamur Corynespora yang membentuk toksin yang menyebabkan perubahan warna yang meluas pada daun. Daun yang terserang menguning, berubah menjadi coklat dan gugur. 5. Mati pucuk (dieback) Bagian pucuk tanaman mengalami kekeringan yang diikuti kematian yang menyebabkan patah. Kerusakan ini menyebabkan tunas banyak tumbuh pada batang utama sehingga pertumbuhan tanaman menurun, mengurangi produksi kayu dan menghasilkan pohon yang nilai ekonominya rendah. 6. Klorosis Perubahan warna daun yang disebabkan oleh kekahatan unsur hara. Tanaman muda terlihat daunnya menguning dan pucat.

15 7. Sapu setan (witches broom) Gejala penyakit ini ditandai dengan berkembangnya tunas-tunas aksiler menjadi berkas ranting-ranting yang rapat. Gejala ini umumnya disertai dengan terjadinya hambatan perkembangan ruas batang (internodia) dan daun, sehingga ruas menjadi sangat rapat dan daun kecil-kecil. 8. Busuk hati (heart rot) Penyakit ini menyebabkan kayu teras bagian dalam busuk dan berlubang (growong). 9. Busuk jaringan (tissue decay) Tanaman yang terserang umumnya memperlihatkan gejala gummosis/resisnosis yaitu keluarnya cairan akibat membusuknya jaringan tanaman. 10. Busuk akar (root rot) Penyakit ini dibedakan menjadi dua, yaitu busuk akar putih (white root rot) dan busuk akar merah (red root rot) atau jamur akar merah. Tanaman yang terserang penyakit busuk akar putih akan menampakkan gejala daun menguning dan kemudian rontok, yang disertai matinya ranting-ranting. Pohon yang terserang kadang-kadang membentuk bunga sebelum massanya, perakaran membusuk sehingga pohon mudah rebah. Tanaman yang terserang jamur akar merah akan menampakkan gejala daun pucat, layu, merana dan akhirnya mati. Perakaran membusuk dan banyak mengandung air. Penyakit busuk akar merah disebabkan oleh Ganoderma pseudoferreum (Sumardi dan Widyastuti, 2004).

16 H. Tahura Wan Abdul Rachman Kawasan taman hutan raya dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Suatu kawasan taman hutan raya dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya. Tahura adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990). Tahura Wan Abdul Rachman pada awalnya merupakan kawasan hutan lindung register 19 Gunung Betung. Kemudian berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan Nomor 408/Kpts II/1993 tanggal 10 Agustus 1993 diubah fungsinya menjadi Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, 2006). Tujuan pengelolaan dan fungsi tiap tiap blok Tahura berdasarkan rencana strategis pengelolaan Tahura (Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, 2006) meliputi sebagai berikut. 1. Blok Wisata Alam Areal atau wilayah di dalam kawasan Tahura Wan Abdul Rachman yang dapat dimanfaatkan bagi kegiatan pariwisata alam termasuk pembangunan sarana dan prasarana wisata. Mempunyai luasan yang cukup untuk

17 menjamin kelestarian potensi dan daya tarik alam untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam. 2. Blok Koleksi Tanaman Areal atau wilayah di dalam kawasan Tahura Wan Abdul Rachman yang berisikan jenis tumbuhan asli atau bukan asli, langka maupun tidak langka yang perlu dilindungi dan dilestarikan serta pengembangan sesuai fungsinya kawasan Tahura. 3. Blok Perlindungan Tujuan pengelolaan blok perlindungan yaitu memberi perlindungan mutlak ekosistem hutan alam, flora, fauna, dan proses hidrologi. Blok perlindungan berfungsi sebagai perlindungan tata air (hidrologi). Vegetasi hutan alam, berfungsi sebagai perlindungan keanekaragaman hayati flora dan fauna serta pemanfaatan untuk penelitian ilmu pengetahuan dan penunjang budidaya. 4. Blok Pendidikan dan Penelitian Merupakan bagian dari kawasan Tahura yang berfungsi sebagai penunjang pendidikan dan penelitian guna menambah aspek pengetahuan dan keilmuwan yang berkaitan dengan bidang kehutanan. 5. Blok Social Forestry Wilayah sekitar Tahura yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat setempat melalui kegiatan pengembangbiakan/perbanyakan/perbesaran sumber daya alam hayati tertentu dan kegiatan perekonomian guna memenuhi kebutuhan hidupnya.