KEHIDUPAN PENYANDANG TUNA RUNGU (Studi Kasus Keluarga KM di Banjar Celuk, Kelurahan Panjer, Kecamatan Denpasar Selatan)

dokumen-dokumen yang mirip
KATA PENGANTAR. Puji syukur peneliti panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa atas

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan, baik fisik maupun mental.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan ini tidak ada sesuatu yang sempurna. Ada sebuah. ungkapan yang mengatakan bahwa manusia tidak ada yang sempurna dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perancangan

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai kodratnya manusia adalah makhluk pribadi dan sosial dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian. terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. yang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan secara

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan kemampuan bicara (Somantri, 2006). selayaknya remaja normal lainnya (Sastrawinata dkk, 1977).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab 7 Memilih dan Belajar Bahasa

KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA TUNARUNGU DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DIDASARKAN PADA TEORI SCHOENFELD

BAB I PENDAHULUAN. sisi lain. Orang mempunyai kecacatan fisik belum tentu lemah dalam hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Manusia merupakan makhluk sosial yang memerlukan interaksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

Desain bahasa gambar untuk anak tuna rungu

SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pendengaran merupakan sensori terpenting untuk perkembangan bicara

BAB IV INTERPRESTASI HASIL PENELITIAN. telah dipilih selama penelitian berlangsung. Selain itu juga berguna untuk

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan Hawa sebagai pendamping bagi Adam. Artinya, manusia saling

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Erna Victoria Noli, 2014

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

DINAMIKA KEPERCAYAAN DIRI PADA ANAK TUNARUNGU (STUDI KASUS DI SEKOLAH DASAR LUAR BIASA PUTRA JAYA MALANG)

PERAN DUKUNGAN SOSIAL IBU PADA PENCAPAIAN PRESTASI PENYANDANG CACAT TUBUH. Skripsi

Merayakan Ulangtahun Sebagai Strategi Pembelajaran Kosakata Abstrak (Tanggal, Bulan, Tahun) Lisza Megasari, S.Pd

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

LAPORAN OBSERVASI LAPANGAN PERKEMBANGAN DAN PROSES PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan fisik, sosial, psikologis, dan spiritual anak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat saja terganggu, sebagai akibat dari gangguan dalam pendengaran dan

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Anak yang dilahirkan secara sehat baik dalam hal fisik dan psikis

EFEKTIFITAS SPEECH THERAPY TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBAHASA PADA ANAK TUNA RUNGU DI TK LUAR BIASA KARYA MULIA SURABAYA

Komunikasi Antarpribadi Murid Tunarungu-Wicara dalam Proses Penyesuaian Diri terhadap Lingkungan Sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial. Ia hanya hidup, berkembang, dan

Isian Form 1 INFORMASI PERKEMBANGAN ANAK (Diisi oleh Orang tua)

APLIKASI KAMUS ELEKTRONIK BAHASA ISYARAT BAGI TUNARUNGU DALAM BAHASA INDONESIA BERBASIS WEB

1. Pendahuluan 1.1. Latar belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

2015 PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN BAHASA RESEPTIF DAN BAHASA EKSPRESIF PADA ANAK TUNARUNGU USIA SEKOLAH

LAMPIRAN 1. Pedoman Wawancara. dalam Mencapai Kemandirian di UPTD Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan dan menginterpretasikan makna (Wood, 2007:3). baik, contohnya adalah individu yang menyandang autisme.

APLIKASI PENUNJANG PEMBELAJARAN BAHASA ISYARAT BERBASIS ANDROID

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Putri Permatasari, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan

Komunikasi yang efektif. Auliana Farrabbanie

BAB I PENDAHULUAN. tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Anak tuna rungu

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA KOMUNIKASI SISTEM ISYARAT BAHASA

sebagai penjembatan dalam berinteraksi dan berfungsi untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi merupakan suatu hal vital yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai

BAB I PENDAHULUAN. (verbal communication) dan komunikasi nonverbal (non verbal communication).

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuyun Yuniarsih, 2014 Perilaku sosial remaja tunadaksa yang menggunakan jejaring sosial

5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya)

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN DENGAN MEDIA VISUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA TUNA RUNGU POKOK BAHASAN PECAHAN SENILAI

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

Analisis Kemampuan Berkomunikasi Verbal dan Nonverbal pada Anak Penderita Autis (Tinjauan psikolinguistik)

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PENYANDANG TUNA DAKSA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kehadiran seorang bayi dalam keluarga merupakan berkah yang luar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

APHASIA. Klasifikasi Gangguan Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi salah satu ruang penting penunjang terjadinya interaksi sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menunjukkan hukum alam yang telah menunjukkan kepastian.

BAB I PENDAHULUAN. yang beralamat di Jl. Rajekwesi 59-A Perak Bojonegoro. Di SLB-B Putra

UPAYA GURU BK DALAM MENGATASI PESERTA DIDIK YANG UNDER ACHIEVER ARTIKEL. Gusri Defriani NPM :

MENINGKATKAN PENGEMBANGAN ASPEK EMOSI DALAM PROSES PEMBELAJARAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peranan yang besar dalam kehidupan sehari-hari. Menurut kajian,

Penguatan Peran Keluarga dan Pekerja Sosial untuk Anak dengan Disabilitas. Rini Hartini Rinda A. (Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial, Indonesia)

BAB 1 PENDAHULUAN. kecerdasan yang rendah di bawah rata-rata orang pada umumnya (Amrin,

BAB I PENDAHULUAN. fisik yang berbeda-beda, sifat yang berbeda-beda dan tingkah laku yang

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB IV ANALISIS DATA. A. Faktor-Faktor Penyebab Anak Terkena Epilepsi di Gubeng

TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI. Rita Eka Izzaty

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa bertambah, begitu juga halnya di Indonesia (

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

LAMPIRAN. Tabel Karakteristik ADHD dan gangguan Sensori Integrasi (SI) Karakteristik Permasalahan ADHD Gangguan SI Terlalu lelah.

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterbatasan, tidak menjadi halangan bagi siapapun terutama keterbatasan

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. SLB B YRTRW Solo dalam mengakses informasi berita televisi Seputar

Modul ke: BAHASA INDONESIA MEMBACA UNTUK MENULIS. Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Drs. SUMARDI, M. Pd. Program Studi MANAJEMEN

PERAN ORANG TUA DALAM PENERIMAAN DIRI REMAJA PENYANDANG CACAT FISIK DI NAGARI AIR BANGIS KECAMATAN SUNGAI BEREMAS KABUPATEN PASAMAN BARAT ABSTRACK

GAMBARAN KECEMASAN ORANG TUA TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN ANAK TUNARUNGU DITINJAU DARI TUGAS PERKEMBANGAN MASA DEWASA AWAL

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ditemukan beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut: pendidikan kewarganegaraan dalam membangun moral anak tunarungu.

GESTURES MATERI 8 MATA KULIAH ILMU PERNYATAAN KOMUNIKASI KINESIK:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

KEHIDUPAN PENYANDANG TUNA RUNGU (Studi Kasus Keluarga KM di Banjar Celuk, Kelurahan Panjer, Kecamatan Denpasar Selatan) Aldu Henny Sirait 1*, Purwadi Suriadireja 2, I Gusti Putu Sudiarna 3 Program Studi Antropologi Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana 1 [aldusirait@gmail.com] 2 [kuyahambu@yahoo.com] 3 [Igpsudiarna@yahoo.co.id] * Corresponding Author Abstract A deaf person who has a lack or loss of hearing ability due to partial damage hearing instruments that have problems in language development. There is a tendency that a child who has often followed by a deaf mute. This condition seems difficult to avoid because the two into a series of cause and effect. This condition makes it difficult communication with society. They use symbols to convey ideas and feelings with sign language and body language such that a mutual understanding. Thus the deaf requires special treatment to shape good behavior, communicating with the environment and society relations. Key Word: Deaf, Family, Society 1. Latar Belakang Seseorang dikatakan menderita kelainan pendengaran apabila dia tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Banyak istilah yang digunakan untuk menyebut orang-orang yang mengalami kelainan pendengaran yaitu: tuli bisu, tuna wicara, cacat dengar dan yang terakhir dengan sebutan tuna rungu. Pada hakekatnya penyebutan istilah-istilah tersebut tertuju pada salah satu objek belaka, yakni individu yang mengalami gangguan atau hambatan pendengaran (Santono, 2012: 5-7). Tunarungu merupakan seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan sebagian alat pendengarannya sehingga mangalami hambatan dalam perkembangan bahasa. Tidak mampu berkomunikasi dengan sempurna merupakan ciri khas yang membuat anak tuna rungu berbeda dengan anak normal pada umumnya, mereka harus mengerti bahasa yang diucapkan oleh orang lain. Akibat kurang berfungsinya pendengaran, anak tuna rungu mengalihkan pengamatannya kepada mata. Melalui mata anak tuna rungu memahami bahasa lisan atau oral. Selain melihat gerakan dan ekspresi 1

wajah lawan bicaranya mata anak tuna rungu juga digunakan untuk membaca bahasa tubuh karena, tubuh merupakan sebuah simbol yang alamiah (Synnott, 2003; 410). Dan hal ini menjadi permasalahan yang sulit untuk di lakukan oleh tuna rungu. Mereka juga tahu jika berbicara adalah hal yang sangat berguna dalam kehidupannya walaupun memerlukan latihan dalam waktu yang cukup lama. Kondisi ini dapat mengganggu psikologi yang utama dialami oleh lingkungan keluarga yang dapat berakibat pada perkembangan pengasuhan anak tuna rungu. Tanggapan dan reaksi masyarakat yang membedakan dirinya dengan sekitar juga menjadi salah satu penghambat perkembangan interaksi sosial anak tunarungu. Sikap menerima atau menolak, kasih sayang atau tidak perduli, sikap sabar atau tergesa-gesa, sikap melindungi atau membiarkan secara langsung mempengaruhi reaksi emosional anak (Andayani, 2010: 14). 2. Pokok Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan tersebut, maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana pola kehidupan penyandang tuna rungu? 2. Bagaimana pola interaksi penyandang tuna rungu dan kehidupan masyarakat? 3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pola kehidupan penyandang tuna rungu 2. Untuk mengetahui pola interaksi penyandang tuna rungu dan kehidupan masyarakat 4. Metode Penelitian Sesuai dengan topik yang dikaji, penelitian ini berfokus di Banjar Celuk, Kelurahan Panjer, Kecamatan Denpasar Selatan. Adapun jenis penelitian yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dalam upaya memperoleh data yang lebih mendalam. Teknik yang digunakan dalam memilih dan menentukan informan adalah dengan menggunakan teknik purposive sampling untuk mendeskripsikan suatu masalah sosial tertentu dimana pengambilan sampel dipilih oleh penulis menurut ciri-ciri spesifik 2

dan karakteristik tertentu. Kategori penentuan informan kunci dalam penelitian ini yakni tuna rungu yang bukan keturunan dan tidak mengenyam pendidikan. Data dikumpulkan dengan metode observasi, wawancara, studi kasus, serta studi kepustakaan. Teknik observasi merupakan upaya peneliti untuk melibatkan diri dalam aktivitas keluarga, peneliti lebih mudah untuk melakukan pengamatan secara langsung sehingga data yang diperoleh lebih lengkap, tajam dan objektif. Teknik wawancara merupakan teknik pengumpulan data melalui tanya-jawab sambil tatap muka antara pewawancara dengan informan. Studi kasus bertujuan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan objek yang diteliti. Penelitian ini merupakan penelitian mendalam mengenai unit sosial tertentu yang hasilnya merupakan gambaran yang lengkap dan terorganisir. Teknik kepustakaan digunakan untuk mengetahui atau memperoleh data yang berkaitan dengan teori yang mendukung penelitian. Data yang dikumpul dianalisis dengan pendekatan deskriptif yakni penjelasan sesuatu sesuai kenyataan yang adanya secara mendalam terhadap gejala yang diteliti. 5. Kehidupan Penyandang Tuna Rungu 5.1 Pola Kehidupan Penyandang Tuna Rungu Pola kehidupan penyandang tuna rungu diawali dari penerimaan orang tua terhadap kondisi anak. Beberapa bentuk perilaku anak tuna rungu yang mencolok dibanding dengan anak normal pada umumnya yakni (1) anak tuna rungu lebih egois, (2) anak tuna rungu tergantung pada orang lain dan lebih dekat dengan apa yang sudah dikenal, (3) perhatian anak tuna rungu lebih sulit untuk dialihkan, (4) Anak tuna rungu lebih memperhatikan yang kongkrit, (5) bersifat polos, sederhana, tanpa banyak masalah, (6) mudah marah dan mudah tersinggung, dan (7) memiliki perasaan takut akan hidup yang lebih besar. Pada umumnya inteligensi anak tuna rungu secara potensial sama dengan anak normal, tetapi secara fungsional perkembangannya dipengaruhi oleh tingkat kemampuan berbahasanya, keterbatasan informasi menghambat proses pencapaian pengetahuan yang lebih luas. Tahapan mendiagnosis anak tuna rungu bukanlah hal mudah bagi sebagian orang yang tidak memiliki pengetahuan lebih tentang tuna rungu. Berbagai diagnosis awal yang dialami tunga rungu adalah dalam berinteraksi sosial yaitu ekspresi wajah, sikap tubuh dan gerak tubuh terhadap rutinitas dalam berinteraksi, serta cenderung memiliki emosi yang bersifat labil. 3

Beberapa hal yang sering diperhatikan keluarga dalam melakukan pendekatan sosialisasi dengan anak yakni (1) menanggapi anak secara tepat dan yakin bahwa kita sedang memberi respon kepada anak bukan sedang bereaksi, (2) melibatkan diri secara aktif dalam kehidupan anak, sehingga kita dapat mengetahui bagaimana biasanya anak kita bertindak dan berpikir, (3) melibatkan diri dalam kehidupan anak, menentukan batasan-batasan yang realistis dan memperkuat batasan tersebut secara konsisten, (4) mengajari anak cara yang sehat dalam mengekspresikan emosi, (5) sesering mungkin menanyakan apa yang dirasakan anak dan (6) mengutarakan anggapan-anggapan kita kepada anak, mencari tahu apa saja yang sedang anak kita mainkan, mengenali temanteman sepermainannya dan memberi arahan tanpa harus menjadi kaku. Selain itu keluarga juga memperhatikan tanggapan masyarakat tentang anaknya. Kehidupaan tuna rungu tentu tidak terlepas dari stigma yang terlontar dari masyarakat. Stigma sosial menganggap jika keberadaan kaum tunarungu ini sebagai sesuatu hal yang merepotkan. Ada yang menganggap keberadaan mereka sebagai aib keluarga, hingga kutukan akan sebuah dosa yang pada akhirnya semakin memojokkan tunarungu dari pergaulan masyarakat. Masyarakat beranggapan tunarungu sesuatu yang harus mereka kasihani dan mereka tolong. Hal ini dikarenakan mereka adalah sosok yang dianggap kurang mampu dan membutuhkan bantuan. Ada pula yang berangapan bahwa tunarungu itu adalah orang-orang yang mudah marah dan tempramen. 5.2 Pola Interaksi Penyandang Tuna Rungu dan Kehidupan Masyarakat Anak tuna rungu memiliki proses sosialisasi dalam kehidupan masyarakat antara lain. Interaksi antara keluarga dengan tuna rungu dan sebaliknya juga tuna rungu dengan masyarakat sekitar. Tuna rungu menggunakan sentuhan dan berlangsung secara tatap muka saat berintraksi dengan lawan bicaranya (Pawito, 2007: 2). Interaksi penyandang tuna rungu dibuat beberapa peyesuaian cara interaksi, dengan menggabungkan bentuk visual yang dapat diakses dari komunikasi seperti bermain jari dan kontak perabaan bersamaan dengan vokalisasi. Bahkan mereka membuat kesepakatan simbol yang akan dipergunakan untuk menunjuk pada suatu kata, orang, atau benda dengan masyarakat sekitar. Saat berbicara dengan orang lain mereka lebih sering menggunakan tatapan muka, mengamati setiap gerakan tangan, mengamati mimik wajah dan tatapan mata. 4

Salah satu tanggapan aktif dari penyandang tuna rungu adalah situasi lingkungan saat mereka bekerja. Situasi lainnya yang ditanggapi oleh penyandang tuna rungu adalah ikut aktif dalam organisasi pemuda. Meskipun dalam rapat pemuda WS dan MD tidak pernah ikut lagi dikarenakan pendengaranya terganggu. Selain itu juga karena terpaut usia yang jauh dengan pemuda/pemudi yang sekarang, namun dalam kegiatan seperti bazar, gotong royong dan metulungan (membantu) jika ada pemuda yang metatah (potong gigi) atau nganten (menikah). WS dan MD juga ikut berperan aktif dalam kegiatan adat di banjar ataupun pura. Seperti halnya umat Hindu, mereka juga aktif dalam setiap kegiatan upacara di pura. Kadang kala dalam berinteraksi dengan lingkungan tuna rungu merasa dirinya terasing dari yang lain. Tanggapan masyarakat bahwa anak tuna rungu sulit berinteraksi dengan sekitarnya. Anak tuna rungu adalah orang-orang yang berkepribadian tertutup dan tidak banyak bicara. Asumsi negatif terhadap mereka telah berkembang di tengah masyarakat, sehingga masyarakat enggan dan cenderung menghindari komuniksi dengan tuna rungu. Terkadang orang terlalu gampang memberi stigma kepada seseorang dan bahayanya stigma tersebut terlontar dengan spontan. Permasalahan kinerja mereka juga merupakan wujud dari stigma masyarakat yang memandang bahwa penyandang tuna rungu akan menghambat proses dalam bekerja.karena asumsi inilah tuna rungu mencoba menerima permasalahan yang dihadapinya dengan menutup diri dan mengurangi intensitas interaksi sosialnya dengan masyarakat. 6. Kesimpulan Berdasarkan uraian pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa kehidupan penyandang tuna rungu mengalami banyak kendala. Terutama dalam melakukan interaksi dengan keluarga, interaksi yang terjalin diantara WS dan MD (internal), serta proses sosialisasi dengan masyarakat sekitar (eksternal). Lingkungan keluarga merupakan faktor yang mempunyai pengaruh penting dan kuat terhadap perkembangan tuna rungu. Latar belakang keluarga yang kurang mampu juga menjadi penting dalam proses perkembangan kehidupannya. Proses memperkenalkan tuna rungu dengan lingkungan masyarakat tentu membutuhkan waktu yang lama. Karena interaksi menjadi salah satu hambatan utama yang dialami oleh orang tua saat ingin melakukan pendekatan dengan anak penyandang tuna rungu. Ada saja kendala yang dialami tuna 5

rungu ketika ingin berinteraksi. Pandangan sebagian besar masyarakat terhadap dirinya yang memiliki kekurangan dari segi fisiologi fisik menjadikan tuna rungu merasa benarbenar kurang berharga sebagai seorang individu. 7. Daftar Pustaka Andayani, Rinda. 2010. Permasalahan Anak Tunarungu, Bandung: NGO Pawito, 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif, Yogyakarta: Pelangi Aksara Santono, Hargio. 2012. Cara Memahami & Mendidik Anak Berkebutuhan Khusus, Yogyakarta: Gosyen Publishing Synnott, Anthony. 2003. Tubuh Sosial Simbolisme, Diri, Dan Masyarakat, Yogyakarta: Jalasutra 6